• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIBERALISME DALAM DUNIA PENDIDIKAN. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LIBERALISME DALAM DUNIA PENDIDIKAN. docx"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LIBERALISME DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Oleh: Eny Kusumastuti

Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan kemampuan seseorang, yaitu sebagai sarana untuk mendapatkan pengetahuan yang nantinya menjadi bekal dalam kehidupan ditengah masyarakat. Pendidikan tidak pernah lekang oleh waktu, akan terus menerus menjadi isu yang menarik dan aktual untuk dibahas. Dewasa ini, pendidikan tengah diuji untuk mampu memberikan jawaban yang menyulitkan, yakni antara melegitimasi atau melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada, ataupun pendidikan harus berperan kritis dalam melakukan perubahan sosial dan transformasi menuju dunia yang lebih adil. Kedua peran pendidikan tersebut hanya bisa dijawab melalui pemilihan paradigma dan ideologi pendidikan yang mendasarinya (Fakih 2008: xii). Setidaknya ada tiga ideologi yang berkembang dalam dunia pendidikan, yaitu konservatif, liberal dan kritis (Henry Giroux dan Aronowitz 1985 dalam Fakih 2008: xiii). Perbedaan dari ketiga ideologi tersebut adalah bagaimana pandangan manusia terkait dengan apa yang menimpanya. Hal ini akan berdampak pada metode dan cara pembelajaran yang diberikan oleh pendidikan dengan ideologi tertentu. Selanjutnya tulisan ini akan membahas tentang ideologi pendidikan liberal saat ini.

Hakekat Ideologi Liberal

(2)

Pengertian ideologi, juga dikemukakan oleh Eagleton bahwa ideologi dipahami sebagai cara pandang terhadap dunia, termasuk didalamnya nilai-nilai, ide, maupun simbol-simbol yang bermakna dalam hidup seseorang atau masyarakat. Dalam arti ini ideologi memiliki makna netral positif. Namun Eagleton juga mencatat, bahwa ideologi juga bisa bermakna negatif, yakni ideologi sebagai ide-ide yang membenarkan kekuatan politik dominan di masyarakat, ide-ide palsu yang membenarkan struktur kekuasaan tertentu, komunikasi yang terhambat akibat kepentingan, dan cara berpikir identitas yang melihat dunia secara hitam putih (Eagleton 1991).

Sementara itu, O’Neill (2008) mengatakan bahwa ideologi adalah pola gagasan yang mengarahkan dan menggerakkan tindakan-tindakan dalam pendidikan dipandang sebagai sistem nilai atau keyakinan yang mengarah dan menggerakkan suatu tindakan sosial. Dengan demikian ideologi pendidikan membahas dan mengkaji sistem nilai atau pola gagasan yang menggerakkan tindakan pendidikan inilah yang sering dalam posisi out side kesadaran kita (pendidikan). Sehingga subjek pendidikan sering “awam” atau “mungkin” pura-pura awam dengan sistem nilai atau gagasan tersebut. Implikasinya orang-orang yang terlibat dalam proses pendidikan, utamanya peserta didik, terpasung dan terformat oleh pola gagasan yang berada di luar kesadarannya. Akibatnya dunia pendidikan dijadikan alat legitimasi penguasa untuk mempertahankan “status quo” dengan cara memasung kebebasan akademik atas nama asas Pancasila.

Liberal memiliki arti bersifat bebas; berpandangan bebas (luas dan terbuka) (KBBI 2001). Golongan liberal berangkat dari keyakinan bahwa memang ada masalah di masyarakat tetapi bagi mereka pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat, sehingga tugas pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Meskipun demikian, kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan dengan cara memecahkan masalah-masalah yang ada dalam dunia pendidikan (Fakih 2008: xiii-xiv).

(3)

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat yang sesuai dengan paham, teori dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik yang bebas berpandangan luas dan terbuka. Paradigma Liberal, berangkat dari keyakinan bahwa tidak ada masalah dalam sistem yang berlaku ditengah masyarakat, masalahnya terletak pada mentalitas, kreativitas, motivasi, ketrampilan teknis, serta kecerdasan anak didik. Paradigma pendidikan liberal kemudian menimbulkan suatu kesadaran, yang dengan meminjam istilah Freire (1970) disebut sebagai kesadaran naïf. Keadaan yang dikategorikan dalam kesadaran ini adalah lebih melihat `aspek manusia` menjadi akar penyebab masalah masyarakat. Dalam kesadaran ini 'masalah etika, kreativitas, 'need for achevement' dianggap sebagai penentu perubahan sosial. Kaum liberal menganalisa, mengapa suatu masyarakat miskin, dikarenakan kesalahan masyarakat itu sendiri, yakni mereka tidak memiliki jiwa kewiraswastaan atau tidak memiliki budaya membangun. Oleh karena itu, man power development adalah sesuatu yang diharapkan akan menjadi pemicu perubahan (Fakih 2008: vii).

Prinsip-prinsip Dasar Ideologi Pendidikan Liberal

Prinsip-prinsip dasar ideologi pendidikan liberal menurut O’neill (2008: 355-356) meliputi:

1. Seluruh hasil kegiatan belajar adalah pengetahuan personal melalui pengalaman personal (relatifisme psikologis).

2. Seluruh hasil kegiatan belajar bersifat subyektif dan selektif (subyektifisme).

3. Seluruh hasil kegiatan belajar berakar pada keterlibatan pengertian inderawi (empirisme, behaviorisme, materialisme dan empirisme biologis).

4. Seluruh hasil kegiatan belajar didasari proses pemecahan masalah secara aktif dalam pola coba dan salah (trial and error) (pragmatisme dan instrumentalisme).

(4)

sudah dianggap sahih sebelumnya (eksperimentalisme filosofis dan eksperimentalisme ilmiah).

6. Pengalaman paling dini adalah yang paling berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya dan karena itu juga paling penting artinya (psikologis developmentalistis). 7. Kegiatan belajar diarahkan dan dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi emosional

dari perilaku (hedonisme psikologis).

8. Sifat-sifat hakiki dan isi pengalaman sosial mengarahkan dan mengendalikan sifat-sifat hakiki dan isi pengalaman personal, dan dengan begitu juga mengarahkan dan mengendalikan pengetahuan personal (relatifisme budaya).

9. Penyelidikan kritis dari jenis yang punya arti penting hanya bisa berlangsung dalam masyarakat yang terbuka dan demokratis yang memiliki komitmen terhadap ungkapan umum pemikiran dan perasaan individual (demokrasi sosial).

10.Jika dalam kondisi-kondisi yang optimal, anak yang berpotensi rata-rata bisa menjadi efektif secara personal dan bertanggungjawab secara sosial.

Prinsip-prinsip dasar tersebut diatas, secara ringkas, dapat dikatakan bahwa manusia dalam mencari kesenangan/kenikmatan dan kebahagiaan menuntut adanya perilaku efektif. Perilaku efektif menuntut adanya pemikiran efektif, dengan menggunakan kecerdasan terlatih yang didasarkan pada ilmu pengetahuan serta nalar. Ilmu dan nalar menuntut adanya kebudayaan yang mendukung. Sedangkan budaya yang mendukung harus disertai nilai-nilai moral kemanusiaan (kebebasan berbicara, kebebasan beragama, kebebasan berserikat, dan semacamnya). Semua itu akan menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan dalam sebuah pola sinergisme positif (O’neill 2008: 352).

Implikasi Ideologi Liberal dalam Pendidikan

(5)

menyelesaikan masalah yang diarahkan pada penyesuaian atas sistem dan struktur sosial yang berjalan. Yang lebih diperhatikan adalah bagaimana meningkatkan kualitas dari proses belajar mengajar sendiri, fasilitas dan kelas yang baru, modernisasi peralatan sekolah, penyeimbangan rasio guru-murid. Selain itu juga berbagai investasi untuk meningkatkan metodologi pengajaran dan pelatihan yang lebih efisien dan partisipatif, seperti kelompok dinamik (group dynamics) 'learning by doing', 'experimental learning', bahkan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) sebagainya (Fakih 2008: xiv).

Kaum Liberal sama-sama berpendirian bahwa pendidikan adalah politik, dan ‘excellence’ haruslah merupakan target utama pendidikan. Kaum Liberal beranggapan bahwa masalah masyarakat dan pendidikan adalah dua masalah yang berbeda. Mereka tidak melihat hubungan pendidikan dalam struktur kelas dan dominasi politik dan budaya serta diskriminasi gender dimasyarakat luas. Bahkan pendidikan bagi salah satu aliran liberal yakni ‘structural functionalisme’ justru dimaksud sebagai sarana untuk menstabilkan norma dan nilai masyarakat. Pendidikan justru dimaksudkan sebagai media untuk mensosialisasikan dan mereproduksi nilai-nilai tata susila keyakinan dan nilai-nilai dasar agar masyarakat luas berfungsi secara baik (Fakih 2008: xiv). Pendekatan liberal inilah yang mendominasi segenap pemikiran tentang pendidikan yang berarti berbagai macam pelatihan. Akar dan pendidikan ini adalah Liberalisme, yakni suatu pandangan yang menekankan pengembangan kemampuan, melindungi hak, dan kebebasan (freedom), serta mengidentifikasi problem dan upaya perubahan sosial secara inskrimental demi menjaga stabilitas jangka panjang.

(6)

Ideologi pendidikan liberasionisme, menganggap bahwa manusia mesti mengusahakan pembaruan/perombakan segera dalam ruang lingkup besar atas tatanan politis yang ada, sebagai jalan menuju perluasan kebebasan individual serta untuk mempromosikan perwujudan potensi-potensi personal sepenuhnya. Ideologi pendidikan liberasionisme mencakup spektrum pandangan yang luas, dari liberasionisme pembaruan yang relative konservatif, yang tercermin dalam gerakan-gerakan menuntut hak-hak warganegara (di AS era 60-an) hingga ke komitmen yang mendesak dan bernafsu terhadap liberasionisme revolusioner, yang kerapkali bernuansa Marxis, dengan seruannya agar sistem pendidikan segera mengambil peran aktif dalam menggulingkan tatanan politik yang ada. Bagi kaum ideologi pendidikan liberasionisme, sekolah haruslah objektif (rasional-ilmiah), namun tidak sentralistik. Sekolah memiliki fungsi ideologis: ia ada bukan hanya untuk mengajar anak-anak tentang bagaimana cara berpikir efektif (rasional-ilmiah), melainkan juga untuk membantu mereka mengenali kebijakan yang sifatnya lebih tinggi (superior) yang tak terceraikan dari pemecahan-pemecahan masalah secara intelektual yang paling meyakinkan, sehubungan dengan problem-problem manusia. Dengan kata lain ideologi pendidikan liberasionisme didirikan di atas landasan sistem kebenaran yang terbuka, yang pada puncaknya merupakan sebuah orientasi yang berpusat pada problema sosial. Sekolah memiliki kewajiban moral untuk mengenali dan mempromosikan program-program sosial yang konstruktif. Sekolah mesti berusaha memajukan pola tindakan yang paling meyakinkan yang didukung oleh analisis objektif terhadap fakta-fakta yang ada (O’Neill, 2008: 470-471).

(7)

yang liberalis dan liberasionis, pada umumnya menaati sebuah sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka (ilmiah-rasional). Kaum yang berideologi pendidikan anarkisme lebih menekankan pada kebutuhan untuk meminimalkan dan/atau melenyapkan batasan-batasan terlembaga atas perilaku personal, dan berusaha sejauh mungkin membebaskan masyarakat dari lembaga-lembaga (deinstitusionalisasi masyarakat). Sejalan dengan itu, diyakini bahwa pendekatan terbaik terhadap pendidikan adalah yang mengusahakan untuk mempercepat pembaharuan-pembaharuan humanistis yang segera dan berskala besar di dalam masyarakat, dengan cara menghapuskan sistem sekolah secara keseluruhan (O’Neill 2008: 485).

Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar pada cita-cita Barat tentang individualisme. Ide politik liberalisme sejarahnya berkait erat dengan bangkitnya kelas liberalisme dalam pendidikan dapat dianalisa dengan melihat komponen-komponennya. Komponen pertama, adalah komponen pengaruh filsafat Barat tentang model manusia universal yaitu manusia yang rational liberal. Ada beberapa asumsi yang mendukung konsep manusia rational liberal yaitu: semua manusia memiliki potensi sama dalam intelektual, baik tatanan alam maupun norma sosial dapat ditangkap oleh akal, individualis yakni adanya anggapan bahwa manusia adalah atomistik dan otonom (Bay 1988). Menempatkan individu secara atomistik, membawa pada keyakinan bahwa hubungan sosial sebagai kebetulan, dan masyarakat dianggap tidak stabil karena interest anggotanya yang tidak stabil Pengaruh liberal ini kelihatan dalam pendidikan yang mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antar murid. Perankingan untuk menentukan murid terbaik, adalah implikasi dari paham pendidikan ini. Pengaruh pendidikan liberal juga dapat dilihat dalam berbagai pendekatan andragogy seperti dalam training management, kewiraswastaan, dan training-training yang lain. Berbagai pelatihan pengembangan masyarakat (community Development) seperti usaha bersama, pertanian umumnya berpijak pada paradigma pendidikan liberal ini (Fakih 2008: xiv-xv).

(8)

pada tradisi ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan dengan mengambil cara ilmu alam menguasai benda, yakni dengan kepercayaan adanya universalisme and generalisasi, melalui metode determinasi, fixed law atau kumpulan hukum teori (Schoyer 1973). Positivisme berasumsi bahwa penjelasan tunggal dianggap appropriate untuk semua fenomena.

Oleh karena itu riset sosial ataupun pendidikan dan pelatihan harus didekati dengan positivisme yang melibatkan unsur-unsur seperti obyektivitas, empiris, tidak memihak, rasional dan bebas nilai. Pengetahuan selalu menganut hukum ilmiah yang bersifat universal, prosedur harus dikuantifisir dan diverifikasi dengan metode scientific. Dengan kata lain, positivisme mensaratkan pemisahan fakta dan nilai dalam rangka menuju pada pemahaman obyektif atas realitas sosial. Pendidikan dan pelatihan dalam positivistik bersifat fabrikasi dan mekanisasi untuk memproduksi keluaran pendidikan yang harus sesuai dengan pasar kerja. Dalam pola pemikiran positivistik, murid dididik untuk tunduk pada struktur yang ada. Paradigma liberal pendidikan biasanya lebih melanggengkan sistem yang ada dengan melahirkan anak-anak didik yang berperan dalam mempertahankan sistem tersebut.

Tradisi liberal telah mendominasi konsep pendidikan hingga saat ini. Pendidikan liberal menjadi bagian dari globalisasi ekonomi liberal kapitalisme. Dalam konteks lokal, paradigma pendidikan liberal telah menjadi bagian dari sistem developmentalisme, dimana sistem tersebut ditegakkan pada suatu asumsi bahwa akar underdevelopment karena rakyat tidak mampu terlibat dalam sistem kapitalisme. Pendidikan harus membantu peserta didik untuk masuk dalam sistem developmentalisme tersebut, sehingga masyarakat memiliki kemampuan dalam kompetisi didalam sistem kapitalis.

(9)

juga nyata sebagai langkah liberalisasi. Di level sekolah, elitisme pendidikan mengancam kesempatan rakyat miskin untuk mengenyam pendidikan memadai.

Materialisme yang melingkupi liberalisme menjadikan reformasi yang dilakukan pun sebatas fisik saja seperti pemenuhan fasilitas baru dan gedung baru; kapitalisme pun mengarahkan bagaimana agar pembelajaran dapat lebih efektif-efisien, dan dihitung dalam bentuk untung rugi serta balikan investasinya karena mengandaikan Education as human investment. Liberalisme yang diagung-agungkan dan diacu oleh sistem pendidikan kita telah merusakkan sendi-sendi negara bangsa Indonesia. Pendidikan kita rusak-rusakan, dan Depdiknas merupakan satu dari dua Departemen terkorup di Indonesia satunya lagi Depag. Mulai afair buku paket, korupsi seragam sekolah, penyelewengan dana Beasiswa dan BOS, carut marutnya pelaksanaan ujian Nasional, sampai kekerasan dan tindak cabul guru pada siswinya; di kalangan siswa pun merebak mulai dari sekadar bolos sekolah, nyabu, sampai bunuh diri dan seks bebas. Ini efek negatif yang luar biasa besarnya, dan tentu tidak dapat diabaikan begitu saja.

Simpulan

Paradigma pendidikan liberal, fokus utama terletak pada bagaimana membuat anak didik memiliki kemampuan sehingga mereka bisa bersaing di tengah sistem yang berlaku pada masyarakat. Pendidikan liberal tidak melihat masalah yang berkembang dalam masyarakat karena sistem sosial masyarakat tersebut, tetapi karena ketidaksiapan manusia dalam menghadapi sistem. Sehingga ini akan mengakibatkan pembelajaran yang bersifat memberikan pengetahuan dan keterampilan yang berguna sebanyak-banyaknya kepada anak didik, pengetahuan bersifat doktriner dan menilai sesuatu hanya dengan melihat kecerdasan intelektual yang dimiliki oleh anak didik. Menariknya ideologi pendidikan liberal inilah yang sekarang sedang berkembang ditengah-tengah masyarakat global.

Daftar Pustaka

Dahidi, Ahmad & Amri, Miftachul. 2003. Potret Pendidikan di Jepang, Sebuah Refleksi.

(10)

Eagleton, Terry, 1991..Ideology: An Introduction, London: Verso.

Fakih, Mansour dan Toko Raharjo. 2002. Pendidikan yang membebaskan . Yogyakarta.

---.2008. Ideologi Dalam Pendidikan: Sebuah Pengantar Ideologi-Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

O’neill, William F. 2008. Ideologi-ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Schroyer. T. 1973. The Critique of Domination: The Origins and Development of Critical Theory. Boston: Beacon Press.

(11)

Oleh:

Nama: Eny Kusumastuti

NIM: 0205613003

Diajukan untuk melengkapi tugas:

Mata Kuliah: Pemikiran dan Ideologi Pendidikan

Pengampu: Prof. Dr. Soesanto

PRODI PENDIDIKAN SENI S3

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diperoleh pelaksanaan evaluasi tingkat pencapaian perkembangan anak usia dini di TK se-Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru secara keseluruhan dan

NURUL ILMI. Kesesakan, Iritabilitas, Agresivitas dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga yang Tinggal di Rumah Susun Jatinegara Barat. Dibimbing oleh EUIS

[r]

Komoditas yang mengalami kenaikan harga yang menyebabkan inflasi di Kota Lubuk Linggau pada bulan Januari 2017 antara daging ayam ras, tarip listrik, bahan bakar

Numeerisen tarkastelun perusteella turpeen käyttö kasvoi hiilen varjohinnan funktiona niissä ketjuissa, joissa tehollinen päästökerroin oli alhaisempi kuin kivihiilen polton

Buku pengayaan biologi materi sistem pernapasan manusia untuk siswa SMA/MA kelas XI semester II yang telah dikembangkan berdasarkan hasil penilaian 3 dosen ahli materi, 3 dosen

Bir erkek için evleneceği kızın kim olacağı kararlaştırıldıktan son­ ra; o kızın damat adayının aile büyüklerince (evlenmeye aracılık eden yaşlılar yanında,

SDIT AL uswah Surabaya is one unified Islamic elementary school that has problems ranging from frequent mistake inputting data, loss of data that has been collected, the data is not