• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATERI 5-6, PERTUMBUHAN, KEMISKINAN & DISTRIBUSI PENDAPATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MATERI 5-6, PERTUMBUHAN, KEMISKINAN & DISTRIBUSI PENDAPATAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

MATERI :

PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI

PENDAPATAN DAN

(2)

PENGANTAR

Di negara-negara miskin, perhatian utama terfikus pada

dilema antara pertubuhan ekonomi vs distribusi

pendapatan.

Pembangunan ekonomi mensyaratkan GNP yang tinggi

sehingga pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan

pilihan yang harus diambil.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi lebih berarti

apabila diikuti oleh pemerataan atas hasil-hasil

pembangunan.

Berbagai kebijakan ekonomi untuk menumbuhkan

(3)

Pemerataan hasil-hasil pembangunan biasanya dikaitkan

dengan masalah kemiskinan. Dengan demikian, orientasi

pemerataan merupakan usaha untuk memerangi

kemiskinan.

Penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan

pendapatan merupakan masalah pokok dalam

pembangunan dan sasaran utama kebijakan

pembangunan di suatu negara.

Secara logika, jurang pemisah (gap) yang semakin lebar

antara kelompok penduduk kaya dan miskin berarti

kemiskinan semakin meluas dan sebaliknya.

Persoalan pemerataan dan kemiskinan, pada akhirnya

(4)

Ada berbagai tolak ukur untuk menghitung tingkat pemerataan pendapatan,

al.

Gini Coeffisient atau Gini Ratio, Kuznet’s Index, Oshama’s Index

dan

Theil Decomposition Index

.

Dari sekian tolak ukur tsb. yang paling populer dipakai adalah Gini

Coeffisient.

1. Gini Coeffisient

Rumus GC sbb.:

n

GC = 1 - ∑ (X i+1 – Xi) (Yi + Y i+1) atau 1

n

GC = 1 - ∑ fi (Y i+1 + Yi) 1

Ket:

GC = Angka Gini Coeffisient.

Xi = Proporsi jumlah RT kumulatif dalam kelas i fi = Proporsi jumlah RT dalam kelas i

Yi = Proporsi jumlah pendapatan RT kumulatif dalam kelas i

Kelas i, jika dibagi 5 kelas menjadi

:

20% termiskin, 20% ke-2, 20% ke-3, 20% ke-4, 20% terkaya

Kelas i, jika dibagi 3 kelas menjadi:

(5)
(6)
(7)

CATATAN :

Angka GC berkisar antara 0 sd 1

Angka GC = 0 (merata mutlak), angka GC = 1 (tidak merata mutlak) adalah

tindak mungkin terjadi dalam kenyataan.

Untuk negara-negara sedang berkembang, dinyatakan bahwa distribusi

pendapatan sangat timpang apabila angka gini terletak antara 0,5 sd 0,7 dan relatif sama ketimpangan distribusi pendapatannya apabila angka gini terletak antara 0,2 sd 0,35.

Menurut H.T. Oshima, ketimpangan rendah apabila angka gini < 0,3;

ketimpangan sedang apabila angka gini terletak antara 0,3 sd 0,4; ketimpangan tinggi apabila angka gini > 0,4.

.2. Relative Inequality

Pola distribusi pendapatan masyarakat yang didasarkan pada hasil

perhitungan gini ratio baru menggambarkan tingkat pemerataan pendapatan secara global. Berapa bagian yang diterima kelompok berpendapatan terendah/miskin belum nampak jelas.

• Pusat Penelitian Bank Dunia dan Lembaga Studi Pembangunan

Universitas Sussex, memberikan gambaran lebih jelas mengenai masalah ketidakadilan (inequality) melalui indikator yang disebut relative inequality.

• Relatif inequality merupakan ketimpangan dalam distribusi pendapatan

yang diterima oleh berbagai golongan masyarakat.

(8)

• Kriteria relative inequality sbb.:

High inequality

, apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima <12% dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau distribusi sangat pincang.

Moderate inequality

, apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima antara 12% sd 17 dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau kepincangan dianggap sedang.

Low inequality

, apabila 40% penduduk berpendapatan terendah menerima >17% dari bagian pendapatan nasional (GNP) atau distribusi pendapatan tidak terlalu pincang.

3. Relative Inequality dan Absolute Poverty

Dimensi permasalahan distribusi pendapatan dalam

relative inequality

belum lengkap apabila tidak memperhatikan tingkat kemiskinan absolut

(

absolute poverty

) dalam masyarakat.

Relatifve inequality

dan

absolute poverty

merupakan dua aspek kembar

dalam konsep keadilan dalam proses perkembangan masyarakat.

Absolute poverty

berdasarkan studi penelitian di negara-negara sedang

berkembang oleh Montex S. Ahluwalia dengan mempergunakan dua

ukuran, yaitu:

1. tingkat pendapatan US $ 50

2. tingkat pendapaan US $ 75 per tahun/jiwa

(9)

Persoalan

selanjutnya, mengetahui hubungan antara

Relatifve

inequality

dan

absolute poverty

yaitu

menjawab pertanyaan berupa

jumlah orang dalam kelompok berpendapatan rendah (40% miskin)

yang hidup dibawah garis kemiskinan US $ 75 per tahun/jiwa.

Langkah-langkah sbb.:

1. Menghitung nilai GNP atau pendapatan nasional total:

2. Menghitung bagian yang diterima oleh 40% kelompok berpendapatan

rendah/miskin berdasarkan distribusi:

3. Menghitung bagian yang diterima 40% kelompok miskin secara per

kapita:

Keterangan:

TGNP = nilai total GNP GNPkap = GNP perkapita

P = jumlah seluruh penduduk

x% = % bagian GNP yang diterima 40% kelompok berpendapatan rendah Yp = pendapatan penduduk miskin

TGNP = GNPkap . P Dis = x% . TGNP YP = Dis

(10)

Misalnya:

Pendapatan per kapita rata-rata penduduk Indonesia US $128,

jumlah penduduk 120 juta jiwa dan 40% penduduk

berpendapatan rendah menerima 15% dari seluruh pendapatan,

maka dapat dihitung pendapatan per kapita penduduk miskin

sbb.

1. Nilai pendapatan total penduduk:

= 120 juta x $128 = $15.360 juta

2. Bagian yang diterima oleh 40% penduduk berpendapatan

rendah:

= 15% x $15.360 = $2.304 juta

3. 40% penduduk berpendapatan rendah secara per kapita akan

menerima:

= $2.304 juta/ 40% x 120 juta = $48

(11)

4. Tingkat Kemiskinan dan Garis Kemiskinan

Garis kemiskinan merupakan patokan terpenting untuk mengukur tingkat kemiskinan

sehingga kebijaksanaan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan perkiraan tentang kemiskinana terkait dengan tolok ukur garis kemiskinan tsb.

• Dalam pembahasan ini, tingkat kemiskinan dan garis kemiskinan akan diuraikan

secara tersendiri untuk memudahkan pemahaman kita. 1) Tingkat Kemiskinan

 Pada dasarnya terdapat dua pendekatan di dalam mengukur tingkat kemiskinan yaitu:

Head-count measure, yaitu memperkirakan jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan.

Poverty gap, yaitu memperhitungkan jumlah dana yang diperlukan untuk mengatasi masalah kemiskinan.

 Ukuran jumlah orang (head-count measure) di dalam menentukan tingkat kemiskinan

diperoleh dari :

Ket:

K = tingkat kemiskinan

q = jumlah penduduk miskin atau berada dibawa garis kemiskinan n = jumlah penduduk

(12)

 Sedangkan ukuran kesenjangan kemiskinan (poverty gap) dilakukan berbagai bentuk

tergantung tujuan yang ingin dicapai dengan ukuran tsb.

 Di samping perkiraan jumlah dana yang harus disediakan untuk menghapus

kemiskinan, tidak jarang pula ukuran ini dinyatakan secara relative, yakni perbandingan antara jumlah kesenjangan kemiskinan dengan variable lain seperti PDB, jumlah pendapatan penduduk miskin, jumlah pendapatan penduduk tidak miskin, jumlah pengeluaran pemerintah, jumlah BLN atau nilai ekspor.

 Perlu diketahui bahwa kesenjangan kemiskinan diukur dengan memperlihatkan

perbedaan tingkat pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan, rumus:

Ket :

PG = kesenjangan kemiskinan GK = garis kemiskinan

Yp = pendapatan penduduk miskin

Bila kesenjangan kemiskinan diukur secara relatif , dapat diperoleh dengan cara :

Ket:

%PG = kesenjangn kemiskinan relatif

Vt = variabel tertentu secara per kapita, seperti PDB, bantuan luar negeri, pendapatan penduduk miskin, jumlah pengeluaran pemerintah, dsb.

PG = GK – Yp

(13)

2) Garis Kemiskinan

Perkiraan tentang garis kemiskinan dengan beberapa

pendekatan, misalnya kebutuhan minimum, atau kebutuhan

dasar. Perkiraan garis kemiskinan di Indonesia telah banyak

dilakukan oleh para ahli seperti Esmara, Sayogya, Booth

dsb.

Dalam konsep

kemiskinan mutlak

, garis kemiskinan

merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak

miskin. Sedangkan dalam konsep

kemiskinan relatif

,

pendapatan yang sudah di atas garis kemiskinan ,namun

masih jauh lebih rendah kondisinya dibandingkan keadaan

masyarakat sekitar, maka orang atau keluarga tersebut

masih berada dalam keadaan miskin.

Pendapat ahli tentang ukuran garis kemiskinan di Indonesia.

(14)

Penelitian Kriteria Garis Kemiskinan

Esmara Konsumsi beras per kapita/tahun (kg) 125 Sayogya Tingkat pengeluaran ekuivalen beras per

orang/tahun (kg): 1. Miskin

2. Miskin Sekali 3. Paling Miskin

480 (kota)/320 (desa) 360/ 240

270/ 180 Ginneken Kebutuhan gizi minimum per orang/ hari

(kalori) 2000

Anne Booth Kebutuhan gizi minimum per orang/ hari

(kalori) 2000

Gupta Kebutuhan gizi minimum per orang/ hari

(Rp) 24000

Hasan Pendapatan minimum per orang/ tahun (US $)

125 (kota)/ 95 (desa)

BPS Konsumsi kalori per kapita/ hari

(15)

5. Kebutuhan Dasar dan Garis Kemiskinan

Strategi kebutuhan dasar (basic needs) dipopulerkan ILO

tahun 1976 dengan judul “Kesempatan Kerja

pertumbuhan ekonomi, dan Kebutuhan Dasar : Suatu

Masalah bagi Satu Dunia”. Selanjutnya pendekatan

kebutuhan dasar ini diikuti oleh kelompok-kelompok lain,

lembaga-lembaga nasional dan internasional maupun

perorangan yang telah menarik pelajaran dari

pengalaman pertumbuhan ekonomi yang kurang

memperhatikan masalah kemiskinan, ketimpangan dan

pengangguran.

Strategi kebutuhan dasar memang memberi tekanan

(16)

Kesulitan umum dalam penentuan indikator pertumbuhan

dasar adalah standar atau kriteria yang subyektif karena

dipengaruhi oleh adat, budaya, daerah dan kelompok

sosial. Di samping itu kesulitan penentuan secara

kuantitatif dari masing-masing komponen kebutuhan

dasar karena dipengaruhi oleh sifat yang dimiliki oleh

komponen itu sendiri, seperti misalnya selera konsumen

terhadap jenis makanan atau sepatu atau rumah.

Namun demikian beberapa kelompok atau ahli telah

mencoba merumuskan mengenai konsep kebutuhan

dasar ini termasuk alat ukurnya. Dalam bab ini akan

dibahas mengenai komponen kebutuhan dasar,

(17)

1). Komponen Kebutuhan Dasar

Menurut United Nations (1961), komponen kebutuhan dasar

terdiri atas: kesehatan, bahan makanan dan gizi, pendidikan,

kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan, perumahan,

sandang, rekreasi, jaminan sosal, kebebasan manusia.

Menurut UNRISD (1966), terdiri atas: kebutuhan gizi,

perumahan dan kesehatan (kebutuhan fisik primer), kemudian

pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup (kebutuhan

kultural) dan kebutuhan atas kelebihan pendapatan.

Menurut Ganguli dan Gupta (1976): menilai gizi, perumahan,

pelayanan kesehatan pengobatan, pendidikan, dan sandang

sebagai komponen primer.

Menurut Green (1978):

personal comsumption items

(pangan,

(18)

Bagaimana komponen kebutuhan dasar untuk

bangsa Indonesia?

Esmara melihat sandang, pangan, perumahan,

pendidikan dan kesehatan merupakan komponen

kebutuhan dasar primer.

BPS melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional

(SUSENAS) menyusun komposisi kebutuhan

dasar

pangan

dan

bukan pangan

seperti terlihat

dalam tabel 2 dan 3 berikut ini. Adapun indikator

untuk mengukur kebutuhan dasar adalah

(19)

Tabel 2. Komposisi Pengeluaran Konsumsi Penduduk di Indonesia

Penelitian

Kebutuhan Dasar Bukan Kebutuhan Dasar

Kota Desa Kota Desa

A. Pangan

1. Padi-Padian dan Hasil-Hasilnya V V

2. Ubi-Ubian dan Hasil-Hasilnya V V 3. Ikan dan hasil-hasil ikan lainnya V V

4. Daging V V

5. Telur, susu dan hasil-hasil dari susu V V

6. Sayur-sayuran V V

7. Kacang-kacangan V V

8. Buah-buahan V V

9. Konsumsi lainnya (V) (V)

10. Makanan yang sudah jadi V V

11. Minuman yang mengandung alkohol V V

12. Tembakau, sirih V V

B. Bukan Pangan

1. Perumahan, bahan bakar, penerangan dan air V V 2. Barang-barang dan jasa-jasa (V) (V) 3. Pakaian, alas kaki dan tutup kepala V V

4. Barang-barang yang tahan lama V V V V 5. Keperluan pesta dan upacara V V V V Sumber: Suseno TW, 1990.

Cat: tanda V, memperlihatkan dipergunakan sepenuhnya dan tanda (V) dipergunakan sebagian dari pengeluaran rata-rata jenis pengeluaran kategori kebutuhan dasar atau bukan kebutuhan dasar.

(20)

a. Berdasarkan seluruh pengeluaran untuk konsumsi lainnya ini, diperkirakan 50% dipergunakan untuk kebutuhan dasar bagi penduduk yang berdiam di kota dan 75% desa. Dalam kategori kebutuhan dasar ini termasuk garam, lada, gula pasir, minyak goreng dsb.

b. Dalam kategori pengeluaran untuk barang-barang dan jasa-jasa ini, termasuk pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan.

Berdasarkan tabel 3, dijelaskan mengenai indikator kebutuhan minimum untuk

masing-masing komponen sbb.:

1) Pangan, dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan kalori dan protein.

2) Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan pakaian, alas kaki, dan tutup kepala.

3) Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang dan air.

4) Pendidikan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan biaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis, buku).

(21)

Tabel 3. Perkiraan Pengeluaran per Kapita untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar menurut Komponen dan seluruh Pengeluaran per Kapita di Indonesia (Rp/bulan)

Kebutuhan Dasar

1970 1980

Kota Desa Kota Desa

Pangan V V V V

1. Padi-Padian dan Hasil-Hasilnya x x x x 2. Ubi-Ubian dan Hasil-Hasilnya x x 3. Ikan dan hasil-hasil ikan lainnya x x x x

4. Daging x x x x

8. Buah-buahan x x x x

6. Sayur-sayuran x x x x

7. Kacang-kacangan x x

Konsumsi lainnya V V V V

Sandang V V V V

Perumahan V V V V

Pendidikan V V V V

Kesehatan V V V V

(22)

2). Karakteristik Pengeluaran per Kapita

Karakteristik pengeluaran per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar sebagai dasar

penentuan garis kemiskinan, dapat dilihat dari 3 hal, sbb:. a). Komposisi Kebutuhan Dasar:

100%

K = Cp/np . Kd Ket

K = komposisi kebutuhan dasar dalam persen

Cp/np = pengeluaran per kapita untuk pangan atau bukan pangan Kd = jumlah kebutuhan dasar rata-rata per kapita

a).Ratio Kebutuhan Dasar dan Pengeluaran per Kapita:

100%

R = K . C Ket:

R = ratio kebutuhan dasar dan pengeluaran per kapita rata-rata dalam person Kd = jumlah kebutuhan dasar rata-rata per kapita

Kd = pengeluaran rata-rata per kapita

(23)

a

). Ratio Kota dan Desa:

100%

Rkd = Kd kota . Kd desa

Ket

Rkd = rasio kebutuhan dasar rata-rata per kapita kota terhadap

desa

Rc = rasio pengeluaran rata-rata per kapita kota terhadap desa

Kd = jumlah kebutuhan dasar rata-rata per kapita

C = pengeluaran rata-rata per kapita

(24)

3). Kebutuhan Dasar dan Garis Kemiskinan

Secara internasional, garis kemiskinan ditentukan berdasarkan

kebutuhan dasar

:

Atkinson, menyarankan garis kemiskinan ditentukan ½ dari

pengeluaran per kapita.

McNamara, mengatakan 1/3 dari pengeluaran per kapita.

Esmara, mengemukakan sekitar 2/3 (kota) dan ¾ (desa) dari

pengeluaran per kapita.

Sementara itu garis kemiskinan di Indonesia, Esmara membedakan

antara garis kemiskinan relatif dan mutlak, berdasarkan pengeluaran

per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Secara relatif, garis kemiskinan rakyat dihitung berdasarkan

realisasi pengeluaran per kapita untuk memenuhi kebutuhan dasar

(Kd).

Gambar

Tabel 2. Komposisi Pengeluaran Konsumsi Penduduk di Indonesia
Tabel 3. Perkiraan Pengeluaran per Kapita untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar menurut Komponen dan seluruh Pengeluaran per Kapita di Indonesia (Rp/bulan)

Referensi

Dokumen terkait

Buku ini hadir sebagai referensi baru kajian pendekatan kritis pada Public Relations dan Manajemen Krisis, seperti: Konsep Critical Public Relations, Riset Public

Kriteria yang digunakan untuk menetapkan lokasi yang akan direhabilitasi pada kegiatan ini didasarkan pada beberapa kriteria yang juga dipakai dalam studi lainnya,

Padang penggembalaan adalah faktor penentu dalam mendukung pengembangan peternakan di Indonesia, yakni sebagai sumber daya dukung pakan ternak berupa hijauan pakan khususnya

Pengaruh pembelajaran daring menggunakan bahan ajar sorogan hanacaraka terhadap kemampuan menulis akasara Jawa peserta didik pada mata pelajaran bahasa Jawa SD dilakukan dengan

Maka dapat dikatakan latihan ini sangat baik sekali digunakan dalam latihan dalam permainan bola voli guna untuk meningkatkan lompat yaitu daya ledak otot tungkai dari

Namun proses dari metode latihan yang dapat memberikan stimulus lebih baik pada sistem saraf pusat, saraf sensorik hingga respon saraf motorik yang akan mengaktifkan

Dalam hal ini perlunya pemaparan secara detail mengenai kasus yang akan diangkat sebagai berikut, Sesuai yang terjadi di Desa Keboguyang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo ini,

Papan partikel yang dibuat dari TKS dengan menggunakan perekat kulit akasia atau gambir memberikan kecenderungan yang sama yaitu semakin bertamb ahnya komposisi