1.1 Latar Belakang
Industrialisasi akan selalu diikuti oleh penerapan teknologi tinggi, penggunaan bahan dan peralatan yang semakin kompleks dan rumit. Namun demikian, penerapan teknologi tinggi dan penggunaan bahan dan peralatan yang
beraneka ragam dan kompleks tersebut sering tidak diikuti oleh kesiapan sumber daya manusia-nya. Keterbatasan manusia sering menjadi faktor penentu terjadinya
musibah seperti; kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan timbulnya penyakit akibat kerja.
Kondisi-kondisi tersebut ternyata telah banyak mengakibatkan kerugian
jiwa dan material, baik bagi pengusaha, tenaga kerja, pemerintah dan bahkan masyarakat luas.Untuk mencegah dan mengendalikan kerugian-kerugian yang
lebih besar, maka diperlukan langkah-langkah tindakan yang mendasar dan prinsip yang dimulai dari tahap perencanaan. Sedangkan tujuannya adalah agar tenaga kerja mampu mencegah dan mengendalikan berbagai dampak negatif yang
timbul akibat proses produksi, sehingga akan tercipta lingkungan kerja yang sehat, nyaman, aman dan produktif (Tarwaka dkk, 2004).
Kecelakaan kerja dapat menimbulkan kerugian yang besar yang bermula dari kurang tanggapnya manajemen keselamatan terhadap resiko yang ada
dilingkungan kerja tersebut. Untuk menjamin pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja, sumber produksi, dan lingkungan kerja dalam keadaan aman, maka perusahaan perlu mengembangkan
yang tersusun dalam program keselamatan dan kesehatan kerja (Depnaker RI,
1996).
Teknologi modern selain meningkatkan industri juga menimbulkan
masalah kebisingan yang mempunyai pengaruh luas mulai dari gangguan konsentrasi, komunikasi dan kenikmatan kerja sampai pada cacat karena kehilangan daya dengar yang menetap. Kebisingan tidak hanya berpengaruh
terhadap kualitas kerja tetapi juga berpengaruh terhadap tenaga kerja.
Bising merupakan faktor fisik lingkungan kerja yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan berupa gangguan pendengaran (auditory) dan extrauditory seperti stres psikologi dan kelelahan. Kebisingan telah meningkat secara paralalel dengan perkembangan industri dan kemajuan teknologi saat ini.Banyak penduduk
dunia terpapar kebisingan terputus-putus atau menetap berkelanjutan yang berbahaya lebih dari 85 dB (A) pada lingkungan kerja (Azizi, 2010).
Sumber bising dapat berasal dari mesin-mesin seperti pabrik tekstil, penggergajian kayu, industri mebel, produk-produk yang menggunakan bahan baku logam dan industri otomotif yang dapat menghasilkan pajanan bising
90 dBA atau lebih. Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
dan Faktor Kimiadi Tempat Kerja, Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah 85 dBA.
Kebisingan tidak hanya dapat menyebabkan gangguan pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional yaitu berupa terganggunya kenyamanan kerja,mudah tersinggung, mudah marah.Melalui
meningkatkan frekuensi detak jantung dan peningkatan tekanan darah.Hal tersebut
termasuk gangguan kardiovaskuler (Sasongko, 2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Dinar pada tahun 2011 terhadap karyawan
unit compressor PT. Indo Acidatama. Tbk. Kemiri Kebakkramat, Karanganyar, menunjukkan tingkat hubungan yang sangat kuat dalam hubungan kebisingan dengan tekanan darah pada karyawan, hal ini mempunyai arti bahwa semakin
tinggi intensitas kebisingan, maka semakin tinggi pula tekanan darah pada karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Tomas 2007 menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna tekanan darah rata-rata tenaga kerja sebelum dan sesudah bekerja pada proses kerja fabrikasi dibengkel utama PT.Tambang BatuBara Bukit
Asam dengan intensitas kebisingan 110,3 dB(A).
Selain berpengaruh terhadap indera pendengaran pada intensitas
kebisingan yang tinggi,kebisinganjuga berpengaruh secara fisiologis yaitu terganggunya kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, risiko serangan jantung meningkat dan gangguan pencernaan (Tarwaka dkk,
2004).
PT. Capella Medan Daihatsu, Amplas, Medan adalah perusahaan yang
bergerak di bidang industri otomotif selain kegiatan usaha dalam penjualan mobil atau produk, Daihatsu juga melakukan penjualan jasa bengkel (after sales service)
1. Pelayanan after sales perbaikan umum yang disebut dengan general
repair.
2. Pelayanan after sales perbaikan body yang disebut body and paint
service.
Seluruh pekerja bengkel dalam melakukan pekerjaan mengandalkan tenaga fisik pekerja, serta adanya beban tambahan yang berasal dari faktor-faktor
lain seperti lingkungan kerja.Penelitian ini dilakukan pada bagian pelayanan after sales perbaikan body (body and paint service). Proses pekerjaan pada bagian
pelayanan perbaikan body (body and paint service) ini yaitu metode pengelasan dengan ketokan menggunakan alat atau mesin las yang menimbulkan suara keras akibat benturan dan ketokan yang terjadi. Bagian pelayanan general repair tidak
dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini karena dalam proses kerja tidak menghasilkan kebisingan yang mengganggu terhadap kesehatan pekerjanya.
Berdasarkan survei awal pekerja mengeluhkan bising yang disebabkan oleh mesin dan alat-alat bengkel. Pekerja melakukan komunikasi harus dengan sedikit berteriak agar bisa terdengar. Pekerjaan di bengkel selalu menggunakan
sistem target karena banyaknya yang membutuhkan jasa perbaikan mobil dengan waktu kerja 8 jam per hari. Pekerja yang bekerja di bengkel PT. Capella Medan
Daihatsu ini lebih kurang telah bekerja 5-10 tahun dengan 8 jam kerja rata-rata per harinya dengan masuk 08.30 dan selesai kerja pukul 16.30 WIB (istirahat
body (body and paint service) ini sangat kecil karena unit merupakan penghasil
kebisingan yang terbesar di tempat kerja, meskipun demikian pekerja di luar unit tidak terpengaruh oleh bising yang dihasilkan karena memiliki jarak yang cukup
jauh yang juga bertujuan agar suara bising yang dihasilkan tidak mengganggu pekerja lain di luar bagian body (body and paint service) sehingga lokasi dibuat jauh kedalam atau bagian belakang lokasi bengkel.
Bukan hanya gangguan komunikasi yang dikeluhkan oleh para tenaga kerja melainkan sering sekali jantung berdebar-debar diakibatkan bising, misalnya
terkejut yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja. Kebisingan tidak hanya dapat mengganggu pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan terhadap mental emosional serta sistem kerja jantung dan peredaran darah.Bunyi
yang dihasilkan oleh alat-alat kerja bengkel ini menimbulkan kebisingan menetap berkelanjutan.
Di bengkel ini belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan intensitas kebisingan dengan tekanan darah dan belum pernah juga dilakukan pengukuran kebisingan sebelumnya pada lingkungan kerja bengkel.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan intensitas kebisingan dengan tekanan darah pada pekerja bengkel PT.Capella Medan
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka disusun perumusan masalah sebagai berikut:
“Adakah hubungan intensitas kebisingan dengan tekanan darah pada pekerja
bengkel PT. Capella Medan Daihatsu, Amplas, Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui besarnya intensitas kebisingan di bengkel terutama
bagian pelayanan after sales perbaikan body (body and paint service) pada pekerja bengkel PT. Capella Medan Daihatsu, Amplas, Medan.
2. Untuk mengetahui tekanan darah pada pekerja bengkel PT. Capella Medan
Daihatsu, Amplas, Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi perusahaan
a. Dapat digunakan sebagai masukan tentang tingkat kebisingan yang
ada di bengkel PT. Capella Medan Daihatsu, Amplas, Medan.
b. Memberikan masukan bagi perusahaan tentang hubungan kebisingan
dengan tekanan darah pekerja bengkel.
c. Dapat digunakan sebagai bahan informasi yang bermanfaat untuk
2. Bagi mahasiswa
a. Menambah studi kepustakaan yang diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dengan menjadi masukan
bagi penelitian berikutnya.