• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Koagulan Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Secara In Vitro Dan In Vivo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Koagulan Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) Secara In Vitro Dan In Vivo"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Kelor (Moringa oleifera Lam.) merupakan tanaman yang berasal dari dataran sepanjang sub Himalaya, yaitu India, Pakistan, Bangladesh, dan Afghanistan. Kelor dibudidayakan dan telah beradaptasi dengan baik di luar daerah asalnya, termasuk bagian barat, timur, dan selatan Afrika, Asia, tropis, Amerika Latin, Karibia, Florida, dan Kepulauan Pasifik (Fahey, 2005).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Menurut Integrated Taxonomic Information System (2013), taksonomi tanaman kelor adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Dilleniidae Ordo : Capparales Famili : Moringaceae Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera Lam. 2.1.2 Nama lain

(2)

asing dari kelor adalah horse radish tree, drumstick tree, benzolive tree, (Inggris),

mulangay (Filipina), mionge (Tanzania), moonga (India), sajna (Bangladesh)

(Mardiana, 2013).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Kelor merupakan tanaman yang tinggi pohonnya dapat mencapai 12 meter dengan diameter 30 cm; berakar tunggang berwarna putih yang membesar seperti lobak; mempunyai batang bulat dengan arah tumbuh lurus ke atas dan permukaannya kasar. Percabangan pada batangnya terjadi secara simpodial; daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling; helai daun saat muda berwarna hijau muda, setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur, panjang 1 – 3 cm, lebar 4 mm sampai 1 cm, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat, dan tepi daun rata, susunan pertulangan menyirip, permukaan atas dan bawah halus; bunga berwarna putih agak krem, menebar aroma khas; buah bentuk segitiga memanjang berwarna coklat setelah tua; biji berbentuk bulat, ketika muda berwarna hijau terang dan berubah berwarna cokelat kehitaman ketika polong matang dan kering. Bagian kayu warna cokelat muda atau krem berserabut (Anwar, et al., 2007).

Tanaman kelor bisa tumbuh subur di hampir seluruh wilayah Indonesia, baik dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut, sehingga budidaya tanaman kelor ini bisa dilakukan di semua wilayah (Pradana, 2013).

2.1.4 Kandungan kimia

(3)

C, zat besi, kalsium, fosfor, alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin/steroid, polisakarida, asam amino, serta kandungan polifenol lainnya (Gaiwad, et al, 2011).

Selain itu, daun kelor juga mengandung nitril glikosida, yaitu niazirin dan niazirinin; three mustard oil glycosides, seperti 4 [(4’-O-acetyl-α -L-rhamnosyloxy) benzyl], isotiosianat, niaziminin A dan niaziminin B; asam-asam fenolik, seperti asam gallat, klorogenik, asam ferulat, dan asam ellegat; flavonoid (kaempferol, quercetin, dan rutin) dan karatenoid (terutama lutein dan β–karoten)

(Pandey, et al., 2012).

2.1.5 Khasiat dan penggunaan tumbuhan

Pemanfaatan tanaman kelor cukup beragam. Kelor biasanya ditanam sebagai bahan sayur, dan tanaman pagar. Selain itu, dapat pula dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi dan kambing. Kelor juga dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan. Akar kelor ampuh menyembuhkan nyeri, rematik, sariawan, dan asma. Kulit akar juga mujarab mengatasi pembengkakan dan sariawan. Sementara kulit batang dapat digunakan untuk pelancar haid, flu, dan sariawan. Ramuan daun kelor dapat membantu penyembuhan pembengkakan limpa, penurunan kadar gula darah, dan meningkatkan nafsu makan. Selain itu, daun juga bersifat diuretik serta dapat menangani panas dalam, anemia dan memperlancar susu ibu. Berbagai penelitian yang telah dilakukan seperti antioksidan, urolitiasis, hepatoprotektor, immunomodulator, hipokolesterolemik (penurun kolesterol), dan hipoglikemik (penurun kadar gula darah) (Mardiana, 2013).

(4)

batuk dan dalam dosis tinggi sebagai obat muntah. Daun yang telah dimasak dapat digunakan sebagai obat influenza. Ekstrak (dekog) dapat digunakan untuk pengobatan sakit tenggorokan (Garima, 2011).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan dengan pelarut yang sesuai. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu (Harborne, 1987).

Hasil ekstraksi disebut ekstrak, yaitu sediaan kental atau cair yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif dengan pelarut yang sesuai kemudian menguapkan semua atau hampir semua pelarut yang digunakan pada ekstraksi (Depkes RI, 1995).

Tujuan utama dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan atau memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan. Zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersebut dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Ditjen POM, 2000).

Ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan yaitu cara dingin dan cara panas.

2.2.1 Cara Dingin a. Maserasi

(5)

kinetik sedangkan yang dilakukan panambahan ulang pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan alat perkolator dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat (Ditjen POM, 2000).

2.2.2 Cara Panas a. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia pada temperatur titik didihnya menggunakan alat dengan pendingin balik dalam waktu tertentu dimana pelarut akan terkondensasi menuju pendingin dan kembali ke labu.

b. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 - 50°C.

c. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat khusus (soklet) dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi sampel. d. Infundasi

(6)

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit (Ditjen POM, 2000).

2.3 Hemostasis dan Koagulasi

Hemostasis dan koagulasi adalah serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cedera. Pembekuan diikuti dengan penghancuran bekuan dan regenerasi endotel. Pada keadaan hemostatik, hemostasis dan koagulasi melindungi individu dari perdarahan akibat trauma. Pada keadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan yang mengancam jiwa atau trombosis yang menyumbat cabang-cabang pembuluh darah (Baldy, 2005).

Hemostasis merupakan proses penghentian perdarahan secara spontan pada pembuluh darah yang cedera. Dalam proses tersebut berperan faktor-faktor pembuluh darah, trombosit dan faktor pembekuan darah. Dalam proses ini pembuluh darah akan mengalami vasokontriksi, trombosit akan beragregasi membentuk sumbat trombosit oleh fibrin yang dibentuk melalui proses pembekuan darah akan memperkuat sumbat trombosit yang telah terbentuk sebelumnya.

(7)

sehingga dapat membantu menghambat aliran darah dari pembuluh darah yang luka dan agregasi trombosit dapat lebih baik (Bowman dan Rand, 2008).

2.4 Hemostatik

Hemostatik terbagi dua, yaitu hemostatik lokal dan hemostatik sistemik. 2.4.1 Hemostatik lokal

Hemostatik lokal dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan mekanisme hemostatiknya, yaitu:

2.4.1.1 Hemostatik serap

Hemostatik serap (absorbable hemostatics) menghentikan pendarahan dengan pembentukan suatu bekuan buatan atau memberikan jala serat – serat yang mempermudah pembekuan bila diletakkan langsung pada permukaan yang berdarah. Adanya kontak pada permukaan asing, trombosit akan pecah dan membebaskan faktor pembekuan darah yang memulai proses pembekuan darah. Hemostatik golongan ini berguna untuk mengatasi perdarahan yang berasal dari pembuluh darah yang kecil saja, misalnya kapiler, dan tidak efektif untuk menghentikan perdarahan arteri atau vena yang tekanan intravaskularnya cukup besar. Termasuk dalam kelompok ini antara lain spons gelatin, oksisel (selulosa oksida), dan busa fibrin insani (human fibrin foam) (Dewoto, 2007).

2.4.1.2Adstringen

(8)

perdarahan kapiler, tetapi kurang efektif bila dibandingkan dengan vasokontriktor yang digunakan lokal (Dewoto, 2007).

2.4.1.3Koagulan

Obat ini pada penggunaan lokal dapat menimbulkan hemostasis dengan dua cara, yaitu mempercepat perubahan protrombin menjadi trombin (aktivator protrombin) dan secara langsung menggumpalkan fibrinogen. Sediaan trombin tidak boleh langsung disuntikkan secara i.v., sebab segera menimbulkan pembekuan dengan bahaya emboli (Dewoto, 2007).

2.4.1.4Vasokonstriktor

Epinefrin dan norepinefrin berefek vasokonstriksi, dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler suatu permukaan. Vasopressin, yang dihasilkan oleh hipofisis, pernah digunakan untuk perdarahan pasca persalinan (Dewoto, 2007).

2.4.2 Hemostatik sistemik

Transfusi darah dapat menghentikan perdarahan dengan segera. Hal ini dapat terjadi karena pasien mendapatkan semua faktor pembekuan darah yang terdapat dalam darah transfusi. Perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan darah tertentu dapat diatasi dengan mengganti/memberikan faktor pembekuan yang berkurang (Dewoto, 2007).

Beberapa contoh hemostatik sistemik, yaitu: 2.4.2.1Vitamin K

(9)

(2003), yang mengatakan bahwa Vitamin K merupakan faktor yang penting untuk pembentukan faktor pembekuan II, VII, IX, dan X.

Vitamin K merupakan suatu vitamin yang larut dalam lemak, kebutuhannya dalam diet rendah karena vitamin ini secara tambahan disintesis oleh bakteria yang berkoloni pada usus manusia. Ada dua bentuk vitamin K, yaitu vitamin K1 dan vitamin K2. Vitamin K1 ditemukan dalam makanan dan disebut

phytonadione. Vitamin K2 ditemukan pada jaringan manusia yang disintesis

bakteria usus dan disebut menaquinone (Katzung, 2014). 2.4.2.2Asam Aminokaproat

Asam aminokaproat merupakan penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan dalam menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah, oleh karena itu asam aminokaproat dapat membantu mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan (Dewoto, 2007). Aminocaproic acid merupakan suatu penghambat fibrinolisis. Agen ini secara kompetitif menghambat aktivitas plasminogen dan dengan cepat diserap secara oral dan dibersihkan dari tubuh melalui ginjal (Katzung, 2014).

2.4.2.3Asam Traneksamat

(10)

Obat ini merupakan analog asam aminokaproat, mempunyai indikasi dan mekanisme kerja yang sama dengan asam aminokaproat, tetapi 10 kali lebih potent dengan efek samping yang lebih ringan (Dewoto, 2007).

Asam traneksamat termasuk obat golongan antifibrinolitik dan hemostatik. Obat ini bekerja dengan cara menonaktifkan plasminogen dan mencegah fibrinolisis. Asam traneksamat dapat diberikan secara oral atau melalui injeksi intravena. Asam traneksamat juga digunakan untuk pengobatan berbagai kondisi yang berhubungan dengan perdarahan atau resiko perdarahan, seperti perdarahan yang terjadi setelah prostatektomi atau pencabutan gigi, menstruasi (perdarahan menstruasi yang parah) atau perdarahan yang dapat mengakibatkan kematian yang berkaitan dengan penggunaan obat – obat trombolitik. Asam traneksamat juga digunakan pada pasien dengan penyakit keturunan seperti angiodema (Rang, 2003).

2.5 Antikoagulan

Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembekuan atau fungsi beberapa faktor pembekuan darah.

2.5.1 Antikoagulan oral

(11)

tidak seperti heparin yang diberikan secara suntikan. Warfarin secara umum diberikan sebagai garam natrium (Katzung, 2014).

2.5.2 Heparin

Gambar 2.2 Rumus Kimia Heparin

Heparin merupakan suatu glikosaminoglikan yang ditemukan pada granul sekresi sel-sel mast dan banyak terdapat di paru-paru. Dalam keadaan normal, heparin tidak dapat dideteksi dalam darah. Efek antikoagulan heparin timbul karena ikatannya dengan AT-III (Anti Trombin III). AT-III berfungsi menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa (trombin), Xa dan IXa, dengan cara membentuk kompleks yang stabil dengan protease faktor pembekuan. Heparin memiliki berat molekul 5.000 – 30.000 dan memiliki afinitas kuat dengan antitrombin dan menghambat nyata pembekuan darah. (Dewoto,2007).

(12)

trombin yang hampir instan (Neal, 2006).

Pemberian secara subkutan dapat diberikan dengan dosis 5000 unit setiap 8-12 jam. Karena bahaya pembentukan hematoma pada tempat penyuntikan, heparin jangan pernah diberikan secara intramuskular. Heparin dikontraindikasikan pada pasien-pasien yang hipersensitif pada obat tersebut, pasien dengan perdarahan aktif atau dengan hemofilia dan trombositopenia. Kerja antikoagulan yang berlebihan dari heparin diatasi dengan penghentian pemakaian obat tersebut. Jika perdarahan terjadi, pemberian suatu antagonis seperti protamin sulfat diindikasikan. Protamin merupakan suatu peptida yang sangat basa yang dikombinasikan degnan heparin sebagai suatu pasangan ion untuk membentuk suatu kompleks stabil tanpa aktivitas antikoagulan (Katzung, 2014).

2.5.3 Penarikan ion kalsium

(13)

2.6. Faktor-Faktor Pembekuan Darah

Menurut Baldy (2005), faktor-faktor pembekuan darah terdiri dari: Tabel 2.1 Faktor-faktor pembekuan darah

Faktor Pembekuan

Nama Faktor

Pembekuan Keterangan

I Fibrinogen Prekursor fibrin (protein terpolimerisasi)

II Protrombin Prekursor enzim proteolitik trombin

III Tromboplastin

Aktivator lipoprotein jaringan pada trombin

IV Kalsium Aktivasi trombin dan pembentukan fibrin

V Akselerator plasma globulin Mempercepat konversi protrombin

menjadi trombin

VII Akselerator konversi

protrombin serum Mempercepat konversi protrombin

VIII

Globulin antihemofilik (AHG)

Plasma yang berikatan dengan faktor III dan faktor IX; aktivasi protrombin

IX Faktor Christmas

Berikatan dengan faktor pembekuan darah

X Faktor Stuart-Power

Faktor plasma dan serum, akselerator konversi protrombin

XI

Pendahulu Tromboplastin Plasma (PTA)

Diaktivasi oleh faktor XII (Hageman), akselerator pembentukan trombin

XII Faktor Hageman Faktor plasma; mengaktivasi PTA

XIII Faktor Penstabil Fibrin

Menghasilkan bekuan fibrin yang lebih kuat

-

Faktor Fletcher

(Prakalikrein) Faktor pengaktivasi kontak - Faktor Fitzgerald Faktor pengaktivasi kontak 2.7. Trombosit

(14)

darah, memicu proses koagulasi pada permukaan fosfolipid. Selain itu, trombosit juga berperan melepaskan substansi biokimia yang penting dalam hemostasis (Hoffbrand, et al, 2005).

2.8 Proses Koagulasi Darah

Proses koagulasi darah berlangsung dalam beberapa tahap, dengan pembentukan fibrin sebagai hasil akhir. Dalam garis besar, proses pembekuan berjalan melalui 3 tahap, yaitu:

1. Pembentukan tromboplastin

2. Pembentukan trombin dari protrombin 3. Pembentukan fibrin dari fibrinogen.

Pembentukan tromboplastin, yaitu aktivitas yang mengubah protrombin menjadi trombin, dapat berlangsung melalui dua jalan, yaitu dengan mekanisme intrinsik dan mekanisme ekstrinsik, yang masing-masing memerlukan faktor pembekuan tertentu. Pembentukan tromboplastin dengan mekanisme intrinsik berlangsung di dalam plasma darah dan memerlukan desintegrasi trombosit, faktor-faktor IV, V, VIII, IX, X, XI, dan XII. Proses dimulai dengan aktivasi faktor XII oleh persentuhan dengan suatu permukaan asing, dalam hal ini kolagen. Kemudian faktor XII aktif akan mengaktivasi faktor XI. Faktor XI aktif bersama faktor VIII aktif (diaktivasi oleh trombin), faktor IV dan suatu fosfolipid mengaktivasi faktor X (Rosmiati dan Gan, 2007).

(15)

monomer. Fibrin monomer ini oleh faktor XIII aktif (diaktivasi oleh trombin bersama Ca2+) diubah menjadi fibrin padat yang berupa polimer (Rosmiati dan Gan, 2007). Faktor jaringan tidak terdapat di dalam darah, maka faktor ini merupakan faktor ekstrinsik koagulasi, dengan demikian disebut juga koagulasi jalur ekstrinsik (Baldy, 2005).

(16)

Gambar 2.3 Proses koagulasi darah (Kelly, 2004)

Protein C, suatu polipeptida, merupakan suatu antikoagulan fisiologik yang dihasilkan oleh hati, dan beredar secara bebas dalam bentuk inaktif dan diaktivasi menjadi protein C aktif. Protein C yang diaktivasi menginaktivasi protrombin, faktor Va (faktor V aktif) dan VIIIa (faktor VII aktif), sedangkan protein S mempercepat protein C untuk menginaktivasi faktor-faktor itu (Baldy, 2015).

2.9 Kelainan Hemostasis dan Koagulasi

(17)

mekanisme aksinya:

1. Kerusakan vaskuler, termasuk di dalamnya abnormalitas dari pembuluh darah baik yang didapat atau keturunan.

2. Kerusakan platelet, termasuk di dalamnya jumlah trombosit (trombositopenia) atau kualitas trombosit (trombositopati).

3. Penyakit Von Willebrand (VWD) merupakan penyakit kelainan perdarahan (koagulopati) yang merupakan penyakit keturunan. Pasien memiliki gejala memar dan perdarahan mukosa seperti epitaksis dan melena. Sebaliknya, perdarahan jaringan lunak merupakan karakteristik khusus dari hemofilia (kurangnya faktor VII atau IX).

4. Kerusakan faktor pembekuan darah yang didapat karena adanya kerusakan

hati, defisiensi vitamin K, peningkatan fibrinolisis dan kelainan platelet (Page, 2006).

2.9.1 Trombositopenia dan trombositosis

(18)

2.9.2 Hemofilia

Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan yang memanjang. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII atau faktor IX, dikelompokkan sebagai hemofilia A dan B. Hemofilia A ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas antihemofilia VIII dan penyakit Christmas atau hemofilia B yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX (Baldy, 2005).

2.9.3 Penyakit Von Willebrand

Penyakit Von Willebrand adalah gangguan koagulasi yang terjadi karena penurunan aktivitas faktor VIIIVWF dan faktor VIIIAHG. Faktor Von Willebrand

disintesis di dalam sel-sel endotel dan megakariosit serta disimpan di dalam organel penyimpanan. Faktor Von Willebrand mempermudah adhesi trombosit pada komponen-komponen di dalam subendotel vaskular di bawah keadaan aliran yang tinggi dan bertekanan, serta faktor ini merupakan karier intravaskular untuk faktor VIII di tempat perdarahan aktif. Pada penyakit ini, trombosit tidak melekat pada kolagen karena adanya defisiensi atau kelainan pada faktor Von Willebrand (Baldy, 2005).

2.9.4 Defisiensi faktor plasma didapat

(19)

Gambar

Gambar 2.1 Rumus Kimia Asam Traneksamat
Gambar 2.2 Rumus Kimia Heparin
Tabel 2.1 Faktor-faktor pembekuan darah
Gambar 2.3 Proses koagulasi darah (Kelly, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Rasul menjalankan tugasnya dengan metode bi al-hikmah, dimana metode ini dilakukan rasul selama berdakwah, tidak hanya sembunyi-sembunyi tetapi juga pada

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat daun maman ungu memiliki aktivitas sitotoksik yang tidak poten terhadap sel HeLa dan sel WiDr dengan nilai IC 50

Hasil uji doubling time dapat dilihat pada Tabel II yang kemudian data tersebut dibuat dalam bentuk grafik dengan memplotkan antara waktu inkubasi vs log jumlah

Bagi ujian antibakteria, hasil kajian yang diperoleh menunjukkan ketiadaan aktiviti antibakteria oleh semua ekstrak dengan tiada zon perencatan diperoleh daripada setiap piring

Data pengamatan pertambahan panjang sulur tanaman buah naga, setelah dilakukan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa secara interaksi perlakuan pupuk kandang sapi dan

Hilangnya fungsi dan peranan ninik mamak, menjadi apatisnya masyarakat merupakan permasalahan yang muncul dari diterapkannya sistem pemerintahan desa di Nagari

Hasil refleksi siklus 2 adalah sebagai berikut: (1) Seluruh siswa melaksanakan tugas kelompok dengan aktif, dan kegiatan pembelajaran tidak lagi didominasi oleh