BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi
2.1.1 Pengertian Implementasi
Menurut Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Wahab (1991) merumuskan proses
implementasi sebagai “those actions by public or private individuals (or groups) that are
directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions”
(tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/ pejabat-pejabat atau
kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan.
Daniel A.Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979) dalam Wahab (1991), menjelaskan
makna implementasi dengan mengatakan bahwa: memahami apa yang senyatanya terjadi
sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian
implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul
sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik
usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian.
Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses implementasi
kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif
yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri
kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi dan sosial
yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang
terlibat, dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik yang diharapkan
(intended) maupun yang tidak diharapkan (spillover/negative effects).
2.2.1 Program Jaminan Sosial
Dalam hidupnya, manusia seringkali menghadapi ketidakpastian, baik itu
ketidakpastian yang sifatnya spekulasi maupun ketidakpastian murni yang selalu
menimbulkan kerugian. Ketidakpastian murni inilah yang seringkali disebut risiko. Risiko
terdapat dalam berbagai bidang, dan bisa digolongkan dalam dua kelompok utama, yaitu
risiko fundamental dan risiko khusus. Untuk menghadapi risiko ini tentunya diperlukan suatu
instrument atau alat yang setidak-tidaknya akan dapat mencegah atau mengurangi timbulnya
risiko itu. Instrument atau alat itu disebut jaminan sosial
Kata “Jaminan sosial” berasal dari kata social dan security. Security diambil dari
Bahasa Latin “se-curus” yang bermakna “se” (pembebasan atau liberation) dan “curus” yang
berarti (kesulitan atau uneasiness). Sementara itu, kata “sosial” menunjuk pada istilah masyarakat atau orang banyak (society). Dengan demikian, jaminan sosial secara harafiah
adalah “pembebasan kesulitan masyarakat” atau “suatu upaya untuk membebaskan
masyarakat dari kesulitan.” Jaminan sosial (social security) dapat didefinisikan sebagai
sistem pemberian uang dan/atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko
tidak memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur,
kehamilan, masa tua, dan kematian. (http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_09.htm
diakses pada tanggal 27 Oktober 2012 pukul 10.28 WIB)
Jaminan sosial dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Social Security. Istilah ini untuk pertama kalinya dipakai secara resmi oleh Amerika Serikat dalam suatu
menghadapi risiko-risiko ekonomi atau social yang dapat mengakibatkan terhentinya/sangat
berkurangnya penghasilan.
Dilihat dari aspek hukum pengertian jaminan sosial adalah berkaitan dengan tanggung
jawab Negara untuk melaksanakan amanat pasal 5 (2), pasal 20, pasal 28H (1), (2), (3) dan
pasal 34 (1) dan (2) UUD 1945 yaitu system perlindungan dasar bagi masyarakat terhdap
resiko-resiko sosial ekonomi. Dilihat dari aspek politik jaminan sosial adalah upaya
pembentukan Negara kesejahteraan yang merupakan keinginan politik dari pemerintah.
Sedangkan dilihat dari aspek ekonomi jaminan sosial terkait dengan redestribusi pendapatan
melalui mekanisme kepesertaan wajib dan implementasi uji kebutuhan untuk keadilan, sistem
jaminan sosial diperlukan untuk ketahanan Negara dan sekaligus peningkatan daya beli
masyarakat agar terwujud keamanan ekonomi dalam jangka waktu panjang.
Menurut Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal
International Social Security Association (ISSA) di Jenewa mengartikan jaminan social sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk
risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari
terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya
sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan
keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan
untuk tunjangan keluarga dan anak.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial, pada pasal 2 ayat (4) menggariskan bahwa jaminan sosial sebagai
perwujudan dari sekuritas sosial adalah sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan
social bagi warga Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat guna
Pengertian jaminan sosial begitu luas seakan-akan jaminan social itu sendiri telah
mencakup bidang pencegahan dan pengembangan, bidang pemulihan dan penyembuhan serta
bidang pembinaan. Ketiga bidang ini kalau dikaitkan lebih jauh lagi akan apa yang
dinamakan perlindungan buruh, sehingga akan amat luaslah ruang lingkupnya. Jikalau
membicarkan jaminan sosial bagi pekerja, maka hal-hal itu yang bersangkutan dengan:
1. Jaminan sosial itu sendiri
2. Kesehatan kerja
3. Keselamatan dan keamanan kerja
Pengertian jaminan sosial secara sempit lebih dipertegas oleh Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: PER-03/MEN/1980 dalam pasal 2 ayat (1)
menentukan bahwa program jaminan social adalah program yang meliputi jaminan sakit,
hamil, bersalin, hari tua/pension, kecelakaan/cacat dan meninggal dunia bagi tenaga kerja
dan/atau keluarganya.
Bagi tenaga kerja apa yang dinamakan jaminan sosial sangatlah diperlukan untuk
meningkatkan produktivitas. Kiranya dapat dibayangkan bagaimana keadaannya tenaga kerja
tanpa adanya jaminan/kesejahteraan sama sekali, layaknya seperti keadaan kerja paksa atau
rodi yang pernah menimpa bangsa Indonesia. Memperbaiki dan meningkatkan jaminan
sosial merupakan bagian terpenting dari usaha Pemerintah dan masyarakat di samping upah
yang cukup serta syarat kerja yang manusiawi, karenanya usaha untuk memperoleh jaminan
sosial sering tidak dapat dilepaskan dari usaha perbaikan upah.
Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan
kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.
Program jaminan sosial merupakan program perlindungan yang bersifat dasar bagi
tenaga kerja yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap
risiko-risiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan tenaga
kerja dan keluargnya akibat dari terjadinya risiko-risiko sosial dengan pembiayaan yang
terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.
Risiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi
peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua dan meninggal dunia, yang
mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/ atau
membutuhkan perawatan medis.
Yang menjadi dasar hukum bagi penyelengaraan jaminan sosial di Indonesia antara
lain:
1. UUD 1945 antara lain pada :
a. Pasal 27 ayat 2 : tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan
b. Pasal 31 ayat 1 : tiap-tiap warga Negara berhak untuk mendapat pekerjaan
c. Pasal 33 ayat 3 : bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
d. Pasal 34 : fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara
2. GBHN
3. UU no 6 tahun 1974 tentang kententuan-ketentuan pokok kesejahteraan social
a. Pasal 2 ayat 4 : jaminan sosial sebagai perwujudan dari pada sekuritas sosial adalah
seluruh perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga Negara yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan / atau masyarakat guna memlihara taraf
b. Pasal 4 ayat 1 b : pemeliharaan kesejahteraan sosial melalui penyelenggaraan suatu
system jaminan sosial
c. Pasal 5 ayat 12 : pemerintah mengadakan usaha-usaha kearah terwujudnya dan
terbinanya suatu sisitem jaminan sosial yang menyeluruh.
d. Pasal 9
e. Pasal 10 : usaha pengerahan dan penggunaannya bagi kegiatan kesejahteraan di dalam
masyarakat.(http://pembaharuan-hukum.blogspot.com/2008/12/peran-serta-pemerintah-dalam-memberikan.html diakses pada tanggal 27 Oktober 2012 pukul 11.35)
Dari pengertian yang telah dipaparkan maka jaminan sosial mempunyai beberapa
aspek yaitu:
1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga
kerja serta keluarganya.
2. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian berlangsungnya
arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.
3. Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan terhadap resiko ekonomi
maupun sosial.
4. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja akan berdampak
meningkatkan produktifitas kerja.
5. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga
manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26157/4/Chapter%20II.pdf diakses pada
tanggal 27 Oktober 2012 pukul 11.34)
2.2.2 Tenaga Kerja
Menurut UU 13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.Menurut Payaman Simanjuntak, tenaga kerja
(man power) adalah penduduk yang sudah atausedang bekerja, sedang mencari pekerjaan,
dan yang melaksanakan kegiatan lain, seperti bersekolahdan mengurus rumah tangga.
Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh umur/usia.
(http://www.sarjanaku.com/2012/06/pengertian-tenaga-kerja-undang-undang.html diakses
pada tanggal 27 Oktober 2012 pukul 11.51 WIB )
Menurut Kesuma, SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau
usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai
nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik, kemampuan bekerja diukur dengan
usia.Dengan kata lain,orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Kelompok penduduk dalam usia
kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau man power.
Secara singkat, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam usia kerja.Pengertian
tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah bekerja atau sedang bersekolah dan mengurus
rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir, walaupun sedang tidak bekerja,mereka
dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Penggunaan SDMuntuk
kegiatan produksi dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas SDM serta kondisi perekonomian
yang mempengaruhi SDM. di Indonesia, semula dipilih batas umur minimum 10 tahun tanpa
batas umur maksimum.Dengan demikian tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai
penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur
minimum adalah berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk
berumur muda terutama di desa-desa sudah bekerja atau mencari pekerjaan.
Dengan bertambahnya, kegiatan pendidikan maka jumlah penduduk dalam usia
sekolah yang melakukan kegiatan ekonomi akan berkurang. Bila wajib sekolah 9 tahun
kata lain jumlah penduduk yang bekerja dalam batas umur tersebut akan menjadi sangat
kecil, sehingga batas umur minimum lebih tepat dinaikkan menjadi 15 tahun. Atas
pertimbangan tersebut, Undang-Undang Nomor Nomor 25 Tahun 1997 telah menetapkan
batas usia kerja menjadi 15 tahun.
(http://www.scribd.com/doc/59346490/Pengertian-Dan-Kategori-Tenaga-Kerja diakses pada tanggal 27 Oktober 2012 pukul 11.48 WIB)
Pengertian tenaga kerja mencakup pekerja/buruh, pegawai negeri, tentara, orang yang
sedang mencari pekerjaan, orang-orang yang berprofesi bebas seperti pengacara, dokter,
pedagang, penjahit,dan lain-lain. Masing-masing profesi tersebut berbeda satu dengan yang
lain walaupun semuanya termasuk dalam kategori tenaga kerja. Hal ini karena hubungan
hukum dan peraturan yang mengaturnya juga berlainan. Bagi pekerja/buruh hubungan hukum
dengan pemberi kerja bersifat keperdataan yaitu dibuat diantara para pihak yang mempunyai
kepedudukan perdata. Hubungan hukum antara kedua pihak selain diatur dalam perjanjian
kerja yang mereka tanda tangani (hukum otonom) juga diatur dalama peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh instansi/lembaga yang berwenang untuk itu (hukum heteronom).
Pekerja/buruh merupakan bagian dari tenaga kerja yaitu tenaga yang bekerja didalam
hubungan kerja, dibawah perintah pemberi kerja (bisa perorangan, pengusaha, badan hukum,
atau badan lainnya). Dengan kata lain tenaga kerja disebut sebagai pekerja/buruh bila ia
melakukan pekerjaan didalam hubungan kerja dan dibawah perintah orang lain dengan
menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Adapun penggolongan tenaga kerja yaitu:
a. Tenaga kerja berdasarkan kemampuannya, yaitu:
- Tenaga kerja terdidik/tenaga ahli/tenaga mahir yaitu tenaga kerja yang
mendapatkan suatu keahlian atau kemahiran padasuatu bidang karena sekolah atau
pendidikan formal dan non formal. Contohnya seperti sarjanaekonomi, insinyur,
- Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang
tertentu yang didapat melalui pengalaman kerja. Keahlian terlatih ini tidak
memerlukan pendidikan karenayang dibutuhkan adalah latihan dan melakukannya
berulang-ulang sampai bisa dan menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya adalah supir,
pelayan toko, tukang masak, montir, pelukis, danlain-lain.
- Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang
hanyamengandalkan tenaga saja. Contoh tenaga kerja model ini seperti kuli, buruh
angkut, buruh pabrik, pembantu, tukang becak, dan masih banyak lagi contoh
lainnya
b. Tenaga kerja berdasarkan sifatnya, yaitu:
- Tenaga kerja jasmani yaitu tenaga kerja yang mengandalkan fisik atau jasmani
dalam proses produksi
- Tenaga kerja rohani yaitu tenaga kerja yang memerlukanpikiran untuk melakukan
dalam proses produksi
c. Tenaga kerja berdasarkan fungsi pokok perusahaan yaitu:
- Tenaga kerja bagian produksi
- Tenaga kerja bagian pemasaran
- Tenaga kerja bagian umum dan administrasi
d. Tenaga kerja berdasarkan hubungan dengan produk, yaitu:
- Tenaga kerja langsung
- Tenaga kerja tidak langsung
e. Tenaga kerja berdasarkan jenis pekerjaannya, yaitu:
- Tenaga kerja bagian pabrik
- Tenaga kerja bagian kantor
2.2.3 Ruang Lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-undang No.3 Tahun 1992
adalah merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari majikan.
Pada hakikatnya program jaminan social tenaga kerja dimaksudkan untuk memberikan
kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian
atau seluruh penghasilan yang hilang.
Menurut Undang-undang No.3 Tahun 1992, jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu
perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk bantuan berupa uang sebagai pengganti
sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau
keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari
tua dan meninggal dunia. (Asikin, Wahab, Husni &Asyhadie 1993: 156)
Dengan demikian maka ruang lingkup yang diatur oleh Undang-undang Nomor 3
Tahun 1992 meliputi:
A.Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja termasuk
sakit akibat hubungan kerja, demikian pula terhadap kecelakaan kerja yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kembali melalui jalan yang
biasa/wajar yang dilalui. Iuran jaminan kecelakaan kerja sepenuhnya ditanggung oleh
pengusaha yang besarnya antara 0,24-1,74% dari upah kerja sebulan. Besarnya iuran sangat
tergantung dari tingkat resiko kecelakaan yang mungkin terjadi dari suatu jenis usaha
tertentu, semakin besar tingkat resiko tersebut, semakin besar iuran kecelakaan kerja yang
Penyetoran dilakukan oleh pengusaha kepada badan penyelenggara, dilakukan setiap
bulan dan disetor secara lunas paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya.keterlambatan pembayaran iuran dikenakan denda. ( Husni 2000:118)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaran
Jamsostek jo. Keppres No.22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan
Kerja, bagi tenaga kerja yang telah berakhir hubungan kerjanya dan mengalami sakit yang
berdasarkan keterangan dokter yang ditunjuk, menderita penyakit yang timbul dari hubungan
kerja masih berhak memperoleh perlindungan dari program Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK). (Maimun 2007:108)
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima perlindungan JKK
yang meliputi penggantian:
1. Biaya pengangkutan ke rumah sakit atau ke rumahnya termasuk biaya pertolongan
pertama pada kecelakaan. Menurut PP No.83 Tahun 2000, penggantian ongkos angkutan
yang diberikan adalah:
a. Bila menggunakan jasa angkutan darat dan/ atau sungai, maksimun sebesar Rp
150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah)
b. Bila menggunakan jasa angkutan laut, maksimun sebesar Rp 300.000,00 (tiga ratus
ribu rupiah)
c. Bila menggunakan jasa angkutan udara maksimun sebesar Rp 400.000,00 (empat
ratus ribu rupiah)
2. Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan selama di rumah sakit termasuk
rawat jalan. Biaya yang dijamin menurut PP No.64 Tahun 2005 adalah biaya:
a. Dokter
b. Obat
d. Rontgen, laboratorium
e. Perawatan Puskesmas, rumah sakit kelas I
f. Gigi
g. Mata
h. Jasa tabib/shines/tradisionil yang telah mendapatkan izin resmi dari instansi yang
berwenang
Seluruh biaya yang diganti tersebut untuk 1 (satu) kali peristiwa kecelakaan maksimum
sebesar Rp 8.000.000,00 (delapan juta rupiah)
3. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja. Biaya
ini diberikan 1 (satu) kali untuk setiap kasus kecelakaan kerja dengan patokan harga
yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Prof. Dokter Suharso, Surakarta ditambah 40%
dari biaya tersebut.
Selain memperoleh penggantian biaya tersebut, terhadap tenaga kerja yang tertimpa
kecelakaan kerja juga diberikan santunan berupa uang yang meliputi:
1. Santunan sementara tidak mampu bekerja (STMB) dengan perincian sebagai berikut:
a. Untuk 4 (empat) bulan pertama sebesar 100% (seratus perseratus) dari upah
b. Untuk 4 (empat) bulan kedua sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah
c. Bulan seterusnya sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari upah
2. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya yang dibayarkan secara sekaligus
(lumpsum) sebesar presentase tertentu dikalikan 70 bulan upah
3. Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental. Santunan ini
b. Santunan berkala sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) perbulan selama 24
bulan
c. Santunan cacat kekurangan fungsi dibayar secara sekaligus (lumpsum) sebesar presentase tertentu
4. Santunan kematian untuk ahli warisnya jika tenaga kerja meninggal dunia dibayarkan
secara sekaligus bersama biaya pemakaman dan secara berkala masing-masing:
a. Untuk santunan sekaligus sebesar 60% X 70 bulan upah, dengan catatan
sekurang-kurangnya sebesar jaminan kematian
b. Santunan berkala sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) per bulan selama 24
(dua puluh) empat bulan
c. Biaya pemakaman sebesar Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah)
Besarnya penggantian biaya JKK yang diberikan dibatasi nilai maksimal (plafon)
tertentu. Apabila maksimal telah tercapai dan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja
belum dinyatakan sembuh oleh dokter maka biaya pengobatan dan penyembuhan berikutnya
ditanggung oleh pengusaha selaku pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan
kerja.
Kewajiban pengusaha sehubungan dengan Jaminan Kecelakaan Kerja ini adalah:
1. Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi tenaga kerja yang tertimpa
kecelakaan
2. Melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerjanya kepada kantor
Depnaker dan badan penyelenggara setempat atau terdekat, sebagai laporan
kecelakaan kerja tahap I dalam waktu tidak lebih dari 2X24 jamterhitung sejak
terjadinya kecelakaan.
3. Melaporkan akibat kecelakaan kerja kepada kantor Depnaker dan badan
dalam waktu tidak lebih dari 2X24 jam setelah ada surat keterangan dokter
pemeriksa atau dokter penasihat
4. Melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih
dari 2X24 jam setelah ada hasil diagnosis dari dokter pemeriksa. Bagi pengusaha
yang tidak memenuhi kewajibannya tersebut di atas walaupun telah diberi
peringatan, dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha.
5. Mengurus hak tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja kepada badan
penyelenggara sampai memperoleh hak-haknya. Barangsiapa yang tidak memenuhi
kewajiban melaporkan kecelakaan kerja, melaporkan kesembuhan, cacat atau
meninggal dunianya tenaga kerja yang kecelakaan tersebut atau tidak mengurus hak
tenaga kerja yang kecelakaan tersebut badan penyelenggara, diancam dengan
hukuman kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp
50.000.000,-
Untuk keperluan penghitungan pembayaran santunan JKK bagi tenaga kerja yang
bukan pekerja/buruh dilakukan sebagai berikut:
1. Magang atau murid atau narapidanan dianggap menerima upah sebesar upah
sebulan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan yang sama pada perusahaan
bersangkutan
2. Perorangan yang memborong pekerjaan dianggap menerima upah sebesar upah
tertinggi dari pekerja/buruh pelaksana yang bekerja pada perusahaan yang
B. Jaminan Kematian ( JK)
Tenaga kerja selama menjadi peserta Jamsostek, apabila meninggal dunia bukan
karena kecelakaan kerja, maka keluarga yang ditinggalkannya berhak menerima jaminan
kematian (JK). Yang dimaksud keluarga disini adalah janda atau duda, apabila janda atau
duda tidak ada maka urutan yang berhak menerima adalah anak, orangtua, cucu, kakek atau
nenek, saudara kandung, atau mertua. Dalam hal yang dimaksud keluarga tersebut tidak ada,
maka jaminan kematian dibayarkan sekaligus kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja
dalam wasiatnya. Apabila tidak ada orang yang menerima wasiat maka diberikan kepada
pengusaha atau pihak lain guna pengurusan pemakaman.
Dalam hal janda atau duda atau anak tidak ada, maka santunan jaminan kematian
dibayar sekaligus kepada keturunan sedarah yang ada dari tenga kerja menurut garis lurus
kebawah dan garis lurus ke atas, dihitung samapai derajat kedua. Dalam hal tenaga kerja
tidak mempunyai keturunan sedarah, maka santunan jaminan kematian dibayarkan sekaligus
kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam wasiatnya.
Dalam hal tenaga kerja meninggal akibat kecelakaan kerja, maka santunan jaminan
sosial tenaga kerja yang menjaminnya adalah JKK, kecuali jika jumlah santunan JKK lebih
rendah dari jumlah santunan jaminan kematian, maka keluarganya akan mendapatkan
santunan dari jaminan kematian.
Jaminan Kematian diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja yang menjadi peserta
Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan kerja. Jaminan Kematian dibedakan
antara biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila seorang tenaga kerja meninggal
dunia dan tidak mempunyai ahli waris maka biaya pemakaman saja yang diberikan kepada
mereka yang mengurus pemakaman tenaga kerja tersebut.
Besarnya jaminan kematian menurut PP No. 64 Tahun 2005 adalah:
2. Biaya pemakaman sebesar Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah)
3. Santunan berkala sebesar Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah)
Pengajuan pembayaran jaminan kematian ke PT Jamsostek (Persero) harus dilampiri
bukti kartu peserta jamsostek dan surat keterangan kematian. Bagi magang, murid, orang
yang memborong pekerjaan, dan narapidana yang dipekerjakan apabila meninggal dunia
bukan karena kecelakaan kerja, keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas jaminan
kematian.
C. Jaminan Hari Tua (JHT)
Hari tua adalah umur pada saat produktivitas tenaga kerja menurun, sehingga perlu
diganti dengan tenaga kerja yang lebih muda. Termasuk dalam penggantian ini adalah jika
tenaga kerja tersebut cacat tetap dan total (total and permanent disability). Pembayaran iuran jaminan hari tua menjadi tanggung jawab bersama antara pekerja dan pengusaha yakni 3,70%
ditanggung pengusaha dan 2% ditanggung oleh pekerja. ( Husni 2000: 123)
Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan oleh program Jamsostek adalah
Jaminan Hari Tua. Jaminan hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak lagi
mampu bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga
kerja dan mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi
mereka yang berpenghasilan rendah. Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan
penghasilan yang dibayarkan sekaligus dan atau berkala saat tenaga kerja mencapai usia lima
puluh lima tahun atau memenuhi persyaratan pensiun. Besarnya jaminan hari tua adalah
keseluruhan iuran yang telah disetorkan beserta hasil pengembangannya.
Jaminan Hari Tua (JHT) adalah penerimaan penghasilan yang diterima sekaligus dan
atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun atau jika memenuhi syarat
tertentu. Syarat tertentu yang dimaksud adalah:
2. Berakhir hubungan kerjanya setelah melewati masa kepesertaan 5 tahun
3. Meninggal dunia sebelum berusia 55 tahun
Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia sebelum berusia 55 tahun atau setelah
berusia 55 tahun tetapi belum menerima JHT, maka JHT diterima oleh janda atau duda atau
anak yang ditinggalkannya secara sekaligus (lumpsum)
Jaminan Hari Tua dibayarkan pada saat pekerja berusia 55 tahun atau cacat total untuk
selama-lamanya dapat dilakukan dengan:
1. Secara sekaligus apabila jumlah seluruh jaminan hari tua yang dibayarkan kurang
dari Rp 3.000.000,00
2. Secara berkala apabila seluruh jaminan hari tua yang harus dibayar mencapai Rp
3.000.000,00 atau lebih dilakukan paling lama 5 tahun (Pasal 24 ayat (2)
Peraturan Pemerintah No. 14 tahub 1993)
Tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 tahun tetapi masih tetap bekerja dapat
memilih untuk menerima JHT pada saat berusia 55 tahun atau pada saat berhenti bekerja.
Dalam hal tenaga kerja mengalami cacat total tetap untuk selama-lamanya sebelum berusia
55 tahun sehingga tidak mungkin lagi untuk bekerja, maka kepadanya diberikan JHT yang
menjadi haknya. Bagi tenaga kerja yang berhenti dari perusahaan sebelum berusia 55 tahun
dapat menerima JHT setelah memenuhi persyaratan:
1. Mempunyai masa kepesertaan JHT sekurang-kurangnya 5 tahun
2. Telah melewati masa tunggu selama 6 bulan terhitung sejak tenaga kerja
bersangkutan berhenti bekerja
D.Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Pada awalnya di Indonesia kewajiban pengusaha untuk memeriksakan kesehatan
pekerjanya hannya diatur dalam perjanjian Biparpit antara pekerja/buruh dan pengusaha.
peraturan perundangan ketenagakerjaan. Kesehatan Kerja pertama kali tertuang dalam
Undang-Undang No.14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja serat
Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang menyatakan bahwa
kesehatan kerja merupakan bagaian dari keselamatan kerja. Selanjutnya Undang-Undang
No.25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan mengatur mengenai kesehatan kerja pada Pasal
108 ayat (2), yang secara jelas menyebutkan bahwa untuk melindungi kesehatan
pekerja/burug guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya
kesehatan kerja.
Setiap tenaga kerja beserta keluarganya (suami atau istri yang sah dan anak
sebanyak-banyaknya 3 orang) berhak atas jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK). Paket pemeliharaan
kesehatan yang diberikan adalah pelayanan tingkat dasar yang meliputi pelayanan
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit
(kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).
Mengingat pelayanan yang diberikan adalah tingkat dasar, maka bila karena satu dan
lain hal memerlukan pelayanan yang melebihi standar, tenaga kerja bersangkutan harus
membayar selisih biaya pelayanan yang diberikan. Sebagai contoh, tenaga kerja memerlukan
pelayanan rawat inap 10 hari. Penggantian biaya rawat inap yang diberikan PT Jamsostek
selaku penyelenggara JPK hanya 7 hari sesuai standar biaya yang telah ditetapkan. Sisa
selebihnya selama 3 hari harus dibayar oleh teenage kerja bersangkutan. Demikian pula jika
tenaga kerja atau keluarganya memerlukan obat-obatan diluar standar, selisih harga obat
tersebut dibayar oleh tenaga kerja yang menjadi peserta program JPK.
Jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan PT Jamsostek kepada tenaga kerja
dan keluarganya meliputi:
Yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang dilakukan dipelayanan
kesehatan tingkat pertama
2. Rawat jalan tingkat lanjut
Yaitu semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang merupakan rujukan
(lanjutan) dari rawat jalan tingkat pertama
3. Rawat inap
Yaitu pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana penderita harus tinggal atau
mondok sedikitnya 1 hari berdasarkan rujukan dari pelaksana pelayanan kesehatan lain.
Rawat inap dapat diselenggarakan di:
a. Rumah sakit pemerintah pusat atau daerah
b. Rumah sakit swasta yang ditunjuk
4. Pemeriksaan persalinan, kehamilan, dan pertolongan persalinan baik persalinan normal,
tidak normal dan/atau gugur kandungan
5. Penunjang diagnostik
Yaitu semua pemeriksaan dalam rangka menegakkan diagnosa yang dipandang perlu
oleh pelaksana pengobatan lanjutan dan dilaksanakan pada bagian diagnostik rumah sakit
atau fasilitas khusus untuk itu yang meliputi:
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan radiologi
c. Pemeriksaan penunjang diagnosa lain
6. Pelayanan Khusus
Yaitu pemeliharaan kesehatan yang memerlukan perawatan khusus bagi penyakit
tertentu serta pemberian alat-alat organ tubuh agar dapat berfungsi seperti semula yang
a. Kacamata
b. Prothese gigi c. Alat bantu dengar
d. Prothese anggota gerak e. Prothese mata
7. Gawat darurat
Gawat darurat adalah suatu keadaan yang memerlukan pemeriksaan medis segera
yang apabila tidak dilakukan akan menyebabkan hal yang fatal bagi penderita. Tenaga
kerja dan keluarganya yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung
memperoleh pelayanan dari pelaksana pelayanan kesehatan atau rumah sakit terdekat
dengan cara menunjukkan kartu JPK.
2.2.4 Tata Cara Pendaftaran Jamsostek
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-05/MEN/1993 pasal 2 tata cara
pendaftaran Jamsostek adalah:
(1) Setiap pengusaha yang mengajukan pendaftaran Kepesertaan Progam Jaminan
Sosial Tenaga Kerja kepada Badan Penyelenggara harus mengisi formulir:
a. Pendaftaran Perusahaan (Formulir Jamsostek 1)
b. Pendaftaran tenaga kerja (Formulir Jamsostek 1a)
(2) Setiap tenaga kerja yang telah didaftarkan kepada Badan Penyelenggara pada
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan harus mengisi formulir daftar susunan
keluarga tenaga kerja (Formulir Jamsostek 1b)
(3) Pengusaha harus menyampaikan formulir Jamsostek sebagaimana dalam ayat (1)
diterimanya formulir tersebut oleh pengusaha yang bersangkutan yang dibuktikan
dengan tandaterima atau tanda terima pengiriman pos
(4) Kepesertaan dalam program jaminan sosial tenaga kerja dimulai tanggal 1 bulan
berikutnya sejak formulir Jamsostek 1 dan Formulir Jamsostek 1a serta Formulir
Jamsostek 1b bagi perusahaan yang ikut serta dalm Program Jaminan Pemeliharaan
2.3 Kerangka Pemikiran
Dalam proses produksi barang dan jasa dalam perusahaan, karyawan atau tenaga kerja
memiliki peranan sangat penting, bahkan dalam pembangunan nasional yang demikian luas
cakupannya, pekerja memiliki kedudukan strategis. Pentingnya tenaga kerja dalam
pembangunan suatu bangsa sudah selayaknya mendapatkan perhatian, seperti dalam bentuk
imbalan yang memadai dan aspek kesejahteraan lain, termasuk di dalamnya jaminan sosial.
Dalam rangka mencapai kesejahteraan karyawan, Pemerintah telah menyediakan
infrastruktur berupa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 yang mengatur tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 ini juga didukung
oleh beberapa peraturan perundang-undangan pelaksanaan, sehingga pengaturan pemberian
jaminan sosial tenaga kerja, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemeliharaan
kesehatan, jaminan hari tua, dan jaminan kematian dapat berlangsung dengan baik. Melalui
peraturan perundang-undangan yang lebih operasional, seperti Peraturan Pemerintah No. 14
Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Program Jamsostek maupun Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Per-24/Men/VI/2006 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja telah diatur lebih rinci pelaksanaan
Jamsostek, termasuk institusi pelaksana program tersebut, sehingga saat ini dikenal PT.
Jamsostek (Pesero) dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Sehubungan dengan upaya untuk memberikan perlindungan dan pemeliharaan
keselamatan kerja, demi meningkatkan kesejahteraan karyawannya maka PT Biotis
Nusantara mengikutsertakan karyawan dalam program Jamsostek. Sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 pasal 6 ayat 1 yang menjadi ruang lingkup yaitu Jaminan
Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pemeliharaan
pada 3 program Jamsostek yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan.
Pelaksanaan program Jamsostek di PT Biotis Nusantara cabang kota Medan dapat
diketahui dengan indikator sosialisasi program Jamsostek, proses pendaftaran program
Jamsostek dan pelayanan program Jamsostek. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah
program tersebut sudah berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku serta apakah
pelayanan yang diberikan pihak Jamsostek benar-benar dirasakan dan akhirnya memberikan
kepuasan bagi tenaga kerja PT Biotis Nusantara cabang Kota Medan terhadap program
- Biaya transport ke rumah sakit
- Biaya pengobatan/perawatan
- Pemberian santunan cacat
- Pemberian santunan kematian
Gambar I
BAGAN ALUR PEMIKIRAN
Pelaksanaan Program Jamsostek PT Biotis Nusantara
cabang Kota Medan
Jaminan Kecelakaan Kerja Jaminan Kematian
- Santunan Kematian
- Biaya pemakaman
- Santunan berkala
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
- Pelayanan rawat Jalan
- Pelayanan rawat inap
- Pemeriksaan kehamilan dan
pertolongan persalinan
2.4 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.4.1. Defenisi Konsep
Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya
menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang dikaji (Siagian 2011:136). Defenisi
konsep merupakan suatu istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak kejadian, kkelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial.
Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar
tentang apa yang akan diteliti serta menghindari pemahaman yang salah yang dapat
mengaburkan tujuan dari penelitian. Adapun yang menjadi defenisi konsep yang diangkat
dalam penelitian ini adalah:
1. Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/
pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan
2. Jaminan Sosial adalah perwujudan dari sekuritas sosial adalah sistem perlindungan
dan pemeliharaan kesejahteraan social bagi warga Negara yang diselenggarakan
oleh pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial.
3. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat.
4. Jaminan kecelakaan kerja adalah suatu jaminan bagi tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan kerja yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit
yang timbul karena hubungan kerja
5. Jaminan Kematian adalah suatu jaminan bagi tenaga kerja yang meninggal dunia
karena kecelakaan kerja yang mengakibatkan terputusnya penghasilan dan sangat
6. Jaminan hari tua adalah penerimaan penghasilan yang diterima sekaligus dan atau
berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 tahun dimana diperoleh karena sudah
cacat total, meninggal dunia dan berakhirnya hubungan kerja
7. Jaminan pemeliharaan kesehatan adalah suatu jaminan dengan paket pemeliharaan
kesehatan yang diberikan adalah pelayanan tingkat dasar yang meliputi pelayanan
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).
2.4.2. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah operasional konsep yang menjadikan konsep semula
bersifat statis menjadi dinamis. Jika konsep ini sudah bersifat dinamis, maka akan
memungkinkan untuk dioperasikan, wujud operasionalisasi konsep adalah dalam bentuk
sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan aspek-aspek yang terangkum dalam
konsep terangkat dan terbuka (Siagian 2011:141)
Bertujuan untuk memudahkan dalam melaksanakan penelitian dilapangan serta
menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dengan kata-kata yang dapat diuji
dan diketahui kebenarannya.
Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam implementasi program jaminan
sosial tenaga kerja (Jamsostek) di PT Biotis Nusantara cabang Kota Medan adalah:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja dengan indikator:
- Biaya transport ke rumah sakit
- Biaya pengobatan/perawatan
- Pemberian santunan cacat
- Pemberian santunan kematian
2. Jaminan Kematian dengan indikator:
- Biaya pemakaman
- Santunan berkala
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dengan indikator:
- Pelayanan rawat Jalan
- Pelayanan rawat inap
- Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan