• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Finansial Pemanfaatan Cassapro dengan Mensubstitusi Jagung Dalam Ransum Terhadap Ternak Ayam Kampung di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Finansial Pemanfaatan Cassapro dengan Mensubstitusi Jagung Dalam Ransum Terhadap Ternak Ayam Kampung di Kota Medan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Usaha

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan sangat penting karena dalam hal

ini akan dinilai apakah pantas atau layak dilaksanakan didasarkan kepada

beberapa kriteria tertentu yang ada. Layak bagi suatu usaha artinya

menguntungkan dari berbagai aspek. Analisis usaha adalah upaya untuk

mengetahui tingkat kelayakan atau kepantasan untuk dikerjakan dari suatu jenis

usaha dengan melihat beberapa parameter atau kriteria kelayakan tertentu. Dengan

demikian, suatu usaha dikatakan layak kalau keuntungan yang diperoleh dapat

menutup seluruh biaya yang dikeluarkan, baik biaya yang langsung maupun yang

tidak langsung (Arto, 2013).

Analisis usaha dilakukan untuk mengukur atau menghitung apakah usaha

tersebut menguntungkan atau merugikan. Analisis usaha memberikan gambaran

kepada peternak untuk melakukan perencanaan usaha. Dalam analisis usaha

diperlukan beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat berubah sesuai dengan

perkembangan waktu (Supriyadi, 2009).

Menurut Suharno danNazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha

ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis

dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan,

penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan

(2)

Biaya Produksi

Biaya produksi adalah semua pengeluaran perusahaan untuk memperoleh

faktor-faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan barang-barang

produksi oleh perusahaan tersebut (Harih, 2010).

Menurut (Lipseyet et al., 1995), biaya produksi terbagi atas biaya tetap

dan biaya tidak tetap.Biaya tetap adalah jumlah biaya yang dibutuhkan untuk

menghasilkan jumlah output tertentu, sedangkan biaya yang berkaitan langsung

dengan output yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan

berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya tidak tetap. Semakin

banyak ayam semakin besar pula biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam

produksi peternakan secara total. Pada pemeliharaan ayam pedaging, biaya pakan

mencapai 60% - 70% dari total biaya produksi (Rasyaf, 1996) dan Prawirokusumo

(1991) menyatakan bahwa besarnya biaya pakan berkisar antara 60% - 80% dari

total biaya produksi.

Biaya produksi tidak dapat dipisahkan dari proses produksi, karena biaya

produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harga. Maka dapat

dikatakan bahwa biaya produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban

yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang

atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen (Nuraini, 2003).

Hasil Produksi

Menurut (Soekartawi, 2003), total pendapatan diperoleh dari total

penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi.

(3)

jual. Pada umumnya, tujuan utama yang ingin dicapai suatu perusahaan yaitu

untuk memperoleh pendapatan. Volume penjualan merupakan faktor yang sangat

pentingmempengaruhi besar kecilnya pedapatan yang akan didapatkan oleh

peternak atasusahanya dalam melakukan pemeliharaan ayam tipe pedaging.

Sehingga untukmendapatkan keuntungan penjualan yang besar, peternak harus

menjaga agar kematianternaknya sekecil mungkin. Kemudian untuk harga jual

produk merupakan nilai yangberupa uang untuk menghargai setiap produk yang

dihasilkan dari usaha, seperti usahaternak ayam pedaging yang produknya berupa

ayam hidup yang dihargai dengan sejumlahuang setiap kilogramnya.

Penerimaan merupakan total nilai produk usaha tani dalam jangka waktu

tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual (Soekartawi et al., 1986).

Sedangkan Kadarsan (1995) menyatakan bahwa penerimaan yang diperhitungkan

ialah nilai output yang dikonsumsi peternak atau yang dihadiahkan. Penerimaan

perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha, seperti panen

tanaman dan hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya.

Menurut (Rohani, 2011), pendapatan merupakan nilai maksimum yang

dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan

keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian

tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi

selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan

awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode,

bukan hanya yang dikonsumsi.

Total penerimaan merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh

(4)

usaha, sebab belum dikurangi dengan keseluruhan biaya yang dikeluarkan selama

proses produksi berlangsung (Soekartawi, 2003).

Analisis Laba/Rugi

Keuntungan (laba) atau rugi suatu usaha akan diketahui setelah

penerimaan hasil penjualan produk dikurangi dengan harga pokok, biaya

pemasaran, dan biaya umum. Laba ini masih disebut laba kotor. Laba bersih baru

didapat setelah ditambahkan pendapatan di luar usaha (misalnya penjualan

limbah) dikurangi biaya di luar usaha (misalnya sumbangan ke pemda) dan pajak

(Rohani, 2011).

Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan

masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya.

Perhitungan laba jelas untuk keputusan manajemen. Bila laba konsisten positif,

perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika perusahaan

mengalami penurunan produksi pengusaha dapat mencari produk yang lain yang

akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen danMowen, 2001).

Laba suatu usaha peternakan secara matematis dapat dituliskan sebagai

berikut :

K = TR - TC

dimana :

K = Keuntungan

TR (Total Revenue) = Total Penerimaan

TC (Total Cost) = Total Pengeluaran

Menurut (Kasmir dan Jakfar, 2005), laporan laba/rugi menggambarkan

(5)

Kemudian juga akan tergambar jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut

jumlahnya dalam periode yang sama.

R/C Ratio

R/C ratio adalah singkatan dari Return Cost ratio, atau dikenal sebagai

perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis, dengan R/C

ratio = 1 artinya tidak untung dan tidak pula rugi (Soekartawi, 2002).

Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:

R/C ratio

Kriteria penilaian R/C ratio sebagai berikut:

= Total Penerimaan (R) : Total Biaya Produksi (C)

1. R/C ratio> 1, usaha peternakan layak dikembangkan.

2. R/C ratio = 1, usaha peternakan tidak untung dan tidak rugi (impas).

3. R/C ratio< 1, usaha peternakan tidak layak dikembangkan

Pendapatan dan keuntungan usahatani yang besar tidak selalu

mencerminkan tingkat efisiensi usaha yang tinggi. Guna mengetahui efisiensi

usahatani dapat digunakan analisis R/C ratio. R/C ratio merupakan singkatan dari

Return Cost ratio, atau dikenal dengan perbandingan antara penerimaan dan biaya

(Ucokaren, 2011).

Income Over Feed Cost (IOFC)

Menurut Siregar (2002), Income Over Feed Cost (IOFC)adalah selisih

pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan

perkalian antara hasil produksi peternakan berupa daging dan harga jual.Jumlah

ransum yang dihabiskan dikali dengan harga selama masa pembesaran hingga saat

dijual. Nilai yang diperoleh dibandingkan antara pendapatan dengan biaya ransum

(6)

Income Over Feed Cost (IOFC)adalah selisih dari total pendapatan dengan

total biaya ransum digunakan selama usaha pemeliharaan. Income Over Feed Cost

ini merupakan barometer yang bermanfaat untuk melihat seberapa besar biaya

ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan. IOFC diperoleh

dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum.

Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan akibat perlakuan

dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

Perhitungan IOFC ini terlepas dari biaya lain yang belum diperhitungkan

seperti upah tenaga kerja, fasilitas kandang, bibit dan lain sebagainya yang tidak

termasuk ke dalam kriteria yang diamati dalam biaya variabel.

IOFC = (bobot badan akhir – bobot badan awal x harga jual/kg) – (total konsumsi

pakan x harga pakan perlakuan/kg).

Ayam Kampung

Ayam kampung merupakan hasil domestikasi dari jenis ayam hutan

merah. Martojo (1992) menyatakan bahwa nenek moyang ayam kampung yang

ada di Indonesia berasal dari ayam hutan merah (Gallus gallus). Pendapat tersebut

diperkuat oleh Crawford (1990) yang menyatakan bahwa ayam hutan merah

(Gallus gallus) merupakan nenek moyang dari ayam domestikasi (Gallus gallus

domestikus) saat ini. Pendapat tersebut didasarkan pada hasil penelusuran bahwa

ayam kampung Indonesia memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan ayam

hutan merah (Gallus gallus) dibandingkan dengan ayam hutan hijau (Gallus

varius). Namun demikian, adanya impor berbagai jenis bangsa ayam ke Indonesia

sejak zaman Hindia Belanda mengakibatkan keaslian genetik ayam lokal tercemar

(7)

sebanyak 50%. Ayam hutan merah di Indonesia ada dua macam yaitu ayam hutan

merah Sumatera (Gallus gallus gallus) dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus

javanicus) (Mansjoer, 2003).

Salah satu ciri ayam kampung adalah sifat genetiknya yang tidak seragam.

Warna bulu, ukuran tubuh, dan kemampuan produksinya tidak sama merupakan

cermin dari keragaman genetiknya. Disamping itu, badan ayam kampung kecil

mirip dengan badan ayam ras petelur tipe ringan (Rasyaf, 1989).

Ayam kampung dari sudut perkembangannya, merupakan hasil produksi

dan seleksi alam lingkungan. Oleh sebab itu, interaksi antara ayam kampung

dengan alam dan lingkungan sudah ada keterpaduan yang sangat dominan dan

tidak dapat terpisahkan. Apabila salah satu dari kedua unsur tersebut diubah,

maka akan menyebabkan ketidakseimbangan (Murtidjo, 1994).

Ayam kampung memiliki arti penting bagi pembangunan peternakan di

Indonesia. Ayam kampung merupakan bahan pangan sumber protein hewani guna

memenuhi kebutuhan masyarakat dan sebagai ternak yang dapat dijadikan usaha

sambilan bagi mayarakat, terutama yang tinggal di pedesaan (Suprijatna, 2005).

Kondisi yang ada terkait dengan masalah utama dalam pengembangan

ayam kampung adalah rendahnya produktivitas. Salah satu faktor penyebabnya

adalah sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, jumlah pakan yang

diberikan belum mencukupi dan pemberian pakan yang belum mengacu kepada

kaidah ilmu nutrisi terutama sekali pemberian pakan yang

belummemperhitungkan kebutuhan zat - zat makanan untuk berbagai tingkat

(8)

Candrawati (1999) mendapatkan kebutuhan hidup pokok ayam kampung

dari 0 sampai 8 minggu adalah 103.96 kkaldan kebutuhan protein untuk hidup

adalah 4.28g/ hari. Sutama (1991) menyatakan bahwa ayam kampung pada masa

pertumbuhan dapat diberikan pakan yang mengandung energi termetabolis

sebanyak 2700 - 2900 kkal dengan protein lebih besar atau sama dengan 18%.

Ayam kampung sebagai ayam potong biasanya dipotong pada umur 4 - 6 bulan.

Ayam kampung yang dipelihara secara tradisional di pedesaan mencapai dewasa

kelamin pada umur 6 - 7 bulan dengan bobot badan antara 1.4 dan 1.6 kg

(Supraptini, 1985).

Margawati (1989) melaporkan bahwa berat badan ayam kampung umur 8

minggu yang dipelihara secara tradisional dan intensif pada umur yang sama 5

mencapai 1.435,5 g. Aisyah dan Rahmat (1989) menyatakan pertambahan bobot

badan anak ayam buras yang dipelihara intensif rata rata 373,4 g/hari dan yang

dipelihara secara ekstensif adalah 270,67 g/hari. Rendahnya pertambahan bobot

badan pada anak ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif dikarenakan

kurang terpenuhinya kebutuhan gizi sehingga menghambat laju pertumbuhan.

Karena harganya yang mahal menyebabkan ayam kampung dan telurnya

dikonsumsi secara terbatas oleh beberapa kalangan. Di zaman modern,

masyarakat lebih banyak mengkonsumsi daging ayam potong dan telur ayam

petelur secara massal. Dengan kondisi seperti itu, maka kita sangat layak untuk

mengembangbiakkan ayam kampung secara lebih baik dan intensif. Hal ini layak

untuk dilakukan karena daging ayam kampung jauh lebih enak, gurih, lezat, dan

menyehatkan dibandingkan ayam - ayam jenis lainnya khususnya ayam potong

(9)

Populasi ayam kampung dan selera konsumen terhadap ayam kampung

sangat tinggi. Hal ini terlihat dari pertumbuhan populasi dan permintaan ayam

kampung yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dimana dari tahun 2001

sampai 2005 terjadi peningkatan sebanyak 4,5 % dan dari tahun 2005 sampai

2009 konsumsi ayam kampung dari 1,49 juta ton meningkat menjadi 1,52 juta ton

(Aman, 2011).

Tabel 1. Kebutuhan gizi ayam kampungumur 0-22 minggu

Minggu 0-12 12-22 22 keatas

Sumber : Nawawi dan Norrohmah (2002)

Ubi Kayu

Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang

berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi

kayu berasal dari benua Amerika, tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke

seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu

berkembang di negara - negara yang terkenal dengan wilayah pertaniannya

(Purwono, 2009).

Penyebaran tanaman ubi kayu di Nusantara terjadi sekitar tahun 1914 -

1918, yaitu saat terjadi kekurangan atau sulit pangan. Tanaman ubi kayu dapat

tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki ketinggian sampai dengan 2.500

m dari permukaan laut. Demikian pesatnya tanaman ubi kayu berkembang di

daerah tropis sehingga ubi kayu dijadikan sebagai bahan makanan pokok ketiga

(10)

merupakan makanan pengganti (subtitusi) serta dapat pula dijadikan sebagai

sumber kabohidrat utama. Adapun sentra produksi ubi kayu di Nusantara adalah

Jawa, Lampung, dan NTT (Sunarto, 2002:7).

Umumnya tanaman ini dibudidayakan oleh manusia terutama adalah untuk

diambil umbinya sehingga segala upaya yang selama ini dilakukan adalah untuk

mempertinggi hasil umbinya. Ubi kayu mempunyai banyak nama, yaitu ketela,

keutila, ubi kayee (Aceh), ubi parancih (Minangkabau), ubi singkung (Jakarta),

batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), huwi dangdeur (Sunda), tela pohung

(Jawa), tela balandha (Madura), sabrang sawi (Bali), kasubi (Gorontalo), lame

kayu (Makassar), lame aju (Bugis), kasibi (Ternate dan Tidore) (Purwono, 2009).

Pada umumnya penggunaan ubi kayu dalam pakan ternak tidak begitu

mendapat perhatian. Hal ini disebabkan adanya pandangan negatif terhadap

kandungan HCN ubi kayu dan rendahnya nilai gizi ubi kayu

(Kompiang et al., 1994).

Ubi kayu merupakan produk pertanian yang mudah rusak dan akan cepat

membusuk dalam waktu dua hingga lima hari apabila disimpan dalam bentuk

segar dan tidak mendapat perlakuan pasca panen yang cukup memadai. Salah satu

upaya untuk mengatasi kerusakan, memperpanjang daya simpan dan untuk

meningkatkan nilai tambah diperlukan suatu cara pengolahan

(11)

Tabel 2. Kandungan gizi dalam tiap 100 g ubi kayu

Unsur Gizi Ubi Kayu

Kalori (kal) 146

Protein (g) 1,2

Lemak (g) 0,3

Karbohidrat (g) 34,7

Kalsium (mg) 33

Sumber : Direktorat Gizi, Depkes R.I., 1981 ( Sunarto, 2002:8 )

Aspergillus Niger

Aspergillus niger termasuk ke dalam jamur jenis kapang. Aspergillus niger

mempunyai ciri - ciri yang khas, yaitu tubuh terdiri dari benang yang bercabang

disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, tidak mempunyai klorofil dan hidup

heterotrof (Fardiaz, 1989).

Aspergillus niger memiliki bulu dasar bewarna putih atau kuning dengan

lapisan konidiospora tebal bewarna coklat gelap sampai hitam. Kepala

konidiospora bewarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian

yang lebih longgar dengan bertambahnya umur.

Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin juga bewarna coklat.

Aspergillus niger berkembang biak secara vegetatif dan generatif melalui

pembelahan sel dan spora - spora yang dibentuk didalam askus atau kotak spora

(Raper dan Fennel, 1977).

Aspergillus niger mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya yang

(12)

dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35o C -

37oC (optimum), 6oC - 8oC (minimum), 45oC - 47oC (maksimum).

Kisaran pH yang dibutuhkan adalah 2,8 - 8,8 dengan kelembaban 80% -

90%. Habitat aspergillus niger kosmopolit di daerah tropis dan subtropis, mudah

didapatkan dan diisolasi dari udara, tanah dan air (Fardiaz, 1989).

Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi jamur. Dalam

pertumbuhannya, Aspergillus niger berhubungan langsung dengan makanan yang

terdapat dalam substrat. Molekul sederhana yang terdapat disekeliling hifa dapat

langsung diserap, sedangkan molekul yang lebih kompleks seperti selulosa,

protein, pati dan protein harus dipecah atau dipisah terlebih dahulu sebelum

diserap kedalam sel dengan menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler. Bahan

organik didalam substrat digunakan oleh jamur Aspergillus niger untuk aktivitas

transport, pemeliharaan struktur sel dan mobilitas (pergerakan) sel

(Hardjo et.al., 1989).

Kualitas produk fermentasi tergantung pada jenis mikroba serta medium

padat yang digunakan. Kadar protein produk fermentasi umbi singkong

menggunakan Aspergillus niger lebih baik dibandingkan dengan Rhizopus

oligosporus (Kompiang et al., 1994).

Cassapro

Cassapro adalah pakan ternak yang merupakan hasil fermentasi antara

kapang/jamur Aspergillus niger dengan limbah pertanian yang mengandung

karbohidrat (seperti onggok, dedak padi, ampas sagu, dan sebagainya) dan

mengandung protein yang cukup tinggi sehingga berfungsi sebagai pengganti

(13)

Kompiang (1997) melaporkan bahwa kandungan protein sejati dari

cassapro adalah bervariasi (tergantung pada bahan baku yang digunakan), yaitu

antara 14,3% (berbahan serat kelapa sawit) dan 25,1% (berbahan bungkil inti

sawit); untuk bahan onggok (limbah pabrik tapioka) adalah 18%. Sekitar 50% dari

kandungan protein sejati cassapro tersebut, diketahui adalah berupa asam amino.

Selain mampu meningkatkan kandungan protein kasar ransum ternak,

pemanfaatan cassapro juga mampu meningkatkan nilai kecernaan sekaligus

meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. Selama fermentasi berlangsung,

kapang Aspergillus niger mampu membentuk berbagai enzim yang membantu

proses pencernaan (Kompiang et al., 1995). Enzim yang dimaksud adalah

cellulase,beta-gluco sidase, pectinase dan protease (Berovic dan Ostroversnik,

1997).

Seperti jenis kapang lainnya, kehidupan Aspergillus niger mempunyai 7

tahapan pertumbuhan, yaitu mulai fase adaptasi sampai fase kematian

(Dwijosaputro, 1989). Adanya beberapa tahapan pertumbuhan aspergillus tersebut

akan berkorelasi positif terhadap kualitas cassapro yang akan dihasilkannya. Oleh

karena itu, penting diketahui pada lama fermentasi berapa hari yang terbaik untuk

menghasilkan kualitas cassapro yang maksimal.

Cassapro adalah nama populer dari akronim Cassava yang berprotein

tinggi. Dalam skala laboratorium, kandungan protein ubi kayu yang asal mulanya

hanya berkisar 2% - 3% dapat ditingkatkan menjadi 36%. Namun, pada skala

lapangan hasilnya berkisar 18%. Masalahnya karena kondisi suhu/temperatur dan

kelembabannya masih sulit disesuaikan selama proses fermentasi tersebut

(14)

Teknik pengolahan seperti proses pembuatan cassapro ini juga dapat

diproses dari bahan - bahan lain, seperti kulit kupasan ubi kayu, onggok singkong,

daunnya, dari bahan sagu (empelur, elod, ampas), bungkil kelapa, bungkil inti

sawit, lumpur sawit, bungkil coklat, limbah kopi, dan buah jambu mete. Proses

pembuatan cassapro adalah dengan cara bahan-bahan tersebut difermentasikan

dengan menggunakan inokulum Aspergilus niger ditambah Urea/Za sebagai

sumber nitrogen anorganik. (Kompiang et al., 1994 ).Tujuan dan pembuatan

cassapro ini adalah merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan nilai gizi

bahan baku pakan yaitu meningkatkan kandungan proteinnya.

Tabel 3. Kandungan nutrisi dalam cassapro

Komponen Kadar

Protein Kasar Asam Amino Kadar Air Lemak Kasar Serat Kasar Abu

(15)

Skema Pembuatan Cassapro

Bahan baku ubi kayu yang sudah dikupas sebanyak 100 kg

Dicacah berbentuk dadu, kira-kira 2cm

Di ovenkan selama 12 jam

Dikeringkan selama kurang lebih 2 hari

Ditambahkan spora Aspergillus Niger yang aktif sebanyak 50 liter

Diaduk sampai merata

Dicampur Urea/NPK sebanyak 4,5 kg

Ditaruh dalam tampah dengan ketebalan 5 cm

Difermentasi selama 3-5 hari

Dipanen

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan gizi ayam kampungumur 0-22 minggu
Tabel 2. Kandungan gizi dalam tiap 100 g ubi kayu
Tabel 3. Kandungan nutrisi dalam cassapro

Referensi

Dokumen terkait

(FILM) membentuk perusahaan patungan (joint venture/ JV) dengan dua perusahaan multinasional untuk memproduksi film.. Nilai investasi untuk memben- tuk perusahan patungan

Implikasi Penggunaan Teknologi Pesawat Siluman (Stealth Fighter) Dalam Kaitannya Dengan Kedaulatan Suatu Negara Atas Ruang Udara Wilayahnya Ditinjau Menurut Hukum

Validator 1 PISA menyarankan menambahkan kolom perbandingan kedua gambar toilet sehingga mempermudah peserta didik membandingkannya; mengganti soal dalam LKPD

JUDUL : USIA LANJUT, PASUTRI HARUS TETAP PELIHARA HUBUNGAN SEKSUAL. MEDIA :

The learning environment was able to enhance students learning processes and also introduce PISA like item test with Indonesian context to

Berdasarkan pada hal tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Tingkat Leverage Keuangan, Return On Equity (ROE), dan Rasio Lancar terhadap Harga

DEXNA SOFIARANTI SOLIN (120304015), dengan judul Skripsi Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Buah-buahan Masyarakat (studi kasus : Kecamatan Medan

Validator 2 menyarankan untuk menambah kasus-kasus atau cerita yang dapat menumbuhkan sikap terhadapat lingkungan dan teknologi, soal yang disajikan harus sesuai