• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perempuan Nelayan dan Kemandirian Ekonom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perempuan Nelayan dan Kemandirian Ekonom"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 PEREMPUAN NELAYAN –PANTAI BARU-:

Sebuah Upaya Membangun Kemandirian Ekonomi

Dewi Cahyani Puspitasari,S.Sos,MA

I. Pemberdayaan Ekonomi Nelayan

Kehidupan ekonomi keluarga nelayan diidentikkan dengan kondisi miskin. Hal ini dapat dipahami dari ketergantungan nelayan pada alam (laut), ketika laut ada pada cuaca buruk maka kondisi tersebut membuat nelayan kesulitan memperoleh pendapatan. Masyarakat nelayan (Kusnadi dalam Belda,2013) merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara ekonomi, sosial (khususnya dalam hal akses pendidikan dan layanan kesehatan) dan kultural dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Kondisi masyarakat pesisir atau masyarakat nelayan diberbagai kawasan pada umumnya ditandai oleh adanya beberapa ciri, seperti kemiskinan, keterbelakangan sosial-budaya, rendahnya sumber daya manusia (SDM) karena sebagian besar penduduknya hanya lulus sekolah dasar atau belum tamat sekola dasar, dan lemahnya fungsi dari keberadaan kelompok usaha.

Kondisi miskin masyarakat nelayan secara khusus diutarakan oleh Satria (2009) yang dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) macam yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan karena struktur ekonomi, struktur sosial dan struktur politik yang tidak kondusif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan. Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan karena faktor budaya seperti kemalasan, cara berfikir fatalistik dan rendahnya etos kewirausahaan. Sementara itu, kemiskinan alamiah terjadi karena kondisi sumber daya alam yang serba terbatas untuk dimanfaatkan untuk kepentingan kegiatan produksi. Gambaran umum masyarakat nelayan di atas menjadi relevan bila melihat kondisi di Pantai Baru yang ditinjau dari

kapasitas SDM maupun sosial ekonominya. Beragam bentuk aktivitas pendampingan dan

(2)

2 Penguatan dan peningkatan ekonomi keluarga nelayan tidak hanya ditempuh dengan ragam aktivitas pemberdayaan. Mengingat kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh nelayan sehingga tidak mudah memutus mata rantai kemiskinan nelayan. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Satria (2009) bahwa terdapat 3 (tiga) strategi mata pencaharian sebagai solusi atas persoalan nelayan yaitu Pertama, strategi nafkah ganda berupa perikanan dan non-perikanan yang dilakukan agar nelayan tidak bergantung pada hasil penangkapan saja. Kegiatan alternatif perikanan adalah usaha budidaya, pengolahan ikan tradisional dan bakul ikan. Di sinilah isteri nelayan memiliki peran yang sangat besar khususnya pengolahan ikan tradisional dan bakul ikan. Kedua, mendorong ke arah laut lepas dengan memberikan nelayan pemahaman tentang manajemen usaha, organisasi produksi, perbekalan, ketahanan fisik, pemahaman perilaku ikan, pengoperasian kapal, jaring dan lain-lain. Ketiga, mengembangkan diversifikasi alat tangkap untuk mengantisipasi variasi musim. Dengan diversifikasi alat tangkap ini memungkinkan nelayan bisa melaut sepanjang tahun. Selain ketiga strategi di atas perlu strategi permodalan khusus sesuai dengan siklus nelayan. Pola peminjaman fleksibel seperti dibayar dengan waktu kapan saja (harian, mingguan, bulanan) dan berapa saja, sesuai dengan karakteristik usaha nelayan.

(3)

3 Secara konseptual, konsep pemberdayaan di atas menunjukkan adanya prinsip pada partisipasi dan kemandirian tampak sangat ideal dalam upaya meningkatkan kapasitas masyarakat termasuk perempuan. Karenanya, analisis dan pencermatan terhadap pemberdayaan ini menjadi penting agar pemberdayaan tidak sekedar menjadi konsep yang menjajikan akan tetapi dapat berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Konsepsi pemberdayaan perempuan (Zohra dalam Meiwita,2000) dapat dipahami sebagai upaya sistematik untuk memastikan pencapaian kesejahteraan yang tidak diukur berdasarkan tingkat kemakmuran material tetapi lebih difokuskan pada upaya memampukan kelompok-kelompok perempuan terutama kelompok di jenjang akar rumput (grass root level). Pemberdayaan di sini lebih dititikberatkan pada cara kelompok perempuan mendayagunakan semua potensi yang dimilikinya, cara memelihara habitat sosial, budaya dan lingkungan serta cara memahami dan membela hak-haknya sendiri.

(4)

4 II. Kapasitas Kelompok Usaha Perempuan Nelayan -Pantai Baru-

Pengembangan ekonomi untuk komunitas menurut Simon Fraser (dalam Radyati,2008) dapat diartikan sebagai suatu proses dimana komunitas dapat berpartisipasi dan menemukan cara sendiri untuk mengatasi persoalan ekonomi mereka dan dengan demikian dapat membangun kapasitas komunitas tersebut untuk jangka panjang sehingga mewujudkan pencapaian tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan. Adapun pilihan aktivitas dalam rangka pembangunan ekonomi tersebut (Radyati,2008) dapat digolongkan dalam penyediaan modal manusia (human capital), usaha (business capital) dan pengetahuan (knowledge capital). Bentuk kegiatan untuk modal manusia dapat dalam bentuk pemberian pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat. Bantuan usaha dapat dalam bentuk pemberian mesin dan peralatan. Sementara untuk aspek pengetahuan dapat dalam bentuk pemberian pelatihan tentang teknik pemanfaatan keterampilan yang dibutukan oleh pihak yang menjadi dampingan proses pengembangan ekonomi komunitas.

(5)

5 Profil kelompok usaha perempuan di Pantai Baru ada pada awal tahun 2011 yang muncul sebagai kelompok usaha perempuan yang bergerak di dalam wisata kuliner sebagai bentuk respon terbentuknya wisata Pantai Baru berbasis listrik hybrid. Pada awalnya (Widhyarto,dkk,2013) kelompok perempuan hanya tergabung dalam satu kelompok besar yang menggabungkan semua unit usaha wisata kuliner. Kelompok perempuan tersebut kemudian dibagi dalam kelompok kecil (sub unit) yang belum terdokumentasi dengan baik aktivitasnya yaitu awalnya hanya terdiri dari lima kelompok yang kemudian tambah empat kelompok sehingga totalnya menjadi sembilan kelompok. Kesembilan kelompok tersebut yaitu Kelompok Baruno Wati, Kelompok Ulam Arum Sari, Kelompok Ngudi Mina, Kelompok Putri Bahari, Kelompok Pesisir Asri, Kelompok Makaryo Makarti, Kelompok Nila Sari, Kelompok Mekar Asri dan Kelompok Gemah Ripah. Masing-masing kelompok terdiri dari sepuluh anggota pemilik usaha kuliner. Dengan adanya kelompok ini memungkinkan perempuan nelayan Pantai Baru untuk saling berkomunikasi sekaligus membangun jaringan usaha secara bersama-sama.

(6)

6 Kelompok usaha perempuan Pantai Baru ini tidak hanya memunculkan aktivitas ekonomi saja yaitu fokus pada wisata kuliner dan pengolahan ikan menjadi keripik ikan tetapi juga aktivitas sosial seperti arisan bulanan. Kegiatan pertemuan sesama perempuan nelayan Pantai Baru ini menunjukkan adanya keinginan individu-individu untuk mengaktifkan kelompok sehingga mendapatkan manfaat dari bergabung dengan kelompok. Hal ini tampak pada saat fasilitasi pendampingan pada kelompok usaha perempuan Pantai Baru yang tampak antusias dan termotivasi untuk meningkatkan keterampilan dan manajemen usaha sehingga aset mereka bertambah dari sebelumnya.

Praktik peningkatan kapasitas perempuan nelayan Pantai Baru di atas dapat dikonseptualisasikan mengacu pada pendapat Satria (2009) mengenai pengembangan kapasitas lokal dalam pengelolaan sumber daya pesisir (SDP) yaitu mencakup dimensi normatif, regulatif dan kognitif yang menentukan model pengembangan kapasitas lokal. Berikut tabel dari ketiga dimensi dan model pengembangan kapasitas masyarakat pesisir (nelayan):

Tabel 1. Arah Pengembangan Kapasitas Masyarakat

Normatif Regulatif Kognitif Model II Sosialisasi dan

Internalisasi

(7)

7

Berdasarkan tabel di atas, ragam kegiatan pendampingan yang muncul pada kelompok usaha perempuan ada pada ketiga dimensi normatif, regulatif dan kognitif. Model yang muncul secara dominan ada pada fase kedua meski juga kegiatan pembelajaran dari komunitas lain juga dilakukan sebagai sarana sharing dan sekaligus memotivasi kelompok usaha perempuan khususnya membangun jaringan pemasaran usaha.

(8)

8 Kesimpulan

Dalam realitas kehidupan, para perempuan kerap menjadi tulang punggung keluarga khususnya bagi keluarga nelayan. Hal ini dapat dipahami karena sektor usaha dari nelayan sangat bergantung kondisi alam. Kemampuan produktif para istri nelayan dapat menjadi ‘pengaman’ bagi ekonomi keluarga saat hasil tangkapan ikan tidak lagi mencukupi kebutuhan hidup. Pilihan aktivitas ekonomi produktif dari perempuan nelayan –Pantai Baru- berupa usaha kuliner menjadi relevan untuk memanfaatkan hasil tangkapan ikan yang ada dan mengisi peluang pengembangan wisata –Pantai Baru-. Selain itu, adanya fasilitas pembangkit listrik tenaga hybrid (PLTH) yang ada dan tersedia di lingkungan Pantai Baru menjadi modal awal ditambah dengan dukungan keterampilan mengolah makanan (memasak) dari para perempuan nelayan –Pantai Baru-.

Kelompok usaha perempuan nelayan ini menjadi bentuk pemanfaatan potensi sumberdaya lokal yang tidak hanya mengandalkan sumberdaya laut sebagai sumber pendapatan keluarga nelayan. Keberadaan kelompok usaha tersebut menjadi ‘ruang sosial’ bagi perempuan nelayan untuk saling komunikasi, belajar dan bertukar pengalaman serta simpan pinjam yang semua ini dalam rangka meningkatkan kualitas usaha kuliner. Meskipun setiap perempuan nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha memiliki permasalahan berbeda, mereka mampu bersinergi untuk mencari solusi bersama. Strategi yang dilakukan perempuan nelayan –Pantai Baru- dalam kegiatan ekonomi produktif salah satunya melalui kelompok usaha bersama yang beranggotakan perempuan nelayan dengan usaha kuliner di wilayah Pantai Baru. Dengan demikian, kepemilikan aset dan penghidupan mereka sebagai nelayan dapat meningkat dan berkontribusi pada kesejahteraan keluarga.

(9)

9 pelatihan keterampilan teknis pengolahan produk serta proses perijinan P-IRT (Pangan-Industri Rumah Tangga). Pada akhirnya, aktivitas pemberdayaan ekonomi bagi perempuan nelayan –Pantai Baru- melalui pengembangan usaha kuliner baik melalui usaha individu maupun usaha kelompok, sama-sama berpeluang untuk peningkatan pendapatan perempuan nelayan –Pantai Baru-. Dengan kata lain, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan melalui aktivitas ekonomi perempuan nelayan -Pantai Baru- ini dapat terwujud dan menjadikan perempuan mandiri secara ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Meiwita dan Sarimawar (ed).Prosiding Seminar Nasional,2000.Membangun Sumber Daya Perempuan,Membangun Kehidupan.Yogyakarta:Yayasan Galang.

Radyati,Maria.2008.CSR untuk Pemberdayaan Ekonomi Lokal.Jakarta:Indonesia Business Links.

Satria, Arif.2009.Pesisir dan Laut Untuk Rakyat.Bogor:IPB Press.

Widhyarto,Derajad,dkk.2013. Notulensi Kegiatan Pelatihan Keamanan Pangan dan PIRT pada kegiatan hibah bina desa di Pantai Baru, Kabupaten Bantul.

Widhyarto,Derajad,dkk.2013. Notulensi Kegiatan Pelatihan Kelembagaan Usaha pada kegiatan hibah bina desa di Pantai Baru, Kabupaten Bantul.

Widhyarto,Derajad,dkk.2013. Notulensi Kegiatan Pelatihan Administrasi dan Manajemen Keuangan pada kegiatan hibah bina desa di Pantai Baru, Kabupaten Bantul.

Widhyarto,Derajad,dkk.2013. Notulensi Kegiatan Pelatihan Produksi, Pengemasan, dan Pemasaran pada kegiatan hibah bina desa di Pantai Baru, Kabupaten Bantul.

Belda, Febroza dan Joko Christanto.Strategi Penghidupan Nelayan Dalam Peningkatan Ekonomi

Masyarakat di Kecamatan Sasak Ranah Pasisie dan Sungai Beremas. Diunduh melalui

Gambar

Tabel 1. Arah Pengembangan Kapasitas Masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

Investasi dalam berbagai instrument keuangan, seperti saham, obligasi valuta asing, deposito, indeks harga saham, dan produk derivative lainnya, yang dapat

Berdasarkan hasil analisis yang sudah diolah terdapat pengaruh pada variabel kepuasan konsumen terhadap loyalitas pelanggan telah terbukti signifikan dengan nilai

Pada penelitian ini akan dikaji penggunaan kitosan dengan variasi tahapan redeasetilasi pada sintesis perak nanopartikel dan mempelajari pengaruhnya terhadap ukuran

Pada Program pengabdian ini yang menjadi mitra adalah IRT keripik yang dikelola oleh Kelompok Usaha Bersama (KUB) Telo Rezeki di Kawasan Sentra Industri Kripik

HK.03.05/I.4/10859.1/2010 Tentang Reposisi Kemitraan UPT Badan PPSDM Kesehatan Pada tahun 2011 pertemuan kegiatan kemitraan kediklatan ini dilakukan di Wilayah Dinas

kebudayaan setempat. Akhirnya semua kebudayaan tersebut dapat diterima oleh masyarakat Indonesia tanpa menimbulkan tragedi yang mengerikan, yakni pertumpahan darah. Bentuk

Induksi Tunas Tanaman Anggrek Dendrobium sp Menggunakan Zat Pengatur Tumbuh NAA dan TDZ; Oktavia Rizki Setiya Budi; 091510501007; 2014; halaman vi; Program

Berkaitan dengan hal demikian terhadap pemberian warisan dari pewaris yang telah meninggal dunia kepada ahli waris, timbul adanya gugatan oleh ahli waris dalam