BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak, memproleh energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari, mengatur mmetabolisme dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit
Kesibukan menuntut manusia dalam mengemas dan menyajikan makanan harus serba praktis dan serba instan, dengan harapan waktu tidak terbuang sia-sia dalam menyiapkan dan menyajikan makanan. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat kemasan makanan yang terlihat efektif tetapi mempunyai dampak negatif bagi kehidupan manusia.
Plastik merupakan jenis kemasan makanan yang paling banyak digunakan dalam industri saat ini, hal ini disebabkan karena plastik merupakan kemasan yang murah dan mudah didapatkan. Sehingga keberadaan sampah plastik yang ada di dunia semakin menumpuk dan mengganggu keadaan alam. Dalam plastik juga terdapat sejumlah pembuat plastik yang menimbulkan gangguan kesehatan bagi kesehatan manusia. Salah satu zat yang ada dalam plastik adalah zat Bisphenol-A (BPA). Selain dalam plastik, BPA juga terdapat pada lapisan dalam kaleng.
Namun, beberapa waktu yang lalu terdapat berita yang beredar melalui media online nasional yang menyatakan bahwa kontaminasi bisphenol-a dari kemasan makanan dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengkaji dampak kontaminasi BPA pada makanan terhadap kesehatan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa itu Bisphenol-A (BPA) ?
1.2.2 Apa dampak Bisphenol-A terhadap kesehatan manusia ?
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Bisphenol-A (BPA)
Bisphenol-A adalah monomer yang digunakan sebagai bahan dari produksi plastik polikarbonat dan resin epoksi. Lebih dari 95% penggunaan BPA di dunia adalah untuk membuat dua produk tersebut. Plastik polikarbonat pada umumnya digunakan pada botol air isi ulang, botol susu bayi, dan wadah makanan. Sedangkan resin epoksi pada umumnya digunakan sebagai pelapis pada bagian dalam kaleng yang berfungsi untuk mencegah kontak antara makanan atau minuman dengan logam kaleng tersebut. Senyawa turunan dari BPA juga digunakan sebagai zat tambahan dalam pembuatan polivinil klorida (WHO, 2010). Penggunaan BPA sebagai bahan pengemas makanan sudah dimulai sejak tahun 1960-an (FDA, 2015)
Molekul bisphenol-A (4,4’–dihidroksi-2, 2-difenilpropana) terdiri atas dua cincin fenol yang dihubungkan dengan jembatan metil, dengan dua kelompok metil yang terikat pada jembatan tersebut
Gambar 1. Rumus Struktur BPA (OEHHA, 2009)
Berdasarkan kajian literatur yang terkait, senyawa bisphenol-A yang berasal dari kemasan makanan/minuman tidak memiliki dampak buruk terhadap kesehatan manusia. Munculnya dugaan bahwa zat BPA yang ada pada kemasan makanan itu berbahaya disebabkan karena BPA menimbulkan dampak yang sangat buruk pada hewan uji di laboratorium. Menurut European Food Safety Authority (2015), BPA tidak memiliki risiko kesehatan kepada manusia karena paparan terhadap zat kimia tersebut terlalu kecil untuk menimbulkan efek. Penelitian menunjukkan bahwa jumlah BPA yang terkontaminasi dalam makanan masih berada di bawah batas maksimum yang diperbolehkan yaitu 4 μg/kg berat badan/hari. seksual hewan uji. Efek yang ditimbulkan antara lain, berubahnya perilaku kawin, berubahnya perilaku emosional dan kognitif, merangsang pertumbuhan payudara pada hewan betina, dan merangsang pertumbuhan kelenjar prostat pada hewan jantan. Selain pada sistem reproduksi, BPA juga dapat menimbulkan efek pada kelenjar tiroid, sistem imun, dan sistem saraf hewan uji. Namun, tidak ada informasi mengenai efek tersebut pada manusia.
Namun, dampak buruk dari BPA akan muncul pada manusia jika terpapar secara langsung dalam jumlah yang banyak. Studi yang dilakukan oleh Li dkk (2009) menunjukkan bahwa para pekerja yang terpapar BPA dalam jumlah banyak di pabriknya mengalami kecenderungan untuk menderita disfungsi seksual. Studi dilakukan di empat pabrik di Tiongkok (satu pabrik pembuatan BPA dan 3 pabrik resin epoksi) dan ditambah beberapa pabrik di kota yang sama namun tidak terpapar BPA sebagai variabel kontrol. Hasil dari studi saat ini memberikan bukti penting bahwa paparan BPA di tempat kerja dapat menambah risiko disfungsi seksual secara signifikan. Penemuan ini berlaku konsisten untuk 4 domain yang digunakan untuk mengukur disfungsi seksual pada laki-laki yaitu fungsi erektil, fungsi orgasme, hasrat seksual, dan kepuasan pada kehidupan seks.
2.3 Kebijakan yang Dapat Diambil Pemerintah
Meskipun sudah terbukti tidak berbahaya bagi kesehatan manusia, penggunaan BPA pada kemasan makanan sebaiknya ditinggalkan. Menurut U.S. Food and Drug Administration (2015), pabrik pembuatan botol maupun kaleng di Amerika Serikat sudah tidak lagi memakai bahan yang berasal dari BPA. Pada bulan Juli 2012, FDA telah menerima petisi dari American Chemistry Council yang menyatakan bahwa penggunaan bahan plastik polikarbonat pada botol susu bayi sudah ditinggalkan oleh industri. Petisi selanjutnya datang pada tahun 2013 dari Congressman Edward Markey of Massachusetts yang menyatakan bahwa industri telah meninggalkan penggunaan resin epoksi dalam proses produksi kaleng makanan. Atas dasar tersebut, FDA mengeluarkan peraturan untuk melarang penggunaan polikarbonat dan resin epoksi. Peraturan ini dikeluarkan bukan karena alasan keamanan bahan tersebut, melainkan karena bahan tersebut memang sudah ditinggalkan oleh industri.
3.1 Kesimpulan
Bisphenol-A yang lebih dari 95% penggunaannya digunakan untuk membuat 2 produk yaitu wadah makanan dan plastik polikarbonat dalam pembuatan botol plastik serta resin epoksi nya digunakan untuk pelapis bagian dalam kaleng makanan dapat menjadi faktor utama penyebab terpaparnya manusia akibat pemanasan yang berlebihan pada bahan tersebut. Dalam penelitian dan kajiannya, manusia hanya terpapar dari zat tersebut. Sampai saat ini belum ada penelitian yang menemukan efek berkelanjutan dari bisphenol-A bagi kesehatan manusia. Namun, jika manusia terutama laki-laki terkena paparan langsung dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan disfungsi seksual. Sedangkan pada hewan, efek bisphenol-A sangat berbahaya pada sistem dan perkembangan reproduksi, kelenjar tiroid, sistem imun, dan sistem saraf
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
European Food Safety Authority. 2015. Scientific Opinion on bisphenol-A. Parma: European Food Safety Authority.
Food and Drug Administration. 2015. Bisphenol A (BPA): Use in Food Contact Application.
http://www.fda.gov/NewsEvents/PublicHealthFocus/ucm064437.htm. Diakses pada 28 November 2015
Li, D., Z. Zhou, D. Qing, Y. He, T. Wu, M. Miao, J. Wang, X. Weng, J.R. Ferber, L.J. Herrinton, Q. Zhu, E. Gao, H. Checkoway, dan W. Yuan. 2009. Occupational exposure to bisphenol-A (BPA) and the risk of Self-Reported Male Sexual Dysfunction. Human Reproduction. Vol. 00. No.0 pp. 1 –9
Office of Environmental Health Hazard Assessment. 2009. Toxicological Profile for Bisphenol-A. California: California Environmental Protection Agency