• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Wanita) Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan) Chapter III V"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Proses penegakan hukum pidana (Criminal law enforcement process), saling berkatian dengan krimnologi, karena kriminologi dapat memberikan masukan kepada

hukum pidana, berdasarkan ilmu kriminologi itu akan dapat membantu kepada

penegakan hukum pidana yang sedang diproses di pengadilan.42

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab akibat,

perbaikan dan pencegahan kejahatan sebagai gejala manusia dengan menghimpun

sumbangan-sumbangan berbagai ilmu pengetahuan. Menurut Sutherland, cressy

criminologyis the body of knowledge regarding crime as a social phenomenon. Dalam hal ini, kriminologi merupakan batang tubuh ilmu pengetahuan yang mengandung

pengertian kejahatan sebagai suatu fenomena sosial.43 Kriminologi menurut para ahli:

A. Mr. W.A. Bonger menyatakan bahwa kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang

bertujuan menyelidiki gejala-gejala kejahatan seluas-luasnya.44

B. Ediwarman, Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari

kejahatan (baik yang dilakukan oleh individu, kelompok atau masyarakat) dan

sebab musabab timbulnya kejahatan serta upaya-upaya penangulanganya

sehingga orang tidak berbuat kejahatan lagi dan korban kejahatan45

C. Noach, menyatakan kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki

gejala-gejala kejahatan dan tingkah laku yang tidak senonoh, sebab musabab

serta akibat-akibatnya.

42

Ediwarman, Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminologi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, Halaman 6.

43

(2)

Didalam ilmu kriminologi dikenal adanya mazhab-mazhab dalam krimnologi,

adapun mazhab-mazhab itu ialah:

1. Mazhab Antropologi.46

Usaha untuk mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri biologis dipelopori

oleh ahli-ahli frenologi, seperti GALL (1758-1828) Spurzheim (1776-1832), yang

mencoba mencari hubungan antara bentuk tengkorak kepala dengan tingkah laku.

Mereka mendasarkan pada pendapat Aristoteles yang menyatakan bahwa otak

merupakan organ dari akal.

Seorang dokter ahli kedokteran kehakiman yaitu Cesare Lombroso (1835-1909)

merupakan tokoh yang penting dalam mencari sebab-sebab kejahatan dari ciri-ciri fisik

(biologis) penjahat dalam bukunya L’uomo delinquent .

Pokok-pokok ajaran Lombroso adalah :

a. Penjahat adalah orang yang mempunyai bakat jahat

b. Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran yaitu diwariskan dari nenek

moyang

c. Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu, seperti muka

yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek, dan lain-lain

d. Bakat jahat tersebut tidak diubah, artinya bakat jahat tersebut tidak dapat

dipengaruhi.

46

(3)

Lombroso juga menggolongkan para penjahat dalam beberapa golongan

seperti:47

a. Antropologi penjahat: penjahat pada umumnya dipandang dari segi antropologi

merupakan suatu jenis manusia tersendiri (genus home delinguenes), seperti halnya dengan negro. Mereka dilahirkan demikian (ildelinguente nato) mereka tidak mempunyai predis posisi untuk kejahatan, tetapi suatu prodistinasi, dan

tidak ada pengaruh lingkungan yang dapat merubahnya. Sifat batin sejak lahir

dapat dikenal dari adanya stigma-stigma lahir, suatu tipe penjahat yang dapat

dikenal.

b. Hypothese atavisme: persoalnya adalah bagaimana caranya menerangkan terjadinya makhluk yang abnormal itu (penjahat sejak lahir). Lombroso dalam

memecahkan soal tersebut, memajukan hypothase yang sangat cerdik, diterima bahwa orang masih sederhana peradapanya sifatnya adalah amoral, kemudian

dengan berjalanya waktu dapat memperoleh sifat asusila, maka orang penjahat

merupakan suatu gejala atavistis, artinya ia dengan sekonyong-konyong dapat

dikembali menerima sifat-sifat yang sudah tidak dimiliki nenek moyangnya

yang lebih jauh (yang dinamakan pewarisan sifat secara jauh kembali).

c. Hypothese pathology: Berpendapat bahwa penjahat adalah seseorang penderita

epilepsy.

d. Tipe penjahat: ciri-ciri yang dikemukakan oleh Lombroso terlihat pada penjahat,

sedemikian sifatnya, sehingga dapat dikatakan tipe penjahat. Para penjahat

dipandang dari segi antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya

47

(4)

sisi tengkoraknya (pencuri) kurang lebih dibandingkan dengan orang lain, dan

terdapat kelainan-kelainan pada tengkoraknya. Dalam tengkoraknya terdapat

keganjilan yang seakan-akan mengigatkan kepada otak-otak hewan, biarpun

tidak dapat ditunjukanadanya kelainan-kelainan penjahat khusus. Roman

mukanya juga lain dari pada orang biasa, tulang rahang lebar, muka menceng,

tulang dahi melengkung kebelakang.

2. Mahzab Perancis atau Mazhab Lingkungan.

Mahzab ini timbul terutama sebagai penentang mahzab (ajaran) Lombroso.

Pemuka-pemukanya adalah para dokter yang mengemukakan arti penting dari pada

milleu sebagai penerbit dari macam-macam penyakit infeksi dan etilogi dari pada

penyakit-penyakit infeksi. Para dokter ini terutama telah lebih menonjolkan teori milleu

dengan menyangkal kebenaran ajaran tentang kriminalitas sejak lahir. Walaupun

mereka adalah dokter dan bukan ahli-ahli sosiologi, namun mereka mempunyai

pengertian yang tepat mengenai sebab-sebab sosial dari pada kriminalitas.

Pemuka-pemukanya adalah Lacassagne (dokter), Manouvrier (anthropolog) dan G.Tarde (yuridis

dan sosiologis). Menurut Tarde, Kriminalitas bukan gejala antropologis, melainkan

karena gejala sosial, seperti juga lain-lain gejala sosial yang dipengaruhi oleh imitasi.48 Tokoh terkemukanya adalah A. Lacassagne (1843-1924) guru besar dalam ilmu

kedokteran kehakiman diperguruan Kriminil Internasional yang ke-1 di Rome (1885) ia

menentang Lambroso. Tidak kurang pentingnya ialah L. Manouvier sebagai antropolog

(1850-1927), guru besar diperguruan tinggi paris.

48

(5)

Tokoh ketiga dari mazhab perancis ini adalah G. Trade (1843-1940), seorang

ahli hukum dan sosiolog. Dari permulaan, dalam bukunya “La Criminilite Compare

(1886) ia dengan keras menentang ajaran dari mazhab italia. Menurut pendapatnya

kejahatan bukan suatu gejala yang antropologis sosiologis, yang seperti

kejadian-kejadian masyarakat lainnya dikuasai oleh peniruan.49

Mazhab lingkungan ekonomi, kita mengetahui bahwa beberapa pengarang.

Umumnya dari kalangan sosialis mementingkan keadaan ekonomi sebagai penyebab

timbulnya kejahatan. Aliran ini mulai terasa pengaruhnya pada penghabisan abad ke-18,

ketika timbul system baru dalam perekonomian dan kelihatan bertambah.

Sudah dapat dikatakan bahwa teori-teori baru dalam lapangan ilmu

kemasyarakatan yang timbul kurang lebih pada pertengahan abad ke-19, pandangan

masyarakat yang berdasarkan keadaan ekonomi (yang dinamakan historis

materialisme), akan berpengaruh besar terhadap kriminologi.

3. Mazhab Biososioligis.

Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan adalah

resultan dari keadaan individu, fisik dan sosial. Pada suatu waktu unsur individu yang

paling penting, keadaan sosial memberi bentuk kejahatan, tetapi ini bakatnya berasal

dari bakatnya yang anti sosial (organis dan psikis). Diantara semua penganut dari

Lombroso, Ferri yang paling berjasa dalam menyebarkan ajaranya. Sebagai seorang ahli

ilmu pengetahuan, ia sudah mengetahui bahwa ajaran Lombroso dalam bentuk aslinya

tidak dapat dipertahankan. Dengan tidak mengubah intinya, Ferri mengubah bentuknya,

sehingga tidak lagi begitu berat sebelah dengan megakui pengaruh lingkungan.

49

(6)

Dari uraian di atas aliran Bio-Sosiologi ini bersintetis kepada aliran antropologi

yaitu keadaan lingkungan yang menjadi sebab kejahatan, dan ini berasal dari Ferri.

Rumusnya berbunyi “tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam

individu” yaitu seperti unsur-unsur yang diterangan oleh Lombroso.50 4. Mazhab Spiritualis.

Mazhab ini mencari sebab-musabab kejahatan dalam ketidak adanya

kepercayaan agama. Pendapat ini dibuatnya atas dasar penemuan, bahwa makin banyak

orang yang tidak pergi ke gereja makin bertambah kejahatan. Jadi terdapat hubungan

kausal antara kedua hal tersebut.51

Diantara aliran-aliran Kriminologi yang mempunyai kedudukan sendiri, adalah

aliran yang dulu mencari sebab terpenting dari kejahatan dalam tindak beragamanya

seseorang. Menurut Kampe aliran ini mungkin pada waktu sekarang lebih tepat jika

dinamakan aliran neo spiritualis, mempunyai kecenderungan mementingkan unsur

kerohanian dalam mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan.52

5. Mazhab Mr. Paul Moedikno Moeliono53

Menurut mazhab ini membagi kepada 5 (lima) golongan antara lain:

a. Golongan Salah Mu Sendiri (SS).

Aliran ini berpendapat kejahatan timbul disebabkan kemauan bebas individu

(Free of the will) kejahatan disebabkan oleh kemauan maka perlu hukuman untuk

jangan lagi berbuat jahat.

b. Golongan Tiada Yang Salah (TOS).

(7)

Aliran ini mengemukakan sebab-sebab kejahatan itu disebabkan Herediter

Biologis, kultur lingkungan, bakat + lingkungan, perasaan keagamaan. Jadi kejahatan

itu expresi dari pressi faktor biologis kulturil, Bio-Sosiologis, spriritualis.

c. Golongan Salah Lingkungan.

Aliran ini menyatakan timbulnya kejahatan disebabkan faktor lingkungan.

d. Golongan Kombinasi.

Aliran kombinasi ini menyatakan bahwa struktur personality individu terdapat 3

bagian:

1) Das ES = Id.

2) Das Ich = Ego.

3) Uber Ich = Super Ego.

e. Golongan Dialog.

Aliran ini menyatakan bakat bersama lingkungan berdialog dengan individu.

Manusia berdialog dengan lingkungan maka dia dipengaruhi lingkungan dan

mempengaruhi lingkungan.

Mazhab-mazhab ini lah yang terkandung didalam kriminologi, Didalam ilmu

kriminologi ada faktor faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang

yang dapat dikategorikan kedalam 2 (dua) faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

A. Faktor Intern

1. Faktor Individual

Setiap individu memiliki kepribadian dan karakteristik dan tingkah laku yang

berbeda satu sama lainnya. Kepribadian ini dapat dinilai dari cara dan bagaimana setiap

(8)

yang berperilaku baik di tengah masyarakat maka seseorang itu akan di nilai baik dan

mendapatkan penghargaan diri dari masyarakat dan dapat dijadikan contoh bagi

masyarakat disekitarnya. Tetapi jika seseorang berpeliku tidak baik maka orang tersebut

akan dinilai tidak baik dan timbul di benak masyarakat bahwa orang tersebut akan

menimbulkan masalah dan kekacauan di masyarakat itu.

Dalam perdagangan orang (wanita) dengan tujuan prostitusi ataupun pelacuran,

terjemusnya seorang wanita kedalam dunia prostitusi bukan semata keinginan dari

pada si wanita tersebut melainkan adanya dorang-dorangan dari orang lain yang

hendak memanfaatkan keadaan siperempuan itu. Adanya pelaku trafficking bisa dikatakan sebagai penjahat yang akan menjual wanita sebagai lahan bisnis para pelaku

traficcking. Berkaitan dengan hal ini penulis menghubungkan dengan pendapat dari Lambroso yang menyatakan bahwa kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa

sejak lahir (criminal is born) yaitu dalam mazhab italia.

Lambroso juga mengatakan seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisiknya

yang mana sangat berbeda dengan manusia lainya.54 Yaitu seduai dengan pendapat Lambroso pada Hypothese Pathologi menurutnya Type penjahat dipandang dari sudut

antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu, umpamanya isi tengkoraknya kurang bila

dibandingkan oleh orang lain, dan terdapat kelainan-kelainan pada tengkoraknya.

2. Faktor Ekonomi.

Faktor ekonomi adalah faktor yang sering mengakibatkan seseorang untuk

berbuat kejahatan, dikarenakan ekonomi menjadi peran penting untuk meneruskan

kehidupan yang lebih jauh, karena adanya tekanan ekonomi yang sangat kuat maka

54

(9)

banyak wanita mencari pekerjaan tanpa melihat kesehatan, keamanan, bahaya, dan

Halal nya pekerjaan tersebut.

Kemiskinan yang begitu berat dan langkanya kesempatan kerja mendorong

jutaan penduduk Indonesia melakukan migrasi didalam dan diluar neger guna

menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan keluarganya mereka sendiri.

Kemiskinan bukan satu-satunya indicator kerentanan seseorang terhadap perdagangan

orang. Karena masih ada jutaan penduduk Indonesia yang hidup dalam kemiskinan

tidak menjadi korban perdagangan orang, akan tetapi ada banyak penduduk baik dan

tidak hidup dalam kemiskinan malah menjadi korban dari perdagangan orang.

Bermigrasi bukan untuk mencari pekerjaan bukan semata-mata hanya mencari uang,

tetapi mereka ingin memperbaiki ekonomi serta menambah kekayaan materiil.

Kenyataan in didukung oleh media yang menyajikan tontonan yang glamour dan

komsumtif, sehingga membentuk gaya hidup yang materialisme dan konsumtif.55

Materialis adalah stereotip yang selalu ditujukan kepada mereka yang memiliki

sifat menjadikan materil sebagai orientasi atau tujuan hidup. Untuk mendapatkan materi

sebagai orientasia atau tujuan hidup. Untuk mendapatkan materi sering menghalalkan

segala cara, termasuk mendapatkan melalui cara pertukaran nilai jasa ata dirinya.

Faktor ekonomi ini juga bukan hanya di derita kepada orang yang berkecukupan

pangan, sandang yang rendah tetapi pola hidup yang modern dapat juga menjadikan

faktor keinginan seorang wanita untuk mengikuti perkembangan zaman. Wanita dengan

mudahnya menjadikan dirinya sebagai pelacur atau ditempatkan di tempat prostitusi

55

(10)

mendapatkan penghasilan yang sangat besar sehingga kebutuhan yang di inginkanya

terpenuhi.

Diperkotaan gaya hidup elite dengan budaya konsumtif sudah sangat mewarnai

sebagai masyarakat yang berada dikota, golongan masyarakat ini terutama wanita yang

masih belia memaksakan diri untuk berkeinginan menikmati kemewahan hidup tanpa

perlu perjuangan dalam mewujudkanya. Wanita cendrung menempuh jalur cepat atau

instan menuju kemewahan hidup walaupun tidak memiliki pekerjaan atau penghasilan

agar memungkinkan mereka mendapatkan angan-angan itu. Bagi para pelaku

perdagangan orang, kondisi ini selalu akan menjadi peluang untuk menjaring korban

untuk diperdagangkan.56 3. Faktor keluarga.

Peranan keluarga dalam menentukan pola tingkah laku anak sebelum dewasa

maupun sesudahnya sangat penting sekali bagi perkembangan anak selanjutnya karena

tidak seorangpun dilahirkan langsung mempunyai sifat yang jahat, keluargalah yang

merupakan sumber pertama yang mempengaruhi perkembangan anak.57

Salah satu faktor terjadinya kejahatan perdagangan orang adalah faktor keluarga.

Pendapat ini didasarkan pada jumlah korban maupun pelaku tindak pidana perdagangan

orang yang tertangkap kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga yang tidak

harmonis dan broken home, kurang nya perhatian dari kedua orang tua membuat

mereka hidup tanpa arah dan cenderung bersifat bebas.

Perubahan dari kondisi rumah tangga seperti perceraian, kekerasan dalam rumah

tangga, dan lain-lain merupakan faktor yang sangat penting bagi kejiwaan anggota

(11)

keluarga. Kebanyakan dari residivis berasal dari keluarga yang terpecah dari pada

keluarga yang terpecah. Sering kali kejahatan dilakukan dari hal-hal yang kecil sewaktu

anak-anak karena kurangnya pengawasan orang tua dan akan menjadi

kejahatan-kejahatan besar pada saat anak tersebut dewasa. Kurangnya kedisiplinan dalam keluarga

disebabkan oleh:

e. Perbedaan antara orang tua dan anak dalam hal kedisiplinan;

f. Kelemahan moral, fisik, dan kecerdasan orang tua yang membuat lemahnya

disiplin;

g. Kurang disiplin karena tidak adanya orang tua;

h. Perbedaan pendapat tentang pengawasan terhadap anak-anaknya;

i. Kedisiplinan yang kurang ketat;

j. Orang tua dalam membagi cinta dan kasih saying terhadap anak kurang merata

atau pilih kasih dalam penerapan disiplin didalam rumah tangga.

Kepatuhan pada orang tua juga merupakan hal yang sangat penting untuk

dicermati. Adanya ketidakpatuhan terhadap orang tua membuat anak ini tidak lagi

memerhatikan nasihat ataupun bimbingan dari orang tuanya, sehingga anak ini

bertindak dan berperilaku hanya berdasarkan emosionalnya semata. Hal ini yang

membuat anak tersebut terjebak dalam lingkaran perdagangan orang, dan hal ini

mungkin tidak pernah diinginkan oleh anak tersebut.

Dari uraian diatas dapat kita lihat beberapa proses dasar seseorang menjadi jahat

erat kaitanya dengan keluarga. Oleh karena itu kepada para orang tua agar mendidik dan

(12)

4. Faktor Religi

Bila seseorang mempunyai keimanan dan ketaqwaan yang tipis kemungkinan

akan mudah melakukan kejahatan kekerasan seksual yang sangat merugikan orang lain

Karena tidak dibentengi oleh ajaran agama. Oleh Karena itu pengisian jiwa dengan

ajaran agamaan sangat diperlukan dan hendaknya dimulai sejak dini. Jika petunjuk

agama dapat dilaksanakan dengan baik dalam setiap mengambil keputusan maka semua

perbuatan yang akan dilakukan selalu mendapat pahala dari Tuhan Yang Maha Esa.

Sebaliknya bila nilai-nilai keagamaan tidak ada dalam jiwa manusia maka mereka akan

mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang bersifat merugikan orang lain.

B. Faktor Ekstern

1. Faktor Lingkungan.

Mazhab prancis atau mahzab lingkungan mengatakan “De Welt Is Mehr Schuld

An Mir, Als Is”, yaitu dunia adalah lebih bertanggung jawab terhadap bagaimana

jadinya saya, dari pada diri saya sendiri.58

Harus diakui, bahwa peniruan dalam masyarakat memang mempunyai pengaruh

yang besar sekali. Biarpun setiap kehidupan manusia bersifat khas sekali, dapat

disetujui, bahwa banyak orang dalam kebiasaan hidupnya dan pendapatnya amat sangat

mengikuti keadaan lingkunganya, dimana mereka hidup. Dengan jelas hal ini terlihat

dari adanya kelangsungan yang dapat dikatakan tetap dari masyarakat dan

perubahan-perubahan yang biasanya lambat.59

Pengertian lingkungan dalam tulisan ini adalah pengertian lingingan dalam arti

sempit, maksudnya hanya terbatas dalam hubungan antara penjahat dengan orang lain

58

H.M. Ridwan dan Ediwarman, Op. Cit, Halaman 66.

59

(13)

atau disebut dengan hubungan sosial atau lebih tegas lagi hubungan antara penjahat

dengan masyarakat dimana ia berada. Sehubungan dengan itu, maka untuk melakukan

penyelidikan tentang tingkah laku jahat yang dilakukan oeh penjahat haruslah

memperhatikan keadaan lingkungan dimana pelaku kejahatan berasal.

Jadi dengan demikian, terjadinya kejahatan yang dilakukan seseorang salah satu

penyebabnya adalah faktor lingkungan atau pergaulan masyarakat sekitarnya. Kejahatan

yang merupakan suatu bentuk gejala sosial yang tidak berdiri sendiri, melainkan adanya

korelasi dengan berbagai perkembangan kehidupan sosial, ekonomi, hukum maupun

teknologi serta perkembangan lain sebagai akibat sampingan yang negative dari setiap

kemajuan atau perubahan sosial dalam masyarakat.

2. Faktor Sosial Budaya

Dalam masyarakat terdapat sedikit kesepakatan dan lebih banyak memancing

timbulnya konflik-konflik, diantaranya konflik kebudayaan, yaitu menjelaskan kaitam

antara konflik-konflik yang terjadi didalam masyarakat dengan kejahatan yang timbul.

Norma yang dipelajari oleh setiap indvidu, diatur oleh budaya dimana individu berada.

Dalam sebuah masyarakat homogeny yang sehat, hal tersebut diatas dilakukan dalam

jalur hukum dan ditegakan oleh anggota-anggotanya masyarakat, mereka menerima

norma itu sebagai suatu hal yang benar, apabila hal ini tidak terjadi, maka konflik

budaya akan muncul dengan dua bentuk konflik, yakni primary conflict dan secondry conflict.60

Primary conflict adalah konflik yang timbul diantara dua budaya yang berbeda. Teori Primary Kulture Conflict ini, masalah kejahatan muncul karena adanya imigrasi.

60

(14)

Sedangkan secondry conflict adalah konflik yang muncul dari satu kebudayaan, khususnya ketika budaya itu mengembangkan sub kebudayaan masing-masing dengan

norma tingkah lakunya sendiri. Hukum biasanya akan mewaakili atauran atau norma

budaya nominan. Norma kelompok lain (sub kebudayaan) sering kali tidak hanya

berbeda, tetapi berlawanan dengan norma dominan sehingga dapat merupakan norma

kejahatan dibawah hukum. Dengan individu yang hidup dengan norma tingkah laku

subkebudayaan macam Itu, mereka dapat melanggar hukum dari budaya dominan.

Adapun pendapat dari Sutherland, semua tingkah laku dipelajari dengann

berbagai cara. Dengan kata lain tingkah laku kejahatan yang dipelajari dalam kelompok

melalui interaksi dan komunikasi. Hal ini disebutkan dengan teori asosiasi diferensial.61 Munculnya teori diatas ini didasarkan pada 3 hal, yaitu:

a. Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat

dilaksanakan;

b. Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan ikonsistensi dan

ketidakharmonisan;

c. Konflik budaya (conflict of cultures) merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan.

Ketiga hal tersebut yang menjadi dasar pengembangan teori Sutherland. Versi

pertama tahun 1939 dalam bukunya Principles of Criminology, memfokuskan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta asosiasi differensial yang diartikan sebagai

the contest of the patterns presented in association.

61

(15)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kaitan teori ini dengan perdagangan

orang tidak lepas penyebab terjadnya melalui interaksi dan komunikasi baik dengan

orang lain atau melalui media.

3. Faktor Perkembangan Teknologi.

Faktor kejahatan yang merupakan suatu bentuk dari gejala-gejala sosial yang

tidak berdiri sendiri, melainkan ada hubungannya dengan berbagai perkembangan

kehidupan sosial, ekonomi, hukum maupun teknologi. Pada masa sekarang ini teknologi

sebagai sarana pendukung pembangunan yang wajib dikuasai oleh semua orang. Kita

akan tertinggal jika kita tidak menguasai teknologi tersebut, tapi sangat disayangkan

perkembangan teknologi yang sangat maju memberikan efek-efek negative didalam

kehidupan masyarakat.

Sarana-sarana seperti majalah, radio, surat kabar, media sosial dan televisi

kadang-kadang secara tidak langsung memberikan pelajaran kepada masyarakat tentang

bagaimana melakukan suatu kejahatan atau memudahkan melakukan kejahatan ataupun

menutupi kejahatan tersebut. Tayangan-tayangan yang berbau pornografi yang disiarkan

maupun ditulis di situs-situs online secara tidak langsung akan ditiru oleh orang lain.

Hal ini menyebabkan anak-anak yang melihatnya akan berdampak bagi perkembangan

masa depannya. Jika perkembangan teknologi dikaitkan dengan tindak pidana

perdagangan orang para pelaku trafficker sering menjerat korban nya dan bahkan

menjual korbannya (wanita) melalui media sosial, seperti hal nya yang sedang hangat

diperbincangkan di media sosial.

Dari uraian di atas ini dapat kita simpulkan perkembangan teknologi menjadikan

(16)

televise, radio menayangkan tayangan yang terkadang tidak sesuai dan seharusnya tidak

ditayangkan karena jika orang yang tidak bisa menyaring informasi dari pada tayangan

itu maka orang tersebut akan meniru apa yang ia dengar dan ia lihat di televisi, dan

hubungan nya dengan perdagangan orang para trafficker sering menggunkan media gadget untuk menawarkan para korban wanita kepada laki-laki hidung belang untuk

dijadikan pelacur.

4. Faktor Pendidikan

Salah satu penyebab terjadinya perdagangan orang (wanita) untuk tujuan

prostitusi atau pelacuran adalah faktor Pendidikan dari korban ataupun sipelaku sendiri,

peran pendidikan dari sikorban ataupun sipelaku itu sendiri akan sangat berpengaruh

menumbuhkan perilaku yang rasional dan menurunkan atau mengurangi bertindak

secara rasional.

Salah satu faktor yang menyebabkan seorang wanita menjadi korban

perdagangan orang pada umumnya adalah dikarenakan pendidikan wanita tersebut

sangat kurang, baik pendidikan formal maupun pendidikan informal. Dalam hal

pendidikan kebanyakan orang tua menyerahkan sepenuhnya anak mutlak kepada

sekolah tanpa memberi perhatian yang cukup terhadap kepentingan pendidikan anak,

sedangkan kemampuan pendidikan disekolah sangat lah terbatas.

Disamping itu kurangnya pendidikan formal berupa pendidika agama juga

merupakan faktor penyebab meningkatnya perdagangan orang untuk tujuan prostitusi

atau pelacuran. Hal ini mungkin disebabkan keterbatasan pengetahuan tentang

(17)
(18)

BAB IV

UPAYA PENANGULANGGAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Tindak pidana perdagangan orang menjadi salah satu kejahatan yang

sangat melanggar hak asasi manusia, wanita banyak dijadikan korban untuk

dijadikan bisnis bagi seseorang yang hanya ingin meraup keuntungan bisnis tanpa

memikirkan apa akibat dari perbuatan yang dilakukan nya tersebut.

Dinegeri ini, perdagangan orang terhadap wanita telah banyak dilakukan

secara terbuka dan sangat terang-terangan sehingga membuat pemerintah dan para

penegak hukum geram. Kemampuan mereka dalam ilmu pengetahuan dan

teknologi menjadi modal untuk memuluskan perbuatan mereka dalam

perdagangan orang terhadap wanita ini. Hati nurani dan rasa malu mengalami

krisis moral yang sangat kronis sehingga hal tersebut tidak bisa ditemukan lagi,

bagi pelaku dan korban tindak pidana perdagangan orang sudah seharusnnya

diberikan upaya-upaya pencegahan yang sangat kuat agar terhindar dari tindak

pidana ini.

Adapun upaya-upaya pencegahan ini dapat dilakukan melalui upaya penal

dan nonpenal yang dianggap bisa mencegah para pelaku trafficker melakukan kejahatan, dalam hal upaya penanggulangan ini penulis akan menjelaskan

upaya-upaya penanggulangan tindak pidana perdagangan orang melalui kebijakan

hukum pidana (Penal) maupun diluar kebijakan hukum pidana (Non Penal) yaitu

(19)

A. Upaya Penal.

Istilah “kebijakan” berasal dari Bahasa inggris “policy” atau Bahasa

belanda “politic”. Berbicara mengenai politik hukum pidana, maka tidak terlepas

dari pembicaraan mengenai politik hukum secara keseluruhan karena hukum

pidana adalah salah satu bagian dari ilmu hukum. Menurut soedarto, politik

hukum adalah usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan baik dengan situai

dan kondisi tertentu. Selain itu, politik hukum merupakan kebijakan negara

melalui alat-alat perlengkapannya yang berwenang untuk menetapkan

peraturan-peraturan yang dikehendaki dan diperkirakan dapat digunakan untuk

mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dalam rangka mencapai

cita-cita yang diinginkan.62

Upaya penal adalah penangulangan kejahatan dengan menggunakan

hukum pidana (criminal law application), kebijakan tersebut dioperasionalisasikan dengan cara menerapkan hukum pidana, yaitu hukum

materil, hukum formil, dan hukum panitensier dalam masyarakat. Dalam Kongres

PBB ke-4 di Kyoto disepakati bahwa usaha pencegahan kejahatan, termasuk

penegakan hukum pidana merupakan bagian integral dari rencana pembangunan

nasional.63

62

Mahmud, Mulyadi, Criminal policy pendekatan integral penal policy dan non penal policy dalam penengulangan kejahatan kekerasan, Bangsa Press, Medan, 2008, halaman 66.

63

(20)

Selanjutnya Hoefnagels, mengemukakan bahwa penerapan hukum pidana

untuk menangulangi kejahatan meliputi ruang lingkup berikut:

1. Administrasi peradilan pidana dalam arti sempit, yaitu pembuatan hukum

pidana dan yurisprudensi, proses peradilan pidana dalam arti sempit dan

luas (meliputi kehakiman, ilmu kejiwaan, ilmu sosial), dan pemidanaan.

2. Psikiatri dan psikologi forensik.

3. Forensik kerja sosial

4. Kejahatan, pelaksaanaan pemindahan dan kebijakan statistic.

Persoalan sentral dalam kebijakan penal adalah penentuan apa perbuatan

yang seharusnya dijadikan tindak pidana (kriminalisasi), dana apa sanksi yang

sebaiknya diancam terhadap si pelanggar (penalisasi).64

Operasional kebijakan penal meliputi kriminalisasi, dekriminalisasi,

penalisasi dan depenalisasi. Penegakan hukum pidana tersebut sangat tergantung

pada perkembangan politik hukum, politik criminal, politik sosial. Oleh karena

itu, penegakan hukum tidak hanya memperhatikan hukum yang otonom,

melainkan memperhatikan juga masalah kemasyarakatan dan ilmu perilaku sosial.

Berkaitan dengan penerapan hukum pidana dalam criminal policy.

Bambang Purnomo berpendapat, bahwa tujuan hukum pidana adalah agar

masyarakat dan setiap anggota masyarakat terlindungi oleh hukum sehingga dapat

mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Tujuan ini tidak lepas dari 2 fungsi

hukum pidana yaitu;

1. Fungsi primer yaitu sebagai sarana untuk mencegah kejahatan,

64

(21)

2. Fungsi sekunder yaitu menindak pelaku kejahatan.

Fungsi sekunder akan diterapkan jika fungsi primer tidak dapat

dilaksanakan. Dalam lingkup kebijakan penanggulangan kejahatan, hukum pidana

hanya merupakan salah satu upaya dari beberapa upaya penangulangan kejahat.

upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan atau penangulangan tindak

pidana termasuk kedalam bidang kebijakan Kriminal (Criminal Policy). kebijakan criminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan atau upaya-upaya untuk

kesejahteraan sosial (sosial policy) yang terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (sosial welfare policy) dan kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (sosial defence policy).65

Barda Nawawi juga menyatakan kebijakan untuk membuat peraturan

perundang-undang yang baik dapat dipisahkan dari tujuan penangulangan

kejahatan. Sudarto berpendapat bahwa dalam menghadapi masalah sentral yaitu

Kriminalisasi, harus diperhatikan hal-hal yang pada intinya sebagai berikut:

1. Penggunaan hukum pidana harus memerhatikan tujuan pembangunan

nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata

materiil spiritual berdasarkan Pancasila sehubungan dengan ini maka

(penggunaan) hukum pidana bertujuan untuk menangulangi kejahatan dan

mengadakan peneguran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri,

demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.

2. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan

hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu

65

(22)

perbuatan yang mendatangkan kerugian atas warga masyarakat (materil

dan spritualis).

3. Penggunaan hukum pidana harus pula menghitungkan prinsip biaya dan

hasil (coast and benefit principle).

4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau

kemampuan daya kerja dari bahan-bahan penegak hukum, yaitu jangan

sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting).

Kebijakan untuk menggunakan sarana-saran penal policy ini didalam

menanggulangi tindak pidana perdagangan orang ini pada dasarnya sangat

menitik beratkan kepada tindakan represif. Hukuman yang sangat berat diberikan

kepada para tersangka pelaku tindak pidana perdagangan orang, hal ini juga

merupakan upaya penanggulangan kepada orang lain yang mungkin ada niat

untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang ini agar mengurungkan niat

perbuatannya dan tidak akan berani melakukan hal tersebut, dikarenakan adanya

hukuman yang berat yang akan diberikan.

Penerapan penal ini harus mempunyai pengaruh yang efektif untuk

mencegah sebelum terjadinya kejahatan perdagangan orang ini. Upaya untuk

mendapatkan jawaban dari permasalahan diatas ini dapat dikaitkan dengan tujuan

dari pemidanaan dapat diruaikan berdasarkan tujuan retributive, deterrence,

treatment, dan sosial defence, adapun penjelasan dari tujuan ini yaitu:

1. Teori Retributif.

Teori Retributif memberikan penjelasan bahwa dalam tujuan pemidanaan

(23)

(pembenaran secara moral) karena pelaku kejahatan dapat dikatakan layak untuk

menerimanya atas kejahatan yang dilakukan olehnya.

Teori ini melegitimasi pemidanaan sebagai sarana pembalasan atas

kejahatan yang telah dilakukan oleh seseorang, kejahatan dipandang sebagai

perbuatan yang amoral dan asusila didalam masyarakat, oleh karena itu pelaku

kejahatan harus dibalas dengan menjatuhkan hukuman pidana. Tujuan

pemidanaan dilepaskan dari tujuan apapun, sehingga pemidanaan hanya

mempunyai satu tujuan, yaitu pembalasan.66

Romli Atmasasmita mempunyai pandangan pembenaran penjatuhan

pidana terhadap pelaku kejahatan dalam teori retribut ini sebagai berikut:

a. Dijatuhkan pidana akan memuaskan perasaan balas dendam dari si korban,

baik perasaan adil bagi dirinya, temanya, maupun keluarganya. Perasaan

ini tidak dapat dihindari dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh

tidak menghargai hukum. Tipe aliran retributive ini disebut vindicative;

b. Penjatuhan pidana dimaksudkan sebagai peringatan kepada pelaku

kejahatan dan anggota masyarakat yang lainya bahwa setiap perbuatan

yang merugikan orang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain

secara tidak wajar, maka akan menerima ganjaranya, tipe aliran retributive

ini disebut fairmess;

c. Pidana dimaksudkan untuk menunjukan adanya kesebandingan antara

beratnya suatu pelanggaran dengan pidana yang dijatuhkan. Tipe aliran ini

disebut proportionality.

66

(24)

2. Teori Deterrence.

Pengertian “deterrence” menurut Zimrig dan Hawking digunakan lebih

terbatas pada penerapan hukuman pada suatau kasus, dimana ancaman

pemidanaan tersebut membuat seseorang merasa takut dan menahan diri untuk

melakukan kejahatan. Tujuan pemidanaan sebagai deterrence effect sebenarnya telah menjadi sarana yang cukup lama dalam kebijakan penganggulangan

kejahatan karena tujuan deterrence ini berakar aliran klasik tentang pemidanaan. Tujuan pemidanaan sebagai deterrence effect ini, dapat dibagi menjadi pencegahan umum (General deterrence) dan pencegahan khusus (individual or special deterrence). Tujuan pemidanaan untuk prevensi umum diharapkan memberikan peringatan kepada masyarakat supaya tidak melakukan kejahatan.

Prevemsi umum ini menurut Van Veen mempunyai 3 fungsi yaitu menegakkan

wibawa pemerintah, menegakan norma dan membentuk norma, prevensi khusus

dimasukkan bahwa dengan pidana yang dijatuhkan, memberikan deterrence effect

kepada sipelaku sehingga tidak menangulangi perbuatan kembali. Sedangkan

fungsinya perlindungan kepada masyarakat memungkinkan bahwa dengan pidana

pencabutan kebebasan selama beberapa waktu, maka masyarakat akan terhindar

dari kejahatan yang mungkin dilakukan oleh pelaku.67 3. Teori Treatment.

67

(25)

Treatment sebagai tujuan pemidanaan dikemukakan oleh aliran positif yang berpendapat bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan kepada pelaku

kejahatan, bukan pada perbuatanya, namun pemidanaan yang dimaksud oleh

aliran ini adalah untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitasi) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. Argument aliran ini dilandaskan pada alasan bahwa pelaku kejahatan adalah orang

yang sakit sehingga perlu adanya tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation).

Paham rehabilitasi sebagai tujuan pemidanaan dalam perjalanan tidak lah

semulus yang diperkirakan karena paham ini juga banyak menuai kritikan.

Kritikan pertama ditujukan pada kenyataanya bahwa hanya sedikit negara yang

mempunyai fasilitas untuk penerapan program rehabilitas pada tingkat dan

kebijakan yang menekankan tentang penggunaan tindakan untuk memperbaiki

atas nama penahanan, kritikan. Kedua adanya tuduhan yang serius bahwa

pendekatan yang digunakan oleh paham rehabilitasi adalah pendekatan yang

mengundang tirani individu dan penolakan hak asasi manusia. Misalnya dalam hal

proses rehabilitasi ini tidak seorang pun yang dapat memprediksi berapa lama

pengobatan akan berlangsung ketika seorang tahanan segera diserahkan kepada

dokter untuk disembuhkan atau diobati sebelum tahanan itu dibebaskan.68 4. Teori Sosial Deference.

Sosial deference adalah aliran pemidanaan yang berkembang setelah PD II

dengan tokoh terkenalnya adalah Filipo Gramatica, yang pada tahun 1945

68

(26)

mendirikan pusat studi perlindungan masyarakat. Dalam perkembangan

selanjutnya pandangan sosial deference ini terpecah menjadi dua aliran, yaitu

aliran yang radikal (ekstrim) dan aliran yang moderat (reformis).

Pandangan yang radikal dipelopori dan dipertahankan oleh Filipo

Gramatica, yang salah satu tulisanya berjudul “The Fight Against Punishment”

(La Lotta Contra La Pena). Gramatica berpendapat bahwa: hukum perlindungan sosial adalah mengintegrasikan individu kedalam tertib sosial dan bukan

pemidanaan terhadap perbuatanya. Menurut Marc Ancel, tiap masyarakat

mensyaratkan adanya tertib sosial, yaitu seperangkat peraturan-peraturan yang

tidak hanya sesuai dengn kebutuhan untuk kehidupan bersama, tetapi sesuai

dengan aspirasi warga masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, peranan yang

besar dari hukum pidana merupakan kebutuhan yang tidak dapat diletakkan bagi

suatu system hukum. Beberapa konsep pandangan moderat:

a. Pandangan moderat bertujuan mengitegrasikan ide-ide atau

konsepsi-konsepsi perlindungan masyarakat kedalam konsepsi-konsepsi baru hukum pidana.

b. Perlindungan individu dan masyarakat tergantung pada perumusan yang

tepat mengenai hukum pidana dan ini tidak kurang pentingnya dari

kehidupan masyarakat itu sendiri.

c. Dalam menggunakan system hukum pidana aliran ini menolak

penggunaan fiksi-fiksi dan teknis-teknis yuridis yang terlepas dari

kenyataan sosial. Ini merupakan reaksi terhadap legisme dari aliran klasik.

(27)

positif dengan paham rehabilisionisnya.69

1. Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan Dalam Perkara No.

1913/Pid.SUS/2015/PN Mdn dan No.741/Pid.Sus/2016/PN Mdn.

a. Putusan No. 1913/Pid.SUS/2015/PN Mdn.

1) Posisi Kasus

Bahwa pada hari Rabu tanggal 18 maret 2015 sekira pukul 02.00 Wib,

saksi korban Nindi elfira als nindi menerima Sms dari terdakwa farida hanum als

bunda denga nisi Sms “nindi ini ada job dugem di elegan tapi jumpanya di Hotel

Asean dikasih uang Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah), nindi mau gak kalua mau

kabarin” awalnya saksi korban tidak mau akan tetapi saksi korban selalu di Sms

oleh terdakwa denga nisi yang sama dan kemudian terdakwa kembali Sms saksi

korban dengan mengatakan “cepatlah kabari ini ada job jelas”. Lalu saksi korban

dijemput oleh terdakwa didepan Jl.tirtosari, selanjutnya saksi korban san terdakwa

pergi kerumah saksi Tessa di jl.Denai Gg, Bilal Medan denai untuk mengantikan

baju, kemudian saksi korban, terdakwa, dan saksi tessa pergi ke Hotel Asean

dengan menggunakan sepeda motor Yamaha Mio dengan nomor Polisi BK 5618

AES dan setibanya di Hotel Asean saksi korban diberi uang sebesar

Rp.800.000,-(delapan ratus ribu rupiah) per Short Time oleh terdakwa farida hanum, bahwa

terdakwa mendapat uang dari laki-laki yang memesan saksi korban nindi elfira

untuk job Dugem sebesar Rp.1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) yang

mana uang tersebut untuk terdakwa Rp.500.000.-(lima ratus ribu rupiah) dan

terdakwa serahkan kepada saksi korban nindi elfira sebesar Rp.800.000,-(delapan

ratus ribu rupiah) dan sisanya sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah)

69

(28)

terdakwa pergunakan untuk belanja makanan dan rokok, selanjutnya pada saat

terdakwa dan saksi korban nindi elfira langsung ditangkap oleh petugas kepolisan

dan dibawa ke polda sumut guna diproses.

2) Dakwaan

Terdakwa didakwakan dengan dakwaan alternative yaitu sebagai berikut :

a) KESATU pasal 2 ayat (1) UU RI No.21 tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

b) KEDUA pasal 10 UU RI No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang.

c) KETIGA pasal 82 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak.

d) KEEMPAT pasal 83 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak.

3) Tuntutan

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah:

a) Menyatakan terdakwa Farida Hanum bersalah sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam pasal 2 ayat (1) UU RI No. 21 tahun 2007

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

b) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama

5 (lima) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan

denda sebesar Rp.120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah)

subsidair 2 bulan kurungan

(29)

(1).Satu unit HP merek Mito warna putih, nomor imei

1;355138008510611 dan imei 2 3555138006510629,

dikembalikan kepada pemiliknya nindi elfira als nindi

(2).Satu unit hp merk Samsung warna hitam, nomor imei

352505/843635/3 dirampas untuk dimusnahkan

(3).Uang tunai rp.1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)

dikembalikan kepada saksi Edison Sitepu

(4).Menyatakan agar terdakwa dibebani untuk membayar ongkos

perkara sebesar Rp.1.000,- (seribu rupiah)

4) Fakta hukum

a) Terdakwa ditangkap polisi pada hari rabu 18 maret 2015 sekira jam

01.30 wib bertempat di Hotel Asean di jl. Adam Malik medan bersama

saksi nindi dan saksi tessa;

b) Awalnya terdakwa mendapat telpon dari seseorang yang mencari

perempuan penghibur dan minta diantar ke Hotel Asean ;

c) Terdakwa meng-SMS saksi korban nindi yang sudah dikenalnya untuk

pergi dugem dengan bayaran Rp.800.000,- berulang-ulang sehingga

saksi nindi mau;

d) Sekira jam 22.00 wib terdakwa menjemput nindi dengan sepeda motor

di rumah nya dan terdakwa membawa nindi kerumah anaknya yang

bernama tessa, sampai disana terdakwa meminjam baju dari saksi tessa

untuk di pakai oleh nindi, kemudia mereka pergi keHotel Asean dengan

(30)

e) Sesampainya dihotel terdakwa bertemu dengan orang yang memesan,

dan diberikan uang sejumlah Rp.1.500.000,- sesuai kesepakatan

terdakwa memberi uang kepada nindi Rp.800.000,- dan Rp. 500.000,-

untuk terdakwa dan Rp.200.000,- untuk beli rokok dan minuman;

f) Saat berada diloby terdakwa ditangkap polisi yang berpakaian preman

dan selanjutnya dibawa ke polda bersama dengan nindi, tessa dan

barang bukti.

5) Putusan

a) Menyatakan terdakwa Farida Hanum als Bunda tersebut telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan “Tindak Pidana

Perdagangan Orang”;

b) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut oleh karena itu dengan

pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar

Rp.120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dengan ketentuan

apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan

selama 2 (dua) bulan;

c) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

d) Menetapkan terdakwa tetap ditahan;

(31)

(1).Satu unit HP merek Mito warna putih, nomor imei

1;355138008510611 dan imei 2 3555138006510629,

dikembalikan kepada pemiliknya nindi elfira als nindi

(2).Satu unit hp merk Samsung warna hitam, nomor imei

352505/843635/3 dirampas untuk dimusnahkan

(3).Uang tunai rp.1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)

dikembalikan kepada saksi Edison Sitepu

(4).Satu unit sepeda motor Yamaha Mio GT 125 BK 56118 AES

warna hitam, nomor rangka MH32SV00AEJ092545

dikembalikan kepada saksi Tessa Aditia;

(5).Membebankan kepada terdakwa membiayai perkara sejumlah

Rp.1.000,- (seribu rupiah).

6) Analisis Hukum Pidana dan Kriminologi.

Dalam putusan pengadilan Negeri Medan 1913/Pid.Sus/2015/PN Mdn

Jaksa Penuntut Umum mendakwakan terdakwa Farida Hanum dengan dakwaan

alternative yaitu dakwaan pertama Pasal 2 (1) UU RI No. 21 tahun 2007 tentang

Tindak Pidana Perdagangan Orang, dakwaan kedua Pasal 10 UU RI No.21 tahun

2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dakwaaan ketiga Pasal 82 UU

RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dakwaan keempat Pasal 83 UU

RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dilihat dari dakwaan Jaksa

Penuntut Umum sudah jelas bahwa terdakwa Farida Hanum ada melakukan

kejahatan Perdagangan Orang. Maka dari itu Jaksa Penuntut Umum menuntut

(32)

Perdagangan Orang, dalam hal ini dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum

sudah seseuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa.

Dalam putusan hakim, hukuman yang dijatuhi oleh Majelis Hakim kepada

terdakwa Farida Hanum sudah sesuai dengan tuntutan dari jaksa penuntut umum

yakni Pasal 2 (1) UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan

Orang mengatur tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Hukuman yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa lebih rendah dari hukuman

yang dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum, dimana Jaksa Penuntut Umum

menuntut dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dikurangi selama terdakwa

Farida Hanum berada dalam tahanan. Sedangkan dalam putusan hakim, terdakwa

dijatuhkan pidana penjara selama 4 (empat) tahun. Majelis hakim dalam hal ini

memutuskan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hakim yang telah dianalisis

hakim. Hal-hal yang dijadikan hakim sebagai dasar pertimbangan dalam putusan

ini adalah

Keadaan yang memberaratkan:

a) Perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam

pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;

b) Korban di perbuatan terdakwa adalah anak-anak;

Keadaan yang meringankan

a) Terdakwa bersikap sopan dan mengakui terus terang atas perbutanya di

persidangan;

(33)

Terlihat dalam keempat pertimbangan hakim diatas, maka penjatuhan

hukuman oleh majelis hakim kepada terdakwa terdakwa Farida Hanum sudah

tepat, mengigat perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah

dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

Dengan pemidanaan terhadap terdakwa, diharapkan dapat menjadi salah

satu upaya sebagai perbaikan terhadap dirinya dan manusia yang baik dan berguna

ketika terdakwa berbaur kembali kemasyarakat. Selaras dengan itu pemidaan

terhadap terdakwa sesuai dengan system kemasyarakatan dimana pemidanaan

sebagai upaya untuk menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatanya dan

mengembalikanya menjadi warga masyarakat terutama menjadi seorang ibu yang

baik bagi anak-anaknya dan keluarganya, dan menjadikan terdakwa sebagai

seorang yang taat kepada hukum dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial

dan agama sehingga dapat tercapainya kehidupan masyarakat yang aman tertib

dan damai.

Dilihat dari perspektif kriminologi, maka didalam kasus Nomor:

1913/Pid.SUS/2015/PN Mdn adanya beberapa faktor yakni faktor keluarga, faktor

ekonomi, faktor pendidikan, dan faktor lingkungan. Dimana faktor lingkungan

adalah faktor yang sangat dominan dalam kasus ini. Terdakwa melibatkan anak

kandungnya yang bernama Tessa agar mengantar terdakwa dan Nindi ke Hotel

Asean. Dalam hal ini faktor keluarga juga turut mendukung terjadinya Tindak

Pidana Perdagangan Orang dimana terdakwa menjalankan kejahatannya dengan

melibatkan anak kandungnya sendiri dengan cara meminta antar ke Hotel Asean.

(34)

karena sering main dirumah terdakwa dan saksi korban nindi sudah tidak lagi

sekolah sejak SD kelas 3 karena tidak mampu. Dari keterangan tersebut ditariklah

kesimpulan bahwa penyebab saksi korban mau diperdagangankan oleh terdakwa

dikarenakan ada faktor lingkungan, faktor ekonomi dan faktor pendidikan. Faktor

lingkungan yang salah menyebabkan Nindi sering pergi main kerumah terdakwa

yang berujung pada maunya Nindi untuk diperdagangkan oleh terdakwa dengan

iming-iming imbalan dikarenakan nindi juga bukan lah orang yang mampu. Selain

itu didukung oleh faktor Pendidikan yang minim dimana Nindi sudah berhenti

sekolah dan Nindi hanya sekolah sampai dengan SD kelas 3. Dikarenakan faktor

Pendidikan yang kurang menjadikan membuat pola pikir Nindi yang masih

berusia 14 tahun tidak bisa berfikir secara dewasa dan tidak tahu apa yang

diperbuatnya ada salah.

Faktor teknologi juga menjadi sarana untuk mempermudah bagi seorang

terdakwa untuk mencari dan mendapatkan perempuan untuk di perdagangkan jasa

seksnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa dampak negatif dari perkembangan

teknologi termasuk teknologi gadget dapat disalahgunakan oleh pelaku Tindak

Pidana Perdagangan Orang.

b. Putusan Nomor: 741/Pid.Sus/2016/PN Mdn

1) posisi kasus.

Bahwa pada hari minggu terdakwa abdul azis als ummi dihubungi oleh

Muhammad azhar (berkas perkara terpisah) melalui telephone dan meminta

terdakwa untuk menjemputnya dari Ayahanda jl. Legenda Medan untuk

(35)

menjemput Muhammad azhar dengan menggunakan mobil Swiff dengan Plat

nomor BK 238 GS, setelah terdakwa dan Muhammad azhar berada didalam mobil

terdakwa, kemudian Muhammad azhar menanyakan kepada terdakwa dengan

ucapan “ummi ada kenal cewek ?” dan terdakwa menjawab “ada” dan

Muhammad azhar menanyakan kembali “kenal dengan mereka?” dan terdakwa

menjawab “kenal” selanjutnya terdakwa memberikan HP nya kepada Muhammad

azhar untuk langsung BBM sendiri kepada Suci Mauliya als Putri dan setalah Suci

di BBM kemudian terdakwa menghubungi Sartika Veronika als Alya dan

memberitahukan kepadanya untuk dating ke Inul Vista untuk menemani Karaoke

dan setelah terdakwa dan Muhammad azhar tiba di Inul Vista terdakwa sudah

melihat Feby dating terlebih dahulu dan langsung diantar ke atas lantai dua untuk

diantarkan ke room (ruang karaoke) untuk ditemukan dengan tamu yang mesan

kepada terdakwa dan Muhammad azhar, namun pada saat itu posisi terdakwa

sedang berada dibawah lobi Inul Vista dan setalah itu dating perempuan yang

bernama Sartika Veronika dan saat itu dijemput oleh Muhammad azhar yang

turun dari atas lantai dua dan setelah itu Sartika Veronika juga diantarkan oleh

Muhammad Azhar ke room dan berikutnya datang Suci Maulya juga dijemput

oleh Muhammad azhar dan diantar ke lantai dua untuk bergabung di room, dan

saat itu ketika Muhammad azhar menjemput putri naik kelantai dua terdakwa

mengikutinya hingga ke room dan saat itu terdakwa sempat memesan rokok dan

baru sebentar terdakwa diroom terdakwa langsung turun lagi kelobi bawah dan

tida berapa lama kemudian datang lagi perempuan yang bernama Julia Hartika als

(36)

dan kemudian langsung dilakukan penggerebekan di Inul Vista room 203 lantai 2

ditempat terdakwa, Muhammad azhar beserta 3 perempuan dan 2 orang tamu

yang memesan kepada Muhamaad Azhar dan terdakwa.

2) Dakwaan

Terdakwa di dakwakan dengan dakwaan alternatif yaitu sebagai berikut:

a) KESATU pasal 2 (1) UU RI No. 21 tahun 2007 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

b) KEDUA Pasal 296 KUHP.

3) Tuntutan

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah:

a) Menyatakan terdakwa Abdul Azis als Ummi telah terbukti bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 296

KUHP.

b) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara

selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam

tahanan sementara

c) Menetapkan bahwa barang bukti berupa : 1 (satu) unit handphone

merk samsung grand duos warna hitam, 1 (satu) unit handphone

merk Samsung GT-E1195 warna hitam dengan sim card

082277028631, 1 (satu) unti handphone merk blackberry tourch

9800 warna hitam dengan sim card 081264284788, 1 (satu) unit

handphone merk Samsung A-3 warna putih dengan IMEI

(37)

terbungkus untuk dimusnahkan, 20 (dua puluh) lembar uang

pecahan Rp.100.000,-, sebesar Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah)

dikembalikan kepada saksi Agus Riadi, 1 (satu) unti mobil Suzuki

Swift nomor polisi BK 293 GS warna hitam metallic nomor rangka

MHYEZC21CAJ-115281 dan nomor mesin M15AIA-6156560

kunci kontak digunakan dalam perkara Muhamaad Azhar

d) Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya perkara

sebesar Rp.1.000 (seribu rupiah)

4) Fakta Hukum

a) Saksi Wijaya Kusuma berpura-pura menjadi lelaku hidung belang

yang memesan wanita kepada Muhammad azhar, dan Muhammad

azhar mengirim poto-poto wanita yang sudah disediakan dimana

harga perempuan 1 orang tarifnya adalah Rp.2.000.000,- (dua juta

rupiah) sekali pakai (short time) untuk berhubungan sex dan

sedangkan untuk menemani karaoke tarifnya Rp.1.200.000,- (satu

juta dua ratus ribu rupiah) dan apabila tida jadi memakai wanita

tersebut maka harus membayar uang fee sebesar Rp.500.000,-

(lima ratus ribu rupiah) kepada Muhammad azhar

b) Muhammad azhar menghubungi terdakwa untuk menjemput saksi

di kos temanya di Jl. Gatot Subroto daerah ayahanda ke karoeke

Inul Vista dan terdakwa datang dengan mengendarai Suzuki Swiff

miliknya dan didalam mobil saksi Muhammad azhar menanyakan

(38)

perempuan yang dapat digunakan jasa seksnya dengan pembayaran

sejumlah uang, lalu terdakwa mengatakan ada

c) Saksi Muhamad azhar berjanji kepada terdakwa Abdul azis

memberikan bayaran Karena sudah membantu menyediakan

perempuan untuk dijual jasa seksnya, untuk upah menjemput yaitu

perorangnya Rp.50.000,-(lima puluh ribu), dan untuk dua orang

perempuan yang disediakan Terdakwa mendapat upah

Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).

5) Putusan

a) Menyatakan Terdakwa Abdul Azis als Ummi terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana

sebagaimana diatur dalam pasal 296 KUHP;

b) Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh Karena itu dengan

pidana penjara selama 9 (Sembilan) bulan;

c) Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah

dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang

dijatuhkan;

d) Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;

e) Menetapkan barang bukti berupa:

(1).1 (satu) unit handphone merk Samsung Grand duos warna

hitam;

(2).1 (satu) unit handphone merk Samsung GT-E1195 warna

(39)

(3).1 (satu) unit handphone merk Blackberry Tourh 9800

warna hitam dengan sim card 081264284788;

(4).1 (satu) unit handphone merk Samsung A-3 warna putih

dengan IMEI 357572/06/157703/4 serta Kondom

laki-laki 52 mm dalam keadaan masih terbungkus;

(5).Uang pecahan Rp.100.000,- sejumlah Rp.2.000.000 (dua

juta rupiah), dikembalikan kepada kepada saksi Agus

Riadi

(6).1 (satu) unit mobil Suzuki Swif nomor polisi BK 293 GS

warna hitam metallic nomor rangka

MHYEZC21CAJ-115281 dan nomor M151A1A-615650 kunci kontak,

masing-masing dikembalikan kepada Jaksa Penuntut

Umum untuk dipergunakan dalam perkara atas nama

Terdakwa Muhamad Azhar;

(7).Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara

sejumlah Rp.1.000. (seribu rupiah)

6) Analisis Hukum Pidana dan Kriminologi

Dalam kasus diatas No: 741/Pid.Sus/2016/PN Mdn atas nama Terdakwa

Abdul Azis als Ummi dimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum dinilai kurang tepat

dikarenakan jaksa mendakwakan terdakwa dengan dakwaan alternatif yaitu pasal

2 ayat (1) UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Perdagangan Orang dan Pasal 296 KUHP. Kedua pasal dalam dakwaaan Jaksa

(40)

lagi dakwaan lain yaitu pasal 10 UU RI No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi “setiap orang yang membantu

atau melakukan percobaan untuk melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang,

dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3,

pasal 4, pasal 5, dan pasal 6”. Hal tersebut bahwa mengingat Muhammad Azhar

(dalam berkas terpisah) adalah orang yang dikenal di lingkungan nya sebagai

seorang Trafficker dan sedangkan Terdakwa Abdul Azis hanya membantu Muhammad Azhar untuk mencarikan wanita agar dapat diperdagangankan jasa

seksnya kepada orang yang memesan kepada Muhammad Azhar, maka dari segi

dakwaan penulis tidak setuju dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Dari

peranan Terdakwa maka perlu ditambahkan dakwaan dengan pasal 10 UU RI

No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Apabila Jaksa Penuntut Umum menuntut agar Terdakwa dijerat dengan

Pasal 296 KUHP patut diduga Jaksa Penuntut Umum kurang memahami

perbedaan antara pasal 296 KUHP yang menyatakan “barang siapa dengan

sengaja menyebabkan atau memudahkan cabul oleh orang lain dengan orang lain,

dan menjadikanya sebagai pencaharian atau kebiasaan” dengan pasal 10 UU RI

No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

yang menyatakan “setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk

melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dipidana dengan pidana yang

sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5, dan pasal 6”.

Bahwa keterangan terdakwa Abdul azis dan Muhammad Azhar bahwa

(41)

seorang lelaki hidung belang meminta perempuan kepada Muhammad azhar dan

terdakwa mengatakan “Ada” dan membantu melakukan Tindak Pidana

Perdagangan Orang Ini.

Berdasarkan fakta-fakta hukum dalam kasus ini, jelas bahwa sebenarnya

kandungan dari pasal 10 UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Perdagangan Orang unsurnya sangat terpenuhi, akan tetapi sulit dipahami

apa yang menjadi alasan Jaksa Penuntut Umum tidak memasukkan pasal ini

kedalam dakwaannya. Putusan dari majelis hakim, juga dianggap tidak sesuai

dengan perbuatan terdakwa. Seharusnya majelis hakim tidak mengabulkan

tuntutan dari jaksa penuntut umum, Karena kasus ini adalah murni Tindak Pidana

Perdagangan Orang, hakim seharusnya menjatuhkan terdakwa dengan pasal 2

ayat (1) UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang

sekalipun si terdakwa hanya membantu melakukan Perdagangan Orang yang

dilakukan oleh Muhammad Azhar, selain hal tersebut jika dilihat dari segi

hukumannya sendiri pasal 10 mengatakan sangsi pidana membantu melakukan

tindak pidana perdagangan orang adalah sama sebagaimana diatur dalam pasal 2,

pasal 3, pasal 4, pasal 5, dan pasal 6.

Harus diingat secara normative, tidak ada satu pun pasal di dalam KUHAP

(UU No.8 tahun 1981) yang mengharuskan hakim memutus pemidanaan sesuai

(42)

pemidanaan sesuai dengan pertimbangan hukum dan nuraninya atau yang sering

disebut sebagai Ultra Petita.70

Dalam perspektif kriminologi terhadap kasus nomor 741/Pid.Sus/2026/PN

Mdn ini maka dapat diambil kesimpulan yang sama bahwa faktor lingkungan,

faktor ekonomi dan faktor perkembangan teknologi adalah faktor yang dominan

didalam kasus ini. Faktor lingkungan dimana lingkungan tempat seseorang tinggal

dan bergaul dengan orang lain sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang.

Lingkungan yang baik akan membawa membawa pengaruh baik sebaliknya jika

lingkungan yang tidak baik akan membawa dampak negative, terlihat dari

pertemanan antara terdakwa dengan Muhammad azhar yang bisa dikatakan salah

pergaulan dikarenakan Muhammad azhar adalah seorang trafficker yang sering

merekrut perempuan-perempuan untuk diperjual kan ke laki-laki hidung belang,

terdakwa diminta untuk menyediakan perempuan untuk di pakai jasa seks nya

dengan perintah dari Muhammad azhar.

Faktor ekonomi terlihat jelas dimana terdakwa di janjikan oleh

Muhammad Azhar diberikan Uang imbalan untuk Rp.50.000 untuk setiap 2

perempuan yang dia sediakan sebagai imbalan, jelas ekonomi adalah salah satu

pendorong di terdakwa untuk melakukan tindak pidana ini.

Diera globalisasi ini perkembangan teknologi banyak dipergunakan oleh

para penjahat-penjahat untuk melancarkan aksi keji nya dengan berbagai cara.

Ditarik jugalah kesimpulan bahwa faktor teknologi turut mendukung, dengan

demikian pada kasus ini peranan teknologi dimanfaatkan untuk merekrut dan

70

(43)

menawarkan perempuan-perempuan yang akan di jual jasa seksnya melalui

aplikasi BBM.

2. Upaya Non Penal.

Penangulangan kejahatan tidak dapat diselesaikan hanya dengan

penerapan hukum pidana, karena hukum pidana memiliki keterbatasan. Terdapat

dua sisi keterbatasan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan.

1) Dari sisi terjadinya kejahatan. Kejahatan sebagai suatu masalah yang

berdimensi sosial dan kemanusiaan disebabkan faktor yang kompleks dan

berada diluar jangkauan hukum pidana. Jadi, hukum pidana tidak akan

mampu melihat secara mendalam akar persoalan kejahatan jika tidak

dibantu oleh disiplin ilmu lain. Oleh karena itu, hukum pidana harus

terpadu dengan pendekatan sosial.

2) Dari hakikat berfungsinya hukum pidana itu sendiri. Penegakan hukum

pidana pada hakikatnya hanya obat sesuai dengan penanggulangan gejala

semata dan bukan alat penyesuaian yang tuntas dengan menghilangkan

sumber penyakitnya. Hukum pidana dianggap berfungsi setelah kejahatan

terjadi sehingga hukum pidana tidak mempunyai efek pencegahan sebelum

terjadinya kejahatan.

Menurut pandangan dari sudut politik criminal secara makro, non penal

merupakan kebijakan penangulangan tindak pidana yang paling strategis. Hal itu

dikarenakan non penal lebih bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya

suatu tindak pidana. Sasaran utama non penal adalah menanggani dan

(44)

pidana. Dalam upaya ini diperlukan adanya kerjasama yang baik dari aparat

pemerintah, penegakan hukum, dan juga masyarakat dalam mencegah terjadinya

kejahatan, dalam hal ini kejahatan perdagangan orang.

Pendekatan non penal yaitu pendekatan pencegahan kejahatan tanpa

menggunakan saran pemidanaan yaitu dapat dilakukan dengan berbagai

pencegahan dibidang ekonomi, pendidikan, desain lingkungan ataupun

strategi-strategi lain yang dapat membatasi ruang gerak pelaku kejahatan.

Tuntutan dibidang perekonomian dalam kehidupan sering menjadi faktor

yang berkolerasi dengan terjadinya kejahatan. Program pencegahanya yang dapat

dilakukan antara lain dapat berupa:71

1) Memperluas kesempatan kerja bagi para pemuda;

2) Memperluas kesempatan kerja bagi pelaku dan mantan pelaku kejahatan;

3) Menghilangkan penghalang bagi mantan pelaku kejahatan untuk bekerja;

4) Menciptakan program tenaga kerja publik;

5) Memperluas kesempatan kerja bagi para mantan pemakai napza;

6) Usaha menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan

masyarakat di area yang miskin;

7) Dukungan terhadap usaha kecil.

Pendidikan melalui lembaga sekolah dapat mempengaruhi seseorang

untuk mencegah terjadinya kejahatan kepada siswa-siswanya melalui peningkatan

kepekaan siswa terhadap lingkungan kehidupannya, baik keluarga, kelompok

belajar, maupun lingkungan tempat tinggalnya. Lebih dari itu, sekolah harus

71

(45)

melibatkan diri dalam pennangulangan kejahatan mulai dari tahun-tahun ajaran

baru dengan cara mendata secara komprehensif informasi tentang siswa baik

identitas dan latar belakang kehidupan mereka. Dengan demikian diharapkan

sekolah dapat merumuskan kebijakan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan

siswanya. Oleh karena itu. Beberapa program yang dapat dilakukan sekolah antara

lain:

1) Mengadopsi program-program guru untuk para orang tua siswa;

2) Mengajarkan dan menerapkan proses demokrasi dan sikap yang adil dalam

aktivitas sekolah;

3) Menuntaskan kebuta hurufan semenjak pendidikan dasar;

4) Menyiadakan pelayanan Bahasa khusus untuk siswa-siswa yang berbeda

budaya;

5) Mengembangkan program-program penyiapan karir disekolah;

6) Menyediakan dukungan terhadap pelayanan yang efektif disekolah;

7) Menawarkan program pendidikan alternative bagi siswa yang sering

berperilaku menyimpang;

8) Membuka sekolah seluas-luasnya untuk aktivitas kemasyarakatan;

9) Mengadopsi merit policy pelatihan dan promosi untuk guru-guru.

Pendidikan agama dan moral terhada seseorang merupakan upaya yang

sangat ampuh untuk penerapan non penal ini. Dalam hal ini adalah bagaimana

menciptakan komunitas masyarakat yang religious sesuai dengan agama dan

kepercayaan masing-masing sehingga dapat mendorong anggota masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

sengketa yaitu bagian dan hak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh ayah angkatnya dengan jalan wasiat wajibah; Menimbang bahwa oleh karena itu, Penggugat sebagai anak angkat

respected and applied in connection with forest management rights, access to forest resources, sharing of benefits, etc. National Law No. - Approved ILO Convention 169 on

Setelah Plant selesai dibuat maka dilakukan pengecekan dengan menggunakan sensor tekanan yang akan digunakan. Berdasarkan percobaan yang.. telah dilakukan pada Boiler maka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Privasi, Kepercayaan, Keamanan, Reputasi dan keinginan terhadap keputusan nasabah menggunakan fasilitas internet

Hal terpening dalam membangun kemitraan antara satuan PAUD, orang tua/wali, dan masyarakat agar dapat berjalan dengan baik dan benar adalah pemahaman semua warga sekolah

Hal terpening dalam membangun kemitraan antara sekolah, orang tua/ wali, dan masyarakat agar dapat berjalan dengan baik dan benar adalah pemahaman semua warga sekolah tentang

Siti Rahayu Hassan, Mohammad Syuhaimi Ab-Rahman, Aswir Premadi and Kasmiran Jumari. The Development of Heart Rate Variability Analysis Software for Detection of Individual

Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samping menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan,