• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Tugas Metode Penelitian docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proposal Tugas Metode Penelitian docx"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

MATEMATIS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT)

DAN MODEL PEMBELAJARAN CERAMAH

(KONVENSIONAL) DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA

KELAS VIII SMPN 4 MERANGIN TAHUN PELAJARAN

2015/2016

Dosen Pengampu : Hayatul Mughiroh, S.Pd.I M.Pd

Tri Ramadhani

NPM : 13020411056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

MATEMATIS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT)

DAN MODEL PEMBELAJARAN CERAMAH

(KONVENSIONAL) DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA

KELAS VIII SMPN 4 MERANGIN TAHUN PELAJARAN

2015/2016

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan UAS Mata Kuliah

Metode Penelitian Dalam Ilmu Pendidikan Matematika

Tri Ramadhani NPM : 13020411056

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

YAYASAN PENDIDIKAN MERANGIN TAHUN 2015/2016

(3)

dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal dengan baik.

Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membawa Risalah Islam sehingga dapat menjadi bekal hidup berupa ilmu pengetahuan kita baik di dunia maupun di akhirat.

Alhamdulillahirobbil’alamin akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul “PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DAN MODEL PEMBELAJARAN CERAMAH (KONVENSIONAL) DITINJAU DARI KEAKTIFAN SISWA KELAS VIII SMPN 4 MERANGIN TAHUN PELAJARAN 2015/2016”.

Penyusunan proposal tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya terutama kepada :

1. Ade Susanti, M.Pd selaku ketua program studi Pendidikan Matematika STKIP YPM BANGKO.

2. Hayatul Mughiroh, S.Pd.I M.Pd selaku dosen pembimbing akademik. 3. Hayatul Mughiroh, S.Pd.I M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah

metode penelitian.

4. Orang tuaku, saudara-saudaraku yang serta keluarga besarku yang telah yang telah memberi motivasi dalam menyelesaikan proposal ini.

Harapan dan do’a penulis semoga amal dan jasa dari semua pihak yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi catatan amal kebaikan disisi Allah AWT. Penulis menyadari bahwa proposal ini belum mencapai makna kesempurnaan yang sebenarnya, akan tetapi penulis berharap proposal dapat memberikan

(4)

Bangko, Januari 2016

Penulis

(5)

DAFTAR ISI... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Pembatasan Masalah... 5

D. Rumusan Masalah... 6

E. Tujuan Penelitian... 6

F. Manfaat Penelitian... 6

BAB II : KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori ... 9

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 26

C. Kerangka Berfikir ... 27

D. Hipotesis ... 28

BAB III : METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 30

B. Populasi dan Sampel ... 33

C. Teknik Pengumpulan Data ... 37

D. Instrumen Penelitian ... 39

(6)
(7)

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia.

Dalam rangka melaksanakan pendidikan tersebut bangsa Indonesia melakukan

usaha untuk mencapai tujuan nasional yang tercantum dalam alinea ke IV

Pembukaan UUD 1945.

Menurut Priyono (dalam Kunandar, 2007:1) kualitas pendidikan Indonesia

dianggap oleh banyak kalangan masih rendah karena yang dipelajari di lembaga

pendidikan sering kali hanya terpaku pada teori, sehingga siswa kurang inovatif

dan kreatif. Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan

pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran dengan cara menerapkan

strategi pembelajaran yang efektif, efisien dan menyenangkan guna mencapai

tujuan pembelajaran yang diinginkan.

Dalam dunia pendidikan, salah satu yang menunjang ketersediaan sumber

daya manusia yang berkualitas adalah Matematika. Mata pelajaran matematika

yang diberikan disekolah memberikan sumbangan penting bagi siswa dalam

pengembangan kemampuan yang sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.

Kemampuan berpikir matematika khususnya berpikir matematika tingkat

tinggi sangat diperlukan siswa, terkait dengan kebutuhan siswa untuk

memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari

(8)

Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai

oleh siswa. Bahkan tercermin dalam konsep kurikulum berbasis kompetensi.

Tuntutan akan kemampuan pemecahan masalah dipertegas secara eksplisit dalam

kurikulum tersebut yaitu, sebagai kompetensi dasar yang harus dikembangkan dan

diintegrasikan pada sejumlah materi yang sesuai.

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam matematika

ditegaskan juga oleh Branca (1980):

1. Kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan umum

pengajaran matematika.

2. Penyelesaian masalah yang meliputi metode, prosedur, dan strategi

merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika.

3. Penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar

matematika.

Pandangan bahwa kemampuan menyelesaikan masalah merupakan tujuan

umum pengajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat

membantu dalam memecahkan persoalan baik dalam pelajaran maupun dalam

kehidupan sehari-hari.oleh karenanya kemampuan pemecahan masalah ini

menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.

Berdasarkan hasil observasi dengan salah seorang guru mata pelajaran

matematika kelas VIII di SMPN 4 Merangin, diperoleh beberapa permasalahan

terkait dengan pembelajaran matematika di kelas VIII, yaitu sebagai berikut:

Metode ajar yang digunakan oleh guru kurang menarik perhatian siswa dalam

(9)

demonstrasi dalam menyampaikan materi dari awal sampai akhir jam pelajaran

dan siswa jarang diarahkan untuk menemukan sendiri konsep dari materi yang

dipelajari sehingga menyebabkan sebagian siswa cepat merasa bosan dan tidak

fokus terhadap materi yang dijelaskan, sehingga menyebabkan kemampuan

menyelesaikan masalah matematis, daya serap, dan ketuntasan belajar siswa

menjadi rendah dan belum optimalnya hasil belajar siswakelas VIII SMPN 4

Merangin.

Strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi pembelajaran yang

melibatkan peran aktif peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satu

pembelajaran yang melibatkan peran aktif peserta didik adalah pembelajaran

kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa peserta didik

akan lebih menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling

berdiskusi dengan temannya. Peserta didik secara rutin bekerja dalam kelompok

untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks.

Strategi belajar mengajar yang digunakan oleh guru sangat mempengaruhi

hasil dari tujuan yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilaksanakan.

Terdapat empat strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi

mengidentifikasi peserta didik, memilih pendekatan belajar mengajar, memilih

dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar, dan menetapkan

norma-norma dan batas minimal keberhasilan.

Strategi dalam belajar mengajar diartikan sebagai pola-pola umum

(10)

untuk mencapai tujuan yang digariskan. Strategi-strategi belajar mengacu pada

perilaku dan proses-proses berpikir yang digunakan oleh siswa dalam

mempengaruhi hal-hal yang dipelajari, termasuk proses memori dan metakognitif.

Strategi-strategi belajar adalah operator-operator kognitif meliputi proses-proses

yang secara langsung terlibat dalam menyelesaikan suatu tugas belajar.

Mengingat pentingnya variasi pembelajaran di kelas yang akan

berimplikasi dengan keaktifan belajar peserta didik, maka penulis tertarik untuk

meneliti lebih lanjut tentang salah satu model pembelajaran kooperatif yaitu

pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament). Model

pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan model pembelajaran kooperatif

yang mengandung unsur kerjasama antar peserta didik dalam kelompok, tanggung

jawab kelompok dalam pembelajaran individu dan penambahan skor dilakuakan

setelah kuis, dan antar kelompok dipertandingkan dalam permainan yang edukatif.

Jadi, setiap anggota harus memahami materi lebih dulu sebelum mengikuti kuis

dan game. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan keaktifan

belajar peserta didik dalam mempelajari matematika sehingga peserta didik dapat

mengoptimalkan kemampuannya dalam pemecahan masalah secara

bersama-sama, menyerap informasi ilmiah dan dapat memotivasi peserta didik agar

berperan aktif dalam pembelajaran di kelas serta dapat meningkatkan hasil belajar

dan melatih kemampuan peserta didik dalam bekerjasama sekaligus menjelaskan

kepada teman sekelompok yang tidak paham. Dengan demikian peserta didik

tidak akan merasa bosan dan memperoleh manfaat yang maksimal dari segi

(11)

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil judul penelitian

Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Menggunakan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) dan Model Pembelajaran Ceramah (Konvensional) Ditinjau Dari Keaktifan Siswa Kelas VIII SMPN 4 Merangin Tahun Ajaran 2015/2016”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasakan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Peserta didik kurang termotivasi dalam belajar.

2. Belum adanya reinforcement ( penguatan) dari garu untuk peserta didik.

3. Pesera didik mangalami kesulitan dalam memahami pelajaran matematika.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan yang dimiliki penelti, maka penelitian ini hanya

dibatasi dalam:

1. Peserta didik yang menjadi penelitian adalah peserta didik kelas VIII

SMPN 4 Merangin.

2. Tentang pembelajaran Matematika.

D. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas

(12)

Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) dan Model

Pembelajaran Ceramah (Konvensional) Ditinjau Dari Keaktifan Siswa?

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mendiskripsikan adakah Perbedaan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Team Games Tournament (TGT) Dan Model Pembelajaran Ceramah

(Konvensional) Ditinjau Dari Keaktifan Siswa Kelas VIII SMPN 4

Merangin Tahun Pelajaran 2015/2016”.

F. Kegunaan penelitian

Ada beberapa kegunaan atau manfaat dalam penelitian ini di antaranya:

1. Kegunaan Teoritis

Sebagai landasan teoritis untuk mengembangkan pembelajaran

inovatif yang aktif, efektif dan menyenangkan sesuai dengan

paradigma konstruktivisme dan relevan dengan Kurikulum khususnya

dalam bidang studi matematika.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi peserta didik

o Dengan adanya turnamen dalam pembelajaran, maka peserta didik

akan lebih aktif dalam belajar.

o Membangun kerja sama antar peserta didik melalui model

pembelajaran kooperatif tipe TGT.

o Dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas VIII SMP 4

Merangin

(13)

o Memberikan variasi kepada guru dalam memilih model

pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk peserta didik.

o Sebagai alternatif untuk meningkatkan keterampilan yang

bervariasi bagi guru sehingga dapat memperbaiki sistem

pembelajaran.

c. Bagi sekolah

o Sebagai bahan acuan penelitian.

o Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya peningkatan hasil

belajar peserta didik.

o Memberikan masukan bagi sekolah untuk melakukan perbaikan

terhadap pembelajaran matematika pada khususnya dan mata

pelajaran lain pada umumnya.

4. Bagi peneliti

o Memberikan pengalaman mengajar secara langsung.

o Memberikan wawasan yang luas mengenai kondisi real dalam

proses pembelajaran, sehingga nantinya dapat menjadi tenaga

(14)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Matematika

a. Pengertian

Menurut Johnson dan Myklebust (Abdurrahman, 2003: 252) bahwa

“matema-tika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk

(15)

sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir”. Lerner

(Abdurrahman, 2003: 252) mengemukakan bahwa “matematika di

samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang

memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasi-kan

ide mengenai elemen dan kuantitas”.

Selanjutnya Paling dalam Abdurrahman (2003: 252) mengemukakan

bahwa: Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap

masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi,

menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan

pengetahuan tentang menghitung dan yang paling penting adalah

memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan

menggunakan hubungan-hubungan.

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli di atas tentang hakikat

matematika, maka dapat disimpulkan bahwa matematika adalah metode

pemecahan masalah yang berkaitan dengan kuantitas dengan

menggunakan seperangkat pengetahuan tentang bilangan, bentuk, dan

ukuran serta kemampuan menggunakan hubungan-hubungan.

b. Tujuan Pembelajaran Matematika

Bidang studi matematika yang diajarkan pada satuan tingkat SD

(16)

banyak alasan tentang perlunya murid belajar matematika. Cornelius

(Abdurrahman, 2003: 253) mengemu-kakan bahwa:

Lima alasan perlunya belajar matematika, yakni: 1) sarana berpikir

yang jelas dan logis; 2) sarana memecahkan masalah dalam kehidu-pan

sehari-hari; 3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan genera-lisasi

pengalaman; 4) sarana untuk mengembangkan kreativitas; dan 5) sarana

meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Adapun Cockroft (Abdurrahman, 2003: 253) mengemukakan bahwa:

Matematika perlu diajarkan kepada murid karena: 1) selalu digunakan

dalam segala kehidupan 2) semua bidang studi memerlukan keterampilan

matematika yang sesuai; 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat,

singkat dan jelas; 4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam

berbagai cara; 5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan

kesadaran keruangan; dan 6) memberikan kepuasan terhadap usaha

memecahkan masalah yang menantang.

Menurut Abdurrahman (2003: 253) bahwa “hendaknya kurikulum

bidang studi matematika hendaknya mencakup tiga elemen yakni: (1)

konsep; (2) keterampilan; dan (3) pemecahan masalah”.

Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Sebagai contoh anak

mengenal konsep segitiga sebagai suatu bidang yang dikelilingi oleh tiga

garis lurus. Pemahaman anak tentang konsep segitiga dapat dilihat pada

saat anak mampu membedakan berbagai bentuk geometri lain dari

(17)

oleh seseoran, sebagai contoh proses menggunakan operasi dasar dalam

penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian adalah suatu jenis

keterampilan matematika.

Sedangkan pemecahan masalah sudah merupakan aplikasi dari konsep

dan keterampilan. Sebagai contoh, pada saat murid diminta untuk

mengukur luas selembar papan, maka beberapa konsep yang terlibat

adalah bujursangkar, garis sejajar, dan sisi; dan beberapa keterampilan

yang terlibat adalah keterampilan mengukur, menjumlahkan, dan

mengalikan.

Dalam dunia pendidikan matematika di Indonesia dikenal adanya

matematika modern. Matematika modern diajarkan di SD sebagai

pengganti berhitung. Matematika modern lebih menekankan pada

pemahaman struktur dasar sistem bilangan daripada mempelajari

keterampilan dan fakta-fakta hafalan. Pembelajaran matematika modern

lebih menekankan pada mengapa dan bagaimana matematika melalui

penemuan dan eksplorasi.

c. Tahapan Pembelajaran Matematika

Menurut J. Bruner dalam Muslich (2007: 222) bahwa belajar

merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk

menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya”.

Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan

tersebut dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) manusia

(18)

internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh jika pengetahuan

tersebut khususnya matematika dipelajari dalam tahap enaktif, ikonik, dan

tahap simbolik”.

1) Tahap enaktif

Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan dipelajari secara aktif

dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata.

2) Tahap ikonik

Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresetasikan

(diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual, gambar atau diagram yang

menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada

tahap enaktif.

3) Tahap simbolik

Suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan direpresentaskan

dalam bentuk simbol abstrak, baik simbol verbal (misalkan huruf, kata

atau kalimat), lambang matematika, maupun lambang abstrak lainnya.

Suatu proses pembelajaran akan berlangsung secara optimal jika

pembelajaran diawali dengan tahap enaktif, dan kemudian jika tahap

belajar yang pertama dirasa cukup, murid beralih ke tahap yang belajar

(19)

ikonik. Selanjutnya kegiatan belajar tersebut dilanjutkan pada tahap ketiga,

yaitu tahap belajar dengan menggunakan modus simbolik.

Dalam pembelajaran matematika salah satu upaya yang dilakukan oleh

guru adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

TGT (teams games tournaments) karena dengan menggunakan model

pembelajaran ini dapat memberikan murid kesempatan seluas-luasnya

untuk memecahkan masalah matematika dengan strateginya sendiri. Di

samping itu, model TGT menumbuhkan dinamikia kelompok belajar

secara kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok,

suasana diskusi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi

permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah,

lembut, dan santun serta bernuansa ‘belajar sambil bermain atau bermain

sambil belajar’.

2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

a. Pengertian

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) berasal dari

kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan

saling membantu satu sama lainnya sebagai suatu kelompok atau tim.

Menurut Isjoni (2007: 15) bahwa: Cooperative learning adalah suatu

(20)

kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga

dapat merangsang murid lebih bergairah dalam belajar.

Sedangkan menurut Suradi (2002: 36) bahwa pembelajaran kooperatif

adalah: Suatu model pengajaran yang jangkauannya melampaui (tidak

hanya) membantu murid belajar keterampilan semata, namun juga melatih

murid dalam tujuan hubungan sosial, sehingga pembelajaran kooperatif

membuat murid akan lebih mudah menemukan dan memahami

konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan

konsep-konsep tersebut dengan temannya.

Lebih lanjut, Slavin (Suradi, 2002: 24) mengemukakan bahwa “dalam

pembelajaran kooperatif murid bekerja sama dalam kelompok kecil saling

membantu mempelajari suatu materi”. Pendapat serupa diungkapkan

Thomson (Muslich, 2007: 229) bahwa: Dalam pembelajaran kooperatif

murid belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari

empat atau lima murid dengan kemampuan heterogen (kemampuan tinggi,

sedang, dan rendah), berbeda jenis kelamin, dan suku/ras, serta saling

membantu satu sama lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kelompok

kooperatif adalah kelompok belajar kecil dengan kemampuan akademik dan

latar belakang suku dan jenis kelamin yang bervariasi untuk saling membantu

sama lain.

(21)

Terdapat empat prinsip pembelajaran kooperatif menurut Sanjaya

(2006: 244) yaitu: “prinsip ketergantungan positif, tanggung jawab

perseorangan, interaksi tatap muka, partisipasi dan komunikasi”.

1) Prinsip ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kelompok, keberhasilan suatu penyelesaian

tugas sangat tergantung pada usaha yang dilakukan setiap anggota

kelompok. Oleh sebab itu, perlu disadari oleh setiap anggota kelompok

keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan ditentukan oleh kinerja

masing-masing anggota, dengan demikian semua anggota dalam kelompok

akan merasa saling ketergantungan.

2) Tanggung jawab perseorangan

Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip pertama. Oleh

karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka

setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan

tugasnya.

3) Interaksi tatap muka

Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas

kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan

informasi dan saling membelajarkan.

(22)

Pembelajaran kooperatif melatih murid untuk dapat mampu

berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting

sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak.

c. Keuntungan pembelajaran kooperatif

Menurut Thomson (Muslich, 2007: 229) bahwa “Pembelajaran kooperatif

dapat membuat murid memverbalisasi gagasan-gagasan dan dapat mendorong

munculnya refleksi yang mengarah pada konsep-konsep secara aktif”. Selanjutnya

Slavin (Suradi, 2006: 6) mengemukakan keuntungan pem-belajaran kooperatif

antara lain:

1) Murid bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi

norma-norma kelompok.

2) Murid aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama

berhasil.

3) Aktik berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan

keberhasilan kelompok.

4) Interaksi antar murid seiring dengan peningkatan kemampuan mereka

dalam berpendapat.

5) Interaksi antar murid juga membantu meningkatkan perkembangan

kognitif yang non-konservatif menjadi konservatif (teori Piaget).

Di samping itu, menurut Lundgren (Muslich, 2007: 230) bahwa “dalam

pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi murid

(23)

kooperatif”. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan

hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan

membagi tugas anggota kelompok selama kegiatan. Keterampilan kooperatif

tersebut antara lain: keterampilan awal, keterampilan tingkat menengah, dan

keterampilan tingkat mahir.

d. Pembelajaran kooperatif tipe TGT

Dalam perkembangannya, pembelajaran kooperatif terdiri atas beberapa

tipe, salah satu diantaranya adalah tipe TGT. Menurut Saco (2006), dalam

TGT murid memainkan permainan dengan anggota tim lain untuk

memperoleh skor tinggi bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat

disusun guru dalam bentuk quiz menggunakan kartu bernomor yang berkaitan

dengan materi pelajaran.

Permaianan dalam pembelajaran tipe TGT dapat berupa

pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap murid

anggota kelompok akan mengambil sebuah kartu yang telah diberi nomor dan

menjawab pertanyaan yang ada pada kartu tersebut sehingga memberikan

sumbangan bagi pengumpulan kelompoknya.

Turnamen harus memungkinkan semua murid dari semua tingkat

kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya.

Aturannya dapat berupa, soal yang sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih

mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak

(24)

soal nantinya apakah yang mudah atau sulit harus diketahui oleh seluruh

anggota kelompok.

e. Langkah-langkah pembelajaran TGT

Penerapan model TGT dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan

murid secara heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah

memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja

individual dan diskusi. Usahakan dinamika kelompok kohesif dan kompak

serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskusi nyaman dan

menyenangkan seperti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara

guru bersikap terbuka, ramah, lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah

selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas

(Suherman, 2009).

Menurut Suherman (2009) bahwa jika waktunya memungkinkan TGT bisa

dilaksanakan dalam beberapa pertemuan dengan sintak sebagai berikut:

1) Buat kelompok murid secara heterogen 5 orang kemudian berikan

informasi mengenai pokok materi dan mekanisme kegiatan.

2) Siapkan meja turnamen secukupnya, misal 5 meja di mana tiap meja

ditempati 5 murid yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh murid

dengan level tertinggi dari tiap kelompok asal dan seterusnya sampai meja

ke V ditempati oleh murid yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap

murid yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok.

3) Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap murid mengambil

(25)

jangka waktu tertentu (misal 3 menit). Murid bisa mengerjakan lebih dari

satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor

turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Murid

pada tiap meja turnamen sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan

gelar seperti: superior, very good, good, medium.

4) Bumping, pada turnamen kedua (turnamen ketiga dan seterusnya)

dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan

sebutan gelar tadi, murid superior dalam kelompok meja turnamen yang

sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh murid

dengan gelar yang sama.

5) Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor

individual, berikan penghargaan terhadap kelompok dan individual.

3. Aktivitas Belajar

a. Pengertian

Belajar merupakan proses untuk mengubah tingkat laku sehingga

mutlak memerlukan aktivitas. Tidak ada belajar dan hasil belajar tanpa ada

aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang

sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Hal tersebut sejalan

dengan yang dikemukakan Djamarah, (1994: 45) bahwa “guru yang baik

akan mampu menciptakan atau mengkreasikan lingkungan belajar siswa

agar kegiatan belajar menjadi aktif”.

Menurut Al Barry (1994: 15) bahwa aktivitas adalah “kegiatan atau

(26)

“keaktifan dalam belajar menunjuk pada keaktifan mental meskipun untuk

mencapai maksud ini dalam banyak hal dipersyaratkan keterlibatan

langsung dalam berbagai keaktifan fisik”. Sementara itu, menurut

Sardiman (2006: 100) “bahwa yang dimaksud aktivitas belajar adalah

aktivitas yang bersifat fisik atau mental”.

Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas adalah kegiatan baik yang

bersifat fisik maupun mental.

Adapun belajar merupakan istilah yang sudah lazim di tengah

masyarakat dan begitu banyak ahli atau pakar pendidikan telah

memberikan batasan dan definisi tentang belajar. Menurut Sardiman

(2006: 20) bahwa “dalam pengertian luas, belajar dapat diartikan sebagai

kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi yang seutuhnya”.

Kemudian lebih lanjut Sardiman (2006: 20) menyatakan bahwa “dalam

arti sempit, belajar dapat diartikan sebagai usaha penguasaan materi ilmu

pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya

kepribadian seutuhnya”. Sementara itu menurut Sukardi (1983: 15) bahwa

“belajar ialah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman

kecuali perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses menjadi

matangnya seseorang atau perubahan instinktif atau yang bersifat

temporer”.

Selanjutnya Skinner dalam Abdullah (1989: 70) mengemukakan

(27)

Adapun menurut Abdurrahman (1993: 97) bahwa “Belajar adalah upaya

manusia memobilisasikan semua sumber daya yang dimilikinya untuk

memberikan jawaban yang tepat terhadap problema yang dihadapinya”.

Lebih lanjut definisi belajar dapat dilihat dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2001: 14) sebagai “Usaha memperoleh kepandaian atau ilmu;

berlatih; berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh

pengalaman-pengalaman”.

Berdasarkan beberapa pengertian belajar yang telah diuraikan di atas,

dapat disimpulkan bahwa belajar adalah usaha yang dilakukan individu

untuk memperoleh suatu perubahan pada aspek pengetahuan, keterampilan

dan perilaku melalui pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya.

Oleh karena itu, dengan mengintegrasikan definisi aktivitas dan belajar

di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah kegiatan

fisik maupun mental yang dilakukan setiap individu dalam usaha

memperoleh pengetahuan, keterampilan dan perilaku melalui interaksi

edukatif dengan lingkungannya.

b. Prinsip-prinsip pengembangan aktivitas belajar

Prinsip-prinsip pengembangan aktivitas dalam belajar dapat dilihat

dari sudut pandang perkembangan konsep jiwa menurut ilmu jiwa. Dengan

melihatunsur kejiwaan subjek belajar dapatlah diketahui bagaimana

(28)

dilihat dari sudut pandang ilmu jiwa, maka sudah barang tentu yang

menjadi fokus perhatian adalah komponen manusiawi yang melakukan

aktivitas dalam belajar-mengajar, yakni siswa dan guru.

Menurut Sardiman (2006: 99) bahwa “aliran ilmu jiwa yang tergolong

modern akan menerjemahkan jiwa manusia sebagai sesuatu yang dinamis,

memiliki potensi dan energi sendiri”. Oleh karena itu, secara alami anak

didik dapat menjadi aktif, karena adanya motivasi dan didorong oleh

bermacam-macam kebutuhan. Anak didik dipandang sebagai organisme

yang mempunyai potensi untuk berkembang, sehingga tugas pendidik

adalah membimbing dan menyediakan kondisi agar anak didik dapat

mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini, anak didiklah yang

beraktivitas, berbuat dan harus aktif sendiri.

Guru bertugas menyediakan bahan pelajaran, tetapi yang mengolah

dan mencerna adalah para siswa sesuai dengan bakat, kemampuan dan

latar belakang masing-masing. Belajar adalah berbuat dan sekaligus

merupakan proses yang membuat anak didik harus aktif. Guru hanya

memberikan acuan atau alat, sementara yang harus mendominasi aktivitas

atau kegiatan adalah murid. Hal ini sesuai dengan hakikat anak didik

sebagai manusia yang penuh dengan potensi yang bisa berkembang secara

optimal apabila kondisi mendukungnya. Sehingga yang penting bagi guru

adalah menyediakan kondisi yang kondusif tersebut.

Aktivitas yang dimaksudkan dalam proses belajar adalah aktivitas fisik

(29)

berkait dan berkelindang. Sehubungan dengan hal tersebut, Piaget dalam

Sardiman (2006) menerangkan bahwa seseorang anak itu berpikir

sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir. Oleh

karena itu, agar anak berpikir sendiri maka harus diberi kesempatan untuk

berbuat sendiri.

Agar siswa berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, maka guru

hendaknya merencanakan pengajaran yang membuat siswa banyak

melakukan aktivitas belajar. Menurut Ibrahim dan Syaodih (2003: 27)

bahwa “aktivitas atau tugas-tugas yang dikerjakan siswa hendaknya

menarik minat siswa, dibutuhkan dalam perkembangannya, serta

bermanfaat bagi masa depannya”. Jika cara mengajar guru enak dalam

pandangan siswa maka siswa akan tekun, rajin, antusias menerima

pelajaran yang diberikan sehingga diharapkan akan terjadi perubahan pada

tingkah laku siswa. Hal tersebut semakna dengan yang dikemukakan

Abdurrahman (1993: 109) bahwa “untuk mengaktifkan siswa belajar,

maka hendaknya pelajaran dikemas dalam suasana menantang,

merangsang dan menggugah daya cipta siswa untuk menemukan dan

mengesankan”.

Lebih lanjut menurut Abdurrahman (1993: 109-110) “terdapat

beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam mengembangkan aktivitas

belajar yaitu prinsip motivasi dan prinsip belajar sambil bermain”.

(30)

Pada prinsipnya aktivitas belajar matematika adalah keterlibatan

intektual emosional siswa dalam kegiatan belajar matematika, yang

meliputi asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan,

perbuatan serta pengalaman langsung dalam pembentukan keterampilan

dan penghayatan atau internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap.

Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar, dengan demikian di

sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis

aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. Aktivitas siswa tidak

cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di

sekolah-sekolah tradisional. Aktivitas belajar siswa yang dimaksudkan

dalam pembelajaran matematika adalah aktivitas fisik maupun aktivitas

mental. Menurut Sardiman (2006: 101) banyak aktivitas yang dapat

dilakukan oleh siswa di sekolah, antara lain dapat digolongkan sebagai

berikut:

1) Visual activities (aktivitas visual), yang termasuk di dalamnya

membaca, menulis, memperhatikan gambar demonstrasi, atau percobaan.

2) Oral activities (aktivitas lisan), seperti menyatakan,

merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat,

mengadakan wawancara, diskusi, atau interupsi.

3) Listening activities (aktivitas mendengarkan), seperti

mendengarkan uraian, percakapan, atau diskusi.

4) Writing activities (aktivitas menulis), seperti menulis cerita,

(31)

5) Drawing activities (aktivitas menggambar), seperti menggambar,

membuat grafik atau peta, dan diagram.

6) Motor activities (aktivitas bergerak), seperti melakukan

percobaan, membuat konstruksi, mereparasi model, atau bermain.

7) Mental activities (aktivitas mental), seperti menanggapi,

mengingat, memecahkan soal, menganalisis, atau mengambil keputusan.

8) Emotional activities (aktivitas emosional), seperti menaruh

minat, rasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, atau gugup.

Jadi dengan klasifikasi aktivitas sebagaimana diuraikan di atas,

menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi.

Kalau berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah,

maka sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar

menjadi pusat aktivitas belajar yang maksimal dan bahkan akan

memperlancar peranannya sebagai pusat transfer ilmu pengetahuan

teknologi dan transformasi kebudayaan dan nilai-nilai hidup. Kondisi

tersebut sebaliknya merupakan tantangan yang menuntut jawaban dari

para guru.

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis ada beberapa

(32)

1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wenny Widaningsih dari

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Pendidikan Indonesia dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran

Teams Games Tournament Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Dalam Mata Pelajaran Teknologi Informasi Dan Komunikasi Studi Kasus

Di Smun 18 Bandung”, menunjukkan model pembelajaran tipe TGT dapat

meningkatkan hasil belajar peserta didik.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Riyani Triastuti alumni fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Matematika Universitas Negeri Semarang

tahun 2009 dengan judul “Keefektitivan Pembelajaran Matematika dengan

Pemberian Reward Melalui Strategi Berwawasan Snowball Throwing

Berbantuan Alat Peraga terhadap Pemahaman Konsep pada Sub Materi

Pokok Volum Limas Segi Empat pada Peserta Didik Kelas VIII SMP

Negeri 6 Temanggung Tahun Pelajaran 2008/2009”. Juga menunjukkan

peningkatan hasil belajar peserta didik.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Lia Aristiyani fakultas tarbiyah institut

agama islam negeri walisongo semarang 2011 dengan judul “pengaruh

pemberian reward dan punishment terhadap hasil belajar peserta didik

kelas viii semester 2 pada materi pokok panjang garis singgung

persekutuan luar lingkaran mts. hasan kafrawi mayong jepara tahun

pelajaran 2010/2011” juga menunjukkan bahwa pembelajaran

(33)

C. Kerangka Berpikir

Dalam proses belajar mengajar khususnya bidang studi matematika, sangat

memungkinkan ada materi tertentu yang harus disampaikan dengan menggunakan

model pembelajaran kelompok, individual dan klasikal. Salah satu model

pembela-jaran yang dapat mengintegrasikan pembelajaran kelompok, individual,

dan klasikas sekaligus adalah model pembelajara kooperatif tipe TGT (teams

games tournaments).

Kelompok belajar kooperatif adalah kelompok belajar yang terdiri dari

murid dengan kemampuan akademik yang bervariasi untuk saling membantu

sama lain. Pembelajaran matematika akan lebih baik jika dilaksanakan dengan

model pembela-jaran kooperatif, karena di samping keuntungan akademik yang

dapat diperoleh murid berupa kemampuan memahami konsep, keterampilan dan

pemecahan masalah matematika juga dapat mendorong munculnya refleksi yang

mengarah pada konsep-konsep yang aktif, juga murid mendapat pembelajaran

yang bersifat sosial.

Oleh karena itu, penggunaan model pembelajaran TGT dapat membantu

guru dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa. Pembelajaran tipe TGT

merupakan model pembelajaran yang memadukan prinsip ketergantungan positif,

tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka dan komunikasi.

Pembelajaran kooperatif tipe TGT mengharuskan murid memainkan permainan

dalam bentuk turnamen, setiap murid mengambil kartu soal yang telah disediakan

(34)

Berdasarkan ciri dan prinsip pembelajaran efektif maka tipe TGT dapat

mewujudkan perihal pembelajaran tersebut, karena memberikan kesempatan

seluas-luasnya bagi murid untuk memecahkan masalah belajar dengan strategi dan

kemampuan masing-masing dan kelompok-nya.

D. Hipotesis Penelitian

Menurut Sigiyono (2008:64) “Hipotesis merupakan jaawaban

sementara terhadap rumusan masalah penelitian”. Sedangkan menurut Nazir

(2003:151) “Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara

sebagai suatu kebenaran sebagaiman adanya, pada saat penomena dikenal dan

merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi.

Berdasarkan pendapat diatas maka dapat dirumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah

siswa kelas VIII SMPN 4 Merangin yang diajarkan dengan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games

Tournament) dan Model Pembelajaran Ceramah

(Konvensional) Ditinjau Dari Keaktifan Siswa SMPN 4

Merangin Tahun Ajaran 2015/2016.

Ha : Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa

kelas VIII SMPN 4 Merangin yang diajarkan dengan Model

(35)

Tournament) dan Model Pembelajaran Ceramah

(Konvensional) Ditinjau Dari Keaktifan Siswa SMPN 4

Merangin Tahun Ajaran 2015/2016.

Hipotesis statistik :

Ho : μ 1 = μ 2

Ha : μ 1 ≠ µ2

Keterangan :

μ 1 = Rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen.

μ 2 = Rata-rata hasil belajar siswa pada kelas kontrol.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

(36)

Data penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data

angka-angka, maka jenis penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif eksperimen. Jika dilihat dari tujuan penelitian yaitu untuk

mendeskripsikan pengaruh pemberian reward dalam bentuk ungkapan

dan hadiah terhadap hasil belajar matematika, maka sifat penelitian ini

untuk mengetahui korelasi kedua variabel tentang pengaruh pemberian

reward dalam bentuk ungkapan dan hadiah terhadap hasil belajar

matematika.

Proses pelaksanaan eksperimen akan dilakukan oleh peneliti

sendiri yang bertindak sebagai guru pengajar dengan melakukan

kegiatan pembelajaran dengan berusaha mencari korelasi kedua

variabel eksperimen. “penelitian eksperimen adalah satu-satunya

metode penelitian yang benar-benar dapat menguji hipotesis hubungan

sebab-akibat”Darmadi(2011;175)

2. Dasain penelitian

Tabel 1. Desain Penelitian

Perlakuan Hasil

Kelas Eksperimen Pemberian Reward µ1

Kelas Kontrol Konvensional µ1

Keterangan

µ1 = Rata-rata Hasil Belajar menggunakan model TGT

µ2 = Rata-rata Hasil Belajar konvensional

(37)

Sebelum melakukan penelitian ada langkah-langkah yang perlu

diketahui peneliti yaitu:

a. Melihat keadaan siswa, dalam artian kemampuan siswa dalam

pembelajaran matematika, guna melihat apakah siswa yang akan

dijadikan sampel homogen mempunyai varians yang homogen.

b. Setelah mengetahui sampel yang homogen, maka peneliti baru

akan melakukan penelitian agar penelitian nantinya mendapat

kesimpulan yang benar dan sesuai dengan keadaan lapangan.

c. Menentukan kelas yang menjadi eksperimen dan kelas kontrol

sebagai perbandingan dari perlakuan pada kelas eksperimen.

d. Melakukan kegiatan pembelajaran dengan memberikan perlakuan

yang telah ditentukan, yaitu melakukan pembelajaran dengan

menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap

siswa dikelas eksperimen dan melakukan pembelajaran dengan

menggunakan metode konvensional terhadap siswa di kelas

kontrol.

e. Mengevaluasi pembelajaran dengan memberikan tes kepada siswa

pada kelas kontrol yang berupa tes uraian. Peneliti memberikan tes

uraian setelah melalui uji tes untuk menentukan kevaliditasan data

yang baik.

f. Setelah itu membandingkan hasil tes siswa antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol.

(38)

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau

yang bersangkutan yang memerlukannya. Dalam penelitian ini

sebagai data primer berupa nilai tes setelah dilakukan proses

pembelajaran siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Merangin. b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau

dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari

sumber-sumber yang telah ada Hasan (2010:19). Data sekunder dalam

penelitian ini adalah tentang data jumlah siswa yang menjadi

populasi penelitian dan nilai ujian semester ganjil yang diperoleh

dari guru dan tata usaha SMP Negeri 4 Merangin.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Pada suatu penelitian perlu ditetapkan sejumlah populasi

sebagai objek penelitian yang akan menjadi sumber data. Menurut

Riduwan (2012:54) “Populasi merupakan objek atau subjek yang

berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu

berkaitan dengan maslah penelitian”. Sedangkan menurut Sugiyono

(2012:61) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek/subjek yang menpunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh penliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa populasi

(39)

penelitian. Dimana populasi yang akan diambil oleh penulis dalam

penelitian adalah siswa kelas VIII Sekolah Menegah Pertama Negeri

(SMP N ) 4 Merangin Tahun Ajaran 2015/2016 yang berjumlah 131

orang dengan perincian sebagai berikut :

Tabel 2. Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Merangin

Tahun Pelajaran 2015/2016

No Kelas Jumlah

1 Kelas VIII A 33

2 Kelas VIII B 31

3 Kelas VIII C 34

4 Kelas VIII D 33

Jumlah 131

Sumber : Tata Usaha SMP Negeri 4 Merangin. 2. Sampel

Riduwan (2010:56) mengemukakan sampel adalah bagian dari

populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan

diteliti. Sedangkan menurtut Sugiyono (2012:62) mengutarakan

“Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi”.

Dari beberapa pendapat diatas, karena metode penelitiannya

adalah metode eksperimen maka akan ditentukan satu kelas

eksperimen dan satu kontrol yang akan menjadi sampel penelitian.

Pengambilan sampel dikondisikan dengan pertimbangan bahwa

peserta didik mendapatkan materi berdasarkan kurikulum yang sama,

peserta didik yang menjadi objek penelitian duduk pada kelas yang

sama, dan dalam pembagian kelas tidak ada kelas unggulan.

Sampel tersebut diambil pada kelas yang sudah homogen.

(40)

ujian semester ganjil dengan demikian, penulis mempertimbangkan

serta menerapkan langkah-langkah dalam menentukan sampel sebagai

berikut :

a. Menetukan populasi, yaitu jumlah siswa secara keseluruhan di

kelas VIII SMP 4 Merangin yang berjumlah 131 Orang, kemudian

menghitung nilai rata-rata kelas berdasarkan hasil ujian semester

ganjil tahun ajaran 2015/2016.

b. Sebelum menentukan kelas sampel, dilakukan uji normalitas dan

uji homogenitas. Melakukan uji normalitas bertujuan untuk melihat

apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas

menggunakan uji Chi Kuadrad (X2) Sugiyono (2012:79).

c. Langkah selanjutnya melakukan uji homogenitas data hasil ujian

semester ganjil tahun ajaran 2015/2016 dengan menggunakan

rumus Bartlet.

d. Setelah diperoleh data homogenitas, maka langkah selanjutnya

menggunakan aturan kombinasi untuk menentukan kemungkinan

pasangan yang akan dijadikan sampel dengan kemungkinan

sebagai berikut :

e. Dari pasangan yang mungkin, maka akan ditentukan sampel

dengan cara undian atau kertas peluang. Dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel probability

sampling jenis simple random sampling adalah teknik sederhana

dimana pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono,

(41)

f. Maka didapat 6 kombinasi yaitu :

No. Pasangan

1. VIII A = VIII B

2. VIII A = VIII C

3. VIII A = VIII D

4. VIII B = VIII C

5. VIII B = VIII D

6. VIII C = VIII D

Maka dilakukan pengundian terpilih satu pasang kombinasi

yaitu kelas VIII Adan kelas VIII C. Sehingga dalam penelitian ini

yang menjadi sampel adalah sisiwa kelas VIII A yang berjumlah 33

siswa dan kelas VIII C yang berjumlah 34 siswa. Kemudian peneliti

menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol secara acak.

Sehingga didapat kelas VIII A sebagai kelas kontrol merupakan kelas

yang akan mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan

metode pembelajaran konvensional, dan kelas VIII C sebagai kelas

eksperimen merupakan kelas yang akan mengikuti proses

pembelajaran dengan menggunakan metode pemberian reward

dalam bentuk ungkapan dan hadiah.

Di tambah satu kelas lagi sebagai kelas uji coba instrumen.

Karna untuk uji instrumen tidak boleh memakai kelas sampel, harus

(42)

C. Teknik Pengumpulan Data

“ Teknik pengumpulan data yang diperlukan disini adalah teknik

pengumpulan data yang mana yang paling tepat, sehingga benar-benar didapat

data yang valid dan reliable” Riduwan (2012:11).

Menurut Sudijono (2012:66) tes adalah “alat atau prosedur yang

dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian”.

Sedangkan Arikunto (2010:53) “Tes adalah alat atau prosedur yang

digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan

cara dan aturan yang sudah ditentukan”.

Adapun jenis tes yang digunakan adalah subyektif berbentuk essay

(uraian) dan digunakan untuk menilai hasil belajar. Menurut Arikunto

(1997:163) tes bentuk essay adalah “sejenis tes kemampuan belajar yang

memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata”.

Dalam penelitian ini ada beberapa cara teknik pengumpulan data yaitu:

1. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan cara pengumpulan data

dengan mencatat bahan dokumentasi yang sudah ada dan

(43)

dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat

data yang sudah ada. Metode dokumentasi dalam penelitian ini

digunakan untuk memperoleh data mengenai nama-nama dan nilai

awal peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data yang

dijadikan sebagai data awal adalah hasil belajar matematika

semester ganjil. Data yang diperoleh dianalisis untuk menentukan

normalitas, homogenitas, dan kesamaan rata-rata antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. 2. Metode Observasi

Metode ini digunakan untuk mengamati proses

pembelajaran dengan menggunakan metode TGT di kelas

eksperimen. Pengambilan data diperoleh melalui lembar observasi. 3. Metode Tes

Tes adalah seperangkat rangsangan yang diberikan kepada

seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat

dijadikan dasar penetapan skor. Tes yang diberikan pada peserta

didik dalam penelitian ini berbentuk uraian sehingga dapat

diketahui sejauh mana tingkat pemahaman peserta didik terhadap

materi matematika. Melalui tes ini akan tampak seberapa jauh

pemahaman peserta didik terhadap materi matematika. Tes ini

diberikan pada akhir pembelajaran. Hasil tes inilah yang kemudian

akan digunakan sebagai acuan untuk menarik kesimpulan pada

akhir penelitian. Apakah pembelajaran yang menggunakan metode

pemberian reward dalam bentuk ungkapan dan hadiah

(44)

tersebut diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes

tersebut akan diujicobakan pada kelas uji coba untuk mengetahui

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya beda soal.

D. Instrument Penelitian.

Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus

ada alat ukur yang baik. “Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan

instrumen. Jadi instrumen adalah alat bantu yang dapat diwujudkan dalam

benda, contohnya angket, daftar cocok, skala, pedoman wawancara, panduan

pengamatan, tes dan sebagainya. (Riduwan, 2006:70).

Instrumen pada penelitian ini adalah berupa tes tertulis dengan soal

pilihan subyektif berbentuk essay (uraian) dan digunakan untuk menilai hasil

belajar yang berjumlah 10 soal. Menurut Arikunto (1997:163) tes bentuk essay

adalah “sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat

pembahasan atau uraian kata-kata”.

Menurut Arikunto (2010:57) sebuah tes dikatakan baik sebagai alat

pengukur harus memiliki persyaratan tes, yaitu memiliki :

a. Validitas

Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa

yang hendak diukur.

b. Reliabilitas

Sebuah tes dapat dipercaya atau reliable jika memberikan hasil

yang tetap apabila diteskan berkali-kali.

(45)

Sebuah tes dikatakan objektivitas apabila dalam melaksanakan tes

itu tidak ada faktor objektif yang mempengaruhinya.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka penulis menerapkan

langkah-langkah yang sistematis dalam menyusun tes dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyusun Tes

Tes yang diberikan adalah tes soal uraian. Dalam penyusunan tes

tersebut peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Menentukan tujuan mengadakan tes yaitu mendapatkan hasil

belajar siswa.

b. Membuat batasan terhadap bahan-bahan yang akan diuji. c. Membuat kisi-kisi tes.

d. Menyusun butir-butir soal menjadi bentuk tes akhir yang akan

diujikan. e. Validitas tes.

2. Uji Coba Tes

Agar soal yang disusun itu memiliki kriteria sebagai soal yang

baik, maka soal-soal tersebut perlu diuji cobakan terlebih dahulu

kepada kelas lain. Tidak boleh di uji coba kepada kelas sampel,

kemudian dianalisis untuk mendapatkan mana soal yang memenuhi

kriteria dan mana yang tidak.

3. Analisis Item

Setelah melakukan uji coba tes, maka kegiatan dilanjutkan

(46)

beberapa hal yang perlu diselidiki dalam melakukan analisis item soal

yaitu:

a. Uji Validitas

Menurut Arikunto (2006:168) menjelskan bahwa “validitas

adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan sesuatu instrumen”. Suatu tes dikatakan valid

apabila dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur.

Untuk menentukan valid atau tidaknya soal maka digunakan rumus

Pearson Product Moment Arikunto (2010:213), yaitu:

r

xy

=

X Y

¿

¿ ¿

¿.¿

XY−¿

N .

¿

¿

keterangan

rxy = Koefisien korelasi variabel x dengan variabel y.

XY = Jumlah hasil perkalian antara variabel x dengan variabel

y.

X = Jumlah nilai setiap item.

Y = Jumlah nilai konstan.

(47)

Tabel 3.4

Kriteria Penafsiran Indeks Korelasi (r)

No Indeks Korelasi (r) Kriteria Pengujian

1 0,80 – 1,00 Sangat tinggi

2 0,60 – 0,79 Tinggi

3 0,40 – 0,59 Cukup

4 0,20 – 0,39 Rendah

5 0,00 – 0,19 Sangat rendah

Arikunto (1997:71)

b. Daya Pembeda

Indek pembeda soal adalah kemampuan butir soal untuk

dapat membedakan siswa yang pandai dan siswa yang tidak

pandai. Menurut Arikunto (1997:215), “daya pembeda adalah

kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang

pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh

(berkemampuan rendah)”. Daya beda soal subyektif ditentukan

dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Arikunto

(1997:218) yaitu:

D=BA

JA

BB

JB

=PAPB

Keterangan:

J = Jumlah peserta tes.

JA = Banyaknya peserta kelompok atas.

JB = Banyaknya peserta kelompok bawah.

(48)

menjawab soal itu dengan benar.

BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang

menjawab soal itu dengan benar

PA=BA

JA

= Proporsi peserta kelompok atas yang

menjawab benar (ingat, P sebagai indeks

kesukaran).

PB=BB

JB

= Proporsi peserta kelompok bawah yang

menjawab benar

Tabel 3.5

Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal

N

o

Indeks Daya

Pembeda

Klasifikasi

1 0,00 – 0,20 Jelek (poor)

2 0,21 – 0,40 Cukup (satisfactory)

3 0,41 – 0,70 Baik (good)

4 0,71 – 1,00 Baik sekali (excellent)

Arikunto (1997:223)

c. Indeks Kesukaran (Taraf Kesukaran)

Agar tes dapat digunakan, setiap soal harus diselidiki

tingkat kesukarannya yaitu apakah soal tersebut mudah, sedang

atau sukar. Untuk menghitung indeks kesukaran soal dari suatu tes

bentuk subyektif digunakan rumus Arikunto (1997:212) yaitu:

P =

JSB

Keterangan:

(49)

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan

benar.

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes.

Tabel 3.6

Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal

N o

Indeks Kesukaran Kriteria

1 0,00 – 0,30 Sukar

2 0,31 – 0,70 Sedang

3 0,71 – 1,00 Mudah

Arikunto (1997:212)

d. Reliabilitas

Menurut Arikunto (2010:221) bahwa “reliabel artinya

dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan”. Reliabilitas menunjuk

pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena

(50)

perangkat tes bentuk essay digunakan rumus Alpha yang

dikemukakan oleh Riduwan (2010:115)

r11=

(

k

k−1

)

(

1− Σ σb2

σt

2

)

Dengan :

σ2=

Σ X2−(Σ X)

2

N N

Keterangan:

r11 = Koefisien reliabelitas internal seluruh item.

K = Banyaknya butir soal.

Σ σb

2 = Jumlah varians tiap-tiap butir.

σt

2 = Varians total.

X

Ʃ 2 = Jumlah skor item

X

Ʃ = Jumlah skor item

N = Banyakny responden

Keputusan perbandingan r11 dengan r tabel :

Jika r11 > r tabel maka instrumen tersebut reliable.

Jika r11 < r tabel maka instrumen tersebut tidak reliable.

E. Teknik Analisis Data

Pengujian pesyaratan analisis data dilakukan apabila peneliti

menggunakan analisis parametrik. Menurut Riduwan (2010:19)

“persyaratan analisis untuk penelitian komparatif (perbedaan)

menggunakan uji homogenitas, hubungan (korelasi) menggunakan uji

(51)

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data berasal

dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas

menggunakan rumus chi kuadrat ( X2 ) yang dikemukakan oleh

Riduwan (2012:121) yaitu :

X2

=

fofe¿2 ¿ ¿ ¿

i=i k

¿

Keterangan :

χ2 = Harga chi kuadrat

fo = Frekuensi observasi

fe = Frekuensi harapan

Adapun langkah-langkah yang harus digunakan dalam Uji

Normalitas data adalah sebagai berikut:

1) Mencari skor terbesar dan terkecil

2) Mencari nilai rentangan ( R )

3) Mencari banyaknya kelas (BK)

4) Mencari nilai panjang kelas (i)

5) Membuat tabulasi dengan table penolong

6) Mencari Rata-rata (Mean)

7) Mencari simpangan baku (standard deviasi)

(52)

a) Menentukan batas kelas

b) Mencari nilai Z-score untuk batas kelas interval

dengan rumus

Z = Batas Kelas− ´x s

c) Mencari luas 0 - Z dari table kurveNormal dari 0 – Z

dengan menggunakan angka-angka untuk batas kelas

d) Mencari luas tiap kelas interval dengan cara

mengurangkan angka-angka 0 – Z yaitu angka baris

pertama dikurangi baris kedua, angka baris kedua

dikurangi baris ketiga dan begitu seterusnya, kecuali

untuk angka yang berbeda pada baris paling tengah

ditambahkan dengan angka pada baris berikutnya.

e) Mencari frekuensi yang diharapkan (fe) dengan cara

mengalikan luas tiap interval

9) Mencari Chi-kuadrat hitung ( X2 hitung)

X2

=

fofe¿2 ¿ ¿ ¿

i=i k

¿

10) Membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa

(53)

yang selanjutnya untuk menentukan statistik t yang akan digunakan

dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas dilakukan dengan

menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama

atau tidak.

Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah

sebagai berikut.

Ho =

σ1

2 =

σ

22

Ha =

σ

12 ≠

σ

22

1. Untuk menguji kesamaan dua varians digunakan rumus sebagai

berikut.

Fhitung =

varian terbesar varians terkecil

2. Membandingkan Fhitung dengan Ftabel dengan rumus:

dk pembilang = n-1 (untuk varians terbesar)

dk penyebut = n-1 (untuk varians terkecil)

3. Taraf signifikansi ( ∝¿ = 0.05 atau 5%

4. Kriteria pengujian yaitu :

Jika Fhitung ¿ Ftabel berarti data kelas sampel variansnya

homogen.

jika Fhitung ¿ Ftabel berarti data kelas sampel variansnya tidak

homogen.

(54)

Uji kesamaan rata-rata pada tahap awal digunakan untuk

menguji apakah ada kesamaan rata-rata antara kelas eksperimen

dan kelas kontrol. Langkah-langkah uji kesamaan dua rata-rata

adalah sebagai berikut.

1). Menentukan rumusan hipotesisnya yaitu:

Ho =

µ

1

= µ

2 (tidak ada perbedaan rata-rata awal kedua

kelas sampel)

Ha =

µ

1

≠ µ

2 (ada perbedan rata-rata awal kedua kelas

sampel)

2). Menentukan statistik yang digunakan yaitu uji t satu

pihak kanan.

3). Menentukan taraf signifikan yaitu α = 5%.

4). Kriteria pengujiannya adalah merima Ho apabila –ttabel <

thitung < ttabel di mana ttabel daftar distribusi student dengan

peluang (1- 1

2 σ

)

dk = n1 + n2 - 2. 5). Menentukan statistik hitung.

6). Menarik kesimpulan jika –ttabel < thitung < ttabel maka kedua

kelas mempunyai rata-rata kelas yang sama.

(55)

Hipotesis penelitian adalah hipotesis yang dirumuskan untuk

menjawab permasalahan dengan menggunakan teori-teori yang ada

hubungannya (relevan) dengan masalah penelitian dan belum

berdasarkan fakta serta dukungan data yang nyata di lapangan.

Adapun Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian

reward dalam bentuk ungkapan dan hadiah terhadap hasil

belajar matematika siswa kelas VIII SMP 43 Merangin Tahun

Pelajaran 2015/2016.

Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian reward

dalam bentuk ungkapan dan hadiah terhadap hasil belajar

matematika siswa kelas VIII SMP 43 Merangin Tahun

Pelajaran 2015/2016.

Uji hipotesis ini bertujuan untuk membuktikan apakah

hipotesis yang ditetapkan memang benar apa tidak. Jenis pengujian

hipotesis yang digunakan adalah uji satu pihak dengan rumusan

hipotesis statistiknya uji satu pihak (pihak kanan) sebagai berikut :

H0 : μ1 = μ2

Ha : μ1>μ2

Dengan :

μ1

=

Merupakan rata-rata kemampuan komunikasi

matematissiswa kelas eksperimen

(56)

= siswa kelas kontrol

Berdasarkan hipotesis penelitian yang dikemukakan, untuk

menguji hipotesis jika persyaratan analisis terpenuhi maka

menggunakan statistik parametrik, dan apabila uji persyaratan analisis

tidak terpenuhi maka menggunakan statistik non parametrik, maka :

 Bila n1 ≠ n2 dan varian homogen dengan dk = n1 + n2 - 2 maka

rumus yang digunakan adalah :

Keterangan:

X

1= Nilai rata-rata kelas eksperimen

X

2= Nilai rata-rata kelas control

S1

2= Standar deviasi kelas eksperimen

S2

2= Standar deviasi kelas control

n1= Jumlah siswa kelas eksperimen

n2= Jumlah siswa kelas control

t= X1−X2

(

(

n1−1

)

S12+

(

n2−1

)

S22

n1+n2−2

)

.

(

1

n1+

1

n2

)

sugiyono, (2012:107).

 Bila n1 ≠ n2 dan varian tidak homogen maka rumus yang

digunakan adalah :

t= X1−X2

S12 n1+

S22 n2

Sugiyono

(2012:197)

Harga t sebagai pengganti t-tabel dihitung dari selisih

(57)

dibagi dua, dan kemudian ditambahkan dengan harga t yang

terkecil.

 Jika data tidak terdistribusi normal dan kedua kelompok

tidak mempunyai varians yang homogen, maka dilakukan

uji Mann-Whitney atau uji-U. Terdapat dua rumus yang

digunakan untuk pengujian, yaitu:

Keterangan

n1 = Jumlah sampel 1

n2 = Jumlah sampel 2

U1 = Jumlah peringkat 1

U2 = Jumlah peringkat 2

R1 = Jumlah rangking pada sampel n1

R2 = Jumlah rangking pada sampel n2

Untuk n1 ; n2 > 30, maka pengujiannya dilanjutkan

menggunakan nilai Z (nilai uji statistiknya), yaitu :

Nilai standar dihitung dengan

Z =

UσE(U)

U

E(U)=n1n2

2

σU=

n1n2(n1+n2+1)

12

Hasan (2010:312)

U1=n1n2+n1(n1+1)

2 −R1

Susetyo (2010:236)

U2=n1n2+n2(n2+1)

(58)

Kriteria pengambilan keputisan adalah

H0 diterima apabila

Z

<

Gambar

Tabel 1. Desain Penelitian
Tabel 2. Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Merangin
Tabel 3.5Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal

Referensi

Dokumen terkait

Pengilustrasian figur Yesus menjadi sesuatu yang dominan dalam seni rupa religius Kristiani, karena selain sebagai tokoh sentral dalam ajaran Kristiani figur Yesus juga

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pencegahan diabetes melitus dan hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku pencegahan diabetes

Error adalah pengaruh variabel lain diluar lingkungan sekolah dan pendidikan kepramukaan, variabel ini tidak termasuk ke dalam variabel penelitian seperti motivasi

Sehubungan akan diselenggarakannya Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Hakim Lingkungan Hidup (Gelombang II) dari Peradilan Umum Seluruh Indonesia pada tanggal 17

pelaksanaan penerbitan sertifikat pengganti karena hilang. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan peraturan Pemerntah No. Kewajiban bagi

diharapkan, hanya 5 butir indikator yang dapat dilakukan siswa. Dua butir indikator yang tidak dilakukan yaitu membaca kartu kalimat yang tidak di lengkapi

tingkat komitmen petugas yang masih perlu ditingkatkan lagi; jumlah SDM yang masih belum cukup dari segi kualitas dan kuantitas ; serta sosialisasi yang dilakukan

Penerapan Nilai Pasar Wajar Efek dalam Portofolio Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.. beserta perangkat yang ada