• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PELEMAHAN BUDAYA KESELAMATAN DI P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN PELEMAHAN BUDAYA KESELAMATAN DI P"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PELEMAHAN BUDAYA KESELAMATAN

DI PUSAT TEKNOLOGI BAHAN INDUSTRI NUKLIR BATAN

016

ABSTRAK

Telah dilakukan suatu kajian terhadap pelemahan budaya keselamatan melalui hasil audit sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) ( studi kasus di Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir BATAN). Sifat abstrak budaya keselamatan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat mengetahui gejala pelemahan budaya keselamatan dalam organisasi. Melalui pendekatan SMK3, maka ketidaksesuaian yang ditemukan pada hasil audit sistem manajemen dapat dijadikan sebagai indikator yang cepat untuk mengetahui gejala pelemahan budaya keselamatan. Hasil surveilen SB006 OHSAS 18001:2008 Tahun 2012 di PTBIN-BATAN digunakan sebagai bahan kajian untuk pemetaan terhadap karakteristik budaya keselamatan untuk mendapatkan indikasi pelemahannya. Hasil audit SMK3 merupakan hasil safety climate dari budaya keselamatan, sehingga audit yang dilakukan secara berkala akan mendapatkan indikator dini pelemahan budaya keselamatan sehingga secara cepat dapat tindakan penguatan pada sisi budaya keselamatan.

Kata Kunci: Pelemahan budaya keselamatan, safety climate, audit sistem manajemen keselamatan

ABSTRACT

Have conducted a studyof the weakening safety culture through safety management system audit results and health (SMK3) (case studies at the Center for Nuclear Industry Material Technology - BATAN). Abstract nature of safety culture requires along time to be able to know the symptoms of weakening safety culture within the organization. SMK3 approach, the discrepancy found in the audit management system can be used as a quick indicator to know the symptoms of weakening safety culture. Surveillance results of SB006 OHSAS 18001:2008 in 2012 at PTBIN-BATAN used as materials study for mapping the characteristics of safety culture to get an indication of a reprieve. Audit results of SMK3 safety climate is the result of a culture of safety, so that audits are conducted periodically to get an early indicator of weakening safety culture that can rapidly strengthening action on the side of safety culture.

Keywords: The weakening safety culture, safety climate, safety management system audit

PENDAHULUAN

Gejala umum yang dialami organisasi dalam masalah manajemen keselamatan dan budaya keselamatan adalah pada fasa tahun-tahun permulaan beroperasinya fasilitas, kinerja organisasi berada pada level kinerja yang sangat baik. Akan tetapi, kemudian organisasi gagal mengelola dengan tepat perubahan atau transisi dari tahap perencanaan dan konstruksi ke tahap operasi dan kualitas perawatan instalasi/fasilitas. Unjuk kerja yang baik di masa lalu kadang-kadang menjadi tahap awal dalam proses penurunan unjuk kerja.

Hambatan yang umum dialami organisasi pada penurunan kinerja adalah[1]:

- Dukungan organisasi yang kurang memadai; - Kualitas kepemimpinan yang kurang dan keahlian

manajerial yang lebih berpusat pada masalah kemampuan teknis daripada keahlian masing-masing orang;

- Kurangnya pengenalan terhadap pentingnya pengembangan budaya keselamatan;

- Keterisolasian dan kurangnya pembelajaran dari pengalaman dengan pihak luar;

- Tidak memiliki standar sistem manajemenkeselamatan dan acuan budaya keselamatan ;

- Kekurangan sumberdaya;

- Reorganisasi atau penyusutan organisasi sehingga kehilangan staf yang berpengalaman dan memori organisasi (berkurangnya pengetahuan Tacid); - Meningkatnya kelemahan-kelemahan perawatan dan

prosedur;

- Lemahnya Tim Audit Internal;

- Lambatnya melakukan tindakan perbaikan.

Berdasarkan sebelas indikasi pelemahan kinerja keselamatan diatas yang sudah disesuaikan dengan kondisi organisasi, maka masalah menurunnya indikasi kinerja keselamatan dapat dikuantisasi menjadi lima tahap penurunan kinerja, seperti pada Tabel 1.

(2)

mengelola keselamatan. Tahap penurunan dan karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 1. Sifat budaya keselamatan yang abstrak merupakan suatu kesulitan tersendiri untuk mengetahui secara cepat indikasi pelemahan budaya keselamatan. Dalam budaya keselamatan ada tiga tingkatan yang dapat digunakan untuk dijadikan pendekatan dalam mendeteksi gejala pelemahan yaitu, kepatuhan terhadap peraturan perundangan, asumsi dasar serta nilai-nilai yang diakui dan difahami.

Anne Kerhoas, “National Workshop On Strengthening The Safety Culture Through Improvement Of The management System and Key PerformanceIndicators”, 17 to 21 November 2008, PTRKN BATAN[2], bahwa implementasi budaya keselamatan dapat dilakukan pendekatan melalui penerapan persyatatan keselamatan menggunakan dokumen IAEA GSR-3[3] tentang persyaratan sistem manajemen keselamatan.

Berdasar kajian sebelumnya[4] telah dilakukan suatu strategi pendekatan implementasi budaya keselamatan pada Perka BATAN Nomor 200/KA/X/2012[5], dari hasil ini telah ditunjukkan bahwa lima karakteristik dan tiga puluh tujuh atribut budaya keselamatan dapat dipadankan dengan butir dan klausul pada SB006 OHSAS 18001:2008. Meskipun pada SB006 OHSAS 18001:2008[6] tidak menggunakan acuan acuan normatif GSR-3, tetapi padanan pada klausul dan butir memiliki persamaan. Berdasarkan hal ini, maka pada makalah ini akan dilakukan suatu uji coba untuk dilakukan analisis terhadap hasil audit SB006 OHSAS 18001:2008 untuk mendapatkan suatu korelasi antara ketidaksesuaian hasil audit sistem manajemen keselamatan tehadap gejala pelemahan budaya keselamatan organisasi.

Beberapa kecelakaan besar seperti dalam industri nuklir, tranportasi dan penerbangan di seluruh dunia yang terjadi sangat berhubungan dengan melemahnya budaya keselamatan. Kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl 1986, disebabkan oleh pelanggaran pelaksanaan prosedur oleh individu dan over-riding sistem keselamatan, pada kasus Three Mile Island disebabkan oleh pemahaman yang buruk oleh individu dan organisasi tentang risiko kecelakaan dan kompetensi yang tidak memadai. Pada kecelakaan non-nuklir juga terjadi pada industri penerbangan, katakanlah pada kecelakaan space shuttle, masalah budaya keselamatan berperan besar dalam ketidakmampuan manajemen dalam mengelola tekanan produksi dan masalah keselamatan[7].

Kegagalan budaya keselamatan organisasi pada contoh merupakan akumulatif masalah manajemen keselamatan yang berdampak pada kinerja keselamatan serta teraktualisasi pada sikap dan prilaku pada individu, organisasi dan teknologi.

Dengan adanya tanda peringatan dini gajala pelemahan budaya keselamatan pada organisasi, maka tindakan perbaikan sistem manajemen keselamatan serta penguatan budaya keselamatan dapat dilakukan

dalam waktu yang cukup untuk mencegah memburuknya kondisi keselamatan.

Tabel 1.Tahap penurunan kinerja keselamatan

Untuk mengatasi penyebab masalah pelemahan budaya keselamatan, maka organisasi dan badan pengawasnya baik internal maupun eksternal harus memperhatikan tanda-tanda kelemahan tersebut.

T A H A P

Nama Tahap

Karakteristik Setiap Tahap

1. Percaya diri berlebihan

Unjuk kerja yang baik di masa lalu mengakibatkan kepuasan diri

2. Puas diri Kejadian-kejadian kecil sebagai akibat dari minimnya pengkajian diri dan penundaan dalam penyempurnaan program 3. Penolakan Jumlah kejadian kecil

meningkat, dengan kemungkinan akan terjadi kejadian yang lebih besar. Kejadian ini diperlakukan terisolasi dengan yang lain. Temuan dalam audit dianggap tidak akurat. Analisis akar penyebab masalah tidak diterapkan.

4. Bahaya Beberapa kejadian serius terjadi, tetapi manajemen dan para pekerja menolak kritik dari audit atau badan pengawas, dengan pertimbangan mereka yang bias. Fungsi

pengawasan internal takut menghadapi pihak manajemen.

(3)

METODOLOGI

Metodologi pada kajian ini adalah dengan melakukan telaah pada Tecdoc IAEA Nomor 1329 pada bab tentang penurunan kinerja keselamatan dan gejala pelemahan budaya keselamatan serta acuan tentang safety climate. Pendekatan safety climate sangat dibutuhkan sebagai intersection antara budaya keselamatan dan sistem manajemen keselamatan[8].

Sebagai bahan untuk pengolahan data pada makalah ini digunakan hasil surveylen-1 SMK3 berbasis SB006 OHSAS 18001:2008 pada Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN, sekarang PSTBM) yang dilakukan oleh Pusat Jaminan Mutu Nuklir (PSJMN), sekarang PSMN (Pusat Standar Mutu Nuklir) pada Tahun 2013. Hasil audit ini dipadankan kesesuaiannya dengan karakteristik dan atribut budaya keselamatan pada Lampiran Perka BATAN No.200/KA/X/2012. Selanjutnya dilakukan perhitungan sederhana untuk mendapatkan faktor dominan yang berpengaruh terhadap pelemahan budaya keselamatan.

.

HASILDAN PEMBAHASAN

Hasil audit implementasi SMK3 PTBIN pada Tahun 2013 merupakan audit kedua setelah memperoleh sertifikasi sistem manejemen keselamatan oleh Komite Standar BATAN pada Tahun 2011. Hasil temuan ini berupa ketidaksesuaian implementasi SMK3 di PTBIN dengan SB006 OHSAS 18001:2008. Ketidaksesuaian hasil audit dituliskan dalam bentuk klausul dan butir (sub.bab dan anak sub.bab), kemudian dipadankan kesesuaiannya dengan dengan atribut budaya keselamatan. Sebanyak lima belas temuan minor dan satu temuan mayor digunakan sebagai sampel untuk pengolahan data pada makalah ini ditampilkan pada Tabel 2 beserta padanan yang sesuai atribut budaya keselamatan.

Berdasarkan Tecdoc 1329 disebutkan bahwa gejala-gejala pelemahan budaya keselamatan secara garis besar dibagi tiga masalah utama, yaitu individu (I), teknologi (T) dan organisasi (O), maka pada sampel audit ini dilakukan pendekatan pada atribut budaya keselamatan untuk mengelompokkannya. Hasil pengelompokkan diusahakan sebanyak mungkin padanannya dengan I, T dan O, sehingga akan didapatkan probabilitas yang tinggi. Karakteristik budaya keselamatan dinotasikan dengan K dari I sampai V. K-I adalah Keselamatan sebagai nilai yang diakui dan dipahami, K-II kepemimpinan dalam keselamatan, K-III akuntabilitas keselamatan, K-IV keselamatan terintegrasi dan K-V keselamatan sebagai penggerak pembelajaran.

Dari hasil Tabel 2 ditunjukkan bahwa seluruh karakteristik budaya keselamatan memberikan kontribusi pada setiap temuan audit dan dapat dipadankan dengan lebih dari satu karakteristik.

Tabel 2. Padanan temuan pada SB006 OHSAS 18001:2008 dengan Perka BATAN

No.200/KA/X/2012. 1. PTBIN telah melakukan

kaji ulang manajemen. (Klausul : 6.2.e)Minor

K-V;Atribut 33; K-V;Atribt 35; (O)

2. Program, perencanaan (Klausul : 3.4.1)-Minor

K-I; Atribut 3; K-IV;Atribut25 (O,I,T)

3. Prosedur, inkonsisten prosedur

Kepatuhan perundang undangan (Klausul : 3.3 dan 5.2)Minor

K-I; Atribut 3; K-IV; Atribut 24 K-V;Atribut 33,36 (O,I)

4. Pengawasan internal. (Klausul : 4.3.2) 7. Kepatuhan, inkonsisten

(Klausul : 3.3)-.Minor

K-II;Atribut 8 (I).K-III; Atribut 18(I)

8. Kepatuhan, inkonsisten (Klausul : 3.3)minor

K-III; Atribut 18 (I)

9. Kepatuhan, inkonsisten (Klausul : 5.2), Minor

11. Pengendalian, prosedur (Klausul : 4.3.3)-Minor

K-II;Atribut;11,12 (I)

12. Kelengkapan dokumen Persyaratan,{4.1.3.1.} - Minor

K-III:Atribut 19 (I,O)

13. Kelengkapan prosedur {Klausul : 5.3}-Minor

K-V;Atribut 33; K-V;Atribt 35; (O)

(4)

Tabel 3. Hasil temuan audit sistem manajemen keselamatan terkait karakteristik Perka BATAN

No.200/KA/X/2012 Karakteristik Jumlah

temuan

Prosentase (%)

K-I 7 temuan 29

K-II 4 temuan 17

K-III 5 temuan 21

K-IV 2 temuan 8

K-V 6 temuan 25

Gambar 1. Prosentase pelemahan budaya keselamatan berdasarkan karakteristik .

Temuan audit SMK3 yang sudah dipadankan dengan karakteristik dan atribut budaya keselamatan dikuantisasi dalam prosentase dan diperoleh yaitu, individu sebanyak 11 padanan (42%),teknologi 3 padanan (12%) dan organisasi 12 padanan (46%), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Prosentase pelemahan budaya keselamatan berdasarkan ITO

Dengan memperhatikan faktor prosentase padanan ITO pada Gambar 2 yang disesuaikan dengan Tabel-1 serta memperhatikan Table 4 tentang gejala pelemahan budaya keselamatan sesuai Tecdoc 1329, diperoleh kecenderungan pelemahan budaya keselamatan bersesuain dengan prosedur tidak

dilaksanakan dengan baik, penyelesaian masalah yang tidak tepat, peningkatan akumulatif tindakan pembetulan serta kurangnya proses pengkajian diri, dengan kontribusi terbesar pada faktor individu (42%) dan organisasi (46%). Dari beberapa gejala ini, maka dapat dikembangkan indikator yang berguna untuk mendeteksi memburuknya kecenderungan pelemahan budaya keselamatan.

Tabel 4. Gejala pelemahan budaya keselamatan[1] i. Kurangnya pendekatan yang sistematis; ii. Prosedur tidak dilaksanakan dengan baik; iii. Insiden tidak dianalisis secara mendalam dan

tidak mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi (lesson not learned);

iv. Ketidaksesuaian alokasi sumberdaya; v. Jumlah pelanggaran meningkat;

vi. Peningkatan akumulatif tindakan pembetulan; vii. Verifikasi kesiapan operasi dan perawatan; viii. Masalah keselamatan pekerja tidak diperbaiki

secepatnya;

ix. Pemusatan yang berlebihan terhadap masalah-masalah teknis;

x. Pelaporan kejadian kecil yang tidak berakibat pada keselamatan;

xi. Kurangnya proses pengkajian diri;

xii. Kebersihan lingkungan kerja (housekeeping);

Pendekatan ini bukan merupakan suatu gejala pelemahan budaya keselamatan secara permanen, karena sifat audit sistem manajemen bersifat sementara dan analisis yang dilakukan bersifat snapshot karena dilakukan menggunakan safety climate. Untuk jangka panjang jika pola safety climate sudah terbentuk, dapat diindikasikan sebagai pelemahan budaya keselamatan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang membatasi berapa lama hasil safety climate menjadi pola pelemahan budaya keselamatan.

Dengan membuat alur dalam memprediksi pelemahan budaya keselamatan, diharapkan manajemen secara cepat dapat melakukan tindakan perbaikan. Dalam mendeteksi gejala pelemahan budaya keselamatan pada makalah ini penulis membuat alur untuk mendeteksi gejala pelemahan budaya keselamatan melalui hasil audit sistem manajemen keselamatan seperti pada Gambar 3.

Dengan model alur pada Gambar 3 ini, maka manajemen di organisasi yang terdiri dari pimpinan, manajer serta staff senior dapat membuat penyelesaian masalah secara cepat dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. IAEA merekomendasikan dalam mendeteksi gejala pelemahan budaya keselamatan dipengaruhi oleh individu yang tidak sepenuhnya menyadari persyaratan persyaratan implementasi sistem manajemen keselamatan, tanggung jawab dan tugas tugas secara K-I

29%

K-II 17% K-III

21% K-IV

8% K-V 25%

Teknologi 12%

Individu 42% Organisasi

(5)

menyeluruh dari pekerjaan sesuai kompetensinya. Hal ini terjadi karena uraian tugas tidak disiapkan dengan benar atau karena staf belum diberitahu tentang harapan atasannya. Pada kasus lainnya ada perbedaan yang sangat besar antara harapan atasan dengan harapan pegawai secara umum.

Gambar 3. Model alur mendeteksi gejala pelemahan budaya keselamatan melalui audit SMK3.

Kewaspadaan terhadap gejala pelemahan budaya keselamatan memungkinkan tindakan pemulihan yang dilaksanakan dalam waktu singkat untuk mencegah akibat serius. Badan pengawas (internal dan eksternal) mempunyai kepentingan dan legitimasi yang jelas dalam mempertahankan budaya keselamatan fasilitas, mempunyai peranan penting untuk mendorong organisasi untuk mengidentifikasi, mengerti menerapkan serta menanamkan langkah-langkah positif guna meningkatkan budaya keselamatan yang kuat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Model pendeteksian gejala pelemahan budaya keselamatan melalui hasil audit implementasi SB006 OHSAS 18001:2008 dapat dipadankan dengan karakteristik budaya keselamatan pada Perka BATAN No.200/KA/X/2012. Tahapan yang harus dilakukan adalah membuat padanan atribut pada karakteristik, kemudian membuat analisis terhadap karakteristik yang sesuai dengan hasil temuan audit SB006 OHSAS 18001:2008.

Dari hasil uji sampel diperoleh gejala pelemahan budaya keselamatan terbesar pada faktor individu dan organisasi pada tahap puas diri yang ditunjukkan dengan prosedur tidak dilaksanakan dengan baik, penyelesaian masalah yang tidak tepat, peningkatan akumulatif tindakan pembetulan serta kurangnya proses pengkajian diri. Keberhasilan model ini sangat tergantung pada ketepatan membuat padanan hasil audit dengan karakteristik budaya keselamatan.

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dalam menganalisis padanan disarankan organisasi

melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Dari hasil surveilen SMK3 ini disarankan manajemen PTBIN melakukan kaji ulang manajemen dengan fokus kepada penyelesaian masalah pada individu dan organisasi dalam mendapatkan akar permasalahan pada hasil surveilen, sehingga tidak terjadi temuan yang berulang, memasukkan sosialisasi sistem manajemen keselamatan dan budaya keselamatan dalam progam tahunannya, serta peningkatan kualitas individu melalui peningkatan kompetensi secara berkelanjutan. DAFTARPUSTAKA

1. IAEA-TECDOC 1329(2002),Safety culture in nuclear installations: Guidance For Use In The Enhancecement Of Safety Culture, Vienna. 2. Anne Kerhoas(2008), “National Workshop On

Strengthening The Safety Culture Through Improvement Of The management System and Key Performance Indicators”, 17 to 21 November 2008, PTRKN BATAN, INDONESIA

3. IAEA Safety Standards Series No. GS-R-3

(2006), The Management System for Facilities

and Activities, ,Vienna.

4. W.Prasuad(2014), Strategi Dalam Penguatan Budaya Keselamatan, dalam proses KPTF PSTBM BATAN.

5. Peraturan Kepala BATAN Nomor 200/KA/X/2012(2012), Tentang Pedoman Pelaksanaan Budaya Keselamatan, Jakarta. 6. BATAN(2012), Standar Batan Nomor SB006

OHSAS 18001:2008, Persyaratan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta.

7. PRISM(2003). FG1-Safety Culture Application Guide– Final Version 1.1 – 8 August.

8. Douglas. A. Wiegmann, Hui Zhang,TerryL. von Thaden, Gunjan Sharma, and Alyssa A. Mitchell(2002),A Synthesis of Safety Cultureand Safety Climate Research, Technical Report ARL-02-3/FAA-02-2,Federal Aviation Administration Atlantic City International Airport, NJ.

Hasil Audit SMK3

Karakteristik BK Pelemahan

Dominan Karakteristik

Pelemahan Dominan ITO Gejala

Pelemahan TecDoc 1329

Gambar

Gambar 1. Prosentase  pelemahan budaya keselamatan berdasarkan karakteristik .
Gambar 3. Model alur  mendeteksi gejala pelemahan budaya keselamatan melalui audit SMK3

Referensi

Dokumen terkait

(3) Sanitasi lingkungan masyarakat peternak ayam di Desa Tanete Kecamatan Maritengangae Kabupaten Sidrap termasuk dalam kategori cukup baik.(4) Terdapat hubungan positif

Berdasarkan pendapat para ahli Hukum Tata Negara yang telah diuraikan diatas dan ditinjau dari metode penemuan hukum, peneliti lebih cenderung setuju dengan pendapat

Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat peneliti berikan kesimpulan bahwa, hasil belajar siswa sebelum pemanfaatan laboratorium IPA

Pelayanan Kesehatan Gigi dilaksanakan setiap bulan di posyandu Bangun Praja dengan sasaran Balita dan ibu hamil.. Kegiatan ini dikoordinir oleh kader dan bekerjasama dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui gejala kerusakan dengan mengidentifikasi alat peraga ac tersebut, mengetahui pengaruh variasi massa refrigerant

Perjanjian Pembiayaan Al-Murabahah adalah bentuk perjanjian jual beli barang antara pihak Bank dalam hal ini adalah penjual dan pihak pembeli dalam hal ini adalah Nasabah,

Alfina Susanti warga kelurahan Mattoangin mengatakan bahwa, penyampaian informasi dari pemerintah terkait dengan pelaksanaan program Lorong Garden sangat baik, hal

Dan menurutnya lagi, sejalan dengan apa yang telah diatur dalam Q.S an-Nisa’: 25 adalah merupakan suatu tindakan yang baik dan amat bijak untuk tetap menghadirkan seorang wali