• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP PEREMPUAN MUSLIM TERHADAP POLIGAMI (Studi Deskriptif) Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SIKAP PEREMPUAN MUSLIM TERHADAP POLIGAMI (Studi Deskriptif) Skripsi"

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

SIKAP PEREMPUAN MUSLIM TERHADAP POLIGAMI (Studi Deskriptif)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh: Prima Amalia NIM: 019 114 149

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara

isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu

janganlah kamu terlalu cenderung (kapada yang kamu cintai),

sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (Terjemahan

Q.S. An Nisaa: 129).

“Batasan bagi dirimu adalah rasa puas diri dan putus asa” (Guru Yosen: Kung Fu Boy, Maekawa Takeshi).

Syukurku pada:

ALLAH SWT

NABI MUHAMMAD SAW

Atas nikmat yang dilimpahkan kepadaku

AYAH, IBU,

ADIKKU ANISA DAN KAUTSAR Atas doa, dukungan, canda, tawa, dan kebahagiaan yang menyertaiku

RINA, WINA, JENG YOSI, JELLY, IRA A friend indeed

is NOTjust a friend in need

Inspiring kawaii bishonen drummer

Motto touku made isshoni yuketara ne,

(5)
(6)

ABSTRAK

SIKAP PEREMPUAN MUSLIM TERHADAP POLIGAMI (Studi deskriptif)

Poligami adalah istilah yang digunakan untuk menyebut status perkawinan seorang laki-laki/suami yang memiliki isteri lebih dari seorang pada saat yang bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menggambarkan sikap perempuan muslim terhadap poligami.

Subjek dalam penelitian ini adalah 64 perempuan muslim yang sudah menikah. 50 orang subjek menikah dengan status perkawinan monogami. 14 orang subjek menikah dengan status perkawinan poligami.

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala sikap yang disusun oleh peneliti. Uji coba kesahihan aitem dan reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien sebesar 0,9806 menunjukkan bahwa skala ini cukup reliabel.

Analisis data menunjukkan bahwa sikap perempuan muslim umumnya negatif/menolak secara signifikan terhadap poligami. Analisis selanjutnya dilakukan uji beda dengan independent sample t-test untuk melihat perbedaan sikap antara perempuan yang bermonogami dan yang berpoligami terhadap poligami, hasilnya terdapat perbedaan sikap yang signifikan antara perempuan yang bermonogami dan yang berpoligami terhadap poligami.

Peneliti juga mengukur perbedaan dari masing2 aspek sikap. Pada masing-masing aspek sikap kognitif, afektif, dan konatif terdapat perbedaan sikap yang signifikan antara perempuan yang bermonogami dan yang berpoligami terhadap poligami.

(7)

ABSTRACT

ATTITUDE OF MOSLEM WOMEN TOWARD POLIGAMY (Descriptive study)

Poligamy is a term used to mention marriage status of a man/husband who has more than one wife at a time. This research aimed to measure and describe the attitude of moslem women toward poligamy.

The subjects of this research are 64 married moslem women. 50 subjects are married women with monogamy status. 14 subjects are married women with poligamy status.

The instrument of data collection is the Attitude Scale that had been compiled by the researcher. The trial test on item validity and instrument reliability resulted on reiability coefficient of 0.9806 ndicated that the scale is reliabel.

Analized data found that generally moslem women significantly had a negative attitude or refused toward poligamy. Next anlysis used independent sample t –test to measure differences of attitude between women with monogamy status and women with poligamy status toward poligamy, it showed that there were significant differences between them toward poligamy.

Researcher also measured differences of attitude based on each attitude aspects. Each Cognitive, Afective, and Conative aspects showed significant differences between women with monogamy status and women with poligamy status toward poligamy.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan karunianya, atas terselesaikannya penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini merupakan studi permulaan yang memberi gambaran mengenai Sikap Perempuan Muslim Terhadap Poligami. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) program studi Psikologi.

Terselesaikannya penelitian ini tidak terlepas dari dukungan dan kritik berharga dari orang di sekitar penulis, dan kepada mereka penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya:

1. Dekan sekaligus Dosen Pembimbing Akadamik Fakultas Psikologi, Bpk. Eddy Suhartanto, M.Si.

2. Kaprodi Fak. Psikologi, Ibu Sylvia C.M.Y.M. M.si. terima kasih atas bimbingan dan dukungan.

3. Dra. L. Pratidarmanstiti. M. Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, dukungan, dan perhatian selama proses penyelesaian skripsi ini, juga untuk diskusi dan semangatnya yang menginspirasi.

4. Bpk. T. Priyo. W. M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan perhatian dan bimbingan hingga terselesaikannya penelitian ini.

5. Ibu Tanti Arini S. Psi., selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu dan kesabaran hingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Staff kesekretariatan Fak. Psikologi, Mbak Nanik, Mas Gandung, Pak Gik, Mas Muji, atas bantuannya dengan penuh kesabaran memenuhi dan mengurus segala kebutuhan selama proses perkuliahan.

7. Bpk. Y. Heri Widodo S.Psi dan Ibu Titik K. S. Psi atas support yang tak terhingga, yang menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri yang tak terbatas.

8. Teman-teman RASS, Tio, Lia, Kris, Ohok, Mertin, Etik, Berta, atas pemahaman, kesabaran, dan ketekunan dalam berproses bersama.

(9)

seperjuangan Ms. Dini, Ms.Diana, Ms.Nandez, Ms.Fenty, Ms.Maya, Ms.Tina, Ms.Nita, Ms.April, Mr. Yoga, Mr. Djalu, for all the wild thoughts and creative ideas. Mr Yanto, Mr. Mumun, and Mr. Agus, for all the help, support, laughter and happiness. Muridku Ardra, Iqbal, Haidar, Rizky, Reinaldy, Attaya, Fika, Imana, Titi, Alya, kemurnian kalian membuat dunia terasa lebih indah.

10.Bimo dan Tony, thanks to both of you, I’m now an SPSS Master!

11.Anak Wisma Kasih, Mbak Nissa, Devi, Dik Dyah, Mbak Arum, Mbak Fitri, terima kasih atas guyonan tiada akhirnya. Jelly dan kamarnya, atas komputer dan game The Sims (sama bagusnya dengan Final Fantasy!).

12.Teman-teman di Psikologi, Kadek, Etta, Desy, Jeng Yola, Jeng Icha, atas diskusinya yang penuh semangat.

13.Rumah Rina (atas keteduhannya), Tante Eny (terima kasih Al Qurannya), Om Totok (atas Batik painting performance-nya).

14.Teman-teman Tae Kwon Do UAJY, khususnya tim Poomsae, Sabum Antok (atas disiplin, semangat, dukungan dan semua pelajaranku), Sabum Bosco, Sabum Ari, Sabum Max, atas disiplin, kemenangan, dukungan, dan kebersamaan. Sabum Ira, Sabum Abelle, Sabum Dian, Sabum Riri, Sabum Popy, friends forever, right! Tae Kwon Do UAJY rules!!!

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… iv

LEMBAR PERSEMBAHAN ……… v

ABSTRAK ……… vi

ABSTRACT ……… vii

KATA PENGANTAR ……… viii

DAFTAR ISI ……… ix

DAFTAR TABEL ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ……… 6

C. Tujuan Penelitian ……… 6

D. Manfaat Penelitian ……… 6

1. Manfaat Teoretis ……… 7

2. Manfaat Praktis ……… 7

BAB II LANDASAN TEORI ……… 8

A. Sikap ……… 8

1. Definisi Sikap. ……… 8

(11)

3. Pembentukan Sikap. ……… 13

B. Perkawinan. ……… 16

1. Definisi Perkawinan. ……… 17

2. Asas-asas Perkawinan. ……… 19

3. Tujuan Perkawinan. ……… 20

4. Sahnya Perkawinan. ……… 21

C. Poligami ……… 23

1. Definisi Poligami. ……… 23

2. Kedudukan Poligami dalam Hukum di Indonesia. ……… 24

D. Perempuan Muslim. ……… 29

1. Perempuan Muslim. ……… 29

2. Kedudukan Perempuan Muslim dalam Islam. ……… 30

E. Sikap Terhadap Poligami ……… 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 37

A. Jenis Penelitian. ……… 37

B. Definisi Operasional. ……… 37

1. Sikap Perempuan Muslim terhadap Poligami. ……… 37

C. Subjek Penelitian. ……… 38

D. Metode Pengumpulan Data. ……… 40

(12)

2. Penilaian. ……… 41

3. Validitas. ……… 42

4. Reliabilitas. ……… 42

5. Prosedur Pengumpulan Data. ……… 43

E. Blueprint. ……… 45

F. Metode Analisis data. ……… 46

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ……… 47

A. Persiapan Penelitian. ……… 47

1. Uji coba alat ukur. ……… 47

2. Analisis Aitem. ……… 48

B. Pelaksanaan Penelitian. ……… 51

C. Hasil Penelitian. ……… 52

1. Karakteristik Subjek Penelitian. ……… 52

2. Analisis Data Penelitian. ……… 55

3. Rangkuman analisis umum dan analisis khusus setiap indikator dan aspek. ……… 69

D. Pembahasan. ……… 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 79

A. Kesimpulan. ……… 79

B. Saran. ……… 82

DAFTAR PUSTAKA ……… 84

(13)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel I Blue print Skala Sikap 44

Tabel II Distribusi Aitem skala sikap 45

Tabel III Distribusi aitem try out 49

Tabel IV blue print setelah try out 49

Tabel V Blue print penelitian 50

Tabel VI Distribusi aitem penelitian 50

Tabel VII Frekuensi Usia, Jumlah Anak, Pendidikan, Status

perkawinan subjek penelitian monogami dan poligami 52 Tabel XV Data teoritis dan empiris secara umum 53 Tabel XVI Data teoritis dan empiris subjek

monogami dan poligami 55

Tabel XVII Hasil analisis uji-t subjek monogami dan poligami 55 Tabel XVIII Data teoritis dan empiris indikator 1 56

Tabel XIX Hasil analisis uji-t indikator 1 57

Tabel XX Data teoritis dan empiris indikator 2 57

Tabel XXI Hasil analisis uji-t indikator 2 58

Tabel XXII Data teoritis dan empiris indikator 3 59 Tabel XXIII Hasil analisis uji-t indikator 3 60 Tabel XXIV Data teoritis dan empiris indikator 4 60

Tabel XXV Hasil analisis uji-t indikator 4 61

Tabel XXVI Data teoritis dan empiris indikator 5 61 Tabel XXVII Hasil analisis uji-t indikator 5 62 Tabel XXVIII Data teoritis dan empiris indikator 6 63 Tabel XXIX Hasil analisis uji-t indikator 6 64 Tabel XXX Data teoritis dan empiris aspek kognitif 64 Tabel XXXI Hasil analisis uji-t aspek kognitif 65 Tabel XXXII Data teoritis dan empiris aspek efektif 66 Tabel XXXIII Hasil analisis uji-t aspek efektif 67 Tabel XXXIV Data teoritis dan empiris aspek konatif 67 Tabel XXXV Hasil analisis uji-t aspek konatif 68 Tabel XXXVI Rangkuman analisis umum dan khusus

(14)

DAFTAR LAMPIRAN A. LAMPIRAN UJI COBA

1. Surat ijin penelitian. 2. Skala sikap uji coba.

3. Deskripsi subjek uji coba. ……… 1

4. Data subjek uji coba. ……… 3

5. Analisis Reliabilitas skala uji coba. ……… 17

6. Data seleksi aitem terbaik penelitian. ……… 22

B. LAMPIRAN PENELITIAN 1. Skala sikap penelitian. 2. Deskripsi subjek penelitian. ……… 27

3. Frekuensi subjek penelitian. ……… 29

4. Data subjek penelitian. ……… 32

5. Skor total subjek secara umum. ……… 42

6. Hasil analisis data secara umum. ……… 44

7. Analisis uji normalitas dan homogenitas. ……… 45

8. Uji beda subjek monogami dan 9. poligami terhadap poligami. ……… 46

10.Skor total subjek pada aspek kognitif. ……… 47

11.Uji beda subjek pada aspek kognitif. ……… 49

12.Skor total subjek pada aspek afektif. ……… 50

13.Uji beda subjek pada aspek afektif. ……… 52

14.Skor total subjek pada aspek konatif. ……… 53

15.Skor total subjek pada aspek konatif. ……… 55

16.Skor total subjek pada indikator 1. ……… 56

17.Uji beda subjek berdasarkan indikator 1. ……… 58

18.Skor total subjek pada indikator 2. ……… 59

19.Uji beda subjek berdasarkan indikator 2. ……… 61

20.Skor total subjek pada indikator 3. ……… 62

21.Uji beda subjek berdasarkan indikator 3. ……… 64

22.Skor total subjek pada indikator 4. ……… 65

23.Uji beda subjek berdasarkan indikator 4. ……… 67

24.Skor total subjek pada indikator 5. ……… 68

25.Uji beda subjek berdasarkan indikator 5. ……… 70

26.Skor total subjek pada indikator 6. ……… 71

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.

Ajaran Islam masuk ke Indonesia pada abad 7-8 Masehi yaitu melalui saudagar-saudagar Arab (Hasymy, 1989). Saat ini di Indonesia, menurut Sensus Penduduk tahun 2004 dengan jumlah penduduk sebanyak 221.777.700 juta jiwa, hampir 90% penduduknya menganut agama Islam (www.id.eueom.org/info_id.html tanggal 30 Juli 2005). Indonesia sendiri adalah suatu negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Mahaesa (UUD RI 1945 pasal 29 ayat 1). Hal ini juga tertuang dalam sila ke-1 Pancasila sebagai dasar negara yang berbunyi Ketuhanan Yang Mahaesa dengan salah satu wujud pengamalannya yaitu “Percaya dan taqwa kepada Tuhan yang Mahaesa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab” yang tercantum dalam Tap MPR no. II/MPR/1978. Ketetapan inilah yang kemudian menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan kegiatan beragama dalam kehidupan bangsa Indonesia. Keberadaan dasar hukum ini, kemudian membuat Indonesia menjadi suatu negara yang bukan merupakan suatu negara sekuler ataupun suatu negara agama, melainkan suatu negara yang mendasarkan kehidupan berbangsa dan bernegaranya dalam suatu kehidupan negara yang beragama.

(16)

memberlakukan hukumnya bagi umatnya di Indonesia melalui dua cara, yaitu secara normatif dan secara formal yuridis (Ali, 1990). Hukum Islam yang berlaku secara normatif adalah hukum Islam yang memiliki sanksi kemasyarakatan apabila norma-normanya dilanggar. Hal-hal yang berkaitan dengan hukum yang bersifat normatif ini dintaranya adalah pelaksanaan ibadah shalat, puasa, haji dan zakat serta segala hal lainnya yang sifatnya adalah mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Dipatuhi atau tidaknya hukum ini bergantung kepada kesadaran umat Islam itu sendiri. Hukum Islam yang berlaku secara formal yuridis adalah hukum Islam yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Bagian hukum Islam ini, selanjutnya menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, misalnya sesuai dengan bahasan tentang Poligami ini, yaitu hukum perkawinan (Ali, 1990).

(17)

Undang-undang tersebutlah yang kemudian mengatur tentang masalah perkawinan di Indonesia, termasuk diantaranya yaitu masalah poligami. Agama Islam sendiri, dasar hukumnya menyatakan bahwa seorang pria muslim dapat menikahi hingga 4 orang isteri dalam waktu bersamaan dengan penekanan pada syarat asalkan mampu untuk berlaku adil terhadap isteri-isterinya itu, disebutkan dalam Al-Quran surat An-Nisaa ayat 3 dan 129.

Oleh karena itu, atas dasar adanya surat tersebut dalam Al-Quran sebagai sumber hukum Islam yang paling utama, maka diciptakannya UU RI no. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang di dalamnya membolehkan seorang suami untuk memiliki isteri lebih dari satu, dan maksimal empat orang isteri, dengan syarat-syarat tertentu (poligami). Hal ini sesuai dengan asas perkawinan di Indonesia yang menganut asas perkawinan monogami terbuka. Menurut pasal 3 (2) UU no. 1 tahun 1974 menyatakan bahwa ‘Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan’ (Hadikusuma, 1990).

(18)

banyak dikenal terutama di negara-negara yang memakai hukum Islam, maka tanggapan tentang poligini adalah poligami (Ghazalba dalam Yanggo dalam http://www.muslimat-nu.or.id/poligami.htm tanggal 30 Juli, 2005).

Pada pelaksanaannya, walaupun poligami dinyatakan sebagai sesuatu yang sah dalam hukum Perkawinan di Indonesia dengan mengacu pada ayat-ayat dalam Al-Quran yang dianggap memberikan dasar hukum akan legalitas pelaksanaan poligami bagi umat Islam, tidak begitu saja semua perempuan muslim di Indonesia mau untuk berpoligami. Perempuan manapun pasti tidak akan mau untuk berpoligami, jika berpoligami sama dengan keharusan untuk membagi kasih sayang dan nafkah suaminya dengan perempuan lain, yang selama ini hanya miliknya dan keluarganya sendiri.

(19)

Hal ini menjelaskan bahwa berpoligami berarti harus membagi kasih sayang dan nafkah suami secara lahir dan batin. Keadaan ini menunjukkan bahwa walaupun ada perempuan yang bersedia untuk berpoligami, namun ada juga yang tidak bersedia.

Bertolak dari adanya reaksi-reaksi itulah peneliti tertarik untuk melihat lebih jauh tentang sikap perempuan terhadap poligami, baik sikap perempuan yang hidup bermonogami maupun perempuan yang berpoligami. Sikap itu sendiri adalah merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan (Thurstone, Likert, dan Osgood dalam Azwar, 2005). Sikap seseorang terhadap suatu objek dapat juga dikatakan sebagai suatu perasaan mendukung atau memihak, disebut juga sebagai favorable, maupun sebagai perasaan tidak mendukung atau perasaan tidak memihak, disebut juga sebagai unfavorable

(Berkowitz dalam Azwar, 2005).

(20)

kenyataannya, sudah terdapat berbagai kasus yang berhubungan dengan dampak berpoligami, yaitu pengaduan isteri yang datang meminta bantuan ke LBH APIK Jakarta karena mengalami kekerasan dalam rumah tangga (Reyneta, 2003).

Hal-hal inilah yang mendasari keinginan peneliti untuk mengungkap sikap perempuan muslim baik yang hidup dalam perkawinan monogami, maupun perempuan muslim yang hidup dalam perkawinan poligami terhadap poligami.

Atas dasar berbagai perbedaan yang dimiliki perempuan dan juga atas kesamaannya sebagai umat Islam, yaitu sebagai seorang perempuan muslim, maka peneliti hendak mengungkap tentang sikap sebenarnya perempuan muslim terhadap poligami yang merupakan sesuatu hal yang legal di Indonesia yang dasar hukumnya diambil dari sumber hukum Islam yang paling utama, yaitu Al-Quran.

B. PERMASALAHAN.

(21)

C. TUJUAN.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai sikap perempuan Muslim yang hidup dalam perkawinan monogami dan poligami terhadap poligami.

D. MANFAAT.

Dengan adanya penelitian ini, maka terdapat beberapa manfaat yang dapat dicapai, yaitu:

1. Manfaat Teoritis.

a. Memberikan referensi dan tambahan bahasan tentang hukum Islam yang mengatur tentang perkawinan, khususnya poligami.

b. Memberikan sumbangan bagi ilmu psikologi khususnya bidang ilmu psikologi sosial dan budaya.

2. Manfaat Praktis.

a. Memberikan gambaran tentang fenomena praktek dan legalitas poligami di Indonesia.

(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. SIKAP

1. Definisi Sikap.

Sikap adalah konsep yang sangat populer dalam ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial. Bahkan Thomas dan Znaniecki (Jahoda, 1966) mendefinisikan psikologi sosial sebagai sebuah studi ilmiah tentang sikap. Allport menyatakan bahwa sikap adalah suatu kesiapan mental dan syaraf, yang terorganisir oleh pengalaman, sehingga memberikan pengaruh yang bertujuan dan dinamis atas respon individu terhadap semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya (Jahoda, 1966).

Menurut Gerber, Baender, & Firkins (dalam Stephan & Stephan, 1985) sikap adalah sesuatu yang disukai atau tidak disukai, yaitu afinitas dan aversi terhadap situasi-situasi, objek-objek, orang-orang, kelompok-kelompok atau aspek lain yang dapat dikenali dalam lingkungan kita. Katz dan Stotland mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan individu atau predisposisi untuk mengevaluasi suatu objek atau simbol dari objek tersebut dengan suatu cara tertentu (Lindgren, 1969).

(23)

adalah asosiasi antara objek sikap (yaitu segala aspek dalam dunia sosial) dan evaluasi terhadap objek-objek tersebut. Edwards (dalam Mar’at, 1982) menyebut objek sikap ini sebagai objek psikologis. Zanden (1984) juga menyatakan sikap sebagai kecenderungan yang relatif menetap dan dipelajari untuk mengevaluasi seseorang, peristiwa atau situasi dengan cara-cara tertentu dan kecenderungan untuk bertindak atas evaluasi tersebut.

Menurut Thurstone (dalam Walgito, 2005) sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik itu positif atau negatif yang berhubungan dengan objek-objek psikologis. Objek psikologis adalah segala simbol, frasa, slogan, orang institusi, idealisme, atau ide yang dapat dibedakan menjadi afeksi negatif atau positif. Berkowitz (Azwar, 2005) juga menyatakan sikap sebagai evaluasi atau suatu reaksi perasaan yaitu perasaan mendukung atau memihak (favorable) dan perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) terhadap suatu objek.

(24)

komponen-komponen kognitif, afektif dan perilaku yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek.

Beberapa definisi di atas memberikan gambaran bahwa sikap merupakan suatu pandangan atau keyakinan terhadap suatu objek atau situasi tertentu yang secara relatif menetap. Pandangan atau keyakinan tersebut akan dimuati oleh perasaan individu pemilik sikap yang muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lalu, situasi saat ini, dan harapan-harapan untuk masa yang akan datang, baik itu secara langsung atau tidak langsung. Pandangan dan perasaan tersebut kemudian akan dievaluasi menjadi sesuatu hal yang cenderung negatif atau positif, sehingga akan mempengaruhi kecenderungan tindakan yang mungkin muncul dan dilakukan dengan suatu cara tertentu terhadap objek atau situasi tersebut.

(25)

Berdasarkan paparan definisi dan gambaran tentang sikap tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu pandangan atau keyakinan yang diwarnai oleh perasaan negatif atau positif terhadap suatu objek, situasi, peristiwa atau seseorang yang relatif menetap dan melibatkan penilaian dari aspek kognitif, afektif, dan konatif, dalam hal ini yaitu penilaian akan poligami. Penilaian positif merupakan suatu bentuk persetujuan dan penilaian negatif merupakan suatu bentuk ketidaksetujuan terhadap poligami.

2. Struktur Sikap.

Berdasarkan skema triadik di atas, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (Azwar, 2005). Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai masing-masing komponen yang dimaksud.

a. Komponen Kognitif.

(26)

dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu. Hal ini membuat interaksi kita dengan pengalaman di masa datang dan prediksi kita mengenai pengalaman tersebut akan lebih mempunyai arti dan keteraturan. Namun, terkadang kepercayaan itu terbentuk justru karena kurang atau tiadanya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi (Azwar, 2005). Singkatnya, komponen kognitif berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, dan menjawab pertanyaan tentang apa yang dipikirkan atau dipersepsikan tentang objek sikap tersebut (Walgito, 1990).

b. Komponen Afektif.

Komponen ini menyangkut masalah emosional seseorang yang bersifat subjektif terhadap suatu objek sikap. Secara umum dapat dikatakan sebagai perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu hal. Pada umumnya reaksi emosional ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang dipercayai sebagai benar dan berlaku bagi objek yang dimaksud (Azwar, 2005). Komponen afektif ini akan menjawab petanyaan tentang apa yang dirasakan, rasa senang berarti hal yang positif atau rasa tidak senang sebagai hal yang negatif terhadap objek sikap tersebut (Walgito, 1990).

c. Komponen Konatif.

(27)

bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu, terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, tetapi juga meliputi bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang (Azwar, 2005). Singkatnya, komponen ini akan menjawab pertanyaan tentang kesediaan atau kesiapan seseorang untuk bertindak terhadap objek tersebut (Walgito, 1990).

3. Pembentukan Sikap.

(28)

a. Pengalaman Pribadi.

Segala hal yang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan itu menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Supaya memiliki tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Tentang bagaimana penghayatan itu kemudian membentuk sikap positif atau negatif, akan tergantung dari interaksi seseorang dengan berbagai faktor pembentuk sikap yang lain. Supaya pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap, maka pengalaman tersebut haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Hal ini melibatkan individu yang bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu terbentuk, dan atribut atau ciri-ciri objektif yang dimiliki oleh stimulus.

b. Kebudayaan.

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Kebudayaan juga telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pula yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakatnya.

c. Orang Lain yang Dianggap Penting (significant others).

(29)

kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant others), mereka akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Pada umumnya individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

d. Media Massa.

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa yang memiliki tugas pokok sebagai penyampai informasi, membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informan tersebut, apabila cukup kuat, akan memberikan dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama.

(30)

orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Pada kasus seperti ini, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau agama seringkali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.

f. Emosi dalam Diri Individu.

Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang seperti itu dapat menjadi sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan tahan lama.

B. PERKAWINAN.

Poligami ialah mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang sama. Pengertian poligami tersebut menegaskan bahwa poligami adalah sebagai salah satu bentuk perkawinan, maka sebelum membahas tentang poligami secara lebih mendalam, berikut akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai perkawinan.

(31)

masyarakatnya (Hadikusuma, 1990). Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai Perkawinan dan Poligami beserta hukum-hukumnya yaitu perundang-undangan dan hukum agama Islam yang berlaku di Indonesia yang mengatur tentang Perkawinan dan Poligami tersebut.

1. Definisi Perkawinan.

(32)

diterima (kabul) oleh si calon suami yang di laksanakan di hadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat (Hadikusuma, 1990).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa nikah merujuk kepada pelaksanaan perkawinan dengan adanya suatu perjanjian perikatan antara Wali perempuan (calon isteri) dengan calon suami perempuan itu. Perkawinan itu sendiri adalah sesuatu hal yang dianjurkan bagi umat Islam. Hal ini tertuang dalam Surat An-Nuur ayat 32-33 serta dalam salah satu hadits Nabi Muhammad yang menyatakan:

“Aku berpuasa dan makan; aku bersembahyang, tidur serta beristeri, maka

mereka yang berbuat lain dari Sunahku, tidak termasuk kaumku”. (H.R. Bukhari dan

Muslim dalam Ali,1990).

Paparan di atas telah menjelaskan perkawinan dari sudut pandang agama Islam dan bahasa Arab. Berikut adalah pengertian ‘perkawinan’ berdasarkan UU RI no. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

(33)

perkawinan, maka otomatis akan timbul hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang tua (temasuk anggota keluarga/kerabat) menurut hukum adat setempat, yaitu dalam pelaksanaan upacara adat dan lainnya dalam peran serta membina dan memelihara kerukunan, keutuhan dan kelanggengan akan kehidupan anak-anak mereka yang terikat oleh perkawinan tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang perkawinan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkawinan adalah suatu pelaksanaan akan perikatan perjanjian secara sukarela dan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita yang di dalamnya terlibat saksi-saksi dan wali perkawinan dengan tujuan membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Asas-asas Perkawinan.

Menilik UU RI no.1 tahun 1974 tentang Perkawinan maka perkawinan di Indonesia menganut asas-asas sebagai berikut:

a. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. b. Perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum agamanya

dan kepercayaannya itu.

c. Perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundangan. d. Perkawinan berasas monogami terbuka.

(34)

f. Batas umur perkawinan adalah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita.

g. Perceraian dipersulit dan harus dilakukan di sidang pengadilan. h. Hak dan kedudukan suami dan isteri adalah seimbang.

3. Tujuan Perkawinan.

Terdapat beberapa tujuan perkawinan yang menjadi dasar atas pelaksanaan suatu perkawinan, diantaranya adalah tujuan menurut perundangan, tujuan menurut hukum adat, dan tujuan menurut hukum agama, yaitu hukum agama Islam.

a. Tujuan Perkawinan menurut Perundangan.

(35)

b. Tujuan perkawinan menurut hukum adat.

Bagi masyarakat yang menganut hukum adat yang bersifat kekerabatan, tujuan perkawinan adalah untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan atau keibuan atau keibu-bapakan, untuk kebahagiaan rumah tangga kelaurga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian, dan untuk mempertahankan kewarisan.

c. Tujuan perkawinan menurut agama Islam.

Agama Islam mencantumkan tujuan perkawinan dalam surat An-Nisaa ayat 3 dan Ar-Ruum ayat 21. Kedua surat tersebut menjelaskan bahwa tujuan suatu pekawinan adalah untuk mentaati perintah dan larangan Tuhan, serta untuk mendapatkan keturunan (Hadikusuma, 1990).

4. Sahnya perkawinan.

(36)

a. Sah menurut Perundangan.

Menurut perundangan, pasal 2 ayat 1 no. 1 tahun 1974 UU tentang Perkawinan, suatu perkawinan adalah sah:

apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu.

Jadi suatu perkawinan baru dianggap sah menurut hukum perkawinan nasional jika dilakukan menurut tata tertib aturan hukum yang berlaku dalam agama Islam, Kristen/Katolik, Hindu, atau Budha. Kata sah menurut ‘hukum masing-masing agamanya’ merujuk kepada pelaksanaan hukum dari salah satu agama itu, yaitu Islam, atau Kristen/Katolik, atau Hindu, atau Budha. Bukan berarti hukum agama yang dianut oleh masing-masing mempelai.

b. Sah menurut agama Islam.

Sesuai dengan UU no. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka sahnya suatu perkawinan di Indonesia akan sangat tergantung pada dilakukan atau tidaknya suatu perkawinan berdasarkan hukum agamanya masing-masing. Jadi, suatu perkawinan yang dilakukan di Pengadilan atau di kantor Catatan Sipil tanpa dilakukan terlebih dahulu menurut hukum agama tertentu berarti tidak sah. Hal ini termasuk kepada suatu perkawinan yang dilakukan oleh hukum adat atau oleh aliran kepercayaan yang bukan agama, dan tidak dilakukan menurut tata cara agama yang diakui pemerintah berarti tidak sah.

(37)

kediaman mempelai, di Masjid, atau pun di Kantor Urusan Agama, dengan ijab dan kabul dalam bentuk akad nikah. Ijab adalah ucapan menikahkan dari wali calon isteri dan Kabul adalah kata penerimaan dari calon suami. Ucapan Ijab dan Kabul dari kedua pihak harus didengar jelas di hadapan majelis dan oleh kedua belah pihak serta para saksi dan dalam waktu yang bersamaan saat itu juga.

c. Sah menurut Hukum Adat.

Sahnya suatu perkawinan menurut hukum adat bagi masyarakat hukum adat di Indonesia pada umumnya bagi penganut agama tergantung pada agama yang dianut masyarakat adat bersangkutan. Jadi, jika telah dilaksanakan menurut tata tertib hukum agamanya, maka perkawinan itu sudah sah menurut hukum adat.

C. POLIGAMI.

1. Definisi Poligami.

(38)

dikenal dengan istilah poligami (Mulia dalam Farida, 2002). Poligami juga lebih banyak dikenal terutama di Indonesia dan negara-negara yang memakai hukum Islam, maka tanggapan tentang poligini istilahnya berubah menjadi poligami (Ghazalba dalam Yanggo dalam http://www.muslimat-nu.or.id/poligami.htm tanggal 30 Juli 2005).

2. Kedudukan Poligami dalam Hukum di Indonesia.

Pelaksanaan perkawinan di Indonesia sebagaimana telah disebutkan diatas, baru akan dianggap sah jika sudah memenuhi syarat-syarat tertentu. Salah satunya adalah kesesuaian dengan ketentuan hukum agama dari calon suami isteri.

Bagi umat Islam, banyak para ulama yang berpendapat bahwa pelaksanaan poligami diatur dalam Al-Quran surat An-Nisaa ayat 3. Terjemahan dari ayat dalam surat tersebut menyebutkan bahwa:

“Dan jika kamu khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak

yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sukai: dua, tiga, atau empat. Tetapi

jika kamu (masih) khawatir tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang

saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak

berbuat aniaya.” (Terjemahan surat An-Nisaa ayat 3, Al Quran).

(39)

pangan, papan dan giliran mengunjungi bagi para isteri dan anak-anaknya secara adil, namun juga mencakup keadilan dalam hal-hal yang mencakup pengembangan pribadi isteri dan anak-anak (nafkah batiniah/bersifat kualitatif) seperti pendidikan budi pekerti dan agama anak-anak dan isteri-isterinya, keadilan dalam masalah seks bagi para isteri serta keadilan dalam pemberian kasih sayang terhadap isteri dan anak-anaknya. Jadi atas pertimbangan beratnya syarat yang harus dipenuhi seorang suami untuk dapat beristeri lebih dari satu, maka agama Islam hanya membolehkan poligami dengan batas jumlah isteri maksimal hingga empat orang dalam waktu yang bersamaan.

Atas dasar hukum dalam Agama Islam itulah kemudian negara mengatur undang-undang tentang perkawinan. Hal ini dilakukan karena perkawinan adalah sesuatu hal yang memiliki hubungan yang erat sekali dengan masalah kerohanian, bukan hanya memiliki unsur lahir/jasmani saja, namun juga memiliki unsur batin/rohani. Negara Indonesia, yang bangsanya memegang falsafah bahwa ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa berada diatas segala-galanya, menempatkan masalah perkawinan dalam suatu posisi yang memiliki kedudukan dan kekuatan hukum.

(40)

pemeluk agama Islam. Secara khusus, ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 3 ayat 1 dan 2, pasal 4 ayat 1 dan 2, serta pasal 5 ayat 1 dan 2, yaitu:

Pasal 3

(1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai

seorang isteri, seorang isteri hanya boleh mempunyai seorang suami.

(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari

seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Pasal 4

(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana

tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan

permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

(2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada

seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a.isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri

b.isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan

c.isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5

(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a.adanya persetujuan dari isteri/isteri;

b.adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup

isteri-isteri dan anak-anak mereka;

c.adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan

anak-anak mereka.

(2) Persetujuan yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi

(41)

isterinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab-sebab

lainnya yang perlu mendapat penilaian dari Hakim Pengadilan.

Berdasarkan pasal-pasal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan tentang poligami di Indonesia menyangkut dua hal, yaitu sebab-sebab yang membuat suami boleh berpoligami dan syarat-syarat yang harus dipenuhi suami jika ingin berpoligami.

Adapun beberapa sebab yang membuat suami boleh berpoligami adalah:

1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.

Menurut Naseef terdapat beberapa kewajiban isteri dalam rumah tangga Islam diantaranya yaitu:

a. Isteri harus secara tulus ikhlas patuh terhadap suami.

Isteri harus mematuhi suami selama hal itu adalah hal yang baik, beralasan dan tidak melanggar hukum. Seorang isteri juga harus menjaga harta benda suami yang dipercayakan kepada isterinya termasuk anak-anaknya. Selain itu, isteri juga tidak boleh mengijinkan siapapun masuk ke dalam rumah tanpa ijin dari suaminya atau jika diperkirakan tamu tersebut adalah orang yang tidak disukai suami, sekalipun orang tersebut adalah keluarga isteri.

b. Isteri harus memenuhi keinginan suami kapanpun suami ingin berhubungan sex.

(42)

karena larangan yang sah. Pada saat isteri berpuasa wajib, salah satunya, adalah saat seorang suami tidak boleh meminta isteri untuk berhubungan seks dengannya, atau pada saat isteri sedang dalam masa haid.

c. Seorang isteri harus selalu bersih, rapi, dan ceria dalam penampilan di hadapan suaminya.

Penampilan seorang isteri yang paling baik adalah jika bisa membuat suami senang saat melihatnya.

d. Seorang isteri harus memenuhi tugasnya untuk mengatur rumah. Kewajiban seorang isteri untuk mengatur rumahnya adalah suatu hal yang sifatnya kondisional. Seorang isteri harus membantu membersihkan rumah dan mengatur urusan rumah tangganya karena suami tidak berada di rumah dan harus bekerja mencari nafkah. Jadi dalam mengatur kehidupan berkeluarga sehari-harinya suami dan isteri berkolaborasi mengatur semuanya.

2. Isteri memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau menderita seumur hidup.

3. Isteri tidak dapat memberikan keturunan.

Sedangkan beberapa syarat yang kemudian harus dipenuhi oleh suami jika hendak berpoligami diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mendapat persetujuan isteri.

(43)

3. Adanya jaminan bahwa suami akan bersikap adil.

Sikap adil yang dimaksud adalah adil dalam hal yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Menurut Abduh (Nurohmah, 2003) keadilan yang bersifat kualitatif meliputi perasaan sayang, cinta dan kasih. Lain halnya menurut para ahli fiqih, yang hanya mempertimbangkan keadilan yang bersifat kuantitatif, yaitu yang meliputi pemberian nafkah secara merata diantara isteri-isteri dan pembagian hari giliran.

D. PEREMPUAN MUSLIM

1. Pengertian perempuan Muslim.

Perempuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1973) berarti wanita. Wanita itu sendiri adalah manusia dengan jenis kelamin yang berlawanan dengan laki-laki.

Muslim menurut Nasr (Ali, 1990) adalah sebutan bagi orang yang secara bebas telah memilih untuk menyesuaikan kehendaknya dengan Allah. Artinya seorang muslim adalah orang yang menggunakan akal dan kebebasannya untuk menerima dan mematuhi petunjuk Allah. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1973) mencantumkan bahwa Muslim adalah sebutan bagi penganut agama Islam. Jadi perempuan muslim adalah manusia dengan jenis kelamin yang berlawanan dengan laki-laki, yaitu perempuan, yang menganut agama Islam.

(44)

2. Kedudukan perempuan muslim dalam Islam.

Pada sekitar tahun 600 M Islam mulai berkembang di daerah Timur Tengah, di jazirah Arab, di tengah masyarakat Arab yang sarat dengan budaya patriarki. Pada saat itu masyarakat Arab memandang seorang perempuan sebagai manusia sebagai masyarakat kelas dua, tidak berharaga, dan tidak memiliki hak apapun atas dirinya. Salah satu bukti adalah adanya praktek pembunuhan terhadap bayi-bayi perempuan yang baru lahir karena dianggap sebagai aib bagi keluarga, khususnya bagi si ayah jika membiarkan bayi tersebut hidup dan terpaksa memeliharanya (Anshor, 2001).

(45)

Perubahan yang kedua adalah adanya hak bagi kaum perempuan untuk mendapatkan warisan, karena sebelumnya bahkan perempuan juga termasuk sebagai hak milik orang lain yang bisa diwariskan. Pada saat itu perempuan benar-benar tidak memiliki hak apapun. Hal ini tercantum dalam Al Quran surat An Nisaa ayat 10. Selain warisan, perempuan muslim juga berhak atas harta kekayaan yang lain yaitu hasil hibah, hadiah, mahar atau hasil usaha perempuan itu sendiri.

Perubahan yang ketiga adalah dalam hal perkawinan yaitu adanya batasan untuk beristeri bagi laki-laki hingga maksimal empat orang isteri saja bagi para pemeluk agama Islam. Hal ini tercantum dalam Al Quran surat An Nisaa ayat 34. Sebelum adanya Islam, di Arab, tidak ada batasan bagi para laki-laki untuk menikah dan memiliki isteri dengan jumlah yang tidak terbatas.

(46)

Perubahan yang kelima adalah masalah perceraian. Islam membatasi suami menceraikan isterinya yang sama sebanyak maksimal tiga kali. Selain itu, Islam juga memberikan hak kepada isteri untuk dapat menceraikan suami.

Perubahan yang keenam adalah hak bagi kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini tercantum dalam surat Al Imran ayat 195 yang menyebutkan bahwa:

Maka Tuhan mereka mengabulkan pemohonan mereka dengan berfirman,

”Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di

antara kamu, baik lelaki maupun perempuan.” (Terjemahan Al Quran surat Al

Imran ayat 195).

Salah satu hadits Nabi juga menegaskan bahwa:

“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim (dan muslimah)”

(Sanusi, Badri, & Syafruddin, 1996).

Berbagai perubahan diatas telah memberikan gambaran singkat dimana Islam pada zaman penyebarannya telah mengangkat kedudukan perempuan menuju suatu tingkat yang lebih baik di dalam masyarakat yang memeluk Islam.

E. SIKAP TERHADAP POLIGAMI.

(47)

ahli psikologi sosial sebagai sikap (Zanden, 1984). Terlebih dengan adanya perbedaan individual, pembahasan mengenai sikap ini digunakan untuk menjelaskan mengapa individu dapat menghasilkan sikap yang berbeda dalam suatu situasi dan peristiwa yang sama, atau terhadap orang dan objek yang sama. Sikap sebagai suatu pendapat atau keyakinan yang relatif menetap, akan berbeda antara satu individu dengan yang lain, antara lain karena pendapat/keyakinan tersebut akan dimuati oleh perasaan pemilik sikap yang muncul berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lalu, situasi saat ini, dan harapan-harapan untuk masa yang akan datang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendapat/keyakinan atau perasaan itu kemudian akan dievaluasi menjadi sesuatu hal yang cenderung positif atau negatif (Thurstone dalam Walgito, 1990).

Begitu pula ketika sikap dihadapkan pada objek tertentu, bila dikaitkan dengan objek penelitian ini yaitu poligami, maka sikap antara satu wanita muslim dengan wanita muslim yang lain akan berlainan. Ada sebagian wanita muslim yang bersikap positif, namun pasti ada juga yang bersikap negatif.

(48)

ijn untuk berpoligami dengan syarat bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri atau tidak dapat melahirkan keturunan, jika isteri menderita cacat badan atau jika isteri menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Persyaratan-persyaratan ini selanjutnya diterangkan dalam pasal 4 ayat 1 dan 2 UU Tentang Perkawinan Tahun 1974.

Selain sebab-sebab di atas terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi oleh suami jika ingin berpoligami sebagai syarat untuk dapat berpoligami yaitu adanya persetujuan dari isteri (isteri terdahulu), adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anaknya dan adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya. Keharusan suami untuk berlaku adil dlaam segala hal terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya jika hidup berpoligami juga dicantumkan dalam Al Quran surat An Nisaa ayat 3.

Berdasarkan paparan di atas, untuk mengetahui sikap perempuan Muslim terhadap poligami, maka aspek-aspek dalam poligami meliputi penyebab dan syarat dalam berpoligami. Adapun penyebab seorang suami dibolehkan untuk berpoligami adalah karena beberapa hal sebagai berikut: 1. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.

2. Isteri memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau menderita seumur hidup.

3. Isteri tidak dapat memberikan keturunan.

(49)

1. Mendapat persetujuan isteri.

2. Adanya kepastian mampu menjamin keperluan hidup semua isteri dan anak-anaknya.

3. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil.

Jadi yang dimaksud dengan sikap perempuan Muslim terhadap Poligami adalah seperti apa pemikiran, perasaan dan perilaku perempuan Muslim terhadap sebab-sebab yang membuat suami dapat berpoligami dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suami jika ingin berpoligami.

Atas beberapa alasan itulah, maka banyak wanita muslim yang tidak bersedia untuk berpoligami. Namun, pada kenyataannya tetap saja ada wanita muslim yang hidup dalam keluarga berpoligami.

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif-deskriptif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data-data yang berwujud angka-angka yang merupakan hasil perhitungan dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh prosentase. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara faktual suatu keadaan atau fakta-fakta yang ada secara sistematis, yaitu tentang poligami.

Menurut Travers (Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala & Uriarte, 1993) metode ini bertujuan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berlangsung pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tersebut.

B. Definisi Operasional.

1. Sikap Perempuan Muslim terhadap Poligami.

(51)

berperilaku terhadap sebab dan syarat yang membuat perempuan Muslim dapat dipoligami.

Sikap positif perempuan Muslim terhadap poligami ditunjukkan oleh kesediannya yang relatif menetap untuk meyakini, menerima, dan kecenderungan untuk mau berpoligami. Sikap negatif perempuan Muslim terhadap poligami ditunjukkan oleh suatu bentuk penolakan, ketidaksukaan, dan kecenderungan untuk tidak mau berpoligami.

Aspek yang digunakan untuk melihat objek sikap adalah: a. Komponen Kognitif.

Komponen ini berisi pengetahuan, kepercayaan atau keyakinan terhadap penyebab dan syarat poligami.

b. Komponen Afektif.

Komponen ini merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif sesorang terhadap penyebab dan syarat poligami.

c. Komponen Konatif.

Komponen ini menunjukkan bagaimana orang akan cenderung berperilaku terhadap penyebab dan syarat poligami.

Adapun indikator yang digunakan untuk mengungkap poligami meliputi sebab yang membuat poligami boleh dilakukan adalah sebagai berikut:

(52)

b. Isteri memiliki penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau menderita cacat tubuh seumur hidup.

c. Isteri tidak dapat memberikan keturunan.

Terdapat juga beberapa syarat yang harus dipenuhi suami jika ingin melaksanakan maksudnya untuk berpoligami, yaitu:

a. Mendapat persetujuan isteri.

b. Adanya kepastian suami mampu menjain keperluan hidup para isteri dan anak-anaknya.

c. Adanya jaminan bahwa suami akan bersikap adil dalam segala hal.

C. Subjek Penelitian.

Subjek dalam penelitian ini adalah 64 perempuan muslim yang berada di D.I. Yogyakarta. Teknik sampling yang digunakan dalam menentukan sampel dari keseluruhan populasi perempuan muslim dalam penelitian ini adalah pusposive random sampling, yaitu sampel yang dipilih sehingga relevan dengan desain penelitian, dengan kata lain sampel dipilih berdasarkan syarat-syarat tertentu agar sesuai dengan tujuan penelitian (Sangarimbun & Masri, 1985).

Subjek dibagi menjadi dua yaitu subjek yang bermonogami dan subjek yang berpoligami. Berikut adalah kriteria subjek penelitian:

(53)

Perempuan muslim yang sudah menikah dan mempunyai anak dan hidup dalam perkawinan yang monogami, yaitu hanya terdiri dari seorang isteri dan seorang suami.

2. Subjek yang berpoligami memiliki kriteria sebagai berikut:

Perempuan muslim yang sudah menikah dan mempunyai anak dan hidup dalam perkawinan yang poligami, yaitu terdiri dari seorang suami dan isteri lebih dari satu tetapi tidak lebih dari 4 isteri dan mencantumkan status sebagai isteri kesatu, kedua, ketiga, atau keempat.

3. Muslim.

Subjek yang berpoligami maupun yang bermonogami harus beragama Islam. Ketentuan sah sebagai muslim adalah dengan tercantumnya keterangan beragama Islam di Kartu Tanda Penduduk. Perempuan tersebut juga harus memiliki orang tua yang keduanya beragama Islam dan sejak kecil hidup dan diasuh berdasarkan ajaran Islam sehingga diasumsikan cukup memiliki pengetahuan mengenai peraturan-peraturan dalam hukum Islam dan hukum dalam perkawinan.

4. Pendidikan terakhir SMU/sederajat atau Perguruan Tinggi.

(54)

bidang yang datang dari lingkungan luar melalui pendidikannya. Berbagai kemudahan ini kemungkinan memberikan pengaruh terhadap konsep dan pemikiran perempuan Muslim terhadap poligami.

D. Metode Pengumpulan Data. 1. Alat Pengumpulan Data.

Alat dalam penelitian ini adalah Skala Sikap yang disusun sendiri oleh peneliti menggunakan tiga aspek sikap, yaitu kognitif, afektif, dan konatif sebagai komponen sikap, serta perempuan muslim yang bermonogami dan berpoligami sebagai objek sikap. Skala sikap tersebut akan berisi pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan komponen dan objek sikap tersebut.

Metode penyusunan skala yang digunakan adalah metode

(55)

1. Kategori belum memutuskan memiliki arti ganda, yaitu bisa diartikan belum dapat memutuskan atau memberi jawaban, namun bisa juga diartikan netral atau bahkan ragu-ragu.

2. Tersedianya jawaban di tengah dapat menimbulkan kecenderungan menjawab ke tengah (center tendency effect).

3. Maksud dari kategori jawaban SS-S-TS-STS adalah untuk melihat kecenderungan pendapat subjek, menuju ke arah setuju atau tidak setuju. Jika ada kategori jawaban tengah maka akan dapat menghilangkan banyak data penelitian sehingga mengurangi banyak informasi yang dapat diperoleh dari subyek.

2. Penilaian.

Sikap dalam penelitian ini menggunakan skala Likert dengan 4 pilihan respon jawaban. Pada setiap aitem yang ada di dalam skala, akan disajikan alternatif respon jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, ataupun sangat tidak setuju. Masing-masing alternatif kategori jawaban akan diberikan skor sebagai berikut:

Aitem favorable : SS=4 , S=3 , TS=2 , STS=1 . Aitem unfavorable : SS=1 , S=2 , TS=3 , STS=4 .

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka aitem yang disebut

(56)

3. Validitas.

Suatu instrumen tes dikatakan akurat salah satunya ketika instrumen tersebut mampu mengungkap apa yang diungkap. Validitas yang digunakan dalam skala ini adalah validitas isi. Validitas isi ditentukan oleh seorang yang yang dianggap ahli (professional judgement). Orang yang dianggap ahli oleh peneliti dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing skripsi, yang diminta bantuannya untuk melihat kesesuaian aitem soal dengan blue print yang telah disusun sebelumnya dan juga keterwakilan dari tiap aspek sikapnya.

4. Reliabilitas.

Reliabilitas berarti konsistensi dan keterandalan (Myers & Hansen, 2002). Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut sebagai reliabel.

(57)

Reliabilitas skala pada penelitian ini diukur dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach, program SPSS versi 10 for Windows.

5. Prosedur pengumpulan data.

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Uji coba (try out).

Uji coba penelitian dilakukan terhadap 50 orang subjek dengan karakteristik yang sama dengan subjek penelitian yang sebenarnya, yaitu subjek yang bermonogami. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan uji coba ini adalah:

a. Membuat blue print mengenai jumlah aitem dan komponen dan indikator sikap.

b. Melaksanakan uji coba terhadap 50 orang subjek penelitian yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian yang sebenarnya.

c. Menganalisa data dari hasil uji coba sehingga mendapatkan aitem yang sahih untuk digunakan pada subjek penelitian yang sebenarnya.

2. Penelitian.

(58)

pada saat uji coba penelitian. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan selama pelaksanaan penelitian:

a. Penyusunan skala penelitian menggunakan aitem yang telah diuji kesahihannya pada uji coba aitem.

b. Memberikan skala pada subjek penelitian. c. Menganalisis data.

d. Membuat kesimpulan berdasarkan analisis tersebut.

e. Menyajikan hasil penelitian dan kesimpulan serta saran dalam bentuk kajian deskriptif.

E. Blueprint.

Tabel I

Blueprint Skala Sikap

Kognitif Afektif Konatif Sikap

Poligami F UF F UF F UF

Isteri tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai isteri

3 3 3 3 3 3

Isteri cacat atau berpenyakit yang tidak dapat

disembuhkan

3 3 3 3 3 3

Sebab

Isteri mandul 3 3 3 3 3 3

Persetujuan isteri 3 3 3 3 3 3

Kepastian mampu menjamin keperluan hidup

3 3 3 3 3 3

Syarat

Jaminan berlaku adil 3 3 3 3 3 3

(59)

Tabel II

Blueprint Distribusi Aitem Skala Sikap

Kognitif Afektif Konatif Sikap

Poligami F UF F UF F UF

Isteri tidak dapat

menjalankan kewajibannya Isteri cacat atau berpenyakit

yang tidak dapat disembuhkan Persetujuan isteri 4,

8, Kepastian mampu menjamin

keperluan hidup

Jaminan berlaku adil 15, 54,

F. Metode Analisis Data.

Analisis data akan dilakukan secara deskriprif dan meliputi penyajian data melalui tabel, perhitungan modus, mean, dan standar deviasi. Perolehan data dalam penelitian ini akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan sistem SPSS versi 10 for Windows.

(60)

subjek adalah negatif. Setelah dilakukan uji perbedaan mean untuk mengetahui sikap subjek, maka selanjutnya dilakukan uji signifikansi untuk mengetahui apakah sikap subjek tersebut signifikan/tidak.

(61)

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian.

1. Uji coba (try out) alat ukur.

Tahap uji coba perlu dilakukan sebelum melakukan penelitian supaya dapat diperoleh alat ukur dengan kualitas yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Alat ukur uji coba disebar mulai dari bulan April hingga Mei 2006. Dari 58 skala yang disebarkan, 3 skala tidak dapat digunakan karena ada beberapa kriteria subjek yang tidak sesuai dengan kebutuhan penelitian dan 5 skala yang tidak kembali.

a. Uji validitas alat ukur (skala).

Validitas yang digunakan dalam skala ini adalah validitas isi. Validitas isi ditentukan oleh seorang yang yang dianggap ahli (professional judgement). Orang yang dianggap ahli oleh peneliti dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing skripsi, yang diminta bantuannya untuk melihat kesesuaian antara aitem soal dengan blue

print yang telah disusun sebelumnya dan juga keterwakilan dari tiap aspek sikapnya.

b. Uji reliabilitas alat ukur (skala).

Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach program

(62)

memperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0, 9806. Rekaman hasil kesahihan butir dan relibilitas skala dapat dilihat pada lampiran.

2. Analisis aitem.

(63)

Tabel III

Distribusi Aitem Try Out

Kognitif Afektif Konatif Sikap

Poligami F UF F UF F UF

Isteri tidak dapat

menjalankan kewajibannya Isteri cacat atau berpenyakit

yang tidak dapat disembuhkan Persetujuan isteri 4,

8*, Kepastian mampu menjamin

keperluan hidup

10,

Jaminan berlaku adil 15, 54,

Ket: aitem yang diberi tanda (*) adalah aitem yang gugur.

Tabel IV

Blueprint Setelah Try Out

Kognitif Afektif Konatif Sikap

Poligami F UF F UF F UF

Isteri tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai isteri

3 3 2 2 3 3

Isteri cacat atau berpenyakit yang tidak dapat

disembuhkan

3 3 2 2 3 3

Sebab

Isteri mandul 3 2 3 3 3 3

Persetujuan isteri 1 3 2 2 3 3

Kepastian mampu menjamin keperluan hidup

3 3 3 2 3 3

Syarat Jaminan berlaku adil 3 3 3 3 3 3

(64)

Tabel V Blueprint Penelitian

(Komponen Blueprint telah disesuaikan agar setiap komponen terwakilkan secara proporsional)

Kognitif Afektif Konatif Sikap

Poligami F UF F UF F UF

Isteri tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai isteri

2 2 2 2 1 3

Isteri cacat atau berpenyakit yang tidak dapat

disembuhkan

2 2 2 2 2 2

Sebab

Isteri mandul 2 2 2 2 2 2

Persetujuan isteri 1 3 2 2 1 3

Kepastian mampu menjamin keperluan hidup

1 3 3 1 2 2

Syarat Jaminan berlaku adil 2 2 2 2 2 2

Total 10 14 13 11 10 14

Ket: Rekaman hasil seleksi aitem alat ukur penelitian berdasarkan koefisien korelasi tertinggi pada setiap komponennya dapat dilihat pada lampiran.

Tabel VI

Distribusi Aitem Penelitian

Kognitif Afektif Konatif Sikap

Poligami F UF F UF F UF

Isteri tidak dapat

menjalankan kewajibannya Isteri cacat atau berpenyakit

yang tidak dapat disembuhkan Kepastian mampu menjamin

keperluan hidup

43 21,

(65)

B. Pelaksanaan Penelitian.

Setelah pelaksanaan try out pada alat ukur penelitian, maka didapatkan aitem yang terbaik, yang selanjutnya akan digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian. Penelitian dimulai dengan menyebarkan skala pada 50 subjek penelitian yang berstatus perkawinan monogami. Penyebaran skala berlangsung selama bulan Mei hingga bulan Juli 2006. Sedangkan penyebaran skala untuk subyek yang berstatus perkawinan poligami berlangsung dari bulan Mei hingga Agustus 2006 kepada 14 orang subyek. Keseluruhan waktu yang digunakan untuk penyebaran skala menghabiskan waktu yang cukup lama karena proses pengembalian skala yang tidak langsung dikembalikan pada hari itu juga. Namun berselang 3-7 hari untuk masing-masing subjek. Selain itu peneliti juga mengalami kesulitan dalam mencari subjek yang berstatus poligami sehingga menambah lama waktu yang diperlukan untuk mengambil seluruh data yang diperlukan.

(66)

C. Hasil Penelitian.

1. Karakteristik Subjek Penelitian. Tabel VII

Frekuensi Keterangan

Monogami Poligami

24-30 6 2 31-40 18 5 40-50 19 5 Usia

51-58 7 2

Jumlah Anak 0 - 2

1 16 6

2 18 3

3 9 3

4 3 -

5 2 -

6 2 -

Pendidikan Diploma 7 -

Sarjana 15 3

SMA 28 11

Status Kawin 50 14

2. Analisis Data Penelitian.

Analisis terhadap skala penelitian dilakukan untuk mengetahui sikap perempuan Muslim yang berstatus poligami dan monogami terhadap poligami. Analisis yang digunakan untuk penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis ini akan memberi gambaran kelompok subjek penelitian berdasarkan perhitungan nilai mean dan uji beda (t-test).

a. Analisis Umum.

(67)

Tabel VIII

Data teoritik dan empiris secara umum

Mean (µ) SD (α) N

Teo Emp Emp Sikap Perempuan

Muslim Terhadap

Poligami

64 180 163.844 33.661

Berdasarkan perhitungan secara umum terhadap hasil skor total subjek penelitian, diketahui bahwa mean empiris subjek seluruh subjek penelitian lebih kecil dari mean teoritis (163.844<180). Hasil pengujian dengan uji-t (one sample test) menunjukkan bahwa hasil t=-3.84 dengan db 63, p=0.00 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki sikap yang secara signifikan negatif terhadap poligami.

b. Uji perbedaan antara subjek perempuan muslim yang bermonogami dan yang berpoligami.

Berikut adalah analisis mengenai perbedaan untuk mengetahui perbedaan sikap antara perempuan muslim yang bermonogami dan berpoligami terhadap poligami.

1) Uji Asumsi.

a) Uji Normalitas.

(68)

berpoligami adalah normal. Pada sikap perempuan muslim yang bermonogami diperoleh p=0.342 (p>0.05), hal ini berarti distribusi skor perempuan muslim yang bermonogami juga normal.

b) Uji Homogenitas.

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians sampel yang dikomparasikan itu homogen atau tidak (Sugiyono dan Wibowo, 2002). Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows versi 10 yaitu melalui

Levene’s test for equality of variance, jika p>0.05 maka kedua kelompok subyek memiliki varians yang sama, namun jika p<0.05 maka kedua kelompok subjek memiliki varians yang tidak sama. Hasil perhitungan pada subjek penelitian ini menunjukkan p=0.081 (p>0.05) berarti kedua kelompok subyek memiliki varians yang sama atau homogen.

2) Uji Perbedaan.

(69)

Tabel IX

Data teoritis dan empiris perempuan monogami dan poligami

Mean (µ) SD (α) Status N

Teo Emp Emp

Poligami 14 180 202.14 16.32

Monogami 50 180 153.12 29.15

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa subjek yang berpoligami memiliki mean empiris yang lebih besar dari pada mean teoritis (202.14>180). Hal ini berarti bahwa subjek yang berstatus poligami dalam penelitian ini memiliki sikap yang positif terhadap poligami.

Hasil skor total subjek penelitian yang bermonogami memiliki mean empiris yang lebih kecil dari mean teoritis (153.12<180). Hal ini berarti bahwa subyek yang berstatus poligami dalam penelitian ini memiliki sikap yang negatif terhadap poligami.

Uji perbedaan untuk mengetahui beda antara kedua kelompok subjek dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 10 yaitu melalui independent sample test.

Tabel X

Hasil analisis uji-t perempuan poligami dan monogami

95% Confidence Interval of the

Difference

t df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

(70)

Diperoleh hasil uji t sebesar t=6.011 dengan signifikansi 0.000 (p<0.05), hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap perempuan muslim yang berpoligami dan bermonogami terhadap poligami.

3) Uji perbedaan antara subjek perempuan muslim yang bermonogami dan yang berpoligami dari setiap indikator poligami.

a) Indikator isteri tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai isteri.

Tabel XI

Data teoritis dan empiris indikator 1

Mean (µ) SD (α) Status N

Teo Emp Emp

Poligami 14 30 29.571 5.598

Monogami 50 30 25.52 4.705

Berdasarkan perhitungan terhadap hasil skor total subjek penelitian yang berstatus poligami, diketahui bahwa mean empiris subyek yang berpoligami lebih kecil dari mean teoritis (29.571<30). Hal ini berarti bahwa subjek yang berstatus poligami dalam penelitian ini memiliki sikap yang negatif terhadap poligami.

(71)

Besarnya perbedaan sikap kedua kelompok subjek tersebut dapat diketahui melalui independent sample test dalam program

SPSS for Windows versi 10.

Tabel XII

Hasil analisis uji-t indikator 1

95% Confidence Interval of the

Difference

t df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

Lower Upper

2.731 62 0.008 0.40514 1.0864 7.0164

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh t=2.731, taraf signifikansi p=0.008 (p<0.05), sehingga diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sikap perempuan muslim yang berpoligami dan perempuan muslim yang bemonogami terhadap salah satu sebab suami boleh berpoligami, yaitu jika isteri tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai isteri.

b) Indikator isteri memliki cacat tubuh atau penyakit yang tidak

dapat disembuhkan.

Tabel XIII

Data teoritis dan empiris indikator 2

Mean (µ) SD (α) Status N

Teo Emp Emp

Poligami 14 30 29.786 4.775

Monogami 50 30 25.72 4.819

(72)

empiris subjek yang berpoligami lebih kecil dari mean teoritis (29.786<30). Hal ini berarti bahwa subjek yang berstatus poligami dalam penelitian ini memiliki sikap yang negatif terhadap poligami.

Hasil skor total subjek penelitian yang bermonogami memiliki mean empiris lebih kecil dari mean teoritis (25.72<30). Hal ini berarti bahwa subjek yang berstatus poligami dalam penelitian ini memiliki sikap yang negatif terhadap poligami.

Besarnya perbedaan sikap kedua kelompok subyek tersebut dapat diketahui melalui independent sample test dalam program

SPSS for Windows versi 10.

Tabel XIV

Hasil analisis uji-t indikator 2

95% Confidence Interval of the

Difference

t df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

Lower Upper

2.795 62 0.007 4.0657 1.1584 6.9730

Gambar

Tabel I Blueprint Skala Sikap
Tabel II Blueprint Distribusi Aitem Skala Sikap
Distribusi Aitem Tabel III Try Out
Tabel VI Distribusi Aitem Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rencana tindakan untuk SP2 yaitu menggunakan obat secara teratur dan menjelaskan tentang guna obat, akibat bila putus obat, cara mendapatkan obat atau berobat, dan

Dalam transaksi penerimaan kas dari penjualan tunai, jurnal ini digunakan oleh fungsi akuntansi untuk mencatat harga pokok produksi yang dijual. 4) Kartu persediaan. Dalam

Konsep simulasi dimaksudkan untuk konsep pemodelan yang digunakan dalam perangkat lunak hidrolika dengan melakukan simulasi profil permukaan air stabil secara bertahap

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa, gaya yang diberikan pada struktur untuk bergetar tidak diketahui secara pasti, sehingga analisa properti modal dilakukan dengan hanya

Nilai risk yang positif terhadap nilai CETR menunjukan bahwa. penghindara pajak tidak

Paket bahan ajar yang terdiri dari beberapa Paket bahan ajar yang terdiri dari beberapa jenis media digunakan untuk menjelaskan jenis media digunakan untuk menjelaskan

Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena al-Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800

Semakin tinggi proporsi tapioka yang ditambahkan, kadar air kerupuk mentah dan matang, volume pengembangan, dan daya serap minyak meningkat namun kerupuk menjadi lebih