BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Deskripsi Teori 2.1.1 Gas Bumi
Gas bumi adalah suatu campuran hidrokarbon dengan kandungan metana
sebagai komponen terbanyak. Gas bumi dijumpai dalam sumur (reservoir) ada yang bergabung dengan minyak bumi dikenal dengan associated gas. Dan ada juga sumur gas tanpa kandungan minyak bumi disebut non associated gas. Gas bumi sebagai associated gas sangat penting tidak hanya sebagai sumber energi tetapi juga sebagai bahan dasar untuk industri petrokimia.
Aktivitas pengeboran minyak akan menghasilkan gas ikutan (associated gas) yang tidak digunakan sehingga dalam prosesnya harus dibakar menjadi gas flare agar tidak meracuni dan membahayakan lingkungan sekitar. Gas ikutan tersebut harus dibakar dan dibuang karena tidak memiliki nilai ekonomi, jika
dibandingkan dengan produksi minyak.
Proses pembakaran dilakukan di flare stack berupa alat pembakar berbentuk vertikal untuk melindungi alat-alat proses dari kelebihan tekanan.
Instalasi ini dibuat sebagai sistem pengaman untuk menurunkan tekanan dalam
peralatan. Selain sebagai pengamanan, pembakaran gas flare bertujuan untuk meminimalisir pencemaran lingkungan karena apabila gas yang dibuang ke udara
tanpa dibakar terlebih dahulu tentunya memiliki dampak negatif bagi lingkungan
Pembakaran gas flare sebenarnya masih menghasilkan emisi gas CO2 yang tentunya mencemari lingkungan sekitar dan merupakan penyebab
utama terjadinya pemanasan global saat ini. Sehingga perlu dilakukan
pemanfaatan gas flare tersebut untuk menguragi dampak pencemaran lingkungan salah satunya adalah menjadikan gas flare sebagai sumber energi lain. Hal tersebut yang sekarang ini menjadi prioritas utama industri-industri migas, karena
pemanfaatan gas flare dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan serta menjadi sumber energi alternatif lainnya.
2.1.1.1 Pemanfaatan Gas Bumi
Secara garis besar pemanfaatan gas alam dibagi atas 3 kelompok yaitu:
1. Gas alam sebagai bahan bakar, antara lain sebagai bahan bakar
Pembangkit Listrik Tenaga Gas/Uap, bahan bakar industri ringan,
menengah dan berat, bahan bakar kendaraan bermotor (BBG), untuk
kebutuhan rumah tangga, hotel, restoran dan sebagainya.
2. Gas alam sebagai bahan baku, antara lain bahan baku pabrik pupuk,
petrokimia, metanol, bahan baku plastik seperti low density polyethylene (LDPE), linear low density polyethylene (LLDPE),
high density polyethylen (HDPE), poly ethylene (PE), poly vinyl chloride (PVC). Komponen C3 dan C4-nya untuk LPG. Komponen
CO2-nya untuk soft drink, dry ice pengawet makanan, hujan buatan,
3. Gas alam sebagai komoditas energi untuk ekspor, yakni Liquefied Natural Gas (LNG). Teknologi mutakhir juga telah dapat memanfaatkan gas alam untuk air conditioner.
Beberapa cara pemanfaatan gas bumi diantaranya adalah sebagai
berikut:
A. Gas Bumi sebagai Pembangkit Tenaga Listrik
Salah satu cara konversi gas menjadi listrik adalah menggunakan engine gas sebagai penggerak generator untuk memenuhi kebutuhan daya listrik. Engine
gas ini berfungsi sebagai prime mover (penggerak mula) untuk memutar generator sinkron sehingga generator dapat menghasilkan listrik. Engine gas dari generator bekerja sesuai dengan prinsip mesin pembakaran dalam (internal combustion engine), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Adapun urutan kerja engine gas menurut Sugito (2011) adalah sebagai berikut:
1. Bahan bakar natural gas masuk ke dalam ruang bakar, karena
substansinya berupa gas maka tidak diperlukan proses pengkabutan
melalui nozzle.
2. Tekanan gas dinaikkan sehingga temperaturnya naik, kemudian terjadi
pencampuran antara udara bahan bakar.
3. Spark plug akan memicu pengapian, sehingga terjadi proses pembakaran.
4. Energi hasil pembakaran akan mendorong piston bergerak secara
translasi.
5. Gerakan piston akan memutar poros engkol (flywheel) yang pada akhirnya akan memutar poros generator dan menghasilkan listrik.
Spesifikasi gas bumi yang digunakan untuk power plant menurut Mestika (2009) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spesifikasi Gas Bumi untuk Power Plant (Sumber: Mestika, 2009)
B. Liquid Petroleum Gas (LPG)
LPG terdiri dari campuran utama propana (C3H8) dan butana (C4H10) dan
beberapa fraksi C2 yang lebih ringan dan C5
Menurut spesifikasinya LPG dibagi menjadi tiga jenis yaitu: LPG
campuran, LPG propana, dan LPG butana. Propana merupakan senyawa alkana
tiga karbon (C
yang lebih berat. LPG merupakan
campuran dari hidrokarbon yang berbentuk gas pada tekanan atmosfir, namun
dapat diembunkan menjadi bentuk cair pada suhu normal dengan tekanan cukup
besar.
3H8) yang berwujud gas dalam keadaan normal, namun dapat
dikompresi menjadi cairan yang mudah dipindahkan. Butana adalah senyawa
alkana rantai lurus dengan empat karbon (C4H10
Tabel 2.2 Komposisi LPG Campuran Pertamina (Sumber: Handiko, 2013)
) sangat mudah terbakar, tidak
berwarna dan merupakan gas yang mudah dicairkan. Spesifikasi LPG yang
dipasarkan PT.Pertamina (Persero) merupakan LPG campuran dengan spesifikasi
yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Untuk mendapatkan spesifikasi gas komersial dibutuhkan fasilitas
pemurnian gas seperti separator, CO2 removal dan dehidrasi yang kompleksitas tergantung pada jumlah dan jenis komponen pengotor. Perolehan LPG dari
sumur. Gas bumi yang banyak mengandung komponen hidrokarbon menengah
(C3 dan C4) umumnya bisa menjadi umpan produksi LPG.
2.1.1.2 Faktor Mempengaruhi Pemanfaatan Gas
Menurut Handiko (2013) pemanfaatan gas flare dapat dilakukan dengan memperhatikan beberapa faktor:
1. Volume dan laju aliran gas
Laju produksi gas dinyatakan dalam satuan MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per Day) yang menunjukkan volume gas produksi setiap hari. Volume gas dipengaruhi oleh faktor tekanan dan suhu. Alat ukur volume gas disebut
Orifice Plate. Untuk menghitung serta kalkulasi aliran (flow rate) meter gas orifis, pada umumnya ada tiga parameter yang diukur yaitu: differential pressure,
...(2.1)
static pressure, dan temperatur dengan rumus persamaan sebagai berikut.
dimana:
Q = Laju aliran gas dalam kondisi dasar, cuft/jam (kondisi dasar untuk
temperatur 60 o C
F dan untuk tekanan = 14,73 psia).
I
h
= Konstanta aliran orifis.
w = Beda tekanan antara bagian hulu dan hilir dari orifis (in H2
P
O).
f
2. Komposisi gas
= Tekanan aliran gas (static pressure), psia.
Komposisi utama gas alam adalah metana (80%), sisanya adalah etana
komposisi tersebut, gas alam juga mengandung helium, nitrogen, karbondioksida
dan karbon-karbon lainnya. Salah satu alat yang digunakan untuk menentukan
persentase komposisi gas adalah Krimatograpi Gas.
Krimatografi gas adalah salah satu teknik pemisahan
komponen-komponen dalam campuran diantara fase diam dan fase gas. Ruang lingkup
aplikasi krimatografi gas adalah sampel-sampel yang mudah menguap, mudah
diuapkan dan tidak rusak karena panas. Komposisi relatif dihitung masing-masing
komponen dalam suatu campuran menggunakan rumus berikut.
%X1 = A x / ∑ x 100% ...(2.2)
dimana:
x = Salah satu komponen dari sebanyak n komponen
A = Luas puncak atau respon lain yang terukur.
3. Estimasi sisa cadangan gas
Sisa cadangan gas diperoleh berdasarkan peramalan umur produksi dan
peramalan cadangan minyak sisa. Metode yang digunakan untuk mengestimasi
cadangan reservoir salah satunya adalah menggunakan decline curve analysis. Metode decline curveanalysis merupakan metode untuk memperkirakan besarnya cadangan minyak berdasarkan data produksi pada periode waktu tertentu.
Pada prinsipnya peramalan jumlah cadangan minyak sisa dengan metode ini
adalah memperkirakan hasil ekstrapolasi atau penarikan garis lurus yang
diperoleh dari suatu grafik atau kurva yang dibuat berdasarkan plotting
antara data-data produksi terhadap waktu produksinya.
produksi atas dasar menjadi 3 jenis yaitu:
a. Exponential Decline.
Log rate produksi yang diplot terhadap waktu akan terjadi straight line
(garis lurus) pada kertas semilog, hal ini dinamakan dengan exponential decline yang mempunyai ciri khas penurunan produksi pada suatu interval waktu tertentu sebanding dengan laju produksinya. Kurva penurunan yang konstan
ini hanya diperoleh bila eksponen decline adalah nol (b=0). Secara matematis bentuk kurva penurunannya adalah:
q = qi e-Dt
dimana:
...(2.3)
q = laju produksi pada waktu t, BOPD (Barrel Oil Per Day). qi =laju produksi minyak pada saat terjadi decline
e = bilangan logaritma (2,718).
(initial), BOPD.
Di
t = waktu, hari.
= Initial nominal exponential decline rate, 1/waktu.
1. Nominal exponential declinerate-nya (Di) adalah:
Di
2. Laju Produksi (rate production) peramalan. = [ln (
�1 �)
� ] ...(2.4)
q = qi x e-Dt
3. Kumulatif produksi (Np).
...(2.5)
Np
4. Jika ekonomi limitnya diketahui (qabandonment) maka dapat diketahui umur produksi hingga batas perolehan akhir yaitu:
= (��−�)
ta
Data-data produksi terhadap waktu yang diplot pada kertas semilog tidak
membentuk dari lurus (straight line) tetapi akan melengkung, situasi ini biasanya dimodelkan dengan persamaan hyperbolic. Tipe kurva seperti ini, dikatakan sebagai hyperbolic decline dengan harga exponent decline (b) lebih dari 0 dan kurang dari 1 ( 0 < b < 1). Persamaan untuk Hyperbolic Decline adalah:
q = qi x( 1 + b + Di x t)1/-b
dimana:
...(2.8)
q = laju produksi pada waktu t, BOPD.
qi =laju produksi minyak pada saat terjadi decline
e = bilangan logaritma (2,718).
(initial), BOPD.
Di
t = waktu, hari.
= Initial nominal exponential decline rate, 1/waktu.
b = eksponen decline.
1. Nominal exponential declinerate-nya (Di) adalah:
Di
3. Jika ekonomi limitnya diketahui (qabandonment) maka dapat diketahui umur produksi hingga batas perolehan akhir yaitu:
c. Harmonic decline.
Bentuk harmonic decline curve merupakan bentuk khusus dari
hyperbolic decline dengan harga b=1. Hubungan laju produksi terhadap waktu secara matematis adalah:
q = qi x ( 1 + Di x t ) -1
dimana:
...(2.12)
q = laju produksi pada waktu t, BOPD.
qi =laju produksi minyak pada saat terjadi decline
e = bilangan logaritma (2,718).
(initial), BOPD.
Di
t = waktu, hari.
= Initial nominal exponential decline rate, 1/waktu.
b = eksponen decline.
1. Nominal exponential declinerate-nya ( Di ) adalah:
3. Jika ekonomi limitnya diketahui (qabandonment) maka dapat diketahui umur produksi hingga batas perolehan akhir yaitu:
and X2-Chisquare Test.
Metode Loss-Ratio
J.J. Arps (1944) mengembangkan teknik ekstrapolasi decline curve
dengan menggunakan Metode Loss-Ratio. Loss ratio didefinisikan sebagai laju produksi pada akhir periode waktu produksi dibagi dengan kehilangan produksi
(loss) selama periode tersebut (q/(dq/dt)), yaitu merupakan kebalikan dari decline rate dan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk keperluan ekstrapolasi dan identifikasi daripada jenis decline curve.
Langkah-langkah perhitungan eksponen decline (b) dengan metode
loss ratio adalah sebagai berikut:
1. Membuat tabulasi yang meliputi: nomor, waktu (t), dt, q (laju alir),
dq, a (loss ratio), da, dan b.
2. Untuk kolom dt (time), persamaannya: dt = t0 -
t1
3. Untuk kolom dq (bbl/time), persamaannya: dqn = q ...(2.16)
0 – q1
4. Untuk kolom a (loss ratio), persamaannya: a
...(2.17)
n = - �
(��
��)
R
5. Untuk kolom da, persamaannya: da ...(2.18)
n = a2 - a1
6. Untuk kolom b, persamaannya: b
...(2.19)
n = (��
��)R .
7. Mengulangi prosedur perhitungan pada langkah 3 sampai langkah 6
untuk menghitung data-data selanjutnya.
...(2.20)
yaitu:
b = | ∑ �
�����ℎ����|R ...(2.21)
4. Posisi dan Daya tampung konsumen
Posisi dan daya tampung konsumen mengindikasikan jarak dan kapasitas
konsumen akhir sebagai pengguna produk yang dihasilkan dari pemanfaatan gas flare. Konsumen dapat berupa industri kecil, industri petrokimia, domestik, dll.
2.1.2 Green Engineering
Green Engineering atau green productivity adalah suatu strategi untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dan performansi lingkungan secara
bersamaan di dalam pembangunan sosial-ekonomi secara menyeluruh (Asian
Productivity Organization, 2006).
Green productivity dapat diartikan sebagai produktivitas ramah lingkungan. Konsep green productivity menggabungkan upaya peningkatan produktivitas dan penanganan terhadap dampak lingkungan untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan. Green productivity adalah suatu strategi untuk meningkatkan produktivitas bisnis dan kinerja lingkungan pada saat
bersamaan dalam pengembangan sosial ekonomi secara keseluruhan.
Green Engineering atau Green Productivity mempunyai empat tujuan umum dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan ekonomi produksi
ketika diimplementasikan pada lantai produksi, yaitu:
2. Manajemen Material (Material Management). 3. Pencegahan Polusi (Pollution Prevention).
4. Peningkatan Nilai Produk (Product Enhancement).
Pendekatan pencegahan polusi berbeda dari pendekatan lingkungan
tradisional yang telah dilakukan. Salah satu inti prinsip organisasi untuk
pencegahan polusi adalah efisiensi. Tujuan pencegahan polusi adalah untuk
meminimalkan penggunaan, optimisasi penggunaan kembali atau daur ulang
material berbahaya. Pencegahan polusi tidak diatur dimana batasannya dengan
tujuan tunggal mencapai standar kualitas lingkungan. Kemudian, hal tersebut akan
meningkatkan kualitas lingkungan dengan memberikan perhatian pada bagaimana
material digunakan selama proses manufaktur. Adapun hierarki pencegahan polusi
dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Hierarki Pencegahan Polusi (Sumber: Greening the industrial facility, 2004)
Hirarki pencegahan polusi telah digunakan secara luas oleh perusahaan
dalam menangani pencegahan polusi. Dasar piramida menunjukkan dampak
terkecil pada lingkungan dan puncak piramida menunjukkan dampak terbesar
pada lingkungan. Pilihan yang paling sering dipilih yaitu pengurangan terjadinya
RELEASE
RECYCLE
REUSE
waste (reduce). Jika tidak memungkinkan, material harus digunakan (reuse) kembali dalam proses yang sama atau sejenis. Jika penggunaan kembali tidak
memungkinkan, maka material harus didaur ulang (recycle). Daur ulang berbeda dengan penggunaan kembali karena daur ulang biasanya disertai perubahan
bentuk material yang membutuhkan energi. Bila tidak ada pilihan lain yang cocok,
material tersebut harus dibuang atau dilepaskan ke lingkungan sebagai buangan
akhir.
2.1.3 Zero Routine Flaring
Zero Routine Flaring diperkenalkan oleh Bank Dunia dengan menyatukan pemerintah, perusahaan minyak, dan lembaga-lembaga pembangunan lainnya
untuk bekerja sama secara berkelanjutan menghilangkan aktivitas pembakaran
paling lambat tahun 2030. Inisiatif ini dilakukan agar pembakaran rutin tidak
melebar dengan alasan keamanan.
Pembakaran gas berkontribusi terhadap perubahan iklim dan dampak
lingkungan melalui emisi CO2, karbon hitam dan polutan lainnya. Hal ini juga
merupakan limbah sumber daya energi berharga yang masih dapat digunakan
untuk memajukan pembangunan berkelanjutan dari negara-negara produsen.
Pemerintah yang mendukung inisiatif Zero Routine Flaring akan memberikan investasi, peraturan, dan lingkungan operasi hukum yang kondusif
untuk pengembangan pasar yang layak dalam pemanfaatan gas. Hal ini akan
memberikan keyakinan dan insentif bagi perusahaan sebagai dasar investasi dalam
rencana pengembangan lapangan minyak baru dengan menggabungkan
pemanfaatan atau konservasi gas berkelanjutan tanpa pembakaran rutin.
Selanjutnya, pemerintah akan melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa
pembakaran rutin di ladang minyak berakhir sesegera mungkin sebelum tahun
2030.
Beberapa regulasi yang berkaitan dengan penanganan gas flare menurut Sugito (2011) adalah sebagai berikut:
a. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.129 tahun 2003 yang
mengatur tentang baku mutu emisi usaha dan kegiatan minyak dan gas
bumi. Kepmen ini menitik beratkan pada upaya monitoring emisi gas
yang dihasilkan dari aktivitas produksi minyakdan gas, serta melarang
pembakaran limbah gas secara terbuka.
b. Peraturan Pemerintah No.34 tahun 2005 yang mengatur tentang
kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Pada Peraturan Pemerintah
tersebut dimuat beberapa kewajiban dari badan usaha hulu minyak dan
gas bumi untuk mengelola lingkungan hidup sesuai regulasi yang ada,
termasuk pengelolaan gas flare.
c. Undang-Undang No.17 tahun 2004 tentang ratifikasi Kyoto Protocol
dalam kaitannya dengan perubahan iklim. Untuk mencapai zero flare
d. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.13 tahun 2009 tentang
pengaturan baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi kegiatan
minyak dan gas bumi. Pada permen ini diatur baku mutu emisi terkait
pembakaran gas flare, baik dalam operasi di lapagan maupun pembakaran untuk pembangkit listrik.
Perusahaan minyak yang mendukung inisiatif Zero Routine Flaring akan mengembangkan ladang minyak baru dan beroperasi sesuai dengan
menggabungkan pemanfaatan atau konservasi gas berkelanjutan tanpa
pembakaran rutin. Lembaga pembangunan yang mendukung inisiatif Zero Routine Flaring akan memfasilitasi kerjasama dan monitoring penggunaan keuangan serta langkah-langkah kebjakan lainnya. Perusahaan minyak yang
mendukung inisiatif Zero Routine Flaring akan melaporkan secara terbuka dan kontinu aktivitas pembakaran gas sisa secara tahunan kepada Bank Dunia demi
kemajuan program Zero Routine Flaring.
2.1.4 Konsep Tekno Ekonomi
Analisis ekonomi teknik (engineering economic analysis) adalah bagian dari ilmu ekonomi yang diaplikasikan pada proyek-proyek teknik. Digunakan oleh
para insinyur untuk mencari solusi terbaik dengan mengukur nilai ekonomi dari
setiap alternatif solusi yang potensial. Masalah yang dapat diselesaikan
menggunakan analisis ekonomi teknik adalah masalah yang memiliki tiga
1. Masalah itu cukup penting, dan memerlukan pemikiran dan usaha serius
dalam pemecahannya.
2. Masalah tersebut memerlukan analisis secara teliti yang
mengorganisasikan setiap elemen masalah dan semua konsekuensi yang
mungkin terjadi, dan tidak dapat diselesaikan sekaligus.
3. Masalah itu memiliki aspek ekonomis yang cukup penting sebagai
komponen yang mengarahkan analisis pada keputusan.
Alternatif-alternatif timbul karena adanya keterbatasan dari sumber daya
(manusia, material, uang, mesin, kesempatan, dll). Dengan berbagai alternatif
yang ada tersebut maka diperlukan sebuah perhitungan untuk mendapatkan
pilihan yang terbaik secara ekonomi, baik ketika membandingkan berbagai
alternatif rancangan, membuat keputusan investasi modal, mengevaluasi
kesempatan finansial dan lain sebagainya.
Analisa tekno ekonomi melibatkan pembuatan keputusan terhadap
berbagai penggunaan sumber daya yang terbatas. Konsekuensi terhadap hasil
keputusan biasanya berdampak jauh ke masa yang akan datang, yang
konsekuensinya itu tidak bisa diketahui secara pasti, merupakan pengambilan
keputusan dibawah ketidakpastian.
2.1.4.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek Investasi
Studi kelayakan proyek investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan
dijalankan. Manfaat dilakukannya studi atau analisa kelayakan proyek adalah
untuk memfokuskan suatu rencana bisnis yang mempunyai suatu urutan logis
yang memungkinkan untuk menjangkau sasaran. Selain itu, manfaat dari
studi kelayakan yaitu untuk menghindarkan perusahaan dari penanaman
modal yang tidak ekonomis.
Tujuan dilakukannya studi kelayakan sebelum mendirikan suatu usaha
atau proyek yaitu:
1. Menghindari resiko kerugian di masa yang akan datang karena masa
yang akan datang adalah kondisi yang tidak pasti.
2. Memudahkan pelaksanaan pekerjaan, rencana yang sudah
disusun dijadikan acuan dalam mengerjakan setiap tahap yang sudah
direncanakan.
3. Memudahkan pengawasan agar jalannya usaha tidak keluar dari
rencana yang sudah disusun.
4. Memudahkan dalam pengendalian tujuan dengan mengembalikan
pelaksanaan pekerjaan yang melenceng ke arah sesuai rencana
sehingga tujuan perusahaan bisa tercapai.
2.1.4.2 Kriteria Kelayakan Investasi
Dalam analisis proyek ada beberapa kriteria yang sering dipakai untuk
menentukan diterima atau tidaknya suatu usulan proyek, atau untuk menentukan
pilihan antara berbagai macam usulan proyek. Beberapa kriteria tersebut adalah:
Metode Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari arus kas usaha pada masa yang akan datang yang didiskontokan dengan biaya modal
rata-rata yang digunakan (weightedaverage cost of capital), kemudian dikurangi dengan investasi yang telah dikeluarkan. Jika nilai sekarang (present value) dari arus kas yang dihasilkan lebih besar daripada investasi yang dikeluarkan (NPV
positif), berarti usaha tersebut layak dijalankan. Semakin tinggi NPV, semakin
baik usaha tersebut untuk diambil. Sebaliknya jika NPV bernilai negatif, usaha
tersebut tidak layak untuk dijalankan (Zubir, 2005).
Secara matematis dapat dituliskan rumus:
���= ∑ (�)�
(1+�)�− �
(��)� (1+�)� �
�=0 �
�=0 ...(2. 22)
dengan:
NPV = Nilai sekarang bersih.
(C)t = Arus kas masuk tahun ke-t.
(Co)t= Arus kas keluar tahun ke-t.
n = Umur unit usaha investasi.
i = Tingkat suku bunga.
t = Waktu.
2. Internal Rate of Return (IRR)
sehingga usaha tersebut tidak layak untuk diambil. Jadi, semakin tinggi IRR
dibandingkan biaya modalnya, maka semakin baik usaha tersebut untuk dipilih.
Sebaliknya jika IRR lebih kecil daripada biaya modalnya, proyek tersebut tidak
akan diambil (Zubir, 2005).
Persamaan untuk menghitung IRR adalah:
���= ∑ (�)�
(1+�)� =�
(��)� (1+�)�
�
�=0 �
�=0 ...(2.23)
dengan:
IRR = Tingkat pengembalian internal.
(C)t = Arus kas masuk tahun ke-t.
(Co)t= Arus kas keluar tahun ke-t.
n = Umur unit usaha investasi.
i = Tingkat suku bunga.
t = Waktu.
3. Payback Period (PP)
Payback period didefinisikan sebagai jangka waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi yang telah dikeluarkan dengan total nilai
sekarang arus kas yang akan dihasilkan. Semakin cepat investasi tersebut dapat
dikembalikan, semakin baik usaha tersebut untuk dipilih (Zubir, 2005). Rumus
yang digunakan untuk perhitungan payback period adalah:
PP
= ��� ...(2.24)
dengan:
Cf = Biaya pertama.
4. Benefit-Cost Ratio (BCR)
Benefit-Cost Ratio (BCR) dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik dengan menitikberatkan kepada
manfaat (benefit) untuk kepentingan umum.
Sebagai pedoman umum, dapat dikatakan bahwa suatu proyek dikatakan
layak jika perbandingan nilai B/C > 1, sebaliknya jika B/C < 1 proyek tersebut
dikatakan tidak layak. Persamaan untuk menghitung B/C adalah:
��� =(��)�
�� ...(2.25)
dengan:
(PV)B= Nilai sekarang benefit.
Cf = Biaya pertama.
2.2 Review Hasil Penelitian
Penelitian atau research yang berkaitan dengan pemanfaatan gas flare
telah dilakukan oleh beberapa ahli dan peneliti diantaranya dapat dilihat pada
Tabel 2.3 Review Hasil Penelitian NO Nama Peneliti/
Tahun
Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
1 Rahmawan Minyak Oseil, Seram non Block Bula sebagai Bahan Bakar Gas PLN Bula
NPV, IRR,
Berdasarkan pertimbangan aspek keekonomian dari produsen gas dan PLN, harga gas $6/MMBTU r =7% dengan penggunaan skenario turbin gas layak secara ekonomi karena periode pengembalian investasi yang singkat yaitu 0,6 tahun untuk produsen gas dan 2 tahun untuk PLN.
2 Gunard Handiko/ 2012
Pemanfaatan gas suar bakar untuk industri sekitar di tiga lokasi
NPV, IRR,
Analisa keekonomian menunjukkan teknologi LNG memiliki indikator ekonomi terbaik yaitu IRR 55,32%, NPV sebesar US$76,219 juta, dan payback period 3 tahun.
3 Okotie Sylvester dan Ikporo Bibobra / 2014
Utilization of Nigerian precious Resource in the Niger Delta Region for the benefit of the Ecosystem
Kesimpulan menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun Nigeria telah menyia-nyiakan sejumlah besar uang karena adanya pemborosan yang signifikan akibat dari pembakaran gas.
4 Sugiarto/2011 Pemanfaatan gas suar bakar untuk jaringan gas rumah tangga
Tabel 2.3. Lanjutan NO Nama Peneliti/
Tahun
Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
5 Lukman Abayopo
Alimi/2014
Economical Utilization of Associated Gas in Nigeria
Return of Investment
Economic Analysis
Berdasarkan analisis secara ekonomi pemanfaatan
gas flare menjadi GTL (Gas To Liqiud) sangat
attractive karena disamping mengurangi gas flare
juga dapat mengurangi ketergantungan berlebihan terhadap produk hasil penyulingan (diesel, petrol dan minyak tanah) yang didatangkan dari negara luar Nigeria.
6 Mirza M/2008 Pemanfaatan Gas Suar Bakar Melalui LNG Mini untuk Industri
Berdasarkan analisa keekonomian untuk pengembangan kilang dan transportasi LNG mini dengan memanfaatkan gas suar bakar dari lapangan Tuban dan Cemara Barat dengan skenario pinjaman 70% dan bunga pinjaman sebesar 9% untuk investasi kilang dan 15% untuk investasi transportasi maka diperoleh IRR untuk lapangan Tuban sebesar 15,5% dan 34,6%, sedangkan lapangan Cemara Barat 16,3% dan 35,9%.
7 Ikechukwu A. Diugwu,
The Effect of Gas Production, Utilization, and Flaring on the Economic Growth of
Tabel 2.3. Lanjutan NO
Nama Peneliti/
Tahun
Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
8 Ernest
Zero-Gas Flaring Regime In Nigeria
Penelitian menujukkan hubungan yang kuat dengan koefisien korelasi 0,787 antara energi dengan permintaan gas dan kayu bakar di Nigeria. Pembakaran gas menghasilkan CO2, yang memiliki potensi pemanasan global dan menyebabkan perubahan iklim. Penelitian ini mengungkapkan isu-isu kesehatan, keselamatan dan masalah lingkungan dengan kegiatan minyak di Nigeria.
Berdasarkan hasil pengujian secara statistik diperoleh bahwa volume pembakaran secara signifikan mengurangi pertumbuhan ekonomi Nigeria. Dengan mengurangi volume pembakaran gas menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi Nigeria meningkat.
10 Michiko Ishisone/2009
Gas Flaring in the Niger Delta: the Potential Benefits of its Reduction on the Local Economy and Environment
Tabel 2.3. Lanjutan NO Nama Peneliti/
Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
11 Zulkifli Rangkuti/2011
Strategi Kebijakan Tekno Ekonomi Pengelolaan Gas Ikutan (Associated Gas)