• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas pelatihan SAT (self regulation, assertiveness and time management) untuk meningkatkan kedisiplinan remaja di SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas pelatihan SAT (self regulation, assertiveness and time management) untuk meningkatkan kedisiplinan remaja di SMA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertengahan September 2013 dunia dihebohkan dengan berita terbunuhnya seorang kepala sekolah oleh siswa SMA di Fuzou/China. Pembunuhan ini terjadi karena sang kepala sekolah menegakkan kedisiplinan pada seorang siswa yang menggunakan handphone saat pembelajaran. Kepala sekolah melihatnya dan menyita handphone tersebut. Ternyata siswa yang bersangkutan tidak menerima dan membalas dengan menghabisi nyawa kepala sekolah (Jae, 2013).

(2)

2

Yansen (2004) mengatakan bahwa remaja di kota Medan banyak menghabiskan waktunya untuk berkumpul bersama temannya di Mall, cafe, diskotik, warnet dan tempat hiburan lainnya pada jam belajar. Borba (2006) juga mengatakan bahwa remaja sangat rentan dengan perilaku indisipliner. Ia mengatakan bahwa perilaku indisipliner pada remaja sangat dipengaruhi oleh cara berpikir remaja tersebut. Remaja terjebak pada pemikiran tidak nyaman jika melaksanakan aturan tertentu.

Rector. N. A (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa ada kaitan antara pemahaman yang salah terhadap perilaku yang salah. Pemahaman yang salah menyebabkan perilaku yang salah sulit berubah dan dapat menurunkan potensi diri. Sejalan dengan ini Maurice (2000) mengatakan bahwa ketidakdisiplinan (indisipliner) dimulai dari pemahaman yang salah tentang peraturan yang ditetapkan. Perilaku indisipliner ini mempengaruhi perilaku seseorang saat berada di sekolah, di rumah dan di lingkungannya. Perilaku tersebut dapat berupa pembangkangan, malam belajar hingga akhirnya gagal dalam pendidikan dan sulit bersosialisasi. Begitu pula Minutti. R. B, Christner. R & Freeman. A (2012) menjelaskan bahwa masalah yang muncul pada perilaku anak di sekolah disebabkan oleh adanya pemahaman yang salah tentang perilaku yang seharusnya dilakukan. Pemahaman yang salah ini menyebabkan mereka lebih sering mengekspresikan dirinya dengan menolak semua peraturan dan memberontak.

(3)

3

yang salah tentang perilaku yang seharusnya dilakukan. Begitupula Stallard (2002) mengatakan bahwa perilaku negatif dipengaruhi oleh pemikiran negatif, sehingga perilaku yang salah dapat diperbaiki dengan memperbaiki pikiran.

Pemahaman yang salah menyebabkan seseorang tidak mampu menjalankan rutinitas dengan baik sehingga tidak mendapat dukungan dari lingkungan sekitar, dikucilkan, dihukum dan dianggap berbeda. Akibatnya seseorang akan menutup diri dan tidak mengembangkan potensi dirinya (Christine, 2007). Sejalan dengan pendapat ini, Colvin (2008) juga mengatakan bahwa produktivitas seseorang dalam melaksanakan aturan ditentukan oleh pemahaman yang benar tentang pentingnya memperbaiki dan memotivasi diri. Arum (2003) juga mengatakan bahwa dampak ketidakdisiplinan akan mempengaruhi perilaku siswa dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai anak, anggota masyarakat dan perkumpulan yang melibatkan dirinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Fallo (2010) menemukan bahwa kedisiplinan dipengaruhi oleh kemampuan mengatur waktu dan motivasi berprestasi. Rahayu (2005) juga melakukan penelitian pada siswa SMA indisipliner. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa siswa yang melanggar peraturan disebabkan ketidakmampuannya dalam mengontrol diri, mengatur waktu dan memotivasi diri untuk bersungguh-sungguh menjalankan aturan.

Tindakan yang selama ini diberikan pihak sekolah untuk mengurangi tingkat ketidakdisiplinan siswa adalah hukuman. Hukuman ini bertujuan untuk

(4)

4

mandi, membersihkan ruangan sekolah hingga memanggil orangtua untuk dimintai kerjasama. Tindakan ini belum memberikan pengaruh yang cukup baik untuk mengurangi jumlah siswa yang indisipliner (Maurice, 2000). Begitu juga pendapat Johnson (2009), ia mengatakan bahwa jika menyebutkan kata disiplin pada anak-anak, kebanyakan dari mereka dengan segera akan berfikir tentang hukuman, karena selama ini mereka diajari hanya pada satu sisi dari kata multidimensional tersebut yaitu hukuman. Teknik-teknik penegakan kedisiplinan dibuat untuk menghukum, membuat malu, menakuti dan membalas kenakalan murid. Metode hukuman ini mungkin dapat mengubah perilaku murid sementara waktu, tetapi tidak mendorong murid untuk bertanggung jawab atas perbuatan mereka atau memotivasi mereka untuk bekerjasama dengan orang dewasa. Seringkali hukuman-hukuman kedisiplinan seperti memukul bokong, menyuruh murid berdiri dipojok kelas dan hukuman lainnya menyebabkan lingkaran kenakalan semakin memuncak, menyebabkan lebih banyak kerusuhan kelas dan nilai pelajaran menurun.

(5)

5

Perubahan perilaku dapat dibentuk dengan memberikan pelatihan. Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk mengubah perilaku yang salah menjadi perilaku yang benar (Beiling, 2006). Selain itu, Rogers (2011) mengatakan intervensi kedisiplinan sekolah dimulai dengan tahap menggambarkan, memetakan, mengarahkan hingga menghasilkan pertanyaan tentang apa saja yang menyebabkan perilaku indisipliner. Tahap ini dilakukan dengan pendekatan cognitive-behavior. Selanjutnya, Rector (2010) mengatakan bahwa pendekatan

cognitive-behavioral dapat mengidentifikasi pemikiran yang salah untuk mengembalikan perilaku yang seharusnya dilakukan.

(6)

6

Penelitian sebelumnya tentang peningkatan kedisiplinan sekolah pernah dilakukan oleh Fianna, Daharnis dan Ridha (2013). Penelitian ini menemukan bahwa teknik sanksi yang diberikan pada siswa indisipliner sangat dipengaruhi oleh konsistensi pemberian sanksi. Hasilnya siswa mengalami peningkatan kedisiplinan namun terjadi penurunan saat sanksi tidak diberikan. Artinya kesadaran diri untuk menjalankan kedisiplinan tergantung pada sanksi yang diberikan. Selanjutya Exellsa (2010) melakukan penelitian dengan memberikan pelatihan self management untuk meningkatkan kedisiplinan siswa datang tepat waktu. Hasilnya penelitian ini efektif diberikan secara individu. Asliyanti (2012) dalam penelitiannya menemukan bahwa pelatihan self regulation dapat meningkatkan prestasi belajar salah satunya dengan membentuk kedisiplinan mengerjakan tugas belajar.

(7)

7

menyelesaikan pekerjaan ataupun tugas belajar dengan mengubah pemahaman yang salah tentang perilaku yang seharusnya dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan peneltian tentang kedisiplinan sekolah. Peneliti menemukan adanya perilaku indisipliner yang terjadi pada salah satu SMA swasta di kota Medan dengan jumlah siswa kelas X sebanyak 215 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan konseling, wali kelas, beberapa guru mata pelajaran dan observasi selama 6 bulan terakhir, peneliti menemukan bahwa jumlah siswa terlambat sekitar 60 %/bulan, siswa membolos sekitar 30%/bulan, siswa remedial sekitar 8 orang/mata pelajaran/bulan, siswa yang tidak patuh pada kerapian 5-8 siswa/upacara hari senin, penggunaan Handphone tidak pada tempatnya 12 kasus/3 bulan, tidak sholat berjamaah 3-8 siswa/hari dan perkelahian sebanyak 8 kasus/6 bulan. Berikut tabel 1 tentang persentasi perilaku indisipliner yang dilakukan siswa SMA kelas X.

Tabel 1. Permasalahan Kedisiplinan di SMA Swasta Kelas X Medan

Penyebab Pelanggaran Disiplin Sekolah Jumlah Responden (dalam %)

Tidak mampu mengatur waktu 95 %

Tidak mampu mengontrol diri (komitmen dalam menyelesaikan tugas sekolah)

87 %

Terpengaruh ajakan teman 79 %

Tidak sengaja (lupa) 13 %

(8)

8

tentang pentingnya mengatur dan meotivasi diri sendiri. Mereka menganggap bahwa mereka sekolah hanya karena dipaksa orangtua, sehingga orangtualah yang bertanggung jawab untuk mengatur, memotivasi dan menyelesaikan masalahnya disekolah. Untuk itu terdapat 87% remaja yang melanggar peraturan sekolah disebabkan ketidakmampuan mengontrol dan memotivasi diri. Begitupula pemahaman mereka yang salah tentang berinteraksi dengan teman sebaya, mereka menganggap bermain dengan teman lebih penting dibandingkan belajar. Terutama jika temannya sedang mengajaknya cabut, maka keinginan untuk sekolah akan menurun sehingga mereka lebih memilih tidak sekolah. Atas dasar inilah 79% perilaku indisipliner disebabkan ajakan teman. Sedangkan 13% remaja mengatakan bahwa pelanggaran kedisiplinan dilakukan karena ketidaksengajaan (lupa).

(9)

9

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pelatihan SAT efektif meningkatkan kedisiplinan remaja di SMA ?.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pelatihan SAT dalam meningkatkan kedisiplinan remaja di SMA.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan pengetahuan bidang Psikologi Klinis Anak dan Pendidikan, mengenai kajian dan penerapan pelatihan SAT dalam pembentukan perilaku kedisiplinan pada siswa SMA.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk guru dan professional yang bekerja di lembaga pendidikan setingkat SMA dalam meningkatkan kedisiplinan remaja melalui pelatihan SAT.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

(10)

10 BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari variabel penelitian. BAB III METODELOGI PENELITIAN

Bab ini membahas tentang variabel penelitian, defenisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengumpulan data, prosedur penelitian dan metode analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang hasil pelaksanaan penelitian, intervensi pelatihan dan pembahasan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar

Tabel 1. Permasalahan Kedisiplinan  di SMA Swasta Kelas X Medan

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pendekatan SWOT tersebut didapat keputusan yang menunjukan kelebihan dan kekurangan sehingga selanjutnya untuk menentukan suatu peringkat keputusan

Tetapi sebaliknya mungkin malah bisa menjadi penghambat suatu proses pemasaran yang dilakukan retail karena konsumen akan merasa nyaman berbelanja jika Store Atmosphere

Berdasarkan gambaran permasalahan tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan mengangkat penelitian yang berjudul “UPAYA PENANGGULANGAN PELANGGARAN

Secara keseluruhan model deskripsi kualitas ISO/IEC 19796-1 ini adalah model deskripsi penilaian kualitas yang sangat tepat digunakan untuk menilai kualitas

Kekuatan tali pada Crane jenis OVERHEAD TRAVELLING CRANE dengan kapasitas angkat 10 ton ini dianalisis dalam penelitian ini melalui analisis kekuatan tarik pada tali, luas

Pengelasan adalah proses penyambungan logam dimana logam menjadi satu akibat panas dengan atau tanpa pengaruh tekanan, sehingga terjado ikatan metalurgis antara logam-logam

Pemberian tunjangan Pranata Hubungan Masyarakat, dihentikan apabila Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diangkat dalam jabatan struktural atau jabatan

Mesin bor ini terdiri atas dua langkah proses kerja yaitu dua silinder bersamaan menekan benda kerja dan silinder utama yang berada di dalam mesin mendorang meja untuk