BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Leiomioma uteri atau yang lebih dikenal dengan sebutan mioma uteri
merupakan tumor jinak uterus yang paling sering ditemukan. Kejadian mioma
uteri menarik untuk diteliti karena pada umumnya tumor ini tidak menimbulkan
gejala, tetapi pada sebagian orang gejala yang muncul sangat menganggu aktivitas
sehari-hari terutama pada perempuan usia muda. Adapun gejala yang sering
muncul antara lain perdarahan pervaginam yang abnormal, sering buang air kecil,
konstipasi, ada perasaan penuh pada perut bagian bawah, nyeri pada perut bagian
bawah. Gejala yang muncul tergantung pada lokasi, besarnya tumor, dan
komplikasi yang terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa meskipun mioma uteri ini
digolongkan ke dalam tumor jinak, ia juga memiliki potensi untuk menimbulkan
berbagai masalah kesehatan dan dapat mengakibatkan infertilitas. (Conrad, 2010)
Mioma uteri dapat muncul pada perempuan antara menarche dan menopause,
yang puncaknya pada usia 35-49 tahun. Prevalensi mioma uteri pada perempuan
usia reproduktif sekitar 20-25% dan meningkat hingga 40% ketika perempuan
tersebut mencapai usia 35 tahun ke atas. Di Amerika Serikat, mioma uteri dialami
oleh 50% perempuan dan dilakukan histerektomi. Sekitar 600.000 histerektomi
yang dilaksanakan di Amerika Serikat, setidaknya sepertiga dari jumlah itu
merupakan prosedur untuk tatalaksana mioma uteri. Mioma uteri lebih banyak
ditemukan pada perempuan kulit hitam dibandingkan dengan perempuan berkulit
putih berdasarkan genetik. Mioma uteri yang terjadi sebelum menarche belum
pernah dilaporkan. Namun, tumor ini dapat mengalami regresi pada masa post
menopause. Setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma uteri yang masih
bertumbuh. Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua
penderita ginekologi yang di rawat. (Siskin, 2011; Prawirohardjo, 2009)
Salah satu faktor risiko terjadinya mioma uteri adalah tingginya kadar hormon
esterogen. Hormon esterogen dapat merangsang pertumbuhan sel-sel otot polos
pada miometrium uterus. Usia reproduksi merupakan masa dimana kadar
esterogen dijumpai paling tinggi. Peninggian kadar esterogen ternyata juga
berdampak pada bagian lain di uterus, misalnya endometrium. Hal ini
mengakibatkan timbulnya kelainan lain seperti hiperplasia endometrium. Dengan
demikian, mioma uteri mungkin dapat ditemukan bersamaan dengan terjadinya
hiperplasia endometrium. (Kumar et al, 2007)
Mioma uteri ternyata bersifat kompleks. Banyak hal menarik yang dapat
diteliti dari mioma uteri. Salah satunya adalah kejadian adenomiosis dilaporkan
sering terjadi bersamaan dengan mioma uteri. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini
saya ingin meneliti mengenai jumlah usia perempuan yang mengalami mioma
uteri, lokasinya di uterus, kelainan lain yang terjadi bersamaan dengan mioma
uteri akibat peninggian hormon esterogen, dan adenomiosis yang terjadi
bersamaan dengan mioma uteri.
1.2.Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran karakteristik mioma uteri di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan.
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik mioma uteri di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah penderita mioma uteri berdasarkan usia.
2. Untuk mengetahui jumlah penderita mioma uteri berdasarkan lokasinya di
uterus.
3. Untuk mengetahui jumlah penderita mioma uteri yang bersamaan dengan
kejadian hiperplasia endometrium.
4. Untuk mengetahui jumlah penderita mioma uteri yang bersamaan dengan
kejadian adenomiosis.
1.4.Manfaat Penelitian
Adapun beberapa manfaat penelitian yang dapat diperoleh:
1. Mengembangkan wawasan saya selaku peneliti, mengenai karakteristik
mioma uteri dan kelainan yang bersamaan oleh pengaruh hormon
esterogen.
2. Melengkapi data-data karakteristik mioma uteri di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan.
3. Menjadi bahan atau sumber pada penelitian selanjutnya.