• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pusat Studi Kebudayaan Antara Strategi S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pusat Studi Kebudayaan Antara Strategi S"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pusat Studi Kebudayaan:

Antara Strategi, Siasat, dan Implikasinya untuk UNY

Disampaikan dalam Rangka Sumbang Saran Pemikiran untuk Kemajuan Universitas Negeri Yogyakarta

Oleh

Rony Kurniawan Pratama 11201244043 ronykamtis@gmail.com

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

(2)

Pusat Studi Kebudayaan:

Antara Strategi, Siasat, dan Implikasinya untuk UNY

Abstrak

Nihilnya strategi kebudayaan dalam mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan di universitas tak perlu dibiarkan terlalu lama. Apabila dibiarkan terlalu lama, nasib ilmu pengetahuan hanya teralienasi oleh kebutuhan publik dan hakikat aksiologis yang melekat padanya akan tercerabut. Demi menegaskan strategi kebudayaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, dibutuhkan manajemen pengelolaan secara sistematis. Dengan adanya manajemen tersebut akurasi pengembangan dan implementasi ilmu pengetahuan di lapangan akan lebih jelas. Oleh karena itu, urgensi Pusat Studi Kebudayaan di Universitas Negeri Yogyakarta tak terbantahkan lagi. Hal itu dikuatkan pula oleh visi Universitas

Negeri Yogyakarta untuk menjamah kualitas “kelas dunia” yang mengacu

ketakwaan, kemandirian, dan kecendekiaan.

Penempatan Pusat Studi Kebudayaan sebagai lembaga resmi di bawah kepemimpinan rektor (bernaung atas instruksi wakil rektor I bagian akademik) bisa dijadikan pertimbangan khusus. Meski terkesan ada dikotomi antara Pusat Studi Kebudayaan dan LPPM/LPPMP (sebagai badan resim bidang riset dan pengabdian), semata-mata bukan independensi tanpa pijakan, melainkan sekadar mendudukan sistem manajemen yang otonom.

Konstruksi kerangka kelembagaan yang menjadi fondasi mayor dalam pembentukan Pusat Studi Kebudayaan ini tak sekadar menaungi program studi yang berbasis ilmu humaniora semata, melainkan digeneralisasikan ke semua latar keilmuan. Di sisi lain, kontestasi Universitas Negeri Yogyakarta di tengah kebutuhan dan persaingan global akan mengalami kepincangan apabila tak ada strategi kebudayaan yang jelas. Dengan demikian, Pusat Studi Kebudayaan akan membawa pada pemberadaban luhur sebuah universitas.

(3)

Pusat Studi Kebudayaan:

Antara Strategi, Siasat, dan Implikasinya untuk UNY

Oleh

Rony Kurniawan Pratama1

A. Pendahuluan

Ilmu pengetahuan lahir dari simpulan teori yang telah diuji secara sistematis dan empiris.2 Namun, kedigdayaan teori akan nihil apabila tak diejawantahkan ke dalam strategi kebudayaan untuk mencapai kebergunaan konkret di masyarakat. Proses interprestasi atas derivasi strategi kebudayaan itu tentunya dikelola secara strategis oleh manajemen pengelolaan yang dibangun atas pola kepemimpinan demokratis, instruktif, dan koordinatif.3 Melalui pola manajerial tersebut pengembangan dan kritik ilmu pengetahuan akan lebih terarah. Selain itu, dengan adanya pola manajerial, implementasi ilmu pengetahuan di ranah publik lebih jelas sehingga sudut aksiologis dari sebuah ilmu mampu dihayati sebagai sebuah nilai-nilai konstruktif bagi moralitas.4

Berkaitan dengan strategi kebudayaan untuk “mengikat” perkembangan

ilmu pengetahuan, Universitas Negeri Yogyakarta perlu membangun sebuah

“badan semi otonom” dalam bentuk pusat studi kebudayaan. Mengingat nasib ilmu pengetahuan yang telah dikembangan oleh ilmuan di lingkup program studi (mikro) dan fakultas (makro) masih “terombang-ambing” nasibnya di atas rak berdebu perpustakaan, maka urgensi untuk menaungi nasib substansi ilmu pengetahuan tersebut dalam bentuk Pusat Studi Kebudayaan tak terelakkan.

Kalau pun telah ada lembaga yang menaungi ihwal ilmu pengetahuan di Universitas Negeri Yogyakarta—seperti Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) atau Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu

1

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2011 dan calon wisudawan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta periode November 2015

2

Glasser, Wiliam M.D. 1993. The Quality School Teacher: Specific Suggestions for Teachers. New York: Harper Perennial.

3

Greenfield, W. D. 1987. Instructional Leadership: Concepts, Issues, and Controversies. Massachusetts: Allyn & Bacon.

4

(4)

Pendidikan (LPPMP)—itu masih sekadar difungsikan sebagai realisasi Tri

Dharma oleh dosen yang “mengejar pangkat fungsional” dan seremonial nasional

“Program Profesi Guru (PPG)” oleh para guru yang hendak sertifikasi.

Penempatan Pusat Studi Kebudayaan sebagai lembaga resmi di bawah kepemimpinan rektor (bernaung atas instruksi wakil rektor I bagian akademik) bisa dijadikan pertimbangan khusus. Meski terkesan ada dikotomi antara Pusat Studi Kebudayaan dan LPPM/LPPMP (sebagai badan resim bidang riset dan pengabdian), semata-mata bukan independensi tanpa pijakan, melainkan sekadar mendudukan sistem manajemen yang otonom. Oleh sebab itu, peran dan fungsi LPPM/LPPMP tak perlu direduksi, namun tetap harus berjalan dengan adanya garis besar halauan kinerja yang jelas dengan Pusat Studi Kebudayaan. Jangan sampai terdapat intrik politis dalam konteks pembagian ranah kerja yang berseteru antara kelompok dominan dan kelompok terbawahkan yang berkontestasi dalam proses hegemoni lembaga.5

Konstruksi kerangka kelembagaan yang menjadi fondasi mayor dalam pembentukan Pusat Studi Kebudayaan ini tak sekadar menaungi program studi yang berbasis ilmu humaniora semata, melainkan digeneralisasikan ke semua latar keilmuan. Dalam konteks tersebut, definisi kebudayaan tak dipersempit berdasarkan asumsi publik mengenainya yang hanya mengacu pada warisan luhur nenek moyang semata, melainkan proses perencanaan manusia yang melahirkan nilai luhur guna direalisasikan.6 Dengan dibangunnya perencanaan kebudayaan yang berangkat dari nilai-nilai keilmuan, justru menegaskan lebih matang arah pengembangannya berdasarkan kebutuhan aktual. Hal itu turut menguatkan tradisi pengembangan ilmu secara dinamis.7

Adanya Pusat Studi Kebudayaan menguatkan pula strategi implementasi sebuah ilmu untuk direlevansikan pada ilmu lain sehingga terwujud

“keseimbangan komparatif” yang terikat nilai. Konsepsi tersebut memperkaya

5

Ajidarma, Seno Gumira. 2013. Bahasa, Kuasa Siapa. Yogyakarta: Seminar Nasional Pengajaran, Bahasa, dan Sastra Indonesia.

6

Huzinga, Johan. 1959. The Task of Cultural History. New York: Meridian Books.

7

(5)

wacana keilmuan yang berkembang di tengah transformasi kebudayaan antara abad ke-20 menuju ke-21 di negara industri. Seperti yang diketahui publik dunia, bahwa ilmu yang terikat nilai lebih dikembangkan oleh negara timur daripada negara barat yang mengaktualisasikan ilmu yang bebas nilai.

Pro dan kontra ilmu bebas nilai dan terikat nilai menjadi pembicaraan ilmiah di gelanggang para ilmuan dunia dewasa ini. Oleh karenanya, apabila Universitas Negeri Yogyakarta merealisasikan konsep Pusat Studi Kebudayaan, sisi praktis pengembangan ilmu secara nyata dan sistematis—terpimpin oleh manajemen yang rapi—akan terwujud di satu sisi dan gaung universitas kelas dunia (world class university) bukan lagi delusi di sisi lain.

B. Isi

Signifikansi Pusat Studi Kebudayaan di tengah terseoknya arah manajemen pengembangan ilmu pengetahuan masing-masing program studi tak boleh dibiarkan terlalu lama, mengingat peran Universitas Negeri Yogyakarta dalam konstelasi perguruan tinggi terkemuka di Indonesia semakin gemilang. Hal itu dilegitimasi pula oleh pola modernisasi di Indonesia dalam penyerapan matra progresif dan matra organisasional kebudayaan secara selektif yang terus berkembang mengikuti kebutuhan global. Peran Pusat Studi Kebudayaan ini juga menegaskan fungsi ilmu dan teknologi yang diterima oleh civitas akademika Universitas Negeri Yogyakarta atau masyarakat umum sebagai bentuk jejaring makna dan tindakan implementasinya, yakni: (1) lapis material karya cipta manusia termasuk ilmu yang melandasinya, (2) lapis kebiasaan dalam sikap dan laku sehari-hari terhadap sesama dan lingkungan, dan (3) lapis makna dalam menafsirkan diri, nilai-nilai, visi ke depan, dan iktikad untuk mengevaluasinya.8

Struktur internal Pusat Studi Kebudayaan dapat diisi oleh pembagian kerja sebagai berikut. Pertama, Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM). Pada ranah pertama, persoalan yang menyangkut pengembangan dan penggalian potensi ilmuan di masing-masing program studi dikaji berdasarkan analisis kebutuhan. Ranah ini mencakup pembinaan yang berkaitan dengan perencanaan

8

(6)

strategis kompetensi ilmuan dalam mengembangkan risetnya. Jalan strategis dalam upaya pembinaan itu dapat menaungi seberapa jauh strategi ilmuan biologi (eksakta) untuk mampu merencanakan implementasi hasil temuannya demi kemaslahatan publik. Contoh lain dalam bidang humaniora: pengembangan potensi kemampuan literasi (membaca dan menulis) di Universitas Negeri Yogyakarta atau di masyarakat yang diikuti dengan strategi peningkatan produktivitas menulis dan resepsi pengetahuan melalui teks tertulis.

Kedua, Kesejahteraan Publik (Kespub). Pada ranah kedua ini mencakup analisis kompetensi komunitas kesenian (seni tradisi atau kontemporer) dalam memeriahkan aktualisasi estetik yang ada di Universitas Negeri Yogyakarta atau di sekitarnya. Banyak sekali komunitas seni tradisi maupun kontemporer yang ada di dalam dan luar kampus yang terombang-ambing nasib “berkeseniannya” karena tanpa disokong oleh institusi atau lembaga mana pun. Di sinilah urgensi Pusat Studi Kebudayaan dalam merangkul kebersenian mereka sehingga tanpa pretensi apa pun kecuali mengembangkan potensi mereka untuk lebih produktif dalam berkarya. Selain mendapatkan legitimasi oleh Pusat Studi Kebudayaan, komunitas kesenian tersebut mendapatkan sokongan birokratis dan materiil sehingga tatkala melakukan eksperimen kreatif-estetik di tengah perhelatan Pekan Seni Nasional dapat berkompetsisi secara baik.

Ketiga, Pengembangan Intelektual dan Kedaulatan Diri (PIKI). Selain Pusat Studi Kebudayaan membawahi ranah Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Publik, diperlukan pula ranah dalam mengembangkan intelektual dan kedaulatan diri. Pentingnya ranah tersebut diwujudkan dalam bentuk strategi kerja karena berangkat dari merosotnya daya kritis ilmuan—dari setiap latar belakang keilmuan—dalam mengkritisi pola perkembangan ilmu yang digelutinya dan nihilnya daya berdaulat atas diri ilmuan di tengah gempuran informasi. Pusat Studi Kebudayaan perlu menaungi ranah kedaulatan diri setiap ilmuan yang seringkali tergerus oleh pelbagai informasi. Karakter ilmuan yang kerap tercitra di kehidupan ialah saling menyalahkan satu sama lain yang didasari

(7)

Ketiga ranah yang diuraikan di atas dapat menjadi substansi utama dalam arah gerak Pusat Studi Kebudayaan. Secara struktur, ketiganya dipimpin oleh masing-masing kepala atau ketua bidang. Sebagai instruktur utama penggerak roda kepemimpinan Pusat Studi Kebudayaan, niscaya dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki integritas sosial dan moral sehingga visi dan misi terwujud secara baik. Di sisi lain, praktik keberlangsungan roda kepemimpinan Pusat Studi Kebudayaan tidak menutup kemungkinan untuk selalu dikritik oleh pelbagai pihak. Kritik yang baik dan konstuktif bukan malah menjatuhkan martabat Pusat Studi Kebudayaan, melainkan cenderung membangun lebih baik lagi.

C. Penutup

Besar harapan semoga sumbangsih pemikiran tertulis ini dapat direalisasikan—atau setidaknya dapat menjadi pertimbangan penyusunan program universitas melalui landasan yuridis di statuta Universitas Negeri Yogyakarta— oleh pemangku jabatan tertinggi universitas. Adanya pemikiran untuk membentuk Pusat Studi Kebudayaan di Universitas Negeri Yogyakarta ini tak berangkat tanpa masukan maupun analisis lapangan (empiris) pribadi semata, melainkan pelbagai pihak telah menyampaikan kritik maupun saran sehingga terwujudlah inisiatif itu. Tentu, apa yang diuraikan dalam bentuk tertulis ihwal konsepsi Pusat Studi Kebudayaan di atas bukan sesuatu yang final. Pelbagai masukan dari setiap elemen sangat ditunggu kehadirannya demi mendapatkan simpulan kolektif.

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan Surat Penetapan Pemenang Pelelangan Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Tanjungbalai, dengan ini diumumkan Pemenang untuk

Pokja Pekerjaan Konstruksi Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Mamuju Utara akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi sebagai

In particular, a 2-vector space is skeletal if the corresponding 2-term chain complex has vanishing differential, and two 2-vector spaces are equivalent if the corresponding 2-term

Pemantapan sistem pengelolaan sarana dan prasarana dalam Juknis maupun Jukmat melalui penggunaan teknologi informasi untuk memperoleh program hibah dari Dirjen Dikti..

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai setting , berbagai sumber,. dan berbagai

Setahu saya merupakan sebuah masalah besar jika suami boleh menikah lagi hanya karena suami sudah menjamin tidak akan berlaku pilih kasih terhadap semua isteri dan anaknya.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa : Konsumsi bubuk dan ekstrak daun cincau hijau dapat menekan volume tumor payudara, dan meningkatkan apoptosis sel

[r]