BAB III
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Proses penegakan hukum pidana (Criminal law enforcement process), saling berkatian dengan krimnologi, karena kriminologi dapat memberikan masukan kepada
hukum pidana, berdasarkan ilmu kriminologi itu akan dapat membantu kepada
penegakan hukum pidana yang sedang diproses di pengadilan.42
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab akibat,
perbaikan dan pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun
sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan. Menurut Sutherland, cressy
criminologyis the body of knowledge regarding crime as a social phenomenon. Dalam hal ini, kriminologi merupakan batang tubuh ilmu pengetahuan yang mengandung
pengertian kejahatan sebagai suatu fenomena sosial.43 Kriminologi menurut para ahli:
A. Mr. W.A. Bonger menyatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang
bertujuan menyelidiki gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya.44
B. Ediwarman, Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
kejahatan (baik yang dilakukan oleh individu, kelompok atau masyarakat) dan
sebab musabab timbulnya kejahatan serta upaya-upaya penangulanganya
sehingga orang tidak berbuat kejahatan lagi dan korban kejahatan45
C. Noach, menyatakan kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki
gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebab musabab
serta akibat-akibatnya.
42
Ediwarman, Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminologi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, Halaman 6.
43
Didalam ilmu kriminologi dikenal adanya mazhab-mazhab dalam krimnologi,
adapun mazhab-mazhab itu ialah:
1. Mazhab Antropologi.46
Usaha untuk mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri biologis dipelopori
oleh ahli-ahli frenologi, seperti GALL (1758-1828) Spurzheim (1776-1832), yang
mencoba mencari hubungan antara bentuk tengkorak kepala dengan tingkah laku.
Mereka mendasarkan pada pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa otak
merupakan organ dari akal.
Seorang dokter ahli kedokteran kehakiman yaitu Cesare Lombroso (1835-1909)
merupakan tokoh yang penting dalam mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri fisik
(biologis) penjahat dalam bukunya L’uomo delinquent .
Pokok-pokok ajaran Lombroso adalah :
a. Penjahat adalah orang yang mempunyai bakat jahat
b. Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran yaitu diwariskan dari nenek
moyang
c. Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu, seperti muka
yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek, dan lain-lain
d. Bakat jahat tersebut tidak diubah, artinya bakat jahat tersebut tidak dapat
dipengaruhi.
46
Lombroso juga menggolongkan para penjahat dalam beberapa golongan
seperti:47
a. Antropologi penjahat: penjahat pada umumnya dipandang dari segi antropologi
merupakan suatu jenis manusia tersendiri (genus home delinguenes), seperti halnya dengan negro. Mereka dilahirkan demikian (ildelinguente nato) mereka tidak mempunyai predis posisi untuk kejahatan, tetapi suatu prodistinasi, dan
tidak ada pengaruh lingkungan yang dapat merubahnya. Sifat batin sejak lahir
dapat dikenal dari adanya stigma-stigma lahir, suatu tipe penjahat yang dapat
dikenal.
b. Hypothese atavisme: persoalnya adalah bagaimana caranya menerangkan terjadinya makhluk yang abnormal itu (penjahat sejak lahir). Lombroso dalam
memecahkan soal tersebut, memajukan hypothase yang sangat cerdik, diterima bahwa orang masih sederhana peradapanya sifatnya adalah amoral, kemudian
dengan berjalanya waktu dapat memperoleh sifat asusila, maka orang penjahat
merupakan suatu gejala atavistis, artinya ia dengan sekonyong-konyong dapat
dikembali menerima sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki nenek moyangnya
yang lebih jauh (yang dinamakan pewarisan sifat secara jauh kembali).
c. Hypothese pathology: Berpendapat bahwa penjahat adalah seseorang penderita
epilepsy.
d. Tipe penjahat: ciri-ciri yang dikemukakan oleh Lombroso terlihat pada penjahat,
sedemikian sifatnya, sehingga dapat dikatakan tipe penjahat. Para penjahat
dipandang dari segi antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya
47
sisi tengkoraknya (pencuri) kurang lebih dibandingkan dengan orang lain, dan
terdapat kelainan-kelainan pada tengkoraknya. Dalam tengkoraknya terdapat
keganjilan yang seakan-akan mengigatkan kepada otak-otak hewan, biarpun
tidak dapat ditunjukanadanya kelainan-kelainan penjahat khusus. Roman
mukanya juga lain dari pada orang biasa, tulang rahang lebar, muka menceng,
tulang dahi melengkung kebelakang.
2. Mahzab Perancis atau Mazhab Lingkungan.
Mahzab ini timbul terutama sebagai penentang mahzab (ajaran) Lombroso.
Pemuka-pemukanya adalah para dokter yang mengemukakan arti penting dari pada
milleu sebagai penerbit dari macam-macam penyakit infeksi dan etilogi dari pada
penyakit-penyakit infeksi. Para dokter ini terutama telah lebih menonjolkan teori milleu
dengan menyangkal kebenaran ajaran tentang kriminalitas sejak lahir. Walaupun
mereka adalah dokter dan bukan ahli-ahli sosiologi, namun mereka mempunyai
pengertian yang tepat mengenai sebab-sebab sosial dari pada kriminalitas.
Pemuka-pemukanya adalah Lacassagne (dokter), Manouvrier (anthropolog) dan G.Tarde (yuridis
dan sosiologis). Menurut Tarde, Kriminalitas bukan gejala antropologis, melainkan
karena gejala sosial, seperti juga lain-lain gejala sosial yang dipengaruhi oleh imitasi.48 Tokoh terkemukanya adalah A. Lacassagne (1843-1924) guru besar dalam ilmu
kedokteran kehakiman diperguruan Kriminil Internasional yang ke-1 di Rome (1885) ia
menentang Lambroso. Tidak kurang pentingnya ialah L. Manouvier sebagai antropolog
(1850-1927), guru besar diperguruan tinggi paris.
48
Tokoh ketiga dari mazhab perancis ini adalah G. Trade (1843-1940), seorang
ahli hukum dan sosiolog. Dari permulaan, dalam bukunya “La Criminilite Compare
(1886) ia dengan keras menentang ajaran dari mazhab italia. Menurut pendapatnya
kejahatan bukan suatu gejala yang antropologis sosiologis, yang seperti
kejadian-kejadian masyarakat lainnya dikuasai oleh peniruan.49
Mazhab lingkungan ekonomi, kita mengetahui bahwa beberapa pengarang.
Umumnya dari kalangan sosialis mementingkan keadaan ekonomi sebagai penyebab
timbulnya kejahatan. Aliran ini mulai terasa pengaruhnya pada penghabisan abad ke-18,
ketika timbul system baru dalam perekonomian dan kelihatan bertambah.
Sudah dapat dikatakan bahwa teori-teori baru dalam lapangan ilmu
kemasyarakatan yang timbul kurang lebih pada pertengahan abad ke-19, pandangan
masyarakat yang berdasarkan keadaan ekonomi (yang dinamakan historis
materialisme), akan berpengaruh besar terhadap kriminologi.
3. Mazhab Biososioligis.
Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan adalah
resultan dari keadaan individu, fisik dan sosial. Pada suatu waktu unsur individu yang
paling penting, keadaan sosial memberi bentuk kejahatan, tetapi ini bakatnya berasal
dari bakatnya yang anti sosial (organis dan psikis). Diantara semua penganut dari
Lombroso, Ferri yang paling berjasa dalam menyebarkan ajaranya. Sebagai seorang ahli
ilmu pengetahuan, ia sudah mengetahui bahwa ajaran Lombroso dalam bentuk aslinya
tidak dapat dipertahankan. Dengan tidak mengubah intinya, Ferri mengubah bentuknya,
sehingga tidak lagi begitu berat sebelah dengan megakui pengaruh lingkungan.
49
Dari uraian di atas aliran Bio-Sosiologi ini bersintetis kepada aliran antropologi
yaitu keadaan lingkungan yang menjadi sebab kejahatan, dan ini berasal dari Ferri.
Rumusnya berbunyi “tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam
individu” yaitu seperti unsur-unsur yang diterangan oleh Lombroso.50 4. Mazhab Spiritualis.
Mazhab ini mencari sebab-musabab kejahatan dalam ketidak adanya
kepercayaan agama. Pendapat ini dibuatnya atas dasar penemuan, bahwa makin banyak
orang yang tidak pergi ke gereja makin bertambah kejahatan. Jadi terdapat hubungan
kausal antara kedua hal tersebut.51
Diantara aliran-aliran Kriminologi yang mempunyai kedudukan sendiri, adalah
aliran yang dulu mencari sebab terpenting dari kejahatan dalam tindak beragamanya
seseorang. Menurut Kampe aliran ini mungkin pada waktu sekarang lebih tepat jika
dinamakan aliran neo spiritualis, mempunyai kecenderungan mementingkan unsur
kerohanian dalam mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan.52
5. Mazhab Mr. Paul Moedikno Moeliono53
Menurut mazhab ini membagi kepada 5 (lima) golongan antara lain:
a. Golongan Salah Mu Sendiri (SS).
Aliran ini berpendapat kejahatan timbul disebabkan kemauan bebas individu
(Free of the will) kejahatan disebabkan oleh kemauan maka perlu hukuman untuk
jangan lagi berbuat jahat.
b. Golongan Tiada Yang Salah (TOS).
Aliran ini mengemukakan sebab-sebab kejahatan itu disebabkan Herediter
Biologis, kultur lingkungan, bakat + lingkungan, perasaan keagamaan. Jadi kejahatan
itu expresi dari pressi faktor biologis kulturil, Bio-Sosiologis, spriritualis.
c. Golongan Salah Lingkungan.
Aliran ini menyatakan timbulnya kejahatan disebabkan faktor lingkungan.
d. Golongan Kombinasi.
Aliran kombinasi ini menyatakan bahwa struktur personality individu terdapat 3
bagian:
1) Das ES = Id.
2) Das Ich = Ego.
3) Uber Ich = Super Ego.
e. Golongan Dialog.
Aliran ini menyatakan bakat bersama lingkungan berdialog dengan individu.
Manusia berdialog dengan lingkungan maka dia dipengaruhi lingkungan dan
mempengaruhi lingkungan.
Mazhab-mazhab ini lah yang terkandung didalam kriminologi, Didalam ilmu
kriminologi ada faktor faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang
yang dapat dikategorikan kedalam 2 (dua) faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
A. Faktor Intern
1. Faktor Individual
Setiap individu memiliki kepribadian dan karakteristik dan tingkah laku yang
berbeda satu sama lainnya. Kepribadian ini dapat dinilai dari cara dan bagaimana setiap
yang berperilaku baik di tengah masyarakat maka seseorang itu akan di nilai baik dan
mendapatkan penghargaan diri dari masyarakat dan dapat dijadikan contoh bagi
masyarakat disekitarnya. Tetapi jika seseorang berpeliku tidak baik maka orang tersebut
akan dinilai tidak baik dan timbul di benak masyarakat bahwa orang tersebut akan
menimbulkan masalah dan kekacauan di masyarakat itu.
Dalam perdagangan orang (wanita) dengan tujuan prostitusi ataupun pelacuran,
terjemusnya seorang wanita kedalam dunia prostitusi bukan semata keinginan dari
pada si wanita tersebut melainkan adanya dorang-dorangan dari orang lain yang
hendak memanfaatkan keadaan siperempuan itu. Adanya pelaku trafficking bisa dikatakan sebagai penjahat yang akan menjual wanita sebagai lahan bisnis para pelaku
traficcking. Berkaitan dengan hal ini penulis menghubungkan dengan pendapat dari Lambroso yang menyatakan bahwa kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa
sejak lahir (criminal is born) yaitu dalam mazhab italia.
Lambroso juga mengatakan seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisiknya
yang mana sangat berbeda dengan manusia lainya.54 Yaitu seduai dengan pendapat Lambroso pada Hypothese Pathologi menurutnya Type penjahat dipandang dari sudut
antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya isi tengkoraknya kurang bila
dibandingkan oleh orang lain, dan terdapat kelainan-kelainan pada tengkoraknya.
2. Faktor Ekonomi.
Faktor ekonomi adalah faktor yang sering mengakibatkan seseorang untuk
berbuat kejahatan, dikarenakan ekonomi menjadi peran penting untuk meneruskan
kehidupan yang lebih jauh, karena adanya tekanan ekonomi yang sangat kuat maka
54
banyak wanita mencari pekerjaan tanpa melihat kesehatan, keamanan, bahaya, dan
Halal nya pekerjaan tersebut.
Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya kesempatan kerja mendorong
jutaan penduduk Indonesia melakukan migrasi didalam dan diluar neger guna
menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan keluarganya mereka sendiri.
Kemiskinan bukan satu-satunya indicator kerentanan seseorang terhadap perdagangan
orang. Karena masih ada jutaan penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan
tidak menjadi korban perdagangan orang, akan tetapi ada banyak penduduk baik dan
tidak hidup dalam kemiskinan malah menjadi korban dari perdagangan orang.
Bermigrasi bukan untuk mencari pekerjaan bukan semata-mata hanya mencari uang,
tetapi mereka ingin memperbaiki ekonomi serta menambah kekayaan materiil.
Kenyataan in didukung oleh media yang menyajikan tontonan yang glamour dan
komsumtif, sehingga membentuk gaya hidup yang materialisme dan konsumtif.55
Materialis adalah stereotip yang selalu ditujukan kepada mereka yang memiliki
sifat menjadikan materil sebagai orientasi atau tujuan hidup. Untuk mendapatkan materi
sebagai orientasia atau tujuan hidup. Untuk mendapatkan materi sering menghalalkan
segala cara, termasuk mendapatkan melalui cara pertukaran nilai jasa ata dirinya.
Faktor ekonomi ini juga bukan hanya di derita kepada orang yang berkecukupan
pangan, sandang yang rendah tetapi pola hidup yang modern dapat juga menjadikan
faktor keinginan seorang wanita untuk mengikuti perkembangan zaman. Wanita dengan
mudahnya menjadikan dirinya sebagai pelacur atau ditempatkan di tempat prostitusi
55
mendapatkan penghasilan yang sangat besar sehingga kebutuhan yang di inginkanya
terpenuhi.
Diperkotaan gaya hidup elite dengan budaya konsumtif sudah sangat mewarnai
sebagai masyarakat yang berada dikota, golongan masyarakat ini terutama wanita yang
masih belia memaksakan diri untuk berkeinginan menikmati kemewahan hidup tanpa
perlu perjuangan dalam mewujudkanya. Wanita cendrung menempuh jalur cepat atau
instan menuju kemewahan hidup walaupun tidak memiliki pekerjaan atau penghasilan
agar memungkinkan mereka mendapatkan angan-angan itu. Bagi para pelaku
perdagangan orang, kondisi ini selalu akan menjadi peluang untuk menjaring korban
untuk diperdagangkan.56 3. Faktor keluarga.
Peranan keluarga dalam menentukan pola tingkah laku anak sebelum dewasa
maupun sesudahnya sangat penting sekali bagi perkembangan anak selanjutnya karena
tidak seorangpun dilahirkan langsung mempunyai sifat yang jahat, keluargalah yang
merupakan sumber pertama yang mempengaruhi perkembangan anak.57
Salah satu faktor terjadinya kejahatan perdagangan orang adalah faktor keluarga.
Pendapat ini didasarkan pada jumlah korban maupun pelaku tindak pidana perdagangan
orang yang tertangkap kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga yang tidak
harmonis dan broken home, kurang nya perhatian dari kedua orang tua membuat
mereka hidup tanpa arah dan cenderung bersifat bebas.
Perubahan dari kondisi rumah tangga seperti perceraian, kekerasan dalam rumah
tangga, dan lain-lain merupakan faktor yang sangat penting bagi kejiwaan anggota
keluarga. Kebanyakan dari residivis berasal dari keluarga yang terpecah dari pada
keluarga yang terpecah. Sering kali kejahatan dilakukan dari hal-hal yang kecil sewaktu
anak-anak karena kurangnya pengawasan orang tua dan akan menjadi
kejahatan-kejahatan besar pada saat anak tersebut dewasa. Kurangnya kedisiplinan dalam keluarga
disebabkan oleh:
e. Perbedaan antara orang tua dan anak dalam hal kedisiplinan;
f. Kelemahan moral, fisik, dan kecerdasan orang tua yang membuat lemahnya
disiplin;
g. Kurang disiplin karena tidak adanya orang tua;
h. Perbedaan pendapat tentang pengawasan terhadap anak-anaknya;
i. Kedisiplinan yang kurang ketat;
j. Orang tua dalam membagi cinta dan kasih saying terhadap anak kurang merata
atau pilih kasih dalam penerapan disiplin didalam rumah tangga.
Kepatuhan pada orang tua juga merupakan hal yang sangat penting untuk
dicermati. Adanya ketidakpatuhan terhadap orang tua membuat anak ini tidak lagi
memerhatikan nasihat ataupun bimbingan dari orang tuanya, sehingga anak ini
bertindak dan berperilaku hanya berdasarkan emosionalnya semata. Hal ini yang
membuat anak tersebut terjebak dalam lingkaran perdagangan orang, dan hal ini
mungkin tidak pernah diinginkan oleh anak tersebut.
Dari uraian diatas dapat kita lihat beberapa proses dasar seseorang menjadi jahat
erat kaitanya dengan keluarga. Oleh karena itu kepada para orang tua agar mendidik dan
4. Faktor Religi
Bila seseorang mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang tipis kemungkinan
akan mudah melakukan kejahatan kekerasan seksual yang sangat merugikan orang lain
Karena tidak dibentengi oleh ajaran agama. Oleh Karena itu pengisian jiwa dengan
ajaran agamaan sangat diperlukan dan hendaknya dimulai sejak dini. Jika petunjuk
agama dapat dilaksanakan dengan baik dalam setiap mengambil keputusan maka semua
perbuatan yang akan dilakukan selalu mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa.
Sebaliknya bila nilai-nilai keagamaan tidak ada dalam jiwa manusia maka mereka akan
mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang bersifat merugikan orang lain.
B. Faktor Ekstern
1. Faktor Lingkungan.
Mazhab prancis atau mahzab lingkungan mengatakan “De Welt Is Mehr Schuld
An Mir, Als Is”, yaitu dunia adalah lebih bertanggung jawab terhadap bagaimana
jadinya saya, dari pada diri saya sendiri.58
Harus diakui, bahwa peniruan dalam masyarakat memang mempunyai pengaruh
yang besar sekali. Biarpun setiap kehidupan manusia bersifat khas sekali, dapat
disetujui, bahwa banyak orang dalam kebiasaan hidupnya dan pendapatnya amat sangat
mengikuti keadaan lingkunganya, dimana mereka hidup. Dengan jelas hal ini terlihat
dari adanya kelangsungan yang dapat dikatakan tetap dari masyarakat dan
perubahan-perubahan yang biasanya lambat.59
Pengertian lingkungan dalam tulisan ini adalah pengertian lingingan dalam arti
sempit, maksudnya hanya terbatas dalam hubungan antara penjahat dengan orang lain
58
H.M. Ridwan dan Ediwarman, Op. Cit, Halaman 66.
59
atau disebut dengan hubungan sosial atau lebih tegas lagi hubungan antara penjahat
dengan masyarakat dimana ia berada. Sehubungan dengan itu, maka untuk melakukan
penyelidikan tentang tingkah laku jahat yang dilakukan oeh penjahat haruslah
memperhatikan keadaan lingkungan dimana pelaku kejahatan berasal.
Jadi dengan demikian, terjadinya kejahatan yang dilakukan seseorang salah satu
penyebabnya adalah faktor lingkungan atau pergaulan masyarakat sekitarnya. Kejahatan
yang merupakan suatu bentuk gejala sosial yang tidak berdiri sendiri, melainkan adanya
korelasi dengan berbagai perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, hukum maupun
teknologi serta perkembangan lain sebagai akibat sampingan yang negative dari setiap
kemajuan atau perubahan sosial dalam masyarakat.
2. Faktor Sosial Budaya
Dalam masyarakat terdapat sedikit kesepakatan dan lebih banyak memancing
timbulnya konflik-konflik, diantaranya konflik kebudayaan, yaitu menjelaskan kaitam
antara konflik-konflik yang terjadi didalam masyarakat dengan kejahatan yang timbul.
Norma yang dipelajari oleh setiap indvidu, diatur oleh budaya dimana individu berada.
Dalam sebuah masyarakat homogeny yang sehat, hal tersebut diatas dilakukan dalam
jalur hukum dan ditegakan oleh anggota-anggotanya masyarakat, mereka menerima
norma itu sebagai suatu hal yang benar, apabila hal ini tidak terjadi, maka konflik
budaya akan muncul dengan dua bentuk konflik, yakni primary conflict dan secondry conflict.60
Primary conflict adalah konflik yang timbul diantara dua budaya yang berbeda. Teori Primary Kulture Conflict ini, masalah kejahatan muncul karena adanya imigrasi.
60
Sedangkan secondry conflict adalah konflik yang muncul dari satu kebudayaan, khususnya ketika budaya itu mengembangkan sub kebudayaan masing-masing dengan
norma tingkah lakunya sendiri. Hukum biasanya akan mewaakili atauran atau norma
budaya nominan. Norma kelompok lain (sub kebudayaan) sering kali tidak hanya
berbeda, tetapi berlawanan dengan norma dominan sehingga dapat merupakan norma
kejahatan dibawah hukum. Dengan individu yang hidup dengan norma tingkah laku
subkebudayaan macam Itu, mereka dapat melanggar hukum dari budaya dominan.
Adapun pendapat dari Sutherland, semua tingkah laku dipelajari dengann
berbagai cara. Dengan kata lain tingkah laku kejahatan yang dipelajari dalam kelompok
melalui interaksi dan komunikasi. Hal ini disebutkan dengan teori asosiasi diferensial.61 Munculnya teori diatas ini didasarkan pada 3 hal, yaitu:
a. Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat
dilaksanakan;
b. Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan ikonsistensi dan
ketidakharmonisan;
c. Konflik budaya (conflict of cultures) merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan.
Ketiga hal tersebut yang menjadi dasar pengembangan teori Sutherland. Versi
pertama tahun 1939 dalam bukunya Principles of Criminology, memfokuskan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta asosiasi differensial yang diartikan sebagai
the contest of the patterns presented in association.
61
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kaitan teori ini dengan perdagangan
orang tidak lepas penyebab terjadnya melalui interaksi dan komunikasi baik dengan
orang lain atau melalui media.
3. Faktor Perkembangan Teknologi.
Faktor kejahatan yang merupakan suatu bentuk dari gejala-gejala sosial yang
tidak berdiri sendiri, melainkan ada hubungannya dengan berbagai perkembangan
kehidupan sosial, ekonomi, hukum maupun teknologi. Pada masa sekarang ini teknologi
sebagai sarana pendukung pembangunan yang wajib dikuasai oleh semua orang. Kita
akan tertinggal jika kita tidak menguasai teknologi tersebut, tapi sangat disayangkan
perkembangan teknologi yang sangat maju memberikan efek-efek negative didalam
kehidupan masyarakat.
Sarana-sarana seperti majalah, radio, surat kabar, media sosial dan televisi
kadang-kadang secara tidak langsung memberikan pelajaran kepada masyarakat tentang
bagaimana melakukan suatu kejahatan atau memudahkan melakukan kejahatan ataupun
menutupi kejahatan tersebut. Tayangan-tayangan yang berbau pornografi yang disiarkan
maupun ditulis di situs-situs online secara tidak langsung akan ditiru oleh orang lain.
Hal ini menyebabkan anak-anak yang melihatnya akan berdampak bagi perkembangan
masa depannya. Jika perkembangan teknologi dikaitkan dengan tindak pidana
perdagangan orang para pelaku trafficker sering menjerat korban nya dan bahkan
menjual korbannya (wanita) melalui media sosial, seperti hal nya yang sedang hangat
diperbincangkan di media sosial.
Dari uraian di atas ini dapat kita simpulkan perkembangan teknologi menjadikan
televise, radio menayangkan tayangan yang terkadang tidak sesuai dan seharusnya tidak
ditayangkan karena jika orang yang tidak bisa menyaring informasi dari pada tayangan
itu maka orang tersebut akan meniru apa yang ia dengar dan ia lihat di televisi, dan
hubungan nya dengan perdagangan orang para trafficker sering menggunkan media gadget untuk menawarkan para korban wanita kepada laki-laki hidung belang untuk
dijadikan pelacur.
4. Faktor Pendidikan
Salah satu penyebab terjadinya perdagangan orang (wanita) untuk tujuan
prostitusi atau pelacuran adalah faktor Pendidikan dari korban ataupun sipelaku sendiri,
peran pendidikan dari sikorban ataupun sipelaku itu sendiri akan sangat berpengaruh
menumbuhkan perilaku yang rasional dan menurunkan atau mengurangi bertindak
secara rasional.
Salah satu faktor yang menyebabkan seorang wanita menjadi korban
perdagangan orang pada umumnya adalah dikarenakan pendidikan wanita tersebut
sangat kurang, baik pendidikan formal maupun pendidikan informal. Dalam hal
pendidikan kebanyakan orang tua menyerahkan sepenuhnya anak mutlak kepada
sekolah tanpa memberi perhatian yang cukup terhadap kepentingan pendidikan anak,
sedangkan kemampuan pendidikan disekolah sangat lah terbatas.
Disamping itu kurangnya pendidikan formal berupa pendidika agama juga
merupakan faktor penyebab meningkatnya perdagangan orang untuk tujuan prostitusi
atau pelacuran. Hal ini mungkin disebabkan keterbatasan pengetahuan tentang
BAB IV
UPAYA PENANGULANGGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Tindak pidana perdagangan orang menjadi salah satu kejahatan yang
sangat melanggar hak asasi manusia, wanita banyak dijadikan korban untuk
dijadikan bisnis bagi seseorang yang hanya ingin meraup keuntungan bisnis tanpa
memikirkan apa akibat dari perbuatan yang dilakukan nya tersebut.
Dinegeri ini, perdagangan orang terhadap wanita telah banyak dilakukan
secara terbuka dan sangat terang-terangan sehingga membuat pemerintah dan para
penegak hukum geram. Kemampuan mereka dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi menjadi modal untuk memuluskan perbuatan mereka dalam
perdagangan orang terhadap wanita ini. Hati nurani dan rasa malu mengalami
krisis moral yang sangat kronis sehingga hal tersebut tidak bisa ditemukan lagi,
bagi pelaku dan korban tindak pidana perdagangan orang sudah seharusnnya
diberikan upaya-upaya pencegahan yang sangat kuat agar terhindar dari tindak
pidana ini.
Adapun upaya-upaya pencegahan ini dapat dilakukan melalui upaya penal
dan nonpenal yang dianggap bisa mencegah para pelaku trafficker melakukan kejahatan, dalam hal upaya penanggulangan ini penulis akan menjelaskan
upaya-upaya penanggulangan tindak pidana perdagangan orang melalui kebijakan
hukum pidana (Penal) maupun diluar kebijakan hukum pidana (Non Penal) yaitu
A. Upaya Penal.
Istilah “kebijakan” berasal dari Bahasa inggris “policy” atau Bahasa
belanda “politic”. Berbicara mengenai politik hukum pidana, maka tidak terlepas
dari pembicaraan mengenai politik hukum secara keseluruhan karena hukum
pidana adalah salah satu bagian dari ilmu hukum. Menurut soedarto, politik
hukum adalah usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan baik dengan situai
dan kondisi tertentu. Selain itu, politik hukum merupakan kebijakan negara
melalui alat-alat perlengkapannya yang berwenang untuk menetapkan
peraturan-peraturan yang dikehendaki dan diperkirakan dapat digunakan untuk
mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dalam rangka mencapai
cita-cita yang diinginkan.62
Upaya penal adalah penangulangan kejahatan dengan menggunakan
hukum pidana (criminal law application), kebijakan tersebut dioperasionalisasikan dengan cara menerapkan hukum pidana, yaitu hukum
materil, hukum formil, dan hukum panitensier dalam masyarakat. Dalam Kongres
PBB ke-4 di Kyoto disepakati bahwa usaha pencegahan kejahatan, termasuk
penegakan hukum pidana merupakan bagian integral dari rencana pembangunan
nasional.63
62
Mahmud, Mulyadi, Criminal policy pendekatan integral penal policy dan non penal policy dalam penengulangan kejahatan kekerasan, Bangsa Press, Medan, 2008, halaman 66.
63
Selanjutnya Hoefnagels, mengemukakan bahwa penerapan hukum pidana
untuk menangulangi kejahatan meliputi ruang lingkup berikut:
1. Administrasi peradilan pidana dalam arti sempit, yaitu pembuatan hukum
pidana dan yurisprudensi, proses peradilan pidana dalam arti sempit dan
luas (meliputi kehakiman, ilmu kejiwaan, ilmu sosial), dan pemidanaan.
2. Psikiatri dan psikologi forensik.
3. Forensik kerja sosial
4. Kejahatan, pelaksaanaan pemindahan dan kebijakan statistic.
Persoalan sentral dalam kebijakan penal adalah penentuan apa perbuatan
yang seharusnya dijadikan tindak pidana (kriminalisasi), dana apa sanksi yang
sebaiknya diancam terhadap si pelanggar (penalisasi).64
Operasional kebijakan penal meliputi kriminalisasi, dekriminalisasi,
penalisasi dan depenalisasi. Penegakan hukum pidana tersebut sangat tergantung
pada perkembangan politik hukum, politik criminal, politik sosial. Oleh karena
itu, penegakan hukum tidak hanya memperhatikan hukum yang otonom,
melainkan memperhatikan juga masalah kemasyarakatan dan ilmu perilaku sosial.
Berkaitan dengan penerapan hukum pidana dalam criminal policy.
Bambang Purnomo berpendapat, bahwa tujuan hukum pidana adalah agar
masyarakat dan setiap anggota masyarakat terlindungi oleh hukum sehingga dapat
mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Tujuan ini tidak lepas dari 2 fungsi
hukum pidana yaitu;
1. Fungsi primer yaitu sebagai sarana untuk mencegah kejahatan,
64
2. Fungsi sekunder yaitu menindak pelaku kejahatan.
Fungsi sekunder akan diterapkan jika fungsi primer tidak dapat
dilaksanakan. Dalam lingkup kebijakan penanggulangan kejahatan, hukum pidana
hanya merupakan salah satu upaya dari beberapa upaya penangulangan kejahat.
upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan atau penangulangan tindak
pidana termasuk kedalam bidang kebijakan Kriminal (Criminal Policy). kebijakan criminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan atau upaya-upaya untuk
kesejahteraan sosial (sosial policy) yang terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (sosial welfare policy) dan kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (sosial defence policy).65
Barda Nawawi juga menyatakan kebijakan untuk membuat peraturan
perundang-undang yang baik dapat dipisahkan dari tujuan penangulangan
kejahatan. Sudarto berpendapat bahwa dalam menghadapi masalah sentral yaitu
Kriminalisasi, harus diperhatikan hal-hal yang pada intinya sebagai berikut:
1. Penggunaan hukum pidana harus memerhatikan tujuan pembangunan
nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata
materiil spiritual berdasarkan Pancasila sehubungan dengan ini maka
(penggunaan) hukum pidana bertujuan untuk menangulangi kejahatan dan
mengadakan peneguran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri,
demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.
2. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan
hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu
65
perbuatan yang mendatangkan kerugian atas warga masyarakat (materil
dan spritualis).
3. Penggunaan hukum pidana harus pula menghitungkan prinsip biaya dan
hasil (coast and benefit principle).
4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau
kemampuan daya kerja dari bahan-bahan penegak hukum, yaitu jangan
sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting).
Kebijakan untuk menggunakan sarana-saran penal policy ini didalam
menanggulangi tindak pidana perdagangan orang ini pada dasarnya sangat
menitik beratkan kepada tindakan represif. Hukuman yang sangat berat diberikan
kepada para tersangka pelaku tindak pidana perdagangan orang, hal ini juga
merupakan upaya penanggulangan kepada orang lain yang mungkin ada niat
untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang ini agar mengurungkan niat
perbuatannya dan tidak akan berani melakukan hal tersebut, dikarenakan adanya
hukuman yang berat yang akan diberikan.
Penerapan penal ini harus mempunyai pengaruh yang efektif untuk
mencegah sebelum terjadinya kejahatan perdagangan orang ini. Upaya untuk
mendapatkan jawaban dari permasalahan diatas ini dapat dikaitkan dengan tujuan
dari pemidanaan dapat diruaikan berdasarkan tujuan retributive, deterrence,
treatment, dan sosial defence, adapun penjelasan dari tujuan ini yaitu:
1. Teori Retributif.
Teori Retributif memberikan penjelasan bahwa dalam tujuan pemidanaan
(pembenaran secara moral) karena pelaku kejahatan dapat dikatakan layak untuk
menerimanya atas kejahatan yang dilakukan olehnya.
Teori ini melegitimasi pemidanaan sebagai sarana pembalasan atas
kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang, kejahatan dipandang sebagai
perbuatan yang amoral dan asusila didalam masyarakat, oleh karena itu pelaku
kejahatan harus dibalas dengan menjatuhkan hukuman pidana. Tujuan
pemidanaan dilepaskan dari tujuan apapun, sehingga pemidanaan hanya
mempunyai satu tujuan, yaitu pembalasan.66
Romli Atmasasmita mempunyai pandangan pembenaran penjatuhan
pidana terhadap pelaku kejahatan dalam teori retribut ini sebagai berikut:
a. Dijatuhkan pidana akan memuaskan perasaan balas dendam dari si korban,
baik perasaan adil bagi dirinya, temanya, maupun keluarganya. Perasaan
ini tidak dapat dihindari dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh
tidak menghargai hukum. Tipe aliran retributive ini disebut vindicative;
b. Penjatuhan pidana dimaksudkan sebagai peringatan kepada pelaku
kejahatan dan anggota masyarakat yang lainya bahwa setiap perbuatan
yang merugikan orang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain
secara tidak wajar, maka akan menerima ganjaranya, tipe aliran retributive
ini disebut fairmess;
c. Pidana dimaksudkan untuk menunjukan adanya kesebandingan antara
beratnya suatu pelanggaran dengan pidana yang dijatuhkan. Tipe aliran ini
disebut proportionality.
66
2. Teori Deterrence.
Pengertian “deterrence” menurut Zimrig dan Hawking digunakan lebih
terbatas pada penerapan hukuman pada suatau kasus, dimana ancaman
pemidanaan tersebut membuat seseorang merasa takut dan menahan diri untuk
melakukan kejahatan. Tujuan pemidanaan sebagai deterrence effect sebenarnya telah menjadi sarana yang cukup lama dalam kebijakan penganggulangan
kejahatan karena tujuan deterrence ini berakar aliran klasik tentang pemidanaan. Tujuan pemidanaan sebagai deterrence effect ini, dapat dibagi menjadi pencegahan umum (General deterrence) dan pencegahan khusus (individual or special deterrence). Tujuan pemidanaan untuk prevensi umum diharapkan memberikan peringatan kepada masyarakat supaya tidak melakukan kejahatan.
Prevemsi umum ini menurut Van Veen mempunyai 3 fungsi yaitu menegakkan
wibawa pemerintah, menegakan norma dan membentuk norma, prevensi khusus
dimasukkan bahwa dengan pidana yang dijatuhkan, memberikan deterrence effect
kepada sipelaku sehingga tidak menangulangi perbuatan kembali. Sedangkan
fungsinya perlindungan kepada masyarakat memungkinkan bahwa dengan pidana
pencabutan kebebasan selama beberapa waktu, maka masyarakat akan terhindar
dari kejahatan yang mungkin dilakukan oleh pelaku.67 3. Teori Treatment.
67
Treatment sebagai tujuan pemidanaan dikemukakan oleh aliran positif yang berpendapat bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan kepada pelaku
kejahatan, bukan pada perbuatanya, namun pemidanaan yang dimaksud oleh
aliran ini adalah untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitasi) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. Argument aliran ini dilandaskan pada alasan bahwa pelaku kejahatan adalah orang
yang sakit sehingga perlu adanya tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation).
Paham rehabilitasi sebagai tujuan pemidanaan dalam perjalanan tidak lah
semulus yang diperkirakan karena paham ini juga banyak menuai kritikan.
Kritikan pertama ditujukan pada kenyataanya bahwa hanya sedikit negara yang
mempunyai fasilitas untuk penerapan program rehabilitas pada tingkat dan
kebijakan yang menekankan tentang penggunaan tindakan untuk memperbaiki
atas nama penahanan, kritikan. Kedua adanya tuduhan yang serius bahwa
pendekatan yang digunakan oleh paham rehabilitasi adalah pendekatan yang
mengundang tirani individu dan penolakan hak asasi manusia. Misalnya dalam hal
proses rehabilitasi ini tidak seorang pun yang dapat memprediksi berapa lama
pengobatan akan berlangsung ketika seorang tahanan segera diserahkan kepada
dokter untuk disembuhkan atau diobati sebelum tahanan itu dibebaskan.68 4. Teori Sosial Deference.
Sosial deference adalah aliran pemidanaan yang berkembang setelah PD II
dengan tokoh terkenalnya adalah Filipo Gramatica, yang pada tahun 1945
68
mendirikan pusat studi perlindungan masyarakat. Dalam perkembangan
selanjutnya pandangan sosial deference ini terpecah menjadi dua aliran, yaitu
aliran yang radikal (ekstrim) dan aliran yang moderat (reformis).
Pandangan yang radikal dipelopori dan dipertahankan oleh Filipo
Gramatica, yang salah satu tulisanya berjudul “The Fight Against Punishment”
(La Lotta Contra La Pena). Gramatica berpendapat bahwa: hukum perlindungan sosial adalah mengintegrasikan individu kedalam tertib sosial dan bukan
pemidanaan terhadap perbuatanya. Menurut Marc Ancel, tiap masyarakat
mensyaratkan adanya tertib sosial, yaitu seperangkat peraturan-peraturan yang
tidak hanya sesuai dengn kebutuhan untuk kehidupan bersama, tetapi sesuai
dengan aspirasi warga masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, peranan yang
besar dari hukum pidana merupakan kebutuhan yang tidak dapat diletakkan bagi
suatu system hukum. Beberapa konsep pandangan moderat:
a. Pandangan moderat bertujuan mengitegrasikan ide-ide atau
konsepsi-konsepsi perlindungan masyarakat kedalam konsepsi-konsepsi baru hukum pidana.
b. Perlindungan individu dan masyarakat tergantung pada perumusan yang
tepat mengenai hukum pidana dan ini tidak kurang pentingnya dari
kehidupan masyarakat itu sendiri.
c. Dalam menggunakan system hukum pidana aliran ini menolak
penggunaan fiksi-fiksi dan teknis-teknis yuridis yang terlepas dari
kenyataan sosial. Ini merupakan reaksi terhadap legisme dari aliran klasik.
positif dengan paham rehabilisionisnya.69
1. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan Dalam Perkara No.
1913/Pid.SUS/2015/PN Mdn dan No.741/Pid.Sus/2016/PN Mdn.
a. Putusan No. 1913/Pid.SUS/2015/PN Mdn.
1) Posisi Kasus
Bahwa pada hari Rabu tanggal 18 maret 2015 sekira pukul 02.00 Wib,
saksi korban Nindi elfira als nindi menerima Sms dari terdakwa farida hanum als
bunda denga nisi Sms “nindi ini ada job dugem di elegan tapi jumpanya di Hotel
Asean dikasih uang Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), nindi mau gak kalua mau
kabarin” awalnya saksi korban tidak mau akan tetapi saksi korban selalu di Sms
oleh terdakwa denga nisi yang sama dan kemudian terdakwa kembali Sms saksi
korban dengan mengatakan “cepatlah kabari ini ada job jelas”. Lalu saksi korban
dijemput oleh terdakwa didepan Jl.tirtosari, selanjutnya saksi korban san terdakwa
pergi kerumah saksi Tessa di jl.Denai Gg, Bilal Medan denai untuk mengantikan
baju, kemudian saksi korban, terdakwa, dan saksi tessa pergi ke Hotel Asean
dengan menggunakan sepeda motor Yamaha Mio dengan nomor Polisi BK 5618
AES dan setibanya di Hotel Asean saksi korban diberi uang sebesar
Rp.800.000,-(delapan ratus ribu rupiah) per Short Time oleh terdakwa farida hanum, bahwa
terdakwa mendapat uang dari laki-laki yang memesan saksi korban nindi elfira
untuk job Dugem sebesar Rp.1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) yang
mana uang tersebut untuk terdakwa Rp.500.000.-(lima ratus ribu rupiah) dan
terdakwa serahkan kepada saksi korban nindi elfira sebesar Rp.800.000,-(delapan
ratus ribu rupiah) dan sisanya sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah)
69
terdakwa pergunakan untuk belanja makanan dan rokok, selanjutnya pada saat
terdakwa dan saksi korban nindi elfira langsung ditangkap oleh petugas kepolisan
dan dibawa ke polda sumut guna diproses.
2) Dakwaan
Terdakwa didakwakan dengan dakwaan alternative yaitu sebagai berikut :
a) KESATU pasal 2 ayat (1) UU RI No.21 tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
b) KEDUA pasal 10 UU RI No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang.
c) KETIGA pasal 82 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
d) KEEMPAT pasal 83 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
3) Tuntutan
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah:
a) Menyatakan terdakwa Farida Hanum bersalah sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) UU RI No. 21 tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
b) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama
5 (lima) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan
denda sebesar Rp.120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah)
subsidair 2 bulan kurungan
(1).Satu unit HP merek Mito warna putih, nomor imei
1;355138008510611 dan imei 2 3555138006510629,
dikembalikan kepada pemiliknya nindi elfira als nindi
(2).Satu unit hp merk Samsung warna hitam, nomor imei
352505/843635/3 dirampas untuk dimusnahkan
(3).Uang tunai rp.1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)
dikembalikan kepada saksi Edison Sitepu
(4).Menyatakan agar terdakwa dibebani untuk membayar ongkos
perkara sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah)
4) Fakta hukum
a) Terdakwa ditangkap polisi pada hari rabu 18 maret 2015 sekira jam
01.30 wib bertempat di Hotel Asean di jl. Adam Malik medan bersama
saksi nindi dan saksi tessa;
b) Awalnya terdakwa mendapat telpon dari seseorang yang mencari
perempuan penghibur dan minta diantar ke Hotel Asean ;
c) Terdakwa meng-SMS saksi korban nindi yang sudah dikenalnya untuk
pergi dugem dengan bayaran Rp.800.000,- berulang-ulang sehingga
saksi nindi mau;
d) Sekira jam 22.00 wib terdakwa menjemput nindi dengan sepeda motor
di rumah nya dan terdakwa membawa nindi kerumah anaknya yang
bernama tessa, sampai disana terdakwa meminjam baju dari saksi tessa
untuk di pakai oleh nindi, kemudia mereka pergi keHotel Asean dengan
e) Sesampainya dihotel terdakwa bertemu dengan orang yang memesan,
dan diberikan uang sejumlah Rp.1.500.000,- sesuai kesepakatan
terdakwa memberi uang kepada nindi Rp.800.000,- dan Rp. 500.000,-
untuk terdakwa dan Rp.200.000,- untuk beli rokok dan minuman;
f) Saat berada diloby terdakwa ditangkap polisi yang berpakaian preman
dan selanjutnya dibawa ke polda bersama dengan nindi, tessa dan
barang bukti.
5) Putusan
a) Menyatakan terdakwa Farida Hanum als Bunda tersebut telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan “Tindak Pidana
Perdagangan Orang”;
b) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar
Rp.120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan
selama 2 (dua) bulan;
c) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
d) Menetapkan terdakwa tetap ditahan;
(1).Satu unit HP merek Mito warna putih, nomor imei
1;355138008510611 dan imei 2 3555138006510629,
dikembalikan kepada pemiliknya nindi elfira als nindi
(2).Satu unit hp merk Samsung warna hitam, nomor imei
352505/843635/3 dirampas untuk dimusnahkan
(3).Uang tunai rp.1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)
dikembalikan kepada saksi Edison Sitepu
(4).Satu unit sepeda motor Yamaha Mio GT 125 BK 56118 AES
warna hitam, nomor rangka MH32SV00AEJ092545
dikembalikan kepada saksi Tessa Aditia;
(5).Membebankan kepada terdakwa membiayai perkara sejumlah
Rp.1.000,- (seribu rupiah).
6) Analisis Hukum Pidana dan Kriminologi.
Dalam putusan pengadilan Negeri Medan 1913/Pid.Sus/2015/PN Mdn
Jaksa Penuntut Umum mendakwakan terdakwa Farida Hanum dengan dakwaan
alternative yaitu dakwaan pertama Pasal 2 (1) UU RI No. 21 tahun 2007 tentang
Tindak Pidana Perdagangan Orang, dakwaan kedua Pasal 10 UU RI No.21 tahun
2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dakwaaan ketiga Pasal 82 UU
RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dakwaan keempat Pasal 83 UU
RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dilihat dari dakwaan Jaksa
Penuntut Umum sudah jelas bahwa terdakwa Farida Hanum ada melakukan
kejahatan Perdagangan Orang. Maka dari itu Jaksa Penuntut Umum menuntut
Perdagangan Orang, dalam hal ini dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum
sudah seseuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa.
Dalam putusan hakim, hukuman yang dijatuhi oleh Majelis Hakim kepada
terdakwa Farida Hanum sudah sesuai dengan tuntutan dari jaksa penuntut umum
yakni Pasal 2 (1) UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan
Orang mengatur tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Hukuman yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa lebih rendah dari hukuman
yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum, dimana Jaksa Penuntut Umum
menuntut dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dikurangi selama terdakwa
Farida Hanum berada dalam tahanan. Sedangkan dalam putusan hakim, terdakwa
dijatuhkan pidana penjara selama 4 (empat) tahun. Majelis hakim dalam hal ini
memutuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hakim yang telah dianalisis
hakim. Hal-hal yang dijadikan hakim sebagai dasar pertimbangan dalam putusan
ini adalah
Keadaan yang memberaratkan:
a) Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam
pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;
b) Korban di perbuatan terdakwa adalah anak-anak;
Keadaan yang meringankan
a) Terdakwa bersikap sopan dan mengakui terus terang atas perbutanya di
persidangan;
Terlihat dalam keempat pertimbangan hakim diatas, maka penjatuhan
hukuman oleh majelis hakim kepada terdakwa terdakwa Farida Hanum sudah
tepat, mengigat perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah
dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.
Dengan pemidanaan terhadap terdakwa, diharapkan dapat menjadi salah
satu upaya sebagai perbaikan terhadap dirinya dan manusia yang baik dan berguna
ketika terdakwa berbaur kembali kemasyarakat. Selaras dengan itu pemidaan
terhadap terdakwa sesuai dengan system kemasyarakatan dimana pemidanaan
sebagai upaya untuk menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatanya dan
mengembalikanya menjadi warga masyarakat terutama menjadi seorang ibu yang
baik bagi anak-anaknya dan keluarganya, dan menjadikan terdakwa sebagai
seorang yang taat kepada hukum dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial
dan agama sehingga dapat tercapainya kehidupan masyarakat yang aman tertib
dan damai.
Dilihat dari perspektif kriminologi, maka didalam kasus Nomor:
1913/Pid.SUS/2015/PN Mdn adanya beberapa faktor yakni faktor keluarga, faktor
ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor lingkungan. Dimana faktor lingkungan
adalah faktor yang sangat dominan dalam kasus ini. Terdakwa melibatkan anak
kandungnya yang bernama Tessa agar mengantar terdakwa dan Nindi ke Hotel
Asean. Dalam hal ini faktor keluarga juga turut mendukung terjadinya Tindak
Pidana Perdagangan Orang dimana terdakwa menjalankan kejahatannya dengan
melibatkan anak kandungnya sendiri dengan cara meminta antar ke Hotel Asean.
karena sering main dirumah terdakwa dan saksi korban nindi sudah tidak lagi
sekolah sejak SD kelas 3 karena tidak mampu. Dari keterangan tersebut ditariklah
kesimpulan bahwa penyebab saksi korban mau diperdagangankan oleh terdakwa
dikarenakan ada faktor lingkungan, faktor ekonomi dan faktor pendidikan. Faktor
lingkungan yang salah menyebabkan Nindi sering pergi main kerumah terdakwa
yang berujung pada maunya Nindi untuk diperdagangkan oleh terdakwa dengan
iming-iming imbalan dikarenakan nindi juga bukan lah orang yang mampu. Selain
itu didukung oleh faktor Pendidikan yang minim dimana Nindi sudah berhenti
sekolah dan Nindi hanya sekolah sampai dengan SD kelas 3. Dikarenakan faktor
Pendidikan yang kurang menjadikan membuat pola pikir Nindi yang masih
berusia 14 tahun tidak bisa berfikir secara dewasa dan tidak tahu apa yang
diperbuatnya ada salah.
Faktor teknologi juga menjadi sarana untuk mempermudah bagi seorang
terdakwa untuk mencari dan mendapatkan perempuan untuk di perdagangkan jasa
seksnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa dampak negatif dari perkembangan
teknologi termasuk teknologi gadget dapat disalahgunakan oleh pelaku Tindak
Pidana Perdagangan Orang.
b. Putusan Nomor: 741/Pid.Sus/2016/PN Mdn
1) posisi kasus.
Bahwa pada hari minggu terdakwa abdul azis als ummi dihubungi oleh
Muhammad azhar (berkas perkara terpisah) melalui telephone dan meminta
terdakwa untuk menjemputnya dari Ayahanda jl. Legenda Medan untuk
menjemput Muhammad azhar dengan menggunakan mobil Swiff dengan Plat
nomor BK 238 GS, setelah terdakwa dan Muhammad azhar berada didalam mobil
terdakwa, kemudian Muhammad azhar menanyakan kepada terdakwa dengan
ucapan “ummi ada kenal cewek ?” dan terdakwa menjawab “ada” dan
Muhammad azhar menanyakan kembali “kenal dengan mereka?” dan terdakwa
menjawab “kenal” selanjutnya terdakwa memberikan HP nya kepada Muhammad
azhar untuk langsung BBM sendiri kepada Suci Mauliya als Putri dan setalah Suci
di BBM kemudian terdakwa menghubungi Sartika Veronika als Alya dan
memberitahukan kepadanya untuk dating ke Inul Vista untuk menemani Karaoke
dan setelah terdakwa dan Muhammad azhar tiba di Inul Vista terdakwa sudah
melihat Feby dating terlebih dahulu dan langsung diantar ke atas lantai dua untuk
diantarkan ke room (ruang karaoke) untuk ditemukan dengan tamu yang mesan
kepada terdakwa dan Muhammad azhar, namun pada saat itu posisi terdakwa
sedang berada dibawah lobi Inul Vista dan setalah itu dating perempuan yang
bernama Sartika Veronika dan saat itu dijemput oleh Muhammad azhar yang
turun dari atas lantai dua dan setelah itu Sartika Veronika juga diantarkan oleh
Muhammad Azhar ke room dan berikutnya datang Suci Maulya juga dijemput
oleh Muhammad azhar dan diantar ke lantai dua untuk bergabung di room, dan
saat itu ketika Muhammad azhar menjemput putri naik kelantai dua terdakwa
mengikutinya hingga ke room dan saat itu terdakwa sempat memesan rokok dan
baru sebentar terdakwa diroom terdakwa langsung turun lagi kelobi bawah dan
tida berapa lama kemudian datang lagi perempuan yang bernama Julia Hartika als
dan kemudian langsung dilakukan penggerebekan di Inul Vista room 203 lantai 2
ditempat terdakwa, Muhammad azhar beserta 3 perempuan dan 2 orang tamu
yang memesan kepada Muhamaad Azhar dan terdakwa.
2) Dakwaan
Terdakwa di dakwakan dengan dakwaan alternatif yaitu sebagai berikut:
a) KESATU pasal 2 (1) UU RI No. 21 tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
b) KEDUA Pasal 296 KUHP.
3) Tuntutan
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah:
a) Menyatakan terdakwa Abdul Azis als Ummi telah terbukti bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 296
KUHP.
b) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara
selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam
tahanan sementara
c) Menetapkan bahwa barang bukti berupa : 1 (satu) unit handphone
merk samsung grand duos warna hitam, 1 (satu) unit handphone
merk Samsung GT-E1195 warna hitam dengan sim card
082277028631, 1 (satu) unti handphone merk blackberry tourch
9800 warna hitam dengan sim card 081264284788, 1 (satu) unit
handphone merk Samsung A-3 warna putih dengan IMEI
terbungkus untuk dimusnahkan, 20 (dua puluh) lembar uang
pecahan Rp.100.000,-, sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah)
dikembalikan kepada saksi Agus Riadi, 1 (satu) unti mobil Suzuki
Swift nomor polisi BK 293 GS warna hitam metallic nomor rangka
MHYEZC21CAJ-115281 dan nomor mesin M15AIA-6156560
kunci kontak digunakan dalam perkara Muhamaad Azhar
d) Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara
sebesar Rp.1.000 (seribu rupiah)
4) Fakta Hukum
a) Saksi Wijaya Kusuma berpura-pura menjadi lelaku hidung belang
yang memesan wanita kepada Muhammad azhar, dan Muhammad
azhar mengirim poto-poto wanita yang sudah disediakan dimana
harga perempuan 1 orang tarifnya adalah Rp.2.000.000,- (dua juta
rupiah) sekali pakai (short time) untuk berhubungan sex dan
sedangkan untuk menemani karaoke tarifnya Rp.1.200.000,- (satu
juta dua ratus ribu rupiah) dan apabila tida jadi memakai wanita
tersebut maka harus membayar uang fee sebesar Rp.500.000,-
(lima ratus ribu rupiah) kepada Muhammad azhar
b) Muhammad azhar menghubungi terdakwa untuk menjemput saksi
di kos temanya di Jl. Gatot Subroto daerah ayahanda ke karoeke
Inul Vista dan terdakwa datang dengan mengendarai Suzuki Swiff
miliknya dan didalam mobil saksi Muhammad azhar menanyakan
perempuan yang dapat digunakan jasa seksnya dengan pembayaran
sejumlah uang, lalu terdakwa mengatakan ada
c) Saksi Muhamad azhar berjanji kepada terdakwa Abdul azis
memberikan bayaran Karena sudah membantu menyediakan
perempuan untuk dijual jasa seksnya, untuk upah menjemput yaitu
perorangnya Rp.50.000,-(lima puluh ribu), dan untuk dua orang
perempuan yang disediakan Terdakwa mendapat upah
Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).
5) Putusan
a) Menyatakan Terdakwa Abdul Azis als Ummi terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana
sebagaimana diatur dalam pasal 296 KUHP;
b) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh Karena itu dengan
pidana penjara selama 9 (Sembilan) bulan;
c) Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah
dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan;
d) Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;
e) Menetapkan barang bukti berupa:
(1).1 (satu) unit handphone merk Samsung Grand duos warna
hitam;
(2).1 (satu) unit handphone merk Samsung GT-E1195 warna
(3).1 (satu) unit handphone merk Blackberry Tourh 9800
warna hitam dengan sim card 081264284788;
(4).1 (satu) unit handphone merk Samsung A-3 warna putih
dengan IMEI 357572/06/157703/4 serta Kondom
laki-laki 52 mm dalam keadaan masih terbungkus;
(5).Uang pecahan Rp.100.000,- sejumlah Rp.2.000.000 (dua
juta rupiah), dikembalikan kepada kepada saksi Agus
Riadi
(6).1 (satu) unit mobil Suzuki Swif nomor polisi BK 293 GS
warna hitam metallic nomor rangka
MHYEZC21CAJ-115281 dan nomor M151A1A-615650 kunci kontak,
masing-masing dikembalikan kepada Jaksa Penuntut
Umum untuk dipergunakan dalam perkara atas nama
Terdakwa Muhamad Azhar;
(7).Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara
sejumlah Rp.1.000. (seribu rupiah)
6) Analisis Hukum Pidana dan Kriminologi
Dalam kasus diatas No: 741/Pid.Sus/2016/PN Mdn atas nama Terdakwa
Abdul Azis als Ummi dimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum dinilai kurang tepat
dikarenakan jaksa mendakwakan terdakwa dengan dakwaan alternatif yaitu pasal
2 ayat (1) UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang dan Pasal 296 KUHP. Kedua pasal dalam dakwaaan Jaksa
lagi dakwaan lain yaitu pasal 10 UU RI No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi “setiap orang yang membantu
atau melakukan percobaan untuk melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang,
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3,
pasal 4, pasal 5, dan pasal 6”. Hal tersebut bahwa mengingat Muhammad Azhar
(dalam berkas terpisah) adalah orang yang dikenal di lingkungan nya sebagai
seorang Trafficker dan sedangkan Terdakwa Abdul Azis hanya membantu Muhammad Azhar untuk mencarikan wanita agar dapat diperdagangankan jasa
seksnya kepada orang yang memesan kepada Muhammad Azhar, maka dari segi
dakwaan penulis tidak setuju dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Dari
peranan Terdakwa maka perlu ditambahkan dakwaan dengan pasal 10 UU RI
No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Apabila Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Terdakwa dijerat dengan
Pasal 296 KUHP patut diduga Jaksa Penuntut Umum kurang memahami
perbedaan antara pasal 296 KUHP yang menyatakan “barang siapa dengan
sengaja menyebabkan atau memudahkan cabul oleh orang lain dengan orang lain,
dan menjadikanya sebagai pencaharian atau kebiasaan” dengan pasal 10 UU RI
No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
yang menyatakan “setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk
melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5, dan pasal 6”.
Bahwa keterangan terdakwa Abdul azis dan Muhammad Azhar bahwa
seorang lelaki hidung belang meminta perempuan kepada Muhammad azhar dan
terdakwa mengatakan “Ada” dan membantu melakukan Tindak Pidana
Perdagangan Orang Ini.
Berdasarkan fakta-fakta hukum dalam kasus ini, jelas bahwa sebenarnya
kandungan dari pasal 10 UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang unsurnya sangat terpenuhi, akan tetapi sulit dipahami
apa yang menjadi alasan Jaksa Penuntut Umum tidak memasukkan pasal ini
kedalam dakwaannya. Putusan dari majelis hakim, juga dianggap tidak sesuai
dengan perbuatan terdakwa. Seharusnya majelis hakim tidak mengabulkan
tuntutan dari jaksa penuntut umum, Karena kasus ini adalah murni Tindak Pidana
Perdagangan Orang, hakim seharusnya menjatuhkan terdakwa dengan pasal 2
ayat (1) UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang
sekalipun si terdakwa hanya membantu melakukan Perdagangan Orang yang
dilakukan oleh Muhammad Azhar, selain hal tersebut jika dilihat dari segi
hukumannya sendiri pasal 10 mengatakan sangsi pidana membantu melakukan
tindak pidana perdagangan orang adalah sama sebagaimana diatur dalam pasal 2,
pasal 3, pasal 4, pasal 5, dan pasal 6.
Harus diingat secara normative, tidak ada satu pun pasal di dalam KUHAP
(UU No.8 tahun 1981) yang mengharuskan hakim memutus pemidanaan sesuai
pemidanaan sesuai dengan pertimbangan hukum dan nuraninya atau yang sering
disebut sebagai Ultra Petita.70
Dalam perspektif kriminologi terhadap kasus nomor 741/Pid.Sus/2026/PN
Mdn ini maka dapat diambil kesimpulan yang sama bahwa faktor lingkungan,
faktor ekonomi dan faktor perkembangan teknologi adalah faktor yang dominan
didalam kasus ini. Faktor lingkungan dimana lingkungan tempat seseorang tinggal
dan bergaul dengan orang lain sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang.
Lingkungan yang baik akan membawa membawa pengaruh baik sebaliknya jika
lingkungan yang tidak baik akan membawa dampak negative, terlihat dari
pertemanan antara terdakwa dengan Muhammad azhar yang bisa dikatakan salah
pergaulan dikarenakan Muhammad azhar adalah seorang trafficker yang sering
merekrut perempuan-perempuan untuk diperjual kan ke laki-laki hidung belang,
terdakwa diminta untuk menyediakan perempuan untuk di pakai jasa seks nya
dengan perintah dari Muhammad azhar.
Faktor ekonomi terlihat jelas dimana terdakwa di janjikan oleh
Muhammad Azhar diberikan Uang imbalan untuk Rp.50.000 untuk setiap 2
perempuan yang dia sediakan sebagai imbalan, jelas ekonomi adalah salah satu
pendorong di terdakwa untuk melakukan tindak pidana ini.
Diera globalisasi ini perkembangan teknologi banyak dipergunakan oleh
para penjahat-penjahat untuk melancarkan aksi keji nya dengan berbagai cara.
Ditarik jugalah kesimpulan bahwa faktor teknologi turut mendukung, dengan
demikian pada kasus ini peranan teknologi dimanfaatkan untuk merekrut dan
70
menawarkan perempuan-perempuan yang akan di jual jasa seksnya melalui
aplikasi BBM.
2. Upaya Non Penal.
Penangulangan kejahatan tidak dapat diselesaikan hanya dengan
penerapan hukum pidana, karena hukum pidana memiliki keterbatasan. Terdapat
dua sisi keterbatasan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan.
1) Dari sisi terjadinya kejahatan. Kejahatan sebagai suatu masalah yang
berdimensi sosial dan kemanusiaan disebabkan faktor yang kompleks dan
berada diluar jangkauan hukum pidana. Jadi, hukum pidana tidak akan
mampu melihat secara mendalam akar persoalan kejahatan jika tidak
dibantu oleh disiplin ilmu lain. Oleh karena itu, hukum pidana harus
terpadu dengan pendekatan sosial.
2) Dari hakikat berfungsinya hukum pidana itu sendiri. Penegakan hukum
pidana pada hakikatnya hanya obat sesuai dengan penanggulangan gejala
semata dan bukan alat penyesuaian yang tuntas dengan menghilangkan
sumber penyakitnya. Hukum pidana dianggap berfungsi setelah kejahatan
terjadi sehingga hukum pidana tidak mempunyai efek pencegahan sebelum
terjadinya kejahatan.
Menurut pandangan dari sudut politik criminal secara makro, non penal
merupakan kebijakan penangulangan tindak pidana yang paling strategis. Hal itu
dikarenakan non penal lebih bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya
suatu tindak pidana. Sasaran utama non penal adalah menanggani dan
pidana. Dalam upaya ini diperlukan adanya kerjasama yang baik dari aparat
pemerintah, penegakan hukum, dan juga masyarakat dalam mencegah terjadinya
kejahatan, dalam hal ini kejahatan perdagangan orang.
Pendekatan non penal yaitu pendekatan pencegahan kejahatan tanpa
menggunakan saran pemidanaan yaitu dapat dilakukan dengan berbagai
pencegahan dibidang ekonomi, pendidikan, desain lingkungan ataupun
strategi-strategi lain yang dapat membatasi ruang gerak pelaku kejahatan.
Tuntutan dibidang perekonomian dalam kehidupan sering menjadi faktor
yang berkolerasi dengan terjadinya kejahatan. Program pencegahanya yang dapat
dilakukan antara lain dapat berupa:71
1) Memperluas kesempatan kerja bagi para pemuda;
2) Memperluas kesempatan kerja bagi pelaku dan mantan pelaku kejahatan;
3) Menghilangkan penghalang bagi mantan pelaku kejahatan untuk bekerja;
4) Menciptakan program tenaga kerja publik;
5) Memperluas kesempatan kerja bagi para mantan pemakai napza;
6) Usaha menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan
masyarakat di area yang miskin;
7) Dukungan terhadap usaha kecil.
Pendidikan melalui lembaga sekolah dapat mempengaruhi seseorang
untuk mencegah terjadinya kejahatan kepada siswa-siswanya melalui peningkatan
kepekaan siswa terhadap lingkungan kehidupannya, baik keluarga, kelompok
belajar, maupun lingkungan tempat tinggalnya. Lebih dari itu, sekolah harus
71
melibatkan diri dalam pennangulangan kejahatan mulai dari tahun-tahun ajaran
baru dengan cara mendata secara komprehensif informasi tentang siswa baik
identitas dan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian diharapkan
sekolah dapat merumuskan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
siswanya. Oleh karena itu. Beberapa program yang dapat dilakukan sekolah antara
lain:
1) Mengadopsi program-program guru untuk para orang tua siswa;
2) Mengajarkan dan menerapkan proses demokrasi dan sikap yang adil dalam
aktivitas sekolah;
3) Menuntaskan kebuta hurufan semenjak pendidikan dasar;
4) Menyiadakan pelayanan Bahasa khusus untuk siswa-siswa yang berbeda
budaya;
5) Mengembangkan program-program penyiapan karir disekolah;
6) Menyediakan dukungan terhadap pelayanan yang efektif disekolah;
7) Menawarkan program pendidikan alternative bagi siswa yang sering
berperilaku menyimpang;
8) Membuka sekolah seluas-luasnya untuk aktivitas kemasyarakatan;
9) Mengadopsi merit policy pelatihan dan promosi untuk guru-guru.
Pendidikan agama dan moral terhada seseorang merupakan upaya yang
sangat ampuh untuk penerapan non penal ini. Dalam hal ini adalah bagaimana
menciptakan komunitas masyarakat yang religious sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing sehingga dapat mendorong anggota masyarakat