• Tidak ada hasil yang ditemukan

Asuhan Keperawatan Lansia dengan Ganggua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Asuhan Keperawatan Lansia dengan Ganggua"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Asuhan Keperawatan Lansia dengan

Gangguan Interaksi Sosial

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu : Ns

.

Alfeus Manuntung

,

S.Kep, M.Kep.

KELOMPOK V

ATIK DIYAH U (PO.62.20.1.15.113)

CHANDRA HANGGARA P.P (PO.62.20.1.15.116) DINA AULINA (PO.62.20.1.15.120)

PENI EKI LORENCIA (PO.62.20.1.15.135) SALVI FAJRIATI (PO.62.20.1.15.140)

YAYANG SAVITA (PO.62.20.1.15.145) YUANANDO (PO.62.20.1.15.147)

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya

Jurusan Keperawatan

Prodi DIV Keperawatan Reguler II

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Peningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif dari pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun, disisi lain pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia. Lansia sering kehilangan pertalian keluarga yang selama ini diharapkan. Perubahan yang terjadi juga menyebabkan berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan keluarga terhadap lansia (Junaidi, 2007). Penduduk lansia di Indonesia tahun 2006 sebesar 19 juta jiwa, dengan usia harapan hidup 66,2 tahun, tahun 2010 diperkirakan jimlah lansia sebesar 23,9 juta jiwa dengan usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71,1 tahun. Peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat (MENKOKESRA, 2007).

Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan penanganan yang serius karena secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran baik dari fisik, biologis, maupun mentalnya. Hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya sehingga perlu adanya peran serta dan dukungan dari keluarga dalam penanganannya. Menurunnya fungsi berbagai organ, lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif dan penyakit metabolik (Nugroho, 2000).

(3)

kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada perubahan sosial antara lain terjadinya penurunan aktivitas, peran dan partisipasi sosial (Partini, 2002).

Permasalahan yang dihadapi lansia memerlukan pemecahan sebagai upaya untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi terhadap masalah dan tekanan yang menimpa mereka. Konsep untuk memecahkan masalah ini disebut dengan mekanisme koping. Koping dilakukan untuk menyeimbangkan emosi individu dalam situasi yang penuh tekanan. Koping merupakan reaksi terhadap tekanan yang dibutuhkan lansia untuk memecahkan, mengurangi, dan menggantikan kondisi yang penuh tekanan (Hawari, 1997).

Dukungan sosial bagi lansia sangat diperlukan selama lansia masih mampu memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Namun dalam kenyataanya ada sebagian lansia yang mampu memahami dan memanfaatkan dukungan sosial dengan optimal dan ada pula lansia yang kurang mampu memahami adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga meskipun ia telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan adanya ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan perilaku yang maladaptif seperti, kecewa, kesal dan perilaku menyimpang lainnya (Kuntjoro, 2002).

(4)

BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Teori Lansia

1. Pengertian Lansia

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).

Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya (Darmojo, 2004).

Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menurut UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).

(5)

Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).

Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.

Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).

2. Batasan Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:

a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun. d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun. 3. Proses Menua

(6)

2. Konsep Gangguan Interaksi Sosial 1) Pengertian

Gangguan interaksi sosial adalah suatu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, pada tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosialnya. Hal ini disebabkan oleh cara pemecahan masalah yang diselesaikannya kepada orang lain atau lingkungan sosial (Hamid Achir Yani, dkk. 1994 : 114).

2) Rentang Respon Hubungan Sosial

Manusia dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari selalu membutuhkan orang dan lingkungan sosial. Manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial, berada dalam rentang yang adaptif sampai maladaptif.

Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku, dengan kata lain bahwa individu tersebut masih dalam batas – batas normal menyelesaikan masalah, respon ini meliputi : 1) Menyendiri (solitute) adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk

merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.

2) Otonomi adalah kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

3) Bekerjasama adalah suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima.

4) Interdependen adalah saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu untuk menyelesaikan masalahnya, misalnya yang sudah menyimpang dari norma-norma sosial dan kebudayaan suatu tempat. Respon maladaptif yang sering ditemukan antara lain : 1) Menarik diri: Terjadi dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina

hubungan secara terbuka dengan orang lain.

2) Ketergantungan (dependen): Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.

(7)

4) Curiga: Gangguan ini terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya (basic trust) dengan orang lain.

5) Narcisisme: Pada individu narcisisme terdapat harga diri yang rapuh secara terus-menerus, berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.

3) Masalah Kesehatan Jiwa Lansia

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)

Peningkatan penduduk lansia pada dasarnya merupakan dampak positif dari pembangunan. Pembangunan meningkatkan taraf hidup masyarakat, menurunkan angka kematian dan meningkatkan usia harapan hidup. Namun, di sisi lain pembangunan secara tidak langsung juga berdampak negatif melalui perubahan nilai-nilai dalam keluarga yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia.

Ada tiga dampak pembangunan yang berpengaruh kurang baik terhadap kesejahteraan lansia. Pertama, peningkatan prevalensi migrasi desa-kota. Kedua, meningkatnya aktivitas ekonomi wanita dan yang terakhir adalah perubahan sistem perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Hal ini selanjutnya menyebabkan terjadinya pemisahan/keluarnya penduduk lansia dari struktur keluarga. Tiga bentuk pemisahan lansia dari struktur keluarga tersebut adalah ;

1) Spatial Separation

Peningkatan prevalensi migrasi desa-kota, menyebabkan banyak penduduk lansia yang ditinggal oleh keluarganya. Meningkatnya mobilitas penduduk yang pada umumnya dilakukan oleh penduduk usia muda menyebabkan banyak penduduk lansia tidak dapat lagi menjadi satu dengan keluarga (spatial separation). Kondisi semacam ini jelas sangat menyulitkan untuk tetap menyantuni orang tua mereka pada usia lanjut.

2) Cultural Separation

(8)

pendidikan wanita, peningkatan pendidikan generasi muda secara keseluruhan dan juga akibat kemajuan komunikasi menyebabkan terjadi perbedaan nilai budaya yang cukup tajam antara penduduk usia muda dan lanjut usia. Perbedaan tersebut akan mengakibatkan kesulitan untuk menggabungkan keduanya dalam satu kehidupan.

Fenomena ini disertai perubahan bentuk keluarga dari keluarga luas menjadi keluarga inti. Dalam suatu keluarga luas, beban sosial dan ekonomi keluarga dapat ditanggung bersama antara orang tua dan anak. Sementara itu, dalam usia lanjut, tugas perawatan orang tua dapat dilakukan oleh anak. Akan tetapi, dalam keluarga inti hal semacam itu telah berubah sama sekali akibat terjadinya pergeseran fungsi sosial dan ekonomi. Peran anak di bidang sosial seperti membantu pekerjaan rumah tangga, akan digantikan oleh orang lain, biasanya pembantu. Demikian juga dalam menemani dan merawat orang tua yang lanjut usia. Peran tersebut tidak lagi dilakukan oleh anak tetapi akan diambil alih oleh institusi atau pemerintah. Apabila hal ini yang terjadi maka lansia pada akhirnya bukan lagi bagian dari suatu keluarga.

3) Economic Separation

Bersamaan dengan proses pembangunan, sistem perekonomian akan mengalami perubahan dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Peranan orang tua yang tinggi dalam ekonomi secara tradisional, akan berkurang dalam masyarakat modern. Hal ini disebabkan angkatan kerja muda dengan pendidikan lebih baik lebih mampu menyesuaikan diri dengan teknologi baru dan akan mempunyai penghasilan yang lebih baik dari orang tuanya. Peningkatan mobilitas vertikal telah menyebabkan perubahan sikap perilaku dan aspirasi mereka terhadap aspek-aspek sosial budaya dan bahkan ekonomi. Hal ini diperkirakan telah menyebabkan berkurangnya rasa tanggung jawab untuk menyantuni keluarga pada usia lanjut. Dilihat dari segi ekonomi, ada kecenderungan bahwa rumah tangga sebagai ”a unit of production shared” telah berubah. Terlihat adanya pemilahan produksi antargenerasi, bahkan cenderung ke antarindividu. Hal ini jelas akan menyebabkan penduduk lanjut usia akan mengalami kesulitan dalam ekonomi.

(9)

kepada anaknya. Dalam era modern, pengetahuan disalurkan melalui institusi-institusi formal seperti sekolah, perpustakaan, dan mass media. Oleh karenanya para orang tua merasa kehilangan rasa keintiman dan hubungan antar individu dalam keluarga, sehingga mereka merasa diasingkan.

Berkaitan dengan semua perubahan-perubahan tersebut, status orang tua juga mengalami perubahan yang berarti. Status orang tua yang tinggi dalam masyarakat dengan sistim keluarga luas, akan cenderung rendah pada masyarakat dengan keluarga inti. Status penduduk tua cenderung tinggi di masyarakat pertanian, akan rendah di masyarakat industri

Berdasarkan hal tersebut terlihat perubahan yang terjadi menyebabkan berkurangnya peran dan status lansia dalam keluarga. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan sosial-ekonomi secara tradisional.

4) Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

1) Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memporsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

(10)

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti:

a) Gangguan jantung

b) Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus c) Vaginitis

d) Baru selesai operasi : misalnya prostatektom

e) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang

f) Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer, serta

g) Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

- Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia - Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat

oleh tradisi dan budaya

- Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya - Pasangan hidup telah meninggal

- Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb

3) Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

(11)

b) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya c) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya

sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

d) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.

e) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

4) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

5) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

(12)

merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

e. Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia

Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut:

1) Permasalahan Umum

a) Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan. b) Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia

lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil.

c) Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.

d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia. e) Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan

lanjut usia

2) Permasalahan Khusus

(13)

a) Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain.

b) Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya.

c) Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa menganggur.

d) Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup.

e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar.

f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia

3. Asuhan Keperawatan Lansia 1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas Klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tangggal MRS, informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.

b. Orang-orang terdekat

Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam keluarga.

c. Kultural

(14)

faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit secara umum dan respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan. d. Keluhan Utama

Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari, dependen.

e. Faktor predisposisi

Kehilangan, perpisahan, kegagalan /frustasi berulang, tekanan dari kelompok; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan dicerai suami, perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.

f. Aspek fisik / biologis

Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien

g. Aspek Psikososial

1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi 2) Konsep diri;

a) Citra tubuh: Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh. Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang, mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.

3) Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan

4) Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua.

5) Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya, mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.

6) Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan sosial dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.

(15)

Kontak mata klien kurang/tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain, adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.

i. Mekanisme Koping

Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)

j. Aspek Medik

Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.

b. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan sistem saraf; kehilangan memori; ketidakseimbangan tingkah laku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah.

c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.

d. Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien; keyakinan kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural.

3. Rencana Keperawatan

a. Intervensi Diagnosa 1:

1) Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakannya.

Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi/gaya hidup. 2) Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal

tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah.

Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan; meningkatkan orientasi realita.

3) Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas.

(16)

b. Intervensi Diagnosa 2:

1) Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.

Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol individu.

2) Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien

Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi realita dan memungkinkan dimulainya usaha pemecahan masalah.

c. Intervensi diagnosa 3:

1) Pahami rasa takut/ansietas

Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.

2) Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.

Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.

3) Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas. Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki ekuilibrium.

d. Intervensi diagnosa 4:

1) Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.

Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai pemikiran/faktor-faktor yang berhubungan dengan situasi individu.

2) Kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi dan partisipasi dalam regimen keperawatan.

3) Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.

Rasionalnya: adanya keluarga/orang terdekat yang memperhatikan/peduli dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan.

4. Implementasi

a. Intervensi Diagnosa 1:

(17)

2) Membantu untuk menjelaskan pada pasien hal-hal yang mungkin perlu dirubah.

3) Memberikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas. a. Intervensi Diagnosa 2:

1) Melakukan tindakan untuk memunculkan mekanisme koping. 2) Memperbaiki konsep yang dimiliki pasien ke arah yang benar. b. Intervensi diagnosa 3:

1) Memahami rasa takut/ansietas pasien.

2) Melakukan tindakan tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas. 3) Memotivasi pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa

yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan ansietas. c. Intervensi diagnosa 4:

1) Mengarahkan ketentuan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.

2) Meningkatkan kepercayaan akan meningkatkan persepsi pasien tentang situasi dan partisipasi dalam regimen keperawatan.

3) Mengkaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.

5. Evaluasi

a. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya.

b. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping pribadi/kemampuan memecahkan maslah.

c. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta:.Gramedia Pustaka Utama.

Referensi

Dokumen terkait

Dapatkah Sistem Agroforestri Mempertahankan Diversitas Cacing Tanah Setelah Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Pertanian?.. Dominguez J, Edwards CA,

Untuk pengembangan kemampuan dasar anak didik, dilihat dari kemampuan fisik/motoriknya maka guru-guru PAUD akan membantumeningkatkan keterampilan fisik/motorik anak

5 Tahun 2006 menargetkan bahwa pada tahun 2025 tercapai elastisitas energi kurang dari 1 (satu) dan energi mix primer yang optimal dengan memberikan peranan yang lebih besar

Penelitian ini dilakukan untuk mengawasi Keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 188.4/336/Tahun 2017 yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua (DPRP) sesuai

Model turbulensi standar k – ε digunakan dalam simulasi ini dengan mempertimbangkan skala plume dan tingginya geser angin permukaan, model ini dianggap mempunyai akurasi yang

Masing-masing Pihak setuju untuk menyerahkan setiap perselisihan yang timbul antara Pihak dan penanam modal dari Pihak lainnya mengenai penanaman modal dari penanam modal tersebut di

Pesantren Al- Ittifaq sebagai sebuah lembaga pendidikan memiliki visi, yaitu “Ikhlas dalam dalam pelayanan untuk menegakkan syi’ar Islam melalui da wah bil hal .” Serta

Considering the social aspect related to the characteristic of pasar Blante as traditional market, its unique transaction pattern, its sus- tainability to the present day and its