• Tidak ada hasil yang ditemukan

129 PEMANFAATAN MUSEUM PURA MANGKUNEGARAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "129 PEMANFAATAN MUSEUM PURA MANGKUNEGARAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

129

PEMANFAATAN MUSEUM PURA MANGKUNEGARAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN IPS1

Galuh Septian Handoko2, Djono3, Tri Yunianto4 Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

This study target is to portrait collection of Pura Mangkunegaran Museum and see the process using museum collection as instructional media of Social Studies in SMP Negeri 3 Surakarta. This study was done qualitative descriptive in one case study strategy by focus on : (1) Type collection of Pura Mangkunegaran Museum and the way to use it as instructional media; (2) Access that given by Pura Mangkunegaran Museum to the visiting student with learning objective; (3) Constraints that faced by teacher and student in using Pura Mangkunegaran Museum as instructional media social studies. Data was collected by observation, interview and document analysis. Sampling technique using purposive sampling. Data was also crosshecked by sources and method triangulation. Then, it was analized by interactive analysis technique.On the field was found result that : The collection of Pura Mangkunegaran Museum can be used as instructional media of Social Studies because they have relevance to the material on basic competence 2013 curiculum and the way to used it by carrying out the student to visit the museum; There is no special access given by the museum to the visiting student with learning objective, because there is no program yet; Constraints in using Pura Mangkunegaran Museum as instructional media of Social Studies from student themselves, teacher skills, the museum attendant, time management and cost. Support from the government is needed to mediate the collaboration between museum and school.

Keyword: Sosial Studies, media and museum

PENDAHULUAN

(2)

sumber pendidikan di museum (Keding Olofsson, 1991:7) Hal ini didasarkan pada banyaknya potensi nilai edukasi dari museum yang dapat dimanfaatkan, membuat museum memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai media pembelajaran. Sayangnya sebagian besar masyarakat termasuk diantaranya kalangan pendidik (guru) hanya menganggap museum adalah tempat untuk menyimpan dan memelihara benda – benda peninggalan sejarah bahkan ada yang hanya menganggapnya sebagai monumen penghias kota dan belum memaksimalkan manfaat dari museum. Dalam sebuah artikel dalam Majalah Tempo, 2-8 November 2015 menyebutkan bahwa Indonesia tergolong negeri yang memiliki cukup banyak museum. Hingga tahun 2010 kita telah memiliki 278 museum. Angka tersebut meningkat pada tahun 2014, catatan museum berkembang menjadi 387 museum. Baik yang dikelola pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga/institusi milik swasta, dan pribadi.

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi yang berlangsung dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran. Tanpa adanya media pembelajaran, komunikasi dalam pembelajaran tidak akan berlangsung secara optimal. Oleh karena itu media pembelajaran merupakan komponen integral dalam sistem pembelajaran (Sukiman 2012:29-30).

Mata pelajaran IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai media. IPS merupakan perpaduan dari pilihan konsep ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, geografi ekonomi dan antropologi, budaya dan sebagainya yang diperuntukan sebagai pembelajaran pada tingkat sekolah. Luasnya ranah mata pelajaran IPS, terkadang membuat peserta didik masih kurang paham tentang materi yang disampaikan. Syaiful Bahri Djamarah (2002: 206) mengungkapkan bahwa metode ceramah yang monoton sangat menjenuhkan dan membosankan, berakibat minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran sangat rendah. Oleh karena itu diperlukan media yang mampu menutupi berbagai masalah tersebut. Salah satu diantaranya ialah museum.

(3)

menunjukkan bukti nyata dari cerita guru dan bacaan-bacaan dalam buku yang hanya berbentuk verbal dan bersifat abstrak. Menurut Dale hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan seseorang melalui benda tiruan, sampai kepada simbol verbal (abstrak) (Sukiman, 2012 : 33). Sesuai dengan Kurikulum 2013 peserta didik diharapkan tidak hanya memiliki kompetensi kognitif saja, tetapi juga kompetensi afektif dan psikomotorik. Kunjungan ke museum juga membuat proses transfer budaya yang menjadi tujuan museum terlaksana, dengan membuat peserta didik semakin mengenal dan mencintai budayanya. Permendikbud No 68 Tahun 2013 menjabarkan tentang tujuan pendidikan IPS yaitu menekankan pada pemahaman tentang bangsa, semangat kebangsaan, patriotisme, dan aktivitas masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Harapannya adalah melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warganegara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Depdiknas, 2006 : 11-13).

(4)

salah satu alternatif media pembelajaran termasuk di dalamnya pembelajaran IPS pada jenjang SMP.

Berdasarkan uraian diatas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis koleksi Jenis-jenis koleksi museum Pura Mangkunegaraan yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran IPS di jenjang SMP. Pemanfaatan koleksi museum museum Pura Mangkunegaraan yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran IPS di SMP Negeri 3 Surakarta. Akses yang diberikan oleh Museum Pura Mangkunegaran kepada peserta didik yang hendak memanfaatkannya sebagai media pembelajaran. Kendala guru dan peserta didik dalam memanfaatkan Museum Pura Mangkunegaraan sebagai media pembelajaran IPS di jenjang SMP. METODE

Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif deskriptif. Dikatakan kualitatif diskriptif karena studi ini lebih menekankan pada proses. Bentuk ini akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif dengan deskriptif yang teliti dan penuh dengan nuansa yang lebih berharga daripada sekedar pernyataan jumlah atau frekuensi dalam bentuk angka- angka. Penelitian deskriptif ini bukan saja memberikan gambaran terhadap fenomena tetapi juga menerangkan hubungan dan mendapatkan makna serta implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002:3) memberi batasan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penekanan pada suatu bagian yakni pemanfaatan media yang merupakan suatu deskripsi, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, bukan angka.

(5)

adalah “purposive sampling”, yaitu pengambilan sampel/informan yang dipandang paling mengetahui permasalahannya dan mampu memberikan informasi yang kuat secara mendalam dan dapat dipercaya (James P. Spadley, 1997). Informan kunci dalam penelitian ini adalah Pengelola Museum Pura Mangkunegaran, khususnya bagian pengelola kepariwisataan Pura Mangkunegaraan dan Guru mata pelajaran IPS SMP Negeri 3 Surakarta.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Kata-kata dan tindakan orang yang diwawancarai dan diamati merupakan jenis data primer (Moleong, 1998: 112). Data primer ini menyangkut informasi hasil observasi lapangan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik, interaksi sosial peserta didik di dalam jam pelajaran, aktivitas di sekolah, dan karakteristik orang, serta dokumen dokumen resmi yang ada di sekolah. Sedangkan data sekunder adalah data yang diambil dan diperoleh dari buku buku maupun hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya. Data yang diperoleh kemudian diuji validitasnya dengan trianggulasi data dan trianggulasi metode. Data yang sudah divalidasi dianalisis dengan model analisis interaktif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(6)

Pura Mangkunegaran merupakan salah satu dari dua kraton yang merupakan pecahan dari Kerajaan Mataram Islam. Pura Mangkunegaran berlokasi di Jalan Ronggowarsito No 95, Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta. Pura Mangkunegaran didirikan oleh Raden Mas Said yang nantinya menjadi Mangkunegaran I setelah dilaksanakan perjarian Salatiga yang dijembatani oleh kolonial Belanda. Mulai tahun 1968 Pura Mangkunegaran memiliki fungsi ganda lain yaitu sebagai istana Pangeran Mangkunegaran dan juga sebagai museum. Museum Pura Mangkunegara menyimpan berbagai koleksi yang memiliki nilai kesejarah dan nilai budaya yang tinggi, memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif media pembelajaran IPS.

Koleksi Museum Pura Mangkunegaran dan Pemanfaatannya sebagai media

pembelajaran IPS SMP

Museum Pura Mangkunegaran memiliki berbagai koleksi yang dapat dimanfaakan sebagai media pembelajaran. Koleksi berupa benda-benda purbakala seperti arca batu lingga yoni, senjata batu-batu, benda-benda dari masa Hindu Budha, seperti patung Budha, potongan fragmen bangunan atau candi dan benda-benda dari tanah liat yang dibakar, dan benda-benda-benda-benda masa Islam, seperti kaligrafi pada daun lontar, gamelan Kyai Kanyut Mesem yang dipercaya buata Sunan Kalijaga selain itu terdapat pula arsip dan buku-buku yang tersedia di perpustakaan istana. Koleksi tersebut terbagi dalam beberapa bagian yaitu Pamedan, Pendapa Ageng, Paringgitan, Dalem Ageng, Balepeni, Balewarni dan Perpustakaan Rekso Pustaka. Koleksi yang dimiliki Museum Pura Mangkunegaran merupakan barang milik istana dan beberapa barang sumbangan masyarakat sekitar.

(7)

Indonesia pada masa praaksara, masa Hindu Buddha dan masa Islam dalam aspek geografis, ekonomi, budaya, dan politik yang masih hidup dalam masyarakat sekarang”. Untuk kelas VIII relevansinya dapat terlihat pada Kompetensi Dasar

3.2 yaitu “Mendeskripsikan perubahan masyarakat Indonesia pada masa

penjajahan dan tumbuhnya semangat kebangsaan serta perubahan dalam aspek geografis, ekonomi, budaya, pendidikan dan politik.

Guru menggunakan contoh koleksi sebagai media pembelajaran dengan melakukan kunjungan ke museum maupun dengan menampilkan gambar melalui LCD proyektor. Sehingga pembelajaran IPS terasa menarik dan tidak membosankan. Oleh karena itu diperlukan beberapa alternatif pendekatan. Metode yang paling sering digunakan dalam pembelajaran seperti ini adalah metode Learning by Discovery (Weber, 2016 : 4). Berdasarkan metode tersebut, kemampuan guru dalam pemanfaatan museum sebagai media pembelajaran sangat dibutuhkan.

Pemanfaatan museum sebagai media pembelajaran mempunyai peranan yang penting bagi peserta didik, walaupun pesepsi yang didapat oleh peserta didik berbeda-beda. Peran guru sebagai fasilitator yang kemudian menyamakan persepsi yang beragam menjadi satu persepsi yang sama. Bentuk pembelajaran yang memenfaatkan museum sebagai media pembelajaran harus memenuhi beberapa syarat yang memunkinkan peserta didik untuk :

a. mengembangkan pertanyaan b. melaksanakan penelitian c. mengembangkan hipotesis d. mendiskusikan hipotesis e. menjelaskan kepada orang lain f. memproses dokumen dan hasil

g. mengembangkan kreativitas (Weber, 2016 : 4)

(8)

dilakukan di dalam kelas, yaitu guru melakukan brainstorming dan memberikan pengarahan kepada peserta didik untuk merumuskan masalah yang terdapat pada materi. Kedua, kegiatan kunjungan yang memiliki beberapa langkah yakni observasi, investigasi, pengumpulan data, mengolah informasi dan menyusun laporan. Ketiga, kegiatan penutup yang dilakukan setelah kunjungan dan dilakukan di dalam kelas. Guru memberikan kesimpulan singkat terkait dengan materi pembelajaran dan memberikan beberapa pertanyaan secara lisan kepada peserta didik.

Pembelajaran dengan menggunakan museum sebagai media pembelajaran memberikan dampak postif bagi perkembangan peserta didik. Menurut Mc Crory (2002:10), setidaknya ada tiga dampak pembelajaran dengan melakukan kunjungan ke museum yaitu kognitif, afektif, dan "conative". Dampak kognitif mencakup pembangunan kenangan dan koneksi, yang mengembangkan pengetahuan tentang konten dan proses. Dampak afektif seperti kenikmatan kunjungan atau meningkatkan sikap terhadap ilmu pengetahuan yang dapat mengakibatkan perubahan sikap. Istilah "conative" mengacu pada memotivasi memberdayakan, dan meningkatkan keyakinan peserta didik dalam kemampuan mereka untuk terlibat dengan ilmu pengetahuan. Perilaku yang menyiratkan cara ketika peserta didik terlibat dalam proses, misalnya perilaku mereka dalam mengamati pameran atau cara sejauh mana mereka terlibat dalam ilmu pengetahuan setelah kunjungan. Ditambah dampak sosial yang meningkatkan hubungan dengan orang lain yang melibatkan interpersonal keterampilan, kerja sama tim, memperluas pengalaman sosial dan kepercayaan diri. Kategori ini menekankan berbagai dampak potensial mengunjungi museum serta berbagai keterampilan, pengetahuan, perilaku terlibat dalam pengalaman museum.

Akses yang diberikan oleh Museum Pura Mangkunegaran kepada para

peserta didik yang hendak berkunjung dalam rangka pembelajaran

(9)

maka perlu dijalin suatu kerja sama timbal balik antara pihak sekolah (guru) dengan pengelola museum (kurator). Bagi guru, kerja sama ini diperlukan agar mereka dapat mempersiapkan ketika peserta didik akan berkunjung ke museum. Sedangkan bagi pengelola museum, jalinan kerja sama dengan pihak sekolah (guru) sangat bermanfaat terutama dalam penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran dan bimbingan peserta didik selama di museum. Kegiatan proses belajar mengajar dengan memanfaatkan museum sebagai media pembelajaran memerlukan interaksi dengan medianya langsung yang menyediakan fasilitas belajar. Namun, di Museum Pura Mangkunegaran belum ada kerjasama yang terjalin antara museum dengan sekolah sekitar. Alasannya yaitu belum adanya kewajiban dari pemerintah dengan program tersebut.

Padahal program kerja sama antara museum dengan sekolah sudah diatur oleh PBB melalui UNESCO pada tahun 1994 (Keding Olofsson, 1991:7). Program kerja sama yang terjalin hanya sebatas program-program workshop dan seminar, itu pun hanya dilakukan pada saat tertentu dan bukan merupakan agenda rutin Museum Pura Mangkunegaran. Belum adanya kerjasama rutin yang terjalin antara museum dengan sekolah membuat tidak adanya akses ataupun program khusus yang diperuntukan bagi peserta didik. Peserta didik diperlakukan sama dengan pengunjung museum pada umumnya. Sedangkan Museum Pura Mangkunegaran sampai saat ini belum memiliki program khusus bagi para peserta didik yang hendak berkunjung. Namun pihak museum mengakui sedang merancang program pemanfaatan museum dalam pembelajaran. Program ini nantinya akan mengajak peserta didik untuk ikut secara aktif menggunakan dan memanfaatkan koleksi museum sesuai kegunaan aslinya. Seperti cara bermain gamelan, cara menari sesuai pakem Pura Mangkunegaran, penggunaan perhiasan khas kerajaan dan sebagainya.

Kendala dalam memanfaatkan Museum Pura Mangkunegaraan sebagai

media pembelajaran IPS SMP

(10)

SMP ditemui beberapa kendala atau hambatan. Kendala tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa yaitu aspek peserta didik, guru, pengelola museum, pemanfaatan waktu dan biaya.

a. Aspek peserta didik

Dalam pelaksanaan pembelajaran terdapat permasalahan yang terdapat pada peserta didik yaitu kemampuan peserta didik yang relative berbeda, sehingga bagi peserta yang kemampuannya baik dapat dengan mudah mengumpulkan, mengolah informasi serta mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Sedangkan sebaliknya, terdapat sebagian peserta didik yang kemampuannya kurang, mengalami kesulitan dalam melaksanakan langkah-langkah pembelajaran yang akhirnya mempengaruhi hasil dari pembelajaran.

b. Aspek guru

Pembelajaran IPS dengan memanfaatkan Museum Pura Mangkunegaran sebagai media pembelajaran, menuntut guru untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam mengemasnya menjadi sebuah kegiatan pembelajaran, serta tetap menjalankan fungsi koordinator dan fasilitator sesuai dengan Kurikulum 2013. Selain itu, pemahaman guru tentang pemilihan metode dan model pembelajaran yang tepat juga harus memadai sehingga proses pembelajaran berjalan dengan baik. Namun, tidak semua guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai.

c. Pihak Pengelola museum

(11)

dan relatif pasif dalam kegiatan kunjungan. Kemudian penjelasan petugas yang terlalu cepat juga menjadikan informasi yang diterima peserta didik kurang maksimal.

d. Pemanfaatan waktu

Keterampilan guru tentang pemanfaatan museum sebagai media yang masih kurang membuat banyak waktu yang terbuang sia-sia. Waktu yang terbuang otomatis membuat waktu yang sebenarnya dapat dimanfaatkan peserta didik untuk menggali informasi lebih dalam tentang koleksi museum menjadi berkurang. Padahal peserta didik membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mengamati dan mengumpulkan informasi pada koleksi museum terkait dengan tugas yang diberikan. Selain kendala dalam pemanfaatan waktu yang terbatas, kesempatan yang diberikan sekolah kepada guru untuk melakukan outing class yang hanya 1-2 kali dalam setahun juga menjadi kendala terutama bagi guru. Guru harus memilih dengan benar mana saja materi yang memang benar-benar memerlukan kegiatan diluar kelas (outing class).

e. Biaya

Belum adanya program kerjasama antara museum dengan pihak sekolah membuat harga tiket masuk museum sama dengan pengunjung biasa. Sedangkan anggaran dana yang disediakan sekolah untuk pembelajaran di luar sekolah jumlahnya terbatas.

Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran tentu saja tidak terlepas dari kendala maupun kekurangan. Tugas seorang guru adalah mengemas kegiatan pembelajaran sebaik mungkin, sehingga dapat meminimalisir kekurangan maupun kendala-kendala dalam kegiatan pembelajaran itu sendiri. Namun yang terpenting adalah guru harus mampu mengemas kegiatan pembelajaran yang sesuai agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai. Selain guru, sekolah juga mempunyai tanggung jawab yang sama dengan memberikan dukungan dan memfasilitasi berbagai hal yang diperlugan guru dalam pelaksanaan pembelajaran.

(12)

Museum Pura Mangkunegaran memiliki berbagai koleksi yang dapat dimanfaakan sebagai media pembelajaran. Koleksi berupa benda-benda purbakala seperti arca batu lingga yoni, senjata batu-batu, benda-benda dari masa Hindu Budha, seperti patung Budha, potongan fragmen bangunan atau candi dan benda-benda dari tanah liat yang dibakar, dan benda-benda-benda-benda masa Islam, seperti kaligrafi pada daun lontar, gamelan Kyai Kanyut Mesem yang dipercaya buata Sunan Kalijaga selain itu terdapat pula arsip dan buku-buku yang tersedia di perpustakaan istana. Koleksi tersebut terbagi dalam beberapa bagian yaitu Pamedan, Pendapa Ageng, Paringgitan, Dalem Ageng, Balepeni, Balewarni dan Perpustakaan Rekso Pustaka. Berdasarkan kompetensi dasar silabus IPS SMP Kurikulum 2013, koleksi yang ada di dalam Museum Pura Mangkunegaran memiliki relevansi dengan materi IPS di jenjang SMP yaitu untuk kelas VII pada KD 3.2 4.2 sedangkan untuk kelas VIII pada KD 3.2 4.2.

Belum ada akses khusus yang diberikan Museum Pura Mangkunegaran kepada peserta didik yang hendak memanfaatkan museum dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan belum adanya program khusus yang disediakan oleh pihak museum. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan Museum Pura Mangkunegaran sebagai media didapat dari beberapa aspek diantaranya:

a. Aspek peserta didik yaitu, tingkat kemampuan dan pemahaman metode pengumpuan dan pengolahan data yang berbeda yang mempengaruhi hasil pembelajaran.

b. Aspek guru yaitu, tidak semua guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang pemilihan metode dan model pembelajaran yang tepat yang berakibat tidak sesuainya hasil yang diperoleh peserta didik.

(13)

d. Aspek waktu yaitu, kurangnya keterampilan guru dalam manajemen waktu sehingga kegiatan pembelajaran tidak dapat berjaan dengan maksimal.

e. Aspek biaya yaitu, anggaran dana yang disediakan sekolah untuk pembelajaran di luar sekolah jumlahnya terbatas.

Berdasarkan hasil temuan di atas maka dapat disarankan kepada guru dan tenaga pendidik lainnya untuk terus melakukan pelatihan pengembangan media menggunakan museum. Sehingga diharapkan Museum Pura Mangkunegaran dapat digunakan sebagai salah satu alternatif media pembelajaran untuk menggali dan mengeksploitasi potensi nilai-nilai edukasi yang terkandung di dalam museum. Selain itu, bagi pemerintah daerah diharapkan mampu menjadi mediator agar terjalin kerjasama antara museum dengan sekolah-sekolah di sekitarnya. DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada Arthanegara, I Gusti Bagus. 1983. Pendayagunaan Koleksi Museum Bali dalam

Pengajaran Sejarah di SMA Denpasar di Dalam Menyongsong 50 Tahun Museum Bali. Denpasar: Proyek Pembangunan Permuseuman.

Asnawir dan M. Basyiruddin Usman. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta : Ciputat Pers

Asyhar, Rayandra. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta : Gaung Persada

Depdiknas. 2006. Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Depdiknas Direktorat Permuseuman. 1986. Buku Pintar Permuseuman. Jakarta : Depertemen

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Permuseuman dan Kebudayaan Djahiri, Kosasih. 2006. Pengajaran Studi Sosial/IPS (Dasar-Dasar Pengertian,

Metodologi, Model Belajar-Mengajar IPS). Bandung : LPPIPS FKIPS IKIP.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman, Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohadi. 1992. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Moleong, Lexy Y. 2002. Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. National Park Service (NPS).2003.NPS Museum Handbook Part I. Preservation

(14)

Olofsson, Ulla Keding. 1991. Museum dan Anak-anak :Risalah Tentang Pendidikan. Jakarta : Balai Pustaka.

Patton, Michael Quinn, Terjemahan Budi Puspo Priyadi. 2009. Metode Evaluasi Kualitatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sapriya. 2014. Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sardiman, Arif S. dkk. 2005. Media Pendidikan Pengertian Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta : Pustekom Dikbud dan PT. Raja Grafindo Persada.

Soemantri, Nu’man. 2001. Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sutopo, Hibertus. 1987. Desain-Desain Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press

Syaiful Bahri Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta Weber, Traudel. 2016. Learning in Schools and Learning in Museums: Which

Methods Best Promote Active Learning?. Deutsches Museum München, Germany. [Online]. Tersedia http://www.museoscienza.

org/smec/manual/02_general%20chapters_all%20languages/02.3_%20lear

ning%20in%20schools%20and%20museums_en.pdf (Diunduh 17 Januari 2017 pukul 20.00).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Tabel 3 menunjukan bahwa kombinasi P2J2 (pemecahan dan lama perendaman 45 menit) memberikan nilai rata-rata tertinggi pada panjang akar yaitu (34.86 cm)

Perkembangan industri yang tidak diikuti pembangunan jalan maka akan menimbulkan kemacetan yang sangat parah, dari latar belakang yang ada peneliti mencoba melihat bagaimana

Epipedon Ochrik (ochric), adalah epipedon yang tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan oleh salah satu epipedon di atas, tetapi telah memperlihatkan pembentukan horizon

Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berfikir, siswa diharuskan untuk mengingat dan menumpuk berbagai informasi tanpa

kampanye dua belas (12) partai politik oleh delapan (8) KAP yang telah mengaudit dana kampanye perpol peserta pileg 2014 di kabupaten sidoarjo atas patokan UU No.8 tahun

ARPANET kemudian merancang sebuah jaringan dengan kehandalan teknologi informasi yang dapat memindahkan data dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat, dan ditetapkan

(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain

sejak berabad-abad yang lalu sebagai bagian yang penting dalam dunia perdagangan untuk memberikan jaminan atas barang dagangan yang menjadi tanggung jawab pemilik, pengangkut