TINJAUAN PUSTAKA
Sumberdaya Perikanan
Indonesia terletak di titik puncak ragam jenis ikan laut dari perairan tropis
Indo-Pasifik yang merupakan sistem ekologi bumi terbesar yang terbentang dari
pantai barat Benua Amerika dan pantai-pantai timur Benua Afrika. Diperikanan
laut Indonesia memiliki kurang lebih 3.000 jenis ikan bersirip dan lebih dari 100
jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).
Perikanan tangkap adalah suatu upaya/kegiatan yang menyangkut
pengusahaan suatu sumberdaya di laut atau melalui perairan umum melalui cara
penangkapan baik secara komersial atau tidak. Kegiatan ini meliputi penyediaan
prasarana, sarana, kegiatan penangkapan, penanganan hasil tangkapan,
pengolahan serta pemasaran hasil (Nurhakim, 2006 diacu oleh Pulungan, 2012).
Usaha penangkapan ikan merupakan usaha yang dilakukan oleh nelayan
secara terus menerus dari waktu ke waktu dengan menggunakan
bermacam-macam alat tangkap dan bantuan armada perikanan, dari alat tangkap ikan yang
ada dan masih beroperasi menggunakan alat tangkap yang non selektif dan
melanggar peraturan yang berlaku usaha ini berlangsung secara turun menurun
dengan jumlah nelayan dan rumah tangganya selalu meningkat
(Dinas Perikanan dan Kelautan, 2002).
Undang-undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan menyebutkan bahwa
tujuan pengelolaan sumberdaya ikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat khususnya nelayan, dan sekaligus untuk menjaga kelestarian
tergantung pada tingkat upaya penangkapan dan besarnya populasi atau kesediaan
ikan. Dalam hal ini ada dua pengertian upaya penangkapan, yaitu (1) upaya
penangkapan nominal, (2) upaya penangkapan efektif. Upaya penangkapan
nominal diukur berdasarkan jumlah nominalnya, antara lain dengan satuan jumlah
kapal, alat tangkap maupun trip penangkapan yang distandarisasikan dengan
satuan baku. Sementara itu upaya penangkapan efektif diukur berdasarkan
besarnya dampak yang ditimbulkan terhadap kelimpahan sediaan ikan atau laju
kematian karena kegiatan penangkapan (Purwanto, 1990 diacu oleh Rosalina,
2008).
Sebagaimana kita ketahui bahwa potensi sumberdaya ikan adalah suatu
sumberdaya hayati yang bersifat open akses dan Common Properties (milik
bersama), maka untuk tercapainya pemanfaatan sumberdaya ikan di Sumatera
Utara optimal dan terhindarnya dari kerusakan pada perairan padat tangkap
diperlukan seperangkat kebijaksanaan dan upaya pengelolaan sumberdaya ikan
yang dipandang memadai (Dinas Perikanan dan Kelautan, 2002).
Potensi sumber daya ikan di daerah tropis ditandai dengan keragaman
jenis yang dimiliki sehingga untuk perikanan tangkap dicirikan oleh keragaman
alat tangkapnya. Di dalam pembangunan perikanan tangkap, angka potensi sangat
diperlukan dan merupakan petunjuk bahwa potensi sumber daya tersebut
mempunyai batas. Artinya, pembangunan perikanan tidak dapat dipacu terus tanpa
melihat batas kemampuan sumber daya yang ada ataupun daya dukung
Alat Tangkap Ramah Lingkungan
Alat tangkap adalah alat-alat dan perlengkapannya yang digunakan untuk
tujuan penangkapan ikan. alat bantu penangkapan adalah semua alat atau benda
yang dapat digunakan untuk membantu memperlancar kegiatan penangkapan
secara langsung maupun tidak langsung. Berdasar penempatannya, alat bantu
penangkapan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu diatas kapal (armada) dan di laut
(air). Masing-masing alat tangkap mempunyai karakteristik, sifat, bentuk, teknik
pengoperasian, maupun sasaran tangkap yang berbeda. Hal tersebut sesuai dengan
kondisi bervariasi dan belum dimanfaatkan secara optimal (Partosuwiryo, 2008).
Teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan pada
prinsipnya yaitu teknologi yang dipergunakan dalam menangkap ikan tanpa
mempengaruhi kualitas lingkungan hidup. Sejalan dengan itu, pengembangan
teknologi penangkapan ikan perlu diarahkan menuju ke arah terciptanya teknologi
penangkapan ikan yang ramah lingkungan sehingga pada akhirnya akan terwujud
pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (sustainable fisheries). Oleh karena
itu, perlu adanya kriteria-kriteria tentang teknologi penangkapan ikan yang ramah
lingkungan (Ramadhan, 2008).
Penangkapan ikan merupakan salah satu profesi yang telah lama dilakukan
oleh manusia. Menurut sejarah sekitar 100.000 tahun yang lalu manusia yang
telah melakukan kegiatan penangkapan dengan menggunakan tangan kemudian
profesi ini berkembang terus secara perlahan-lahan dengan menggunakan
berbagai alat yang masih sangat tradisional yang terbuat dari berbagai jenis bahan
Masing-masing alat tangkap mempunyai karakteristik, sifat, bentuk, teknik
pengoperasian, maupun sasaran tangkap yang berbeda. Hal tersebut sesuai dengan
tuntutan luasnya perairan Nusantara dengan kondisi bervariasi dan belum
dimanfaatkan secara optimal (Partusuwiryo, 2008).
Menurut Monintja (2000), perlu adanya pertimbangan dalam pemilihan
suatu teknologi yang tepat untuk diterapkan di dalam pengembangan perikanan.
Pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan dalam pemilihan teknologi
dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu teknologi penangkapan ikan
ramah lingkungan, teknologi penangkapan ikan secara teknis, ekonomis, rute dan
pemasaran menguntungkan serta kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan.
Suatu kegiatan penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki ciriciri
sebagai berikut :
1. Selektivitas tinggi artinya, teknologi yang digunakan mampu meminimalkan
hasil tangkapan yang bukan merupakan target.
2. Tidak destruktif terhadap habitat yang akan membahayakan kelestarian
produksi ikan.
3. Tidak membahayakan nelayan yang mengoperasikan /menggunakan teknologi
tersebut.
4. Menghasilkan ikan bermutu baik dan tidak membahayakan kesehatan
konsumen.
5. Hasil tangkapan yang terbuang (discards) sangat minim.
6. Berdampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati, tidak
7. Dapat diterima, secara sosial, artinya di masyarakat nelayan tidak
menimbulkan konflik.
Kriteria untuk kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan adalah
1. Menerapkan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan
2. Jumlah hasil tangkapan yang tidak melebihi jumlah tangkapan yang
diperbolehkan
3. Menguntungkan
4. Investasi rendah
5. Penggunaan bahan bakar minyak rendah
6. Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku
keuntungan kepada nelayan dan pemerintah, tetapi dalam jangka panjang
jika penambahan alat tangkap tersebut tidak dikelola dengan baik justru akan
mendatangkan bencana kerusakan sumberdaya dikemudian hari di kalangan
nelayan, jika bahwa suatu alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap suatu
jenis sumberdaya ikan memberikan keuntungan, maka nelayan akan
beramai-ramai menambah atau mengalih fungsikan kealat tangkap yang dimaksud,
sehingga alat tangkap tersebut akan semakin banyak. Agar jumlah alat tangkap
tersebut tidak melebihi kapasitas maksimumnya maka perlu dilakukan penetepan
jumlah armada penangkapan yang diijinkan beroperasi untuk menangkap ikan.
kebijakan ini akan berhasil jika didukung oleh kesadaran hukum nelayan yang
tinggi (Wiyono, 2001).
Kerusakan terhadap sumberdaya perikanan dapat ditimbulkan oleh adanya
penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan atau destruktif. Praktek
pengelolaan perikanan Republik Indonesia dengan menggunakan bahan kimia,
bahan biologis, bahan peledak, alat atau cara, dan bangunan yang dapat
merugikan atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya
(Nikijuluw, 2008 diacu olehRamadhan, 2008).
Agar kelestarian sumberdaya ikan terjamin, diperlukan alat tangkap ikan
yang ramah lingkungan. Alat tangkap ramah lingkungan adalah alat tangkap yang
apabila dioperasikan untuk kegiatan penangkapan ikan tidak merusak atau
menggangu kelestarian sumberdaya ikan dan dapat diusahakan secara
berkelanjutan (Partosuwiryo, 2008).
Jenis-jenis Alat Tangkap Ikan 1. Jaring Insang (gill net)
Pengertian dari jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkapan
ikan dari bahan jaring monofilamen atau multifilamen yang dibentuk menjadi
empat persegi panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa
pelampung (floats) dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa
pemberat (singkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan
memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam
keadaan tegak menghadang biota perairan. Jumlah mata jaring ke arah horisontal
atau ke arah mesh length (ML) jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
mata jaring kearah vertikal atau ke arah mesh depth (MD) (Martasuganda, 2008).
Pada umumnya yang disebut dengan gill net ialah jaring yang berbentuk
empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang berbentuk empat persegi
lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Dengan kata lain, jumlah
mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah
panjang jaring (Sudirman dan Mallawa, 2000).
Jaring insang adalah jaring insang yang cara pengoperasiannya dibiarkan
hanyut di perairan, baik itu dihanyutkan dipermukaan perairan, kolom perairan
atau dihanyutkan didasar perairan. Jaring insang yang dihanyutkan di permukaan
perairan disebut jaring insang hanyut permukaan (surface drift gillnet), yang
dihanyutkan di kolom perairan disebut dengan jaring insang hanyut kolom
perairan (mid water/submerged drift gill net), dan yang dihanyutkan di dasar
perairan (bottom drift gill net) (Martasuganda, 2008).
Jaring insang hanyut dalam bentuk yang sangat sederhana hanya
mempunyai ukuran beberapa meter dan banyak digunakan oleh nelayan, dalam
ukuran besar jaring insang hanyut dapat mencapai ukuran panjang anatar 300-500
m, yaitu terdiri atas beberapa tinting yang digabungkan menjadi satu, sedangkan
pada jaring insang nilon terdiri atas lima tinting jaring. Tiap tiap tinting berukuran
panjang antara 40-60 m (ukuran ris) dan lebarnya antara 60-140 mata jaring
(Partosuwiryo, 2008).
Pengoperasian jaring insang permukaan perairan dan jaring insang kolom
perairan adalah dengan cara salah satu ujungnya diikatkan pada perahu atau kapal
kemudian jaring bersama sama dengan kapal atau perahu dibiarkan hanyut
terbawa arus. Pengoperasian dari kedua jenis jaring ini dilakukan di perairan
pantai atau perairan lepas pantai yang ditunjukkan untuk menangkap ikan pelagis
kecil atau ikan pelagis besar untuk yang dioperasikan di perairan pantai umumnya
dalam satu trip akan berbeda menurut nelayan yang mengoperasikannya dan jenis
ikan yang akan dijadikan target penangkapan. Untuk yang berskala besar yang
dioperasikan di laut lepas, setting biasanya dilakukan disore hari menjeleang
matahari terbit dan hauling dilakukan pagi hari. Pemasangan jaring yang baik
adalah tegak lurus atau memotong miring terhadap arah arus (Martasuganda,
2008).
Pada surface gill net salah satu ujung jaring ataupun pada kedua ujungnya
diikatkan tali jangkar, sehingga letak (posisi) jaring menjadi tertentu oleh letak
jangkar. Beberapa piece digabungkan menjadi satu, dan jumlah piece harus
disesuaikan dengan fishing ground. Float line (tali pelampung, tali ris atas) akan
berada dipermukaan air (sea surface). Dengan demikian arah rentangan dengan
arah arus, angin (Sudirman dan Mallawa, 2000).
Menurut Martasuganda (2008), kontruksi jaring insang ada terdiri dari satu
lembar jaring, dua lembar jaring, dan ada juga yang terdiri dari tiga lembar jaring.
Untuk jaring insang yang kontruksinya hanya terdiri dari satu lembar disebut
dengan “Jaring insang satu lembar (gill net)”. Jaring insang satu lembar adalah
jaring insang yang badan jaringnya hanya terdiri satu lembar jaring, jumlah mata
jaring ke arah mesh length dan kearah mesh depth disesuaikan dengan ikan yang
akan dijadikan target tangkapan, daerah penangkapan, metode pengoperasian dan
kebiasaan nelayan yang mengoperasikannya. Pengoperasian dari jenis jaring ini,
ada yang dioperasikan di permukaan, kolom perairan dan dasar perairan dengan
Target tangkapan jaring insang satu lembar adalah;
1. Ikan yang mempunyai bentuk streamline seperti bentuk ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis), kembung (Rastrelliger spp) atau seperti bentuk ikan
salem (Onchorchynchus).
2. Ikan-ikan yang mempunyai sifat gerombol, baik bergerombol secara
aggregation, school ataupun bergerak secara pood.
3. Besar individu dalam gerombolan hampir merata.
4. Mempunyai kekuatan untuk menusuk atau memasuki mata jaring, atau
5. Jenis ikan yang mempunyai model berenang Subcarangiform, Carangiform,
Thinniform dan model berenang yang mempunyai ketiganya. Jaring insang
²²hanyut dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Jaring Insang
2. Jaring Insang Dasar (Bottom gill net)
Jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan
jaring monofilament atau multifilament yang dibentuk menjadi empat persegi
panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan
pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (singkers) sehingga
dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat
2
1 3
4
Keterangan:
dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak mengahadang biota
perairan. Jumlah mata jaring ke arah horizontal atau ke arah mesh length (ML)
jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring ke arah vertikal atau
ke arah mesh depth (MD) (Martasuganda, 2008).
Jaring insang terbuat dari bahan monofilament (tasi) dan nilon dengan
ukuran mata jaring (mesh size) yang berbeda-beda yaitu 2,5 inchi, 3 inchi, 3,5
inchi dan 4 inchi. Pada alat tangkap jaring insang dasar, panjang jaring berkisar
antara 600 meter – 2.500 meter, sedangkan pada alat tangkap jaring insang tetap
panjang jaring berkisar antara 500 meter – 800 meter (Sulkifli, dkk., 2009).
Jaring insang menetap (set gillnet/fixed gillnet) adalah jaring insang yang
cara pengoperasiannya diset atau dipasang secara menetap di daerah penangkapan
(fishing ground), baik dipasang secara menetap di permukaan, kolom perairan
atau di dasar perairan. Jaring insang yang diset menetap di bagian permukaan
perairan (surface set gillnet), yang diset menetap di bagian kolom perairan disebut
dengan jaring insang menetap kolom perairan (mid water/submerged set gillnet)
dan yang diset menetap di dasar perairan disebut dengan jaring insang menetap
dasar perairan (bottom set gillnet). Cara pemasangan dari ketiga jenis jaring
insang ini adalah dengan cara salah satu atau kedua ujungnya disambungkan
melalui tali penghubung pada jangkar atau pada pemberat utama agar kedudukan
jaring tidak berpindah tempat selama alat dioperasikan. Jaring insang ini biasanya
dioperasikan diperairan pantai, teluk atau muara yang mempunyai kedalaman
yang tidak begitu dalam untuk menangkap ikan-ikan pelagis atau ikan dasar dan
(Martasuganda, 2008). Alat tangkap jaring insang dasar dapat dilihat pada
Gambar 3.
Gambar 3. Jaring insang dasar
3. Rawai
Rawai atau prawe adalah alat pancing yang terdiri atas sejumlah mata kail
yang dipasangkan pada sepanjang tali mendatar dengan perantara tali pendek (tali
perambut). Menurut keadaan susunan alatnya, merupakan satu kesatuan alat rawai
(satu cepat istilah nelayan untuk tempat penyimpanan alat rawai) terdiri atas
empat suh. Tiap-tiap suh berisi antara 25-50 mata pancing. Nomor mata pancing
yang dipergunakan berbeda-beda menurut jenis/macam ikan yang akan ditangkap.
Rawai pinggir mempergunakan mata pancing antara nomor 7-12, sedangkan rawai
tengah menggunakan nomor 1 - 4 dengan jarak pemangsangan bervariasi antara
4-7,5 m (Partosuwiryo, 2008).
Menurut Syahrir (2011), pancing rawai terdiri atas tali utama, tali cabang,
bendera, pelampung, pemberat, mata pancing, dan umpan. Pancing rawai
diklasifikasikan ke dalam tiga bagian, yaitu berdasarkan letak pemasangan di
1
2
3
4
Keterangan:
perairan, susunan mata pancing pada tali utama, dan jenis ikan yang menjadi
tujuan utama penangkapan.
Pancing rawai (long line) terdiri dari rangkaian tali utama, tali pelampung
dimana pada tali utama pada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang
pendek dan lebih kecil diameternya, dan di ujung tali cabang ini diikatkan pancing
yang berumpang (Sudirman dan Mallawa, 2000).
Penangkapan dapat bekerja pada waktu siang atau malam hari. Bila
pancing dipergunakan pada waktu malam, setelah diadakan pelepasan rangkaian
tali pancing, perahu dapat terus buang jangkar. Cara-cara melabuh alat menurut
Partosuwiryo (2008) adalah sebagai berikut:
1. Mula-mula, pengapung pertama diikat menggunakan tali, begitu pula pemberat
2. Kemudian perahu dijalankan dengan welahan. Sementara itu, pancing di
tanggalkan dari tempat penyimpanan dan mata pancing tersebut dipasangi umpan berupa ikan yang telah dipotong-potong.
3. Dilemparkan ke dalam air satu persatu, demikian seterusnya. Kemudian tali unjaran diikatkan pada tali plamar (tali utama).
4. Lama pancing di dalam air tidak dapat ditentukan waktunya. Biasanya
dalam sehari semalam dapat dilabuh antara 2-3 kali. 5. Begitulah seterusnya hingga penarikan alat selesai.
Ada beberapa jenis alat tangkap long line. Ada yang dipasang di dasar
perairan secara tetap dalam jangka waktu tertentu dikenal dengan nama rawai
tetap atau bottom long line atau set long line yang biasanya digunakan untuk
dengan dript long line, biasanya untuk mennagkap ikan-ikan pelagis. Yang paling
terkenal adalah tuna long line atau disebut juga dengan rawai tuna, walaupun
dalam kenyataannya bahwa hasil tangkapannya bukan hanya ikan tuna tetapi juga
jenis-jenis ikan lain seperti layaran, ikan hiu, dan lain-lain (Sudirman dan
Mallawa, 2000). Alat tangkap pancing rawai dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pancing rawai
4. Pancing ulur
Jenis-jenis teknik penangkapan ikan yang menggunakan pancing biasa
disebut dengan line fishing. Istilah lain biasa juga disebut dengan hook and line
atau angling yaitu alat penangkapan ikan yang terdiri dari tali dan mata pancing.
Semua alat tangkap tersebut dalam teknik penangkapannya menggunakan
pancing. Umumnya pada mata pancingnya dipasang umpan, baik umpan asli
maupun umpan buatan yang berfungsi untuk menarik perhatian ikan. Umpan asli
dapat berupa ikan, udang atau organisme lainnya yang hidup atau mati, sedang
umpan buatan dapat terbuat dari kayu, plastik dan yang menyerupai ikan, udang
atau lainnya (Sudirman dan Mallawa, 2000).
Pancing adalah salah satu alat tangkap yang umum dikenal oleh
masyarakat luas, utamanya dikalangan nelayan. Pancing merupakan alat tangkap
yang sederhana yang biasanya dioperasikan oleh nelayan kecil. Pancing ulur pada
prinsipnya terdiri atas dua komponen utama, yaitu tali dan mata pancing. Tali
pancing biasanya terbuat dari bahan benang katun, nilondan plastik (senar). Mata
pancing umumnya berkait balik, tapi ada juga yang tanpa kait balik. Jumlah mata
pancing yang terdapat pada tiap perangkat (satuan) pancing ini biasanya tunggal
maupun ganda bahkan lebih tergantung sari jenis pancingnya. Ukuran mata
pancing bervariasi sesuai dengan besar kecilnya ikan yang menjadi tujuan
penangkapan (Subani dan Barus, 1988 diacu olehGeonita, 2004).
Dari semua kelompok alat tangkap pancing maka hand lines merupakan
pancing yang sangat sederhana. Alat ini hanya terdiri dari tali pancing, pancing
dan umpan. Kemudian opersionalnya sangat sederhana karena bisa dilakukan oleh
seorang pemancing. Jumlah mata pancing bisa satu buah, bisa juga lebih, bisa
menggunakan umpan asli dan umpan palsu. Pemancingan dapat dilakukan di
rumpon dan perairan lainnya (Sudirman dan Mallawa, 2000).
Hand line adalah salah satu alat tangkap yang umum yang dikenal oleh
masyarakat luas, utamanya, nelayan. Alat tangkap tersebut merupakan alat yang
sederhana yang bisa dioperasikan oleh nelayan kecil untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, dengan modal yang kecil dan tidak selalu memerlukan kapal yang
khusus dan digolongkan ke dalam fishing with line yang dilengkapi dengan mata
pancing. Ada beberapa keuntungan dari perikanan pancing, yaitu:
1. Alat ini dapat dioperasikan pada tempat yang mungkin jenis alat tangkap lain
yang tidak bisa dioperasikan, seperti misalnya pada perairan dalam, berkarang,
maupun perairan berarus kuat
3. Tidak memerlukan perahu atau kapal ikan yang khusus sifatnya ( Wiyono,
2001).
Ukuran mata pancing dan besarnya tali disesuaikan dengan besarnya ikan
yang menjadi tujuan penangkapan. Jikan hand line yang digunakan untuk
menangkap ikan tuna tentu ukurannya lebih besar. Biasanya digunakan tali
monofilament diameter 1,2-2,5 mm dengan mata pancing 5-1, dan ditambahkan
pemberat timah (Sudirman dan Mallawa, 2000). Alat tangkap pancing ulur dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pancing ulur
5. Perangkap (Bubu)
Trap (perangkap) adalah alat penangkapan ikan yang dipasang secara tetap
di dalam air untuk jangka waktu tertentu yang memudahkan ikan masuk dan
mempersulit keluarnya. Alat ini biasanya dibuat dari bahan alami, seperti bamboo,
kayu, atau bahan buatan lainnya seperti jaring (Sudirman dan Mallawa, 2000). Keterangan :
1. Gulungan tali pancing 2. Mata pancing
3. Pemberat 2
1
Menurut Partosuwiryo (2008), bahan pokok untuk pembuatan bubu adalah
bamboo, kayu, atau rotan, tetapi ada juga yang dari kawat. Sebuah bubu yang
besar memiliki ukuran panjang ± 180 cm, lebar 140 cm, tinggi 60-70 cm, dan
garis tengah bagian luar untuk lubang masuknya ikan ±95 cm. pada bagian bawah
bubu diberi landasan untuk mulai menempatkan batu-batu pemberat. Saat ini
berkembang bubu lipat. Bingkainya terbuat dari besi dan untuk melipatnya
dipasang engsel, sedangkan rongganya diberi bahan jaring polyamide atau
polyethylene.
Menurut Martasuganda (2003) diacu oleh Mahulette (2004) teknologi
penangkapan ikan dengan menggunakan bubu banyak dilakukan hampir diseluruh
dunia mulai dari skala kecil, menengah sampai dengan skala besar. Perikanan
bubu skala kecil atau menengah umumnya ditujukan untuk menangkap kepiting,
udang, keong, dan ikan dasar di perairan yang tidak begitu dalam, sedangkan
perikanan bubu skala menengah dan besar biasanya dilakukan dilepas pantai yang
ditujukan untuk menangkap ikan dasar, kepiting, atau udang pada kedalaman
20-700 m. desain bubu terbuat dari plastik, besi, dan baja.
Alat ini dapat dibuat dari anyaman bamboo (bamboo netting), anyaman
rotan (rattan netting), dan anyaman kawat (wire netting). Bentuknya
bermacam0macam, ada yang seperti selinder, setengah lingkaran, empat persegi
panjang, segitiga memanjang, dan sebagainya. Dalam pengoperasiannya dapat
memakai umpan atau tanpa umpan (Sudirman dan Mallawa, 2000). Alat tangkap