• Tidak ada hasil yang ditemukan

source PARADIGMA KONSEPTUAL ARSITEKTUR D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "source PARADIGMA KONSEPTUAL ARSITEKTUR D"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PARADIGMA KONSEPTUAL ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI

Agus Dharma

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Gunadarma email : agus_dh@staff.gunadarma.ac.id

website : staffsite.gunadarma.ac.id/agus_dh/

1. Pendahuluan

Istilah Dekonstruksi pertamakali digunakan dalam Ilmu Kesustraan dan Ilmu Filsafat

Perancis dengan konotasi arti sebagai metoda. Metoda dalam konteks filosofis yang

dilahirkan dari konsep anti-filosofis (Norris,1987). Gagasan ini berasal dari

pandangan-pandangan Husserl, Saussure, dan Levi-Strausse yang berakar dari filsafat Yunani Kuno dan

sejalan dengan pandangan skeptisme.

Pengertian ini digunakan oleh pencetus gagasannya, Derrida (yang selanjutnya

dikenal sebagai Bapak Dekonstruksivisme) untuk merehabilitasi filsafat bahasa tulis terhadap

keabsolutan kebenaran filsafat bahasa lisan (Derrida, 1967). Derrida mengembangkan

konsep dekonstruksi kedalam berbagai eksperimen yang mengekspresikan ciri kebebasan

retorikal atas struktur komposisi formal. Oleh karena itu faham Derridean ini dipandang

sebagai suatu kontroversi besar dalam bidangnya, bahkan populer dengan sebutan “the

genius of Irony” (O’Hara, 1983).

Dari berbagai latar belakang diatas dapat digambarkan bahwa pandangan

dekonstruksi lahir dari suatu atmosfir yang berlandaskan pada konsep “filosofi-anti”.

Pandangan yang membatasi perspektif keabsolutan kebenaran, menolak berbagai hubungan

kausatif (sebab-akibat) dan mengembangkan filsafat historis-hermeneutis yang

memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut (Kleden, 1987) :

1. Jalan untuk mendekati kebenaran bukannya melalui observasi, melainkan melalui

pemahaman arti atau makna.

2. Kontrol terhadap salah benarnya pemahaman tersebut tidak dilaksanakan melalui test

yang direncanakan melainkan melalui interpretasi. Interpretasi yang benar akan

meningkatkan intersubyektivitas sedangkan yang salah akan mendatangkan sangsi.

3. Pemahaman hermeneutis selalu mendasarkan pemahamannya pada pra-pengertian

yang dihasilkan dari situasi-situasi reflektif.

Melihat berbagai filosofi yang melatarbelakangi lahirnya faham dekonstruksi ini, akan

(2)

kontroversi. Demikian pula dalam konteks arsitektural, dekonstruksi oleh sementara

kelompok dipandang telah memutarbalikan prinsip-prinsip primordial dalam arsitektur

(Zenghelis, 1988).

Menjamurnya perkembangan dekonstruksi dalam arsitektur di Amerika dan Eropa

telah mengundang kontroversi baik pro maupun kontra dalam berbagai media cetak. Hal

tersebut disebabkan karena berbagai tokoh dekonstruksi tersebut adalah para arsitek besar

yang sangat berpengaruh (influential) terhadap arah kecenderungan arsitektur dewasa ini.

Sejalan dengan ciri konseptual dekonstruksi yang “licin”, semakin memudahkan terjadinya

salah interpretasi baik dalam pengolahan komposisi maupun struktur pembacaannya (Jenks,

1988).

2. Dekonstruksi dalam Arsitektur

Arsitektur sebagai suatu rancang-bangun yang berdasar pada faktor utama

konstruksi dan estetika. Arsitektur dalam konteks bahasan ini dapat dilihat sebagai suatu

“struktur” yang ber-grammar (tata bahasa). Oleh karena itu pemahaman “pembacaannya”

berakar erat pada pemahaman filosofis dan kemampuan membacanya (literate).

Penggunaan istilah konstruktif dalam arsitektur sendiri sebenarnya sudah dimulai

sejak tahun 1920 semasa perkembangan arsitektur avant-garde di Rusia. Pada masa itu

konstruktif lebih dipandang sebagai metoda dari pada style (gaya). Hal ini bisa dilihat dari

beberapa karya arsitek masa itu seperti Rodchenko dan Chernikov yang menjadikan

arsitektur sebagai agenda teknologi dan bukan sebaliknya.

Secara substantif, metaphora dekonstruktif yang dilandasi oleh konsep filosofi-anti

ini mempunyai ekspresi-ekspresi yang berada diantara pemahaman rasional dan irasional.

Oleh karena itu pemahaman secara ilmiah saja tidaklah cukup, dituntut suatu kemampuan

imajinasi. Kemampuan imajinasi memiliki kelemahan karena ketidakterbatasannya dan akan

menjadi sesuatu yang esensial hanya apabila hasilnya bisa dikontrol dengan pemahaman.

Tanpa terjadinya pemahaman, dekonstruksi dalam arsitektur adalah tidak mungkin

ditelusuri. Berdasarkan empiris, dekonstruksi membawa bentuk-bentuk geometri yang

cenderung berbentuk “aneh”. Hal ini disebabkan oleh adanya pembatasan penerimaan

keabsolutan terhadap keaslian bentuk-bentuk geometri yang selama ini dikenal.

Esensi bentuk bukan merupakan indikator utama dalam Arsitektur Dekonstruksi.

Indikator utamanya adalah esensi makna dan simbol. Mendasarkan konsep makna/simbol

sebagai suatu esensi kehidupan, maka penelusurannya akan sampai kepada simbol tertua

(3)

kemanusiaan dapat digali karena struktur ini merupakan interkoneksi dari berbagai

simbol/makna yang ada dalam masyarakat. Konsep tentang struktur makna/simbol itu sendiri

akan berbeda untuk kondisi masyarakat yang berbeda.

3. Penelusuran Preseden

Membahas dekonstruksi dalam arsitektur tidak bisa dilepaskan dari

preseden-preseden yang dihasilkan oleh arsitek-arsitek yang dikelompokkan dalam arsitek

dekonstruksi seperti : FrankGehry, Peter Eisenman, Zaha Hadid, Benard Tschumi, dan Rem

Koolhas. Penelusuran preseden sangat diperlukan untuk menemukan arah kecenderungan

dari paradigma (pola) suatu model sebagai produk dan obyek yang kongkrit dalam

mempresentasikan image.

a. Frank Gehry

Frank Gehry memulai dari beberapa rumah tinggal di California, kemudian museum

Aerospace di Santa Monica, dan Restoran ikan di Kobe. Kesemuanya tampak sebagai

suatu ekspresi scluptural (barang seni) dari pada wadah suatu fungsi. Sosok solid masif

mengesankan kenihilan atau suatu the presence of absence.

Di dalam mengkomposisikan ruang dan bidang tidak nampak prinsip-prinsip order dari

arsitektur klasik yang digunakan seperti : unity, harmony, dan balance. Secara

keseluruhan bangunan meninggalkan citra sebagai suatu komposisi yang retak, terpuntir,

dan berkesan belum selesai.

b. Peter Eisenman

Peter Eisenman yang melambung oleh karya-karyanya yang dekonstruktif seperti House

I sampai dengan House X, mendasarkan komposisi ruang-ruangnya pada komposisi

yang memutarbalikkan order-order dalam arsitektur klasik. Ruang-ruang ciptaannya

diwarnai oleh berbagai patahan, ruang-ruang melayang, dan balok-balok yang berkesan

berterbangan.

Secara keseluruhan komposisi ruangnya sangat naratif dan mampu mengungkapkan

komposisi superposisi dari sebuah perjalanan sejarah masa silam, merasakan masa kini,

dan sekaligus melayangkan lamunan ke masa datang.

c. Rem Koolhaas

Rem Koolhaas mendasarkan karya-karyanya pada konsep kombinasi tipologi. Beberapa

karya besarnya seperti Apartemen di Belanda, Berlin, dan Florida membuktikan bahwa

tipologi akan menjadi acuan utama dalam menampilkan blok-blok maupun façade yang

(4)

repetitif dan tiba-tiba dipecahkan oleh beraneka macam motif grafis seperti segitiga

merah, balkon-balkon kuning, dan kotak-kotak biru. Baik dari penggunaan bahan

maupun pemilihan warnanya nampak jelas tidak lebih hanya merupakan unsur komersial

dari pada artistik.

d. Zaha Hadid

Zaha Hadid menjulangkan struktur berlapis yang berkesan lentur pada karya-karyanya.

Denah bersusun dengan dimensi yang berbeda akan menciptakan komposisi void dan

solid yang sangat kaya dan sekaligus tidak efektif. Filosofi “anti” tercermin dalam

berbagai konsep “dis-“ dan “de-“ pada semua karyanya yang anti pusat, anti as, anti

simetri, anti seimbang, anti selaras, dan anti fungsi. Berbagai hal tersebut diatas telah

menempatkan dirinya sulit dikelompokkan dalam arsitektur pasca-fungsionalis karena

bukan termasuk pasca-modern maupun neo-klasik. Karyanya sebenarnya cenderung

kepada pasca-strukturalis atau sejalan dengan dekonstruksi.

e. Bernard Tschumi

Bernard Tschumi dalam pendekatan perancangannya menggunakan Teori Manhattan

Transcript yaitu transgresi dan regresi. Teori ini mendasarkan studi gerak manusia

sebagai dasar untuk menggerakkan titik, garis, dan bidang dalam membentuk ruang.

Hasilnya bisa dilihat pada Parc La-Villette yang merupakan gambaran nyata dari ideologi

dekonstruksi. Dari ideologi ini style bangunan dapat terbaca. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa dekonstruksi bukan style (gaya) melainkan suatu proses yang bisa

menghasilkan banyak style.

4. Paradigma Konseptual

Dari ilustrasi di atas, dapat dipelajari suatu paradigma konseptual untuk menelusuri

pemahaman istilah Dekonstruksi dalam arsitektur. Pemahaman tersebut tertuang dalam

kerangka prescription (ketentuan) dibawah ini. Ketentuan tersebut meliputi :

a. Logo-Sentris

Konsep arsitektur yang merupakan gabungan antara pemahaman arsitektural dan

pemahaman filosofis mendasari doktrin Logo-Sentris. Dari pemahaman filosofis,

arsitektur akan mengalami proses artikulasi metafisik secara multivalensi. Konsep ini

membuka peluang bagi Dekonstruksi untuk berkembang dalam arsitektur.

Visualisasi Dekonstruksi akan mempunyai kecenderungan pada refleksi otoritas

Logo-sentris. Sejalan dengan faham Derridean , pemahaman filosofis dari arsitektur akan

(5)

sebenarnya sejalan pula dengan berbagai perkembangan yang terjadi pada seni, sastra,

filsafat, sosial, dan fisika.

Bernard Tschumi merupakan arsitek yang sangat berhasil mengungkapkan proses

artikulasi metafisik ke dalam bentuk-bentuk “folies” dalam Parc La Villete-nya. Tidak

adanya metaphora titik awal dan titik akhir dari konfigurasi denah menyebabkan karya

tersebut berkesan “tidak selesai”. Konfigurasi ini mampu memberi peluang bagi penikmat

untuk melengkapi imajinasinya.

b. Anti-Sintesis

Konsep anti-sintesis mengandung konsep penolakan terhadap sementara pandangan

bahwa arsitektur adalah sintesis. Suatu hasil yang berasal dari rangkaian proses analisis

dari elemen yang programatis. Merasa tidak puas dengan apa yang dihasilkan melalui

program yang sistematis, Dekonstruksi berpaling pada nilai yang lebih hakiki yang akan

menurunkan aturan yang seirama dengan hukum alam yaitu nilai intuisi.

Karena nilai intuisi lebih membawahi otoritas dalam proses visualisasi, maka arsitektur

akan lebih merupakan sebuah hipotesis dari pada sintesis. Dalam konteks ini hubungan

antara analisis dan sintesis merupakan hubungan yang bersifat “disjunctive” atau “or”

atau ekivalensi.

c. Anti-Fungsional

Dekonstruksi mendasarkan faham bahwa antara bentuk (form) dan fungsi (function)

bukan merupakan hubungan yang dependent melainkan lebih pada hubungan

independent. Hal ini sejalan pula dengan konsep “disjunctive” yang telah disebutkan

diatas.

Style yang lahir dari prinsip anti-fungsi ini akan membawa pertanyaan mengenai metoda

merancang yang dipakai. Metoda merancang merupakan suatu proses kegiatan kreatif.

Kecenderungan yang mungkin timbul dari apabila kegiatan kreatif ini memuaskan maka

akan dijadikan suatu kegiatan rutin. Dalam beberapa hal kegiatan rutin ini akan

membatasi kegiatan kreatif dan munculnya kegiatan kreatif dalam kegiatan rutin

merupakan prosedur yang alami.

Hubungan yang bersifat independent antara form dan function memberi peluang bagi

penggunaan metode kreatif seperti superposisi, fragmentasi, dan kombinasi yang

berdasar pada prinsip-prinsip matematis seperti halnya yang dilakukan Tschumi pada

(6)

d. Anti-Order

Order akan menghasilkan ekspresi keutuhan dan kestabilan. Order dalam arsitektur yang

berakar pada arsitektur klasik seperti unity, balance, & harmony, akan memberi

kecenderungan pada pembentukan space yang figuratif.

Arsitektur Dekonstruksi bukan mengarah pada kecenderungan ruang dan obyek yang

figuratif karena arsitektur yang figuratif akan memperkuat keabsolutan order. Disamping

itu, order melahirkan bentuk-bentuk geometri yang programatis yang akan berlawanan

dengan konsep visualisasi simbol/makna yang retorikal, tidak fixed, dan multivalen.

Karena makna adalah sesuatu yang kontekstual, tergantung atas nilai masyarakat

sesaat.

5. Penutup

Selama ini istilah Dekonstruksi selalu dikaitkan sebagai suatu pergerakan lanjutan dari

Arsitektur Tradisional, Modern, dan Post-Modern.Pemahamannya Arsitektur Dekonstruksi

secara hakiki perlu ditelusuri agar perkembangan arsitektur tidak mengarah kepada

“arsitektur prokem”, arsitektur yang hanya dimengerti oleh sekelompok “elit” tertentu.

Menghadapi beragam perubahan perubahan, arsitek dituntut untuk lebih bijaksana

dan peka. Setiap aliran mengandung pesan dengan nilai-nilai dan citra yang berbeda.

Mengandalkan diri pada pola lama tidak selamanya menyelesaikan masalah.

Mengembangkan pola baru juga tidak cukup mudah, bahkan kadang-kadang harus dimulai

dengan kontroversi yang mengejutkan. Pendalaman pemahaman melalui berbagai penelitian

perlu dilakukan untuk mendukung pembentukkan sikap kritis dan kreatif, yang bertolak

belakang dengan sikap dogmatis atas suatu nilai kebenaran absolut saja.

Daftar Pustaka

Broadbent, Geoffrey. Deconstruction: A Student Guide. London, Academy Editions, 1991.

Norris, Christopher & Andrew Benjamin. What is Deconstruction? London, Academy

Editions, 1988.

Sudrajat, Iwan. Sebuah Tinjauan Restropektif: Dekonstruksi dalam Arsitektur, dalam

“Sketsa” edisi Maret 1995

(7)

Siswanto, Andy. Program-Typologi, Makna, dan Order dalam Arsitektur Dekonstruksi,

dalam “Sketsa” edisi Maret 1995.

Tschumi, Benard. Architecture and Disjunction. Cambridge, the MIT Press, 1994.

Wigley, Mark. The Architecture of Deconstruction: Derrida’s Haunt. Cambridge, the MIT

Referensi

Dokumen terkait

Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam karena memiliki sifat

Perlakuan panjang entres 3 cm adalah perlakuan yang memberikan pengaruh yang rendah pada persentase sambung hidup (yaitu 92%), peubah jumlah tunas, panjang tunas,

program khusus untuk eradikasi Polio, Eliminasi Campak dan Tetanus. Di Indonesia, program imunisasi merupakan program nasional dengan sasaran utama sekitar 5 juta bayi

proses pelaksanaan nilai-nilai pendidikan profetik dalam pembentukan karakter siswa melalui pembelajaran IPS di SMP Brawijaya Smart School berjalan dengan baik dimana guru

diregenerasi atau tidak dengan agen pendesorpsi yang sesuai agar tidak menimbulkan kerusakan pada adsorben yang telah terlepas dari ion logam serapannya sehingga

Dalam penelitian ini dibangun data warehouse dan aplikasi OLAP data penerimaan mahasiswa baru STMIK AMIKOM Purwokerto dengan menggunakan aplikasi Pentaho Data

Tugas akhir ini meliputi back calculation analysis dari parameter kuat geser tanah, analisis kestabilan lereng asli, analisis kestabilan lereng dengan perkuatan

Alat yang digunakan dalam teknik ini berupa pedoman wawancara yaitu berupa pertanyaan juga pernyataan yang membutuhkan respondari penyandang tunarungu serta alat bantu