• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Public Speaking dalam Kegiatan Open Mic (Studi tentang Peran Public Speaking terhadap Kemampuan Comic dalam Kegiatan Open Mic Komunitas Stand Up Indo Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Public Speaking dalam Kegiatan Open Mic (Studi tentang Peran Public Speaking terhadap Kemampuan Comic dalam Kegiatan Open Mic Komunitas Stand Up Indo Kota Medan)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Paradigma Kajian

Paradigma atau paradigm (Inggris) atau paradigme (Perancis), istilah tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis, para berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang berarti model, contoh, arketipe, ideal). Deigma dalam bentuk kata kerja deiknymai berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Berdasarkan uraian tersebut, paradigma berarti di sisi model, di samping pola atau di sisi contoh. Paradigma juga bisa berarti sesuatu yang menampakkan pola, model atau contoh (Bagus dalam Pujileksono, 2015: 25).

Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Hajaroh, 2013: 2) Paradigma dipandang sebagai seperangkat keyakinan-keyakinan dasar (basic believes) yang berhubungan dengan yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan dan sifat dasar bahan kajian. Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum. Konseptualisasi, kategorisasi dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Paradigma kualitatif mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur, 2012: 73).

(2)

Dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan suatu pola, model, atau cara berpikir seseorang terhadap sesuatu. Sedangkan paradigma penelitian merupakan pola, model atau cara berpikir peneliti terhadap permasalahan yang diteliti.

2.1.1 Paradigma Post Positivism

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma post positivism karena (Salim, 2001: 40 dalam Mariska, 2016: 5) menjelaskan post positivisme sebagai berikut: Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki kelemahan-kelemahan Positivisme yang hanya mengandalkan kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara ontologi aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam, tetapi suatu hal, yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu secara metodologi pendekatan eksperimental melalui metode triangulation yaitu penggunaan bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori.

2.2Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalah atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001 : 39).

Berdasarkan hal tersebut, fungsi teori dalam riset atau penelitian adalah membantu peneliti menerangkan fenomena sosial dan fenomena yang dialami yang menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah himpunan konsep, definisi dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala tersebut (Kriyantono, 2008 : 43). Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah :

2.2.1 Public Speaking

Istilah retorika lebih dahulu lahir dibandingkan dengan istilah public

speaking, namun definisi dari keduanya memiliki makna yang sama. Istilah public

speaking berawal dari para ahli retorika, yang mengartikan sama yaitu seni

(3)

komunikasi yang paling efektif dan efisien. Secara sederhana, public speaking dapat didefinisikan sebagai proses berbicara kepada sekelompok orang dengan tujuann memberikan informasi, mempengaruhi ataupun menghibur audiens.

Public sepaking juga dapat didefinisikan sebagai proses berbicara kepada

sekelompok orang secara sengaja serta ditujukan untuk menginformasikan, mempengaruhi ataupun menghibur pendengar (Yanuarita, 2012 : 9).

Whitman dan Boase (1983) mengatakan dalam penggunaannya yang lebih kontemporer, public speaking berfungsi untuk menarik perhatian, menghibur, memberikan informasi, mempertanyakan suatu perkara, membujuk, meyakinkan, memberikan rangsangan, memberikan kritikan, membentuk kesan, memperingatkan, membangun semangat, memberikan intruksi, menyajikan sebuah penelusuran, menggerakan massa dan menyamarkan suatu perkara (Mulyana, 2009 : 2).

Public Speaking adalah kemampuan seseorang untuk berbicara di depan

umum dengan benar sehingga pesan dapat dengan jelas tersampaikan dan tujuan bicara bisa langsung didapatkan (Hilbram, 2012 : 6). Kemampuan public sepaking diperlukan untuk seseorang yang berbicara di depan dua orang atau lebih. Menurut Verderber dan Sellnow (2008) Public speaking ini didefinisikan sebagai percakapan-presentasi secara oral yang biasanya disampaikan secara formal-dalam kondisi audiensnya dihimpun formal-dalam konteks yang formal untuk mendengarkan atau selama percakapan informal.

Menurut Verderber, Verderber, and Sellnow (2008 : 15) Public speaking ini didefinisikan sebagai percakapan—presentasi secara oral yang biasanya disampaikan secara formal—dalam kondisi audiensnya dihimpun dalam konteks yang formal untuk mendengarkan atau selama percakapan informal.

Secara bahasa, public speaking berasal dari dua kata dalam bahasa Inggris,

public dan speaking. Dalam kamus Bahasa Inggris-Indonesia, John Echols dan

(4)

Secara sederhana, public speaking dapat didefinisikan sebagai proses berbicara kepada sekelompok orang dengan tujuan untuk memberi informasi, mempengaruhi (mempersuasi) dan/atau menghibur audiens. Banyak orang menyebut public speaking sebagai “presentasi”. Seperti layaknya semua bentuk komunikasi, berbicara di depan publik memiliki beberapa elemen dasar yang paralel dengan model komunikasi yang dikemukakan oleh Laswell yakni komunikator (pembicara), pesan (isi presentasi), komunikan (pendengar/ audiens), medium, dan efek (dampak presentasi pada audiens). Tujuan berbicara di depan publik bermacam-macam, mulai dari mentransmisikan informasi, memotivasi orang, atau hanya sekedar bercerita.

Public speaking berakar dari tradisi politik peradaban Yunani Kuno.

Untuk itu public speaking tidak pernah lepas dari aspek politik. Hal ini dilihat dalam public speaking ada tujuan untuk mempengarui dan mengarahkan. Dalam bahasa Yunani public speaking berasal dari kata ητορικός (Retorika), yang berarti “Pidato”. Retorika berkaitan juga dengan berkata dan berucap.

Istilah retorika dapat ditemukan dalam perbendaharaan bahasa Inggris dengan kata rhetoric yang berarti “kepandaian berbicara atau berpidato” (Echols, 1975 : 485). Sementara Hornby dan Pranwell (1961 : 364) menjelaskan retorika sebagai seni menggunakan kata-kata secara mengesankan, baik lisan maupun tulisan, atau berbicara degan banyak orang dengan menggunakan pertunjukan dan rekaan. Webster’s Tower Dictionary (1957 : 230) menyatakan rhetoric sebagai seni menggunakan bahasa secara efektif.

Retorika dalam bahasa Belanda dikenal istilah retorica sebagai ilmu pidato dalam arti pemakaian kata-kata dengan gaya yang indah (Wojowasito, 1981 : 541). Sedangkan, dalam Bahasa Inggris dikenal pula istilah public

speaking yang artinya sama dengan retorika. Demikian pula maknanya, yaitu

(5)

Teori-teori retorika atau public speaking itu mulai dikenal orang setelah mereka merasa perlu berbicara yang efektif (Devito, 1984 : 3) untuk bisa memengaruhi orang atau orang-orang lain dalam arti mengubah sikap, sifat, pendapat dan tingkah laku orang atau orang-orang lain itu; dan ini berawal pada tahun 3000 SM (Kustadi, 2009 : 25-26)

1. Elemen-Elemen dalam Public Speaking

Berikut ini penulis akan menguraikan elemen-elemen didalam membangun keberhasilan public speaking (retorika) :

a. Elemen-elemen didalam membangun keberhasilan public speaking (retorika) menurut buku yang berjudul “Retorika Modern” karangan Jalaluddin Rakhmat (2011), yaitu :

(1) Pembicara harus mampu memilih topik dan tujuan

Topik yang baik harus sesuai dengan kriteria topik yang telah ditentukan. Topik yang baik harus sesuai dengan latar belakang pengetahuan pembicara, menarik minat pembicara dan minat pendengar, harus jelas ruang lingkup pembatasannya, harus sessuai dengan waktu dan situasi serta harus ditambah dengan bahan yang lain

(2) Pembicara harus merumuskan judul

(6)

(3) Pembicara harus menentukan tujuan

Pembicara juga harus menentukan tujuan umum dan khusus dari pidato, dimana tujuan khusus pidato merupakan penjabaran dari tujuan umum.

(4) Pembicara harus mampu menyusun pidato

Pembicara menyusun pidato dengan menggunakan prinsip-prinsip seperti kesatuan (unity), pertautan (coherence), titik berat (emphasis).

(a) Kesatuan (unity)

Komposisi yang baik harus merupakan kesatuan yang utuh, yang meliputi kesatuan dalam isi, tujuan, dan sifat (mood). Pada isi, harus ada gagasan tunggal yang mendominasi seluruh uraian, yang menentukan dalam pemilihan bahan-bahan penunjang.

Komposisi juga harus mempunyai satu macam tujuan. Satu tujuan di antara yang tiga -memberitahukan, mempengaruhi, dan menghibur- harus dipilih. Kesatuan juga harus tampak dalam sifat pembicaraan (mood). Sifat pembicaraan mungkin serius, informal, formal, anggun, atau bermain-main.

(b) Pertautan (coherence)

Pertautan menunjukkan urutan bagian uraian yang berkaitan satu sama lain. Pertautan menyebabkan perpindahan dari pokok yang satu kepada pokok yang lainnya berjalan lancar. Sebaliknya, hilangnya pertautan menimbulkan gagasan yang tersendat-sendat atau pendengar tidak akan mampu menarik gagasan pokok dari seluruh pembicaraan.

(7)

(echo) berarti kata atau gagasan dalam kalimat terdahulu diulang kembali pada kalimat baru.

(c) Titik berat (emphasis)

Bila kesatuan dan pertautan membantu pendengar untuk mengikuti dengan mudah jalannya pembicaraan, titik-berat menunjukkan mereka pada bagian-bagian penting yang patut diperhatikan. Hal-hal yang harus dititikberatkan bergantung kepada isi komposisi pidato, tetapi pokok-pokoknya hampir sama.

Gagasan utama (central ideas), ikhtisar uraian, pemikiran baru, perbedaan pokok, hal yang harus dipikirkan khalayak adalah contoh-contoh bagian yang harus dititik beratkan, atau ditekankan. Titik-berat dalam tulisan dapat dinyatakan dengan tanda garis bawah, huruf miring atau huruf besar. Dalam uraian lisan, ini dinyatakan dengan hentian, tekanan suara yang dinaikkan, perubahan nada, isyarat dan sebagainya.

(5) Pembicara harus memuat garis-garis besar pidato

Garis-garis besar pidato dapat memudahkan pembicara untuk memasuki kegiatan retorika serta dapat memberikan petunjuk dan arah yang akan dituju pembicara dalam kegiatan pidato

(6) Pembicara harus dapat memilih kata-kata

Pembicara harus menggunakan kata-kata yang jelas agar audiens tidak menerima makna yang ganda (ambigu). Dalam menggunakan kata-kata yang jelas, pembicara memilih istilah yang spesifilk, kata-kata yang sederhana, serta menggunakan pengulangan dan pernyataan kembali gagasan yang sama dengan kata yang berbeda.

(8)

lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar) yang berlebihan.

(7) Pembicara harus mampu membuka pidato

Pembicara harus mengetahui bahwa membuka pidato merupakan bagian yang penting dan menentukan dalam kelangsungan pidato. Oleh karena itu, pembicara harus membangkitkan perhatian, memperjelas latar belakang pembicaraan serta menciptakan kesan yang baik mengenai pembicara.

(8) Pembicara harus mampu menyampaikan isi pidato

Setelah membuka pidato, pembicara harus menyampaikan isi pidatonya. Namun terlebih dahulu pembicara harus mampu mengatasi kecemasan berkomunikasi. Dalam menyampaikan isi pidato, pembicara harus mampu memelihara kontak visual dan kontak mental dengan audiens, menggunakan lambang-lambang auditif, dan memperhatikan olah visual.

(9) Pembicara mampu menutup pidato

Pembicara juga harus mampu menutup pidatodengan menjelaskan seluruh tujuan komposisi, memperkuat daya persuasi, mendorong pemikiran, dan tindakan yang diharapkan, menciptakan klimaks dan menimbulkan kesan terakhir yang positif. Selain itu, pembicara harus mampu menyimpulkan dan mengemukakan ikhtisar.

b. Elemen-elemen didalam membangun keberhasilan public speaking (retorika) menurut buku yang berjudul “The Art of Public Speaking” karangan Stephen Lucas (2001), yaitu :

(1) Persiapan sebelum pidato

(9)

riset tambahan agar topik yang akan disampaikan menjadi menarik. Setelah menentukan topik, pembicara harus menentukan tujuan umum dan tujuan khusus dari pidato tersebut.

Pada tahap mempersiapkan pidato, pembicara juga harus menganalisis khalayak dengan melihat bagaimana psikologi audiens, demografis audiens, situasional audiens dan mengadaptasi audien. Setelah selesai menganalisis khalayak, pembicara mengumpulkan materi untuk membuat isi pidato dengan cara melakukan penelitian kepustakaan, mencari informasi melalui internet, dan bahkan melakukan wawancara bila diperlukan.

(2) Menyusun isi pidato

Pembicara menyusun kata sambutan atau pengantar pidato merupakan langkah awal dalam penyusunan sebuah pidato. Kemudian, pembicara menyusun kalimat untuk menguraikan isi pokok dari pidato. Biasanya dalam uraian ini terdapat garis-garis besar pidato yang dapat mempermudah pembicara dalam menyajikan isi pidato yang akan disampaikan. Selain itu, pembicara juga harus menyusun kalimat kalimat yang menarik dalam membuka dan mengakhiri pidato.

(3) Menyajikan pidato

Pembicara mengguakan bahasa yang jelas dan tepat merupakan kunci utama dalam menyajikan sebuah pidato. Penggunaan bahasa yang jelas dan tepat pada saat menyajikan pidato akan memudahkan audiens untuk menerima maksud dan tujuan dari pembicara. Menggunakan alat bantu visual juga mempermudah pembicara dalam menyajikan isi pidato.

c. Elemen-elemen didalam membangun keberhasilan public speaking (retorika) menurut buku yang berjudul “A Pratical English For Public

(10)

(1) Pembicara

Pembicara yang baik harus dapat menemukan topik yang menarik untuk disampaikan. Selain memilih topik, pembicara juga harus menentukan tujuan umum dan tujuan khusus dari pidato yang akan disampaikan. Setelah itu, pembicaraharus memperhatikan penampilan dan teknik vikal seperti melatih intonasi suara, tekanan (stress), pelafalan ataupun pengucapan, serta melatih volume dan kecepatan suara.

(2) Saat atau kesempatan pada saat menyampaikan pidato (occasion) Sebuah pidato harus sesuai dengan situasi atau kesempatan ketika pidato itu akan disampaikan. Kesempatan yang berbeda menentukan tujuan yang berbeda pula.

(3) Khalayak (audience)

Khalayak atau audiens merupakan salah satu elemen penting dalam public speaking yang harus benar-benar dipahami. Seorang pembicara juga harus memperhatikan audiens dengan cara menganalisis audiens tersebut dengan sebaik mungkin.

d. Elemen-elemen didalam membangun keberhasilan public speaking (retorika) menurut buku yang berjudul “Public Speaking” karangan Helena Olii (2008),yaitu :

(1) Pembicara harus menentukan topik dan tujuan

(11)

(2) Pembicara harus mampu menganalisis situasi dan publik

Pembicara harus mampu menganalisis situasi dengan memperhatikan jenis pertemuan, tempat pertemuan, fasilitas, dan waktu pertemuan. Pada tahap menganilisis publik, pembicara juga harus dihadapan dengan hal-hal umum dan hal-hal khusus.

Hal-hal umum yang dihadapi pembicara, yaitu usia halayak, agama khalayak, serta adat dan budaya khalayak. Sedangkan hal-hal khusus, yaitu mengenai motivasi hadir khal-halayak dan tingkat pengetahuan khalayak yang tertarik terhadap topik yang dikemukakan pembicara.

(3) Pembicara harus memperhatikan cara membuka pidato

Pembicara harus memiliki pedoman dalam membuka pidato. Seperti membuka pidato menggunakan salam, mengucapkan rasa syukur, atau memperkenalkan diri. Pedoman tersebut juga harus didukung dengan pemilihan kata yang tepat untuk mendukung pidato, serta disesuaikan dengan isi pidato yang akan disampaikan.

Tidak hanya itu, pembicara juga harus melakukan persiapan sebelum menyampaikan pidato, seperti penampilan yang tidak berlebihan dalam berpakaian, pembicara juga harus berjalan ke arah podium dengan percaya diri, pembicara harus membuat kontak mata dengan audiens secara merata, pembicara juga harus mampu mengontrol alat bantu (mikrofon) dengan baik.

(4) Pembicara harus memperhatikan cara menutup pidato

Pembicara dapat dikatakan sukses apabila pembicara mampu menutup pidato dengan baik. Pada umumnya, menutup pidato dapat dilakukan dengan menyimpulkan isi pidato.

Dari beberapa elemen-elemen Public Speaking yang penulis kutip dari beberapa buku, maka penulis menyimpulkan elemen-elemen public speaking, yaitu sebegai berikut :

a. Pembicara (Speaker)

(12)

dan tidak mendapatkan interupsi dari audiens. De Vito (2011 : 4) mengatakan, “In public speaking you deliver a relatively long speech and

usually are not interrupted”. Public speaker adalah pusat dari transaksi

pesan yang terjadi. Menurut De Vito, “You and your speech are the reason

for the gathering”. Hal ini sangat berbeda dengan percakapan pada

umumnya yang biasanya terjadi hubungan timbal balik yang terkadang terjadi secara berulang-ulang.

Pada praktiknya di lapangan, seorang public speaker tidak hanya berbicara saja, namun juga harus memiliki keterampilan untuk berinteraksi dan mengontrol percakapan dengan khalayak yang terjadi sesekali sehingga pesan yang disampaikkan menjadi hidup. Percakapan pada kegiatan public speaking dianggap berhasil, jika kahalayak menegri hingga memberi respon yang sesuai dengan keinginan dan tujuan pembicara.

b. Tahap Persiapan

Banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum pembicara melakukan public speaking. Caranya dengan memastikan atau mengetahui lebih dulu apa yang ingin pemicara sampaikan dan tingkah laku apa yang diharapkan dari khalayak. Pada tahap persiapan, ada tiga hal yang harus dilakukan, yaitu :

(1) Memilih topik dan tujuan

Sebelum berpidato, pembicara harus mengetahui lebih dulu apa yang akan pembicara sampaikan dan tingkah laku apa yang diharapkan dari audiens. Tahap persiapan merupakan dimana pembicara harus mengetahui banyak hal yang berhubungan dengan topik yang akan disampaikan.

(13)

pembatasnya, topik harus sesuai dengan waktu yang tersedia dan situasi yang terjadi, dan topik harus dapat ditunjang dengan bahan lain.

Topik harus sesuai dengan latar belakang pengetahuan pembicara adalah topik yang memberikan kemungkinan pembicara lebih tahu daripada audiens atau khalayak. Pembicara lebih ahli dibandingkan dengan kebanyakan pendengar.

Topik harus menarik minat pembicara adalah dimana topik yang enak dibicarakan atau ditampilkan tentu saja adalah topik yang paling disenangi pembicara atau topik yang paling menyentuh emosi pembicara. Topik yang disenangi pembicara membuat pembicara lebih menguasai topik dan membuat pembicara menikmati kegiatan pembicara dalam public speaking.

Topik harus menarik minat pendengar adalah dimana dalam berpidato atau public speaking, pembicara berbicara atau menampilkan topik untuk orang lain atau audiens. Jika tidak ingin ditinggalkan oleh audiens atau diacuhkan oleh audiens, pembicara harus berbicara atau menampilkan sesuatu yang yang diminati audiens.

Walaupun hal-hal yang menarik perhatian itu sangat tergantung pada situasi dan latar belakang audiens atau khalayak, namun hal-hal yang bersifat baru dan indah, dan hal-hal yang menyentuh rasa kemanusiaan, petualangan, konflik, ketegangnan, ketidakpastian, hal yang berkaitan dengan keluarga, humor, rahasia, atau hal-hal yang memiliki manfaat nyata bagi audiens adalah topik-topik yang akan menarik perhatian.

(14)

Topik harus terang ruang-lingkup dan pembatasnya dimana topik yang baik tidak boleh terlalu luas, sehingga setiap bagian hanya memperoleh ulasan sekilas saja. Topik harus sesuai dengan waktu dan situasi adalah dimana pembicara harus memilih topik yang sesuai dengan waktu yang tersedia dan situasi yang terjadi.

Topik harus dapat ditunjang dengan bahan yang lain adalah dimana pembicara juga harus melengkapi topik dengan sumber-sumber rujukan untuk memilih topik dalam berpidato. Bisa berupa kitab, buku, pencarian di internet, perkataan ahli yang sesuai.

(2) Merumuskan judul

Bila topik adalah pokok yang akan diulas, maka judul adalah nama yang diberikan untuk pokok bahasan itu. Seringkali judul telah dikemukakan lebih dahlu kepada khalayak, karena itu judul perlu dirumuskan lebih dahulu. Judul yang baik harus memenuhi tiga syarat, yaitu relevan, provoaktif, dan singkat.

Relevan adalah judul pidato harus memiliki hubungan dengan pokok-pokok bahasan. Provoaktif adalah judul pidato dapat menimbulkan hasrat ingin tahu dan antusiasme khalayak. Sedangkan singkat adalah, judul mudah ditangkap maksudnya oleh khalayak. (3) Menentukan tujuan

Ada dua macam tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pidato biasanya dirumuskan dalam tiga hal, yaitu pidato informatif, pidato persuasif dan pidato rekreatif.

(15)

Sedangkan tujuan khusus ialah tujuan yang dapat dijabarkan dari tujuan umum. Pada tahap merumuskan topik dan tujuan, pembicara harus memperhatikan dan menganalisis khalayak seperti melihat psikologi khalayak, demografi khalayak, situasional khalayak dan mengadaptasi khalayak.

c. Tahap Penyusunan

Setelah tahap persiapan, pembicara melakukan tahap penyusunan. Penyusunan yang baik, dapat memperlihatkan pembagian pesan yang jelas, sehingga memudahkan pengertian, mempertegas gagasan pokok dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran secara logis. Dalam tahap penyusunan ada lima hal yang harus dilakukan, yaitu :

(1) Membuat garis-garis besar

Garis-garis besar pidato adalah peta bumi bagi pembicara yang akan memasuki daerah kegiatan retorika. Garis-garis besar akan memberikan petunjuk terhadap penampilan pembicara saat pidato.

Menurut Alan. H Monroe, terdapat tiga garis besar saat berpidato, yaitu garis besar lengkap dimana diperlukan dalam proses pengembangan pidato dan digunakan pembicara yang bukan ahli dalam penyajiannya. Pikiran-pikiran pokok ditulis dengan kalimat-kalimat yang sempurna, dan di bawahnya disertakan lengkap bahan-bahan yang digunakan untuk memperjelas uraian. Pembicara yang membaca garis besar lengkap, maka khalayak pun dapat mengetahui gambaran isi pidato itu secara keseluruhan.

Garis besar singkat dimana diperlukan hanya sebagai pedoman atau pengingat saja. Biasanya digunakan oleh pembicara yang ahli dalam penyajian pidato. Garis besar singkat di dalamnya hanya ditulis inti-inti pembicaraan saja.

(16)

(2) Memilih kata-kata

Pendengar mengetahui bahwa pembicara yang baik selalu pandai dalam pemilihan kata-kata. Kata-kata bukan saja dapat mengungkapkan, tetapi juga memperhalus, dan bahkan menyembunyikan kenyataan. Selain itu, kata-kata juga dapat mencerminkan tingkah laku dan struktur sosial pembicara.

Rumusan dalam memilih kata-kata oleh Glenn. R. Capp dan Richard Capp Jr., yaitu pertama, kata-kata harus jelas yang berarti bahwa kata-kaa yang dipilih tidak boleh menimbulkan arti ganda (ambigues), tetap dapat mengungkapkan gagasan secara cermat. Kedua, kata-kata harus tepat yang berarti kata-kata yang digunakan harus sesuai dengan kepribadian pembicara, jenis pesan, keadaan khalayak, dan situasi komunikasi. Ketiga, kata-kata harus menarik yang berarti kata-kata harus menimbulkan kesan yang kuat, hidup dan merebut perhatian khalayak.

(3) Membuka pidato

Pembukaan pidato adalah bagian penting dan menentukan. Kegagalan dalam membuka pidato akan menghancurkan seluruh komposisi presentasi pidato. Tujuan utama pembukaan pidato ialah membangkitkan perhatian, memperjelas latar belakang pembicaraan dan menciptakan kesan yang baik bagi pembicara

(4) Menyampaikan isi pidato

Penyampaian dan pelaksanaan pidato adalah unsur terpenting. Kecemasan dalam berbicara sering kali menghilangkan keterampilan, percaya diri dan kredibilitas pembicara saat melakukan kegiatan public

speaking.

(5) Menutup pidato

(17)

Karena itu penutup pidato harus dapat menjelaskan seluruh tujuan komposisi, memperkuat daya perusasi, mendorong pemikiran dan tindakan yang diharapkan, menciptakan klimaks dan menimbulkan kesan terakhir yang positif.

d. Tahap Penyajian

Pelaksanaan, dan penyajian public speaking merupakan unsur terpenting. Kecemasan berbicara sering kali menghilangkan keterampilan, kepercayaan diri dan kredibilitas pembicara saat melakukan kegiatan

public speaking.

Prinsip penyajian dalam public speaking, yaitu pertama, kontak visual dan kontak mental dengan khalayak. Kedua, olah vokal yaitu, mengeluarkan suara memberikan makna tambahan atau bahkan membelokan makna kata, ungkapan atau kalimat. Ketiga, olah visual yaitu, berbicara dengan menggunakan wajah, tangan dan tubuh pembicara.

Selain tiga hal diatas, prinsip penyajian public speaking oleh pembicara juga perlu memperhatikan unsur pesan komunikasi yang disampaikan. Unsur pesan komunikasi tersebut ialah pesan verbal dan pesan nonvebal.

Pesan verbal dalam pemakaiannya menggunakan bahasa. Pesan verbal didefenisikan yaitu, sebagai seperangkat kata yang telah disusun secara terstruktur sehingga menjadi himpunan kalimat yang mengandung arti. Namun, pada praktiknya, sebenarnya yang memiliki tujuan dalam

public speaking adalah pembicaranya.

Pesan merupakan isi atau bungkus dari tujuan yang sudah ditetapkan oleh pembicara sendiri. Untuk menguasai pesan bahasa tertentu, pembicara harus menguasai fonologi (mengajarkan bunyi kata), sintaksis (membentuk kalimat), dan semantik (mamahani kata atau gabungan kata).

(18)

besar dari pada komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal adalah cara yang paling dominan untuk menyampaikan makna dari satu orang ke orang yang lain. Hal ini dikarenakan komunikasi nonverbal lebih jujur dan otentik dari pada komunikasi verbal.

Komunikasi nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam presentasi, dimana penyampaiannya bukan dengan kata-kata maupun surara, tetapi melalui gerakan-gerakan anggota tubuh yang sering dikenal dengan istilah bahasa isyarat atau body

languange. Selain itu juga, penggunaan komunikasi nonverbal dapat

melalui kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan penggunaan simbol-simbol.

Menurut Mark Knapp (1978) pesan nonverbal dalam berkomunikasi memiliki fungsi untuk meyakinkan apa yang diucapkan, menunjukan perasaan dan emosi yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata, menunjukan jati diri sehingga orang lain bisa mengenalnya, dan menambah atau melengkapi ucapan-ucapan yang dirasakan belum sempurna.

(19)

Ilmu yang mempelajari tentang sentuhan dalam komunikasi nonverbal sering disebut Haptik. Pukulan, mengelus, sentuhan dipunggung dan lain sebagainya merupakan beberapa contoh dari bentuk komunikasi yang menyampaikan suatu maksud dan tujuan tertentu dara orang yang menyentuhnya.

Komunikasi gerakan tubuh atau merupakan bentuk komunikasi nonverbal seperti melakukan kontak mata, ekspresi wajah, isyarat dan sikap tubuh. Gerakan tubuh digunakan untuk menggantikan suatu kata yang diucapkan. Dengan gerakan tubuh, seseorang dapat mengetahui informasi yang disampaikan tanpa harus mengucapkan suatuu kata seperti menganggukan kepala yang berarti setuju.

Komunikasi lingkungan yaitu dimana lingkungan dapat memiliki pesan tertentu bagi orang yang melihat atau merasakannya. Contoh : jarak, ruang, temperatur dan warna. Ketika seseoramg menyebutkan “jaraknya sangat jauh”, “ lingkungannya panas” dan lain-lain, berarti seseorang tersebut menyatakan demikian karena atas dasar penglihatan dan perasaan kepada lingkungan tersebut.

Komunikasi penciuman merupakan salah satu bentuk dimana penyampaian pesan atau informasi melalui aroma yang dapat dihirup oleh indera penciuman. Komunikasi penampilan adalah dimana seseorang yang memakai pakaian yang rapi atau dapat dikatakan penampilan yang menarik, sehingga mencerminkan kepribadiannya. Hal ini merupakan bentuk komunikasi yang menyampaikan pesan kepada orang yang melihatnya.

Komunikasi citarasa merupakan salah satu bentuk komunikasi, dimana penyampaian suatu pesan/informasi melalui citarasa dari suatu makanan atau minuman. Dapat dikatakan bahwa citarasa dari makanan atau minuman menyampaikan suatu maksud atau makna.

(20)

(a) Kinesic

Kinesic adalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan badan, gerakan-gerakan badan dapat dibedakan atas emblems,

ilustrator, affect display, regulator, dan adaptory. Emblems adalah

isyarat yang mempunyai arti langsung pada simbol yang dibuat oleh gerakan badan. Misalnya mengangkat jari “V” yang artinya victory atau menang. Mengangkat jempol artinya yang terbaik bagi orang Indonesia, tapi terjelek bagi orang India.

Ilustrators adalah isyarat yang dibuat oleh gerakan-gerakan

badan untuk menjelaskan sesuatu, misalnya besarnya atau tinggi rendahnya suatu objek yang dibicarakan. Affect Displays atau komunikasi wajah adalah isyarat yang terjadi karena adanya dorongan emosional sehingga berpengaruh pada dorongan emosional sehingga berpengaruh pada ekspresi muka, misalnya tertawa, menangis, tersenyum, sinis, dan sebagaiannya.

Regulators adalah gerakan-gerakan tubuh yang terjadi pada

daerah kepala, misalnya mengangguk tanda setuju atau menggeleng tanda menolak. Adaptory adalah gerakan badan yang dilakukan sebagai tanda kejengkelan. Misalnya menggerutu, mengepalkan tinju keatas meja dan sebagaiannya.

(b) Gerakan mata (eye gaze)

(21)

(c) Sentuhan (touching)

Sentuhan adalah isyarat yang dilambangkan dengan sentuhan badan. Menurut bentuknya sentuhan badan dibagi atas tiga macam, yakni pertama, kinesthetic yaitu, isyarat yang dutunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama lain, sebagai simbol, keakraban atau kemesraan.

Kedua, Sociofulgal yaitu, isyarat yang ditunjukan dengan jabat tangan atau saling merangkul. Ketiga, thermal yaitu,isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai tanda persahabatan yang begitu intim. Misalnya menepuk punnggung karena sudah lama tidak bertemu.

(d) Paralanguage

Paralanguage adalah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan

atau irama suara sehingga dapat memahami sesuatu dibalik apa yang diucapkan. Seperti, kecepatan berbicara, volume, ritme, dan bentuk-bentuk vokal seperti, tertawa, rintihan, dan sebagainya (e) Diam

Sikap diam dapat mengirimkan petunjuk nonverbal mengenai situasi komunikasi. Sikap diam juga membantu menyediakan umpan balik, menginformasikan baik penerima maupun pembicara mengenai kejelasan ide atau pentingnya hal tersebut dalam interaksi interpersonal secara keseluruhan.

(f) Postur tubuh

Postur tubuh sama pentingnya dengan wajah dalam menyatakan emosi. Seperti di Jepang, bungkukan yang sangat dalam menandakan rasa hormat.

(g) Kedekatan dan ruang (progximity and spatial)

(22)

berjarak antara 3-18 inchi. Kedua, wilayah pribadi, kedekatan yang berjarak antara 18 inchi sampai 4 kaki.

Ketiga, wilayah sosial, kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki. Keempat, Wilayah umum (publik), kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki atau sampai suara kita terdengar dalam jarak 25 kaki.

(h) Artefak dan visualisasi

Artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan oelh kecerdasan manusia. Bidang studi mengenai hal ini disebut objektika (objectics).

(i) Warna

Warna sering digunakan untuk menunjukan susasana emosiaonal dan citarasa. Seperti, warna merah muda sebagai warna feminin, warna biru adalah warna maskulin, atau warna putih adalah warna positif, suci, atau bersih.

(j) Waktu

Kronemik adalah bidang yang mempelajari penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal. Penggunaan waktu dalam komunikasi nonverbal meliputi durasi yang dianggap cocok bagi suatu aktivitas, banyaknya aktivitas yang dianggap patut dilakukan dalam jangka waktu tertentu, serta ketepatan waktu (punctuality). Konsep waktu ada dua, yaitu waktu monokronik alah sangat menghargai waktu dan waktu polikronik adalah menggunakan waktu lebih santai.

(k) Bunyi

Sebagai tekanan suara yang dikeluarkan dari mulut untuk menjelaskan ucapan verbal. Misalnya bersiul, bertepuk tangan, bunyi terompet, letusan senjata, beduk, dan sebagaiannya.

(l) Bau

(23)

Dilihat dari fungsinya, komunikasi nonverbal mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal (Mulyana, 2003 : 315), seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni pertama, Emblem adalah gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan “saya tidak sungguh-sungguh”.

Kedua, ilustrator yaitu, pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan. Ketiga, regulator yaitu, kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakana ketidaksediaan berkomunikasi.

Keempat, penyesuaian yaitu kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Kedipan mata merupakan respon yang tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan. Kelima, affect display yaitu, pembesaran pupil mata menunjukan peningkatan emosi, isarat wajah lainnya menunjukan perasaan takut, terkejut atau senang.

Sedangkan fungsi komunikasi non verbal menurut Mark. L. Knapp (Rakhmat, 2004 : 287) ada lima fungsi pesan komunikasi non verbal yang perlu diperhatikan dalam public speaking, yaitu :

(a) Repetisi berfungsi untuk mengulang pesan verbal. Misalnya, menganggukan kepala ketika mengatakan “ya”, atau menggelengkan kepala ketika mengatakan “tidak”.

(b) Kontradiksi berfungsi untuk menunjukan makna yang bertentangan atau berlawanan atau juga dapat membantah pesan verbal. Misalnya seorang dosen menyatakan jika ia memiliki waktu untuk berbicara kepada seorang mahasiswa, tetapi matanya berulang kali menatap kearah jam tangannya.

(24)

(d) Aksentuasi erfungsi untuk menekankan, memperteguh atau melengkapai pesan verbal. Misalnya, melambaikan tangan seraya mengucapkan “selamat tinggal”.

(e) Komplemen berfungsi untuk meregulasi pesan verbal. Misalnya, melirik kearah jam tangan menjelang kuliah berakhir, sehingga dosen menyadari untuk mengakhiri perkuliahan.

e. Khalayak atau Audience

Penerima adalah pihak yang memperoleh pesan atau stimulus yang dikirimkan oleh sumber. Secara garis besar, penerima dapat terbagi menjadi penerima aktif dan penerima pasif. Penerima pasif adalah orang yang hanya menerima stimulus yang datang kepadanya, tanpa memberikan tanggapan serta umpan balik (feedback). Sedangkan, penerima aktif adalah orang yang tidak saja menerima stimulus yang datang kepadanya, tetapi juga memberikan tanggapan atau feedback secara aktif (berkelanjutan) kepada pengirim.

Berbeda dengan percakapan yang biasanya audiennya hanya 1 atau sedikit orang, public speaking memiliki khalayak yang relatif besar. Pada umumnya, khalayak yang dapat terhitung sebagai public audience adalah 10-12 orang sampai ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang.

Khalayak dalam public speaking ada dua macam. Pertama, adalah

immediate audience atau khalayak langsung, yakni mereka yang dikenai

langsung oleh pesan yang disampaikan oleh pembicara. Kedua, adalah

remote audience atau khalayak jarak jauh adalah mereka yang terkena

dampak tidak langsung oleh pesan yang disampaikan oleh pembicara. Semakin besar pengaruh seorang pembicara, maka semakin besar juga remote audience yang dipengaruhinya. Karena khalayak adalah pihak yang dipengaruhi oleh pesan dalam public speaking, pembicara harus benar-benar memperhatikan siapa khalayaknya.

(25)

Beberapa aspek yang harus diketahui oleh seorang komunikator menyangkut tentang penerima, yaitu : (dalam Cangara 2006)

(1) Aspek sosiodemografis. Dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, populasi, lokasi, tingkat pendidikan, bahasa, agama, pekerjaan, ideologi, pemilikan media.

(2) Aspek profil psikologis. Dilihat dari emosi, bagaimana pendapat-pendapat mereka, adakah keinginan mereka yang perlu dipenuhi, adakah selama ini mereka menyimpan rasa kecewa, frustasi, atau dendam.

(3) Aspek karakteristik perilaku penerima. Dilihat dari hobi, nilai dan norma, mobilitas sosial, dan perilaku komunikasi.

Menurut Rogers dalam Cangara 2006, mengenai kesediaan penerima untuk menerima ide antara lain disebabkan karena empat hal, yakni pertama, adanya kepentingan ganda yang dapat diperoleh oleh kedua belah pihak, yakni antara sumber dan penerima (overlopping of interest). Kedua, pesan itu memberi pemecahan pada masalah yang dihadapi oleh khalayak (problem solving).

Ketiga, khalayak percaya komunikator yang menyampaikan pesan itu memiliki kompetisi dan kreadibilitas yang tinggi. Keempat, khalayak percaya bahwa pesan itu dapat membuat perubahan sebagaimana yang diinginkan oleh khalayak.

Foktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan informasi menurut Brent D. Ruben (1984) (Cangara, 2006 : 144), yaitu ;

(1) Penerima. Dilihat berdasarkan keterampilan berkomunikasi, kebutuhan, tujuan yang diinginkan, sikap, nilai, kepercayaan, kebiasaan, kemampuan untuk menerima, dan kegunaan pesan.

(2) Pesan. Dilihat dari tipe dan model pesan, karakteristik dan fungsi pesan, struktur pengelolaan pesan, dan kebaharuan (aktualitas) pesan. (3) Sumber. Dilihat berdasarkan kereadibilitas dan kompetensi dalam

(26)

(4) Media. Dilihat berdasarkan tersedianya media, kehandalan (daya liput) media, kebiasaan menggunakan media, tempat dan situasi.

1.6 Kerangka Konsep

Kerangka adalah hasil pemikiran rasional yang merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan menghantarkan peneliti pada perumusan hipotesa.

Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh yang diperoleh dari pengamatan. Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada hipotesis (Nawawi, 2001 : 40).

Comic Stand Up Indo

Medan

Kualitas comic dalam

penampilan open mic

Public Speaking :

-Pembicara

-Tahap Persiapan

-Tahap Penyusunan

-Tahap Penyampaian

Referensi

Dokumen terkait

Pendahuluan di buka dengan MC, tetapi ketika akan mulai penampilan musik, di bawakan dengan iringan puisi dan juga sebuah narasi yang di bacakan oleh beberapa orang yang

didalam media yang digunakan Humas dalam hal ini media yang sering digunakan adalah media Poster, Spanduk maupun media pelatihan seminar.Hasil penelitian

Ini didasari bahwa dalam Undang- Undang Pemilihan umum yang baru ini yaitu Undang-Undang Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2012 yang dijelaskan dalam Pasal 208 bahwa partai politik

Pembelajaran dengan model pembela- jaran kooperatif tipe make a match ini diawa- li dengan guru menyiapkan materi yang co- cok untuk sesi review, guru menyiapkan dua buah

Pada Tabel terlihat rata rata tinggi tanaman semua varietas yang ditanam pada demfarm terlihat bervariasi dibanding rata-rata tinggi tanaman pada deskripsi, dimana

Memutuskan koneksi saat proses pematian (power off) PC • Pemutusan koneksi layanan jaringan sebelum PC shutting down (contoh: ada user yang sedang mengakses shared folder PC yang

Sebagaimana dengan yang dimaksud dari Pasal 38 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tersebut bahwa ketentuan mengenai Hak Cipta diatur dengan Peraturan

Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Peraturan Bupati Bantul Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pemberian Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah