• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencabutan dan Pembebasan Hak Atas Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pencabutan dan Pembebasan Hak Atas Tanah"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

PENCABUTAN DAN PEMBEBASAN HAK ATAS TANAH BAB II

PEMBAHASAN A. Pembebasan dan pencabutan hak atas tanah

Kita semua tahu bahwa dalam pembangunan diperlukan bidang-bidang tanah. Kadang bidang tanah yang diperlukan sudah ada pemegang haknya atas tanah tersebut, baik individu maupun kelompok yang biasa disebut hak komunal atas tanah atau hak ulayat. Pengorbanan pemegang hak atas tanah untuk melepaskan haknya demi kepentingan umum sangat perlu dihargai, mengingat tanah bukan saja bernilai ekonomis bagi pemegang haknya, tetapi dapat juga magis religius.

Pada asasnya maka jika diperlukan tanah dana atau benda lainnya kepunyaaan orang lain untuk sesuatu keperluan haruslah lebih dahulu diusahakan agar tanah itu dapat diperoleh dengan persetujuan yang empunya, misalnya atas dasar jual beli tukar-menukar atau lain sebagainya.

Tetapi cara yang demikian itu tidak selalu membawa hasil yang diharapkan, karena ada kemungkinan yang empunya meminta harga yang terlampau tinggi ataupun tidak bersedia sama sekali untuk melepaskan tanahnya yang diperlukan itu. Oleh karena kepentingan umum harus didahulukan daripada kepentingan orang-seorang, maka jika tindakan yang dimaksudkan itu memang benar-benar untuk kepentingan umum, dalam keadaan yang memaksa, yaitu jika musyawarah tidak dapat membawa hasil yang diharapkan, haruslah ada wewenang pada pemerintahan untuk bisa mengambil dan menguasai tanah yang bersangkutan.

Pengambilan itu dilakukan dengan jalan mengadakan pencabutan (pembebasan) hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Teranglah kiranya, bahwa pencabutan hak adalah jalan yang terakhir untuk memperoleh tanah atau benda lainnya yang diperlukan untuk kepentingan umum.

(2)

Pengaturan tentang pencabutan hak atas tanah, baik tanah milik individu maupun tanah milik komunal, jelas diperlukan. Namun, aturan itu tentunya tak hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Ditetapkannya Perpres No. 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum pada 3 mei 2005 sebagai pengganti Keputusan Presiden (Kepres) No. 55/1993 tentang Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum ternyata telah mendapat kritikan dari berbagai pihak. Dikhawatirkan perpres tersebut lebih kejam daripada keppres yang menurut pengalaman dijalankan secara kejam. Akan lebih banyak menimbulkan konflik akibat pergusuran paksa lahan-lahan penduduk demi terlaksananya pembangunan untuk kepentingan umum.

Pencabutan hak atas tanah untuk digunakan bagi kepentingan umum dalam rangka pembangunan tentunya akan dapat diterima oleh warga negara Indonesia siapa pun apabila pencabutan tersebut tidak merugikan pemilik hak atas tanah, dalam arti seperti yang diungkapkan oleh Maria SW Sumardjono. ”Pengadaan tanah disebut adil apabila kepada pemegang hak diberikan ganti kerugian yang dapat memulihkan kondisi sosial ekonominya minimal setara dengan keadaan sebelum pembebasan tanah dan pihak yang memerlukan tanah dapat memperoleh tanah sesuai dengan rencana dan memperoleh perlindungan hukum”.

Menurut hemat penulis ada tiga hal yang perlu difokuskan oleh pemerintah dalam menindak lanjuti pencabutan hak atas tanah dalam perpres ini. Pertama, adanya kompensasi yang memang benar-benar sesuai dengan tanah yang telah dicabut oleh pemerintah. Standarisasi sesuai tidaknya kompensasi adalah standarisasi yang berpijak kepada penilaian pemilik tanah. Jika pemilik tanah tidak menginginkan kompensasi yang ditawarkan pemeirntah karena merasa tidak sesuai dengan nilai harga tanahnya, maka halnya ini perlu ditindaklanjuti dengan cara kompromistis dan dialogis yang memperioritaskan kesejahteraan pemilik tanah.

(3)

Ketiga, pembangunan yang direalisasikan di atas tanah cabutan harus mengangkut kesejahteraan publik bukan kepentingan sepihak yang terbingkai oleh simbol publik. Misalnya, pembangunan jalan tol, sarana pendidikan, kesehatan masyarakat dan sebagainya. Berbeda sekali jika dibangun dengan pabrik tambang emas, pertamina, tekstil dan lain-lain. Dengan demikian, perlu adanya manajemen kontrol yang maksimal sebab jika tidak akan terjebak pada kepentingan kelompok dan individu yang kulitnya nampak seakan-akan adalah kepentingan publik.

B. Penetapan ganti kerugian

Peraturan pemerintah No. 39 tahun 1973 tentang acara penetapan ganti kerugian oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya, disamping dimaksudkan sebagai pengaturan tindak lanjut dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang N0. 29 tahun 1961 tentang pencabutan ha-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya (lembaran negara Tahun 1961 No. 288) dengan pengarahan agar dapat memperlancar pelaksanaan pembangunan di Indonesia, maka di lain pihak juga dimaksudkan sebagai langkah untuk memberikan jaminan bagi para pemilik atau pemegang hak atas tanah terhadap tindakan-tindakan pencabutan tersebut. Selain itu dharapkan pula agar dengan tindakan pencabutan itu hendaknya bekas pemilik atau pemegang hak atas tanah tidak mengalami kemunduran baik dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya.

Apabila pencabutan hak atas tanah membuat pemegang hak menjadi lebih buruk kondisinya sosial ekonominya dari keadaan sebelumnya pembebasan tanah, maka tentunya menimbulkan kesengsaraan bagi pemegang hak. Kesengsaraan tersebut dapat dirasakan dalam segi sosial ekonominya, dapat juga dirasakan dalam segi magis religius. Apakah penguasa manusiawi apabila seseorang yang telah berjasa pada orang banyak dengan melepaskan hak atas tanhanya untuk pembuatan jalan tol misalnya harus menjadi gelandangan karena ganti ruginya tidak dapat memulihkan kondisi sosial ekonominya? Apalagi jika tanah tersebut meurpakan sumber kehidupan dan tempat tinggal sekelompok orang.

(4)

kepentingan umum dengan harga yang murah dari masyarakat dengan cara memaksa dan menekan masyarakat.

Tujuan utama dari penyelesaian perkara ganti kerugian adalah agar kedua belah pihak mendapat putusan secepatnya. Putusan secepat-cepatnya tersebut adalah demi kepentingan pihak pemohon banding dan pihak yang memohon pencabutan hak, oleh karena itu diharapkan agar pemeriksaan dan putusan banding diselesaikan dalam waktu yang sesingkatnya.

Pembayaran ganti rugi kepada orang-prang yang hak atas tanahnya dicabut, oleh yang berkepentingan harus dilakukan secara tunai dan dibayarkan langsung kepada yang berhak.

Berdasarkan pantauan di lapangan, kenyataannya di lapangan, aparat yang bertugas melakukan pembebasan lahan selalu berpatokan pada (nilai jual objek pajak) NJOP tahun 2001. misalnya harga bangunan kelas I Rp. 920.000/m2, sedangkan bangunan darurat Rp. 151.000/m2. padahal, berdasarkan keputusan kepala kantor tata bangunan dan gedung pemprov DKI Jakarta Nomor 91 tahun 2004, harga bangunan kelas I sudah mencapai 2.359.000/m2, sedangkan bangunan darurat Rp. 831.000/m2.

Dalam hal tanah hanya bernilai ekonomis, pelepasan hak atas tanah untuk pembuatan jalan tol, misalnya (demi kepentingan umum), penggantian atas tanah tersebut dapat dilakukan atas pertimbangan ekonomi, yakni orang yang melepaskan hak atas tanah diganti uang atau tanah di tempat lain dengan mempertimbangkan bahwa kondisi ekonominya minimal seperti sebelum hak atas tanahnya dilepaskan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai penerapan E-Procurement telah banyak dilakukan, seperti penelitian Amelia, dkk (2012) dengan judul Penerapan E-Procurement dalam Proses Pengadaan

Peternakan sapi perah di Indonesia saat ini masih didominasi oleh peternakan dengan skala kepemilikan kecil. Perkembangan persusuan di Indonesia saat ini belum sesuai yang

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas kimia yang umum digunakan di laboratorium kimia, bejana KLT, botol semprot KLT, lampu UV, neraca

Berdasarkan beberapa definisi yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa Exchange Trade Funds (ETFs) adalah reksa dana yang unit penyertaan/sahamnya tercatat dan diperdagangkan

Dalam metode penelitian ini yang akan digunakan dalam pembuatan aplikasi Augmented Reality berbasis android menggunakan Unity 3D dan Vuforia sebagai tool yang terdiri

Dari uraian di atas maka pencapaian keefektifan pembelajaran dengan pendekatan metakognitif dalam materi trigonometri berdasarkan ketuntasan secara klasikal, kemampuan

Kata dasar atau bentuk dasar yang menjadi dasar segala bentukan kata diperlakukan sebagai lema atau entri, sedangkan bentuk derivasinya (kata turunan, kata ulang, dan gabungan

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja merupakan suatu sikap optimis yang mengharapkan adanya hasil perbandingan antara output dengan input yang