• Tidak ada hasil yang ditemukan

107010752 Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Unit Produksi Studi Kasus Di Cv Kharisma Jaya Cirebon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "107010752 Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Unit Produksi Studi Kasus Di Cv Kharisma Jaya Cirebon"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus di CV. Kharisma Jaya, Cirebon)

Oleh :

AHMAD ANSORI

F34103110

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGARUH PELATIHAN TERHADAP KINERJA

KARYAWAN PADA UNIT PRODUKSI

(Studi Kasus di CV. Kharisma Jaya, Cirebon)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

AHMAD ANSORI

F34103110

Dilahirkan pada tanggal 30 September 1985 Di Serang

Tanggal Lulus : Januari 2007

Menyetujui,

Bogor, Januari 2007

Dr. Ir. Aji Hermawan, MM.

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... vii

Daftar Lampiran ... viii

I. Pendahuluan ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Tujuan ... 2

C.Ruang Lingkup... 2

II. Tinjauan Pustaka... 4

A.Manajemen Sumber Daya Manusia ... 4

B.Pelatihan Karyawan ... 5

1. Tujuan dan Manfaat Pelatihan ... 6

2. Metode Pelatihan ... 8

3. Pelatih atau Pengajar ... 10

C.Kinerja Karyawan ... 12

1. Merencanakan Kinerja ... 12

2. Mengelola Kinerja ... 13

3. Meninjau Kinerja ... 14

D.Pemberdayaan ... 15

E.Kepuasan Kerja ... 19

F.Komitmen Organisasi ... 21

III. Metodologi Penelitian... 26

A.Kerangka Pemikiran... 26

B.Tahapan Penelitian... 28

C.Variabel Penelitian... 29

D.Perumusan Hipotesis... 30

E.Teknik Pengambilan Sampel ... 31

F.Teknik Pengumpulan Data... 32

(4)

IV. Gambaran Umum Perusahaan... 36

A.Sejarah Berdirinya Perusahaan ... 36

B.Lokasi Perusahaan ... 36

C.Struktur Organisasi ... 37

D.Karakteristik Karyawan ... 39

E.Hari dan Jam Kerja ... 41

F.Produksi Perusahaan ... 41

1. Jenis Produk dan Sumber Bahan Baku ... 41

2. Bahan Baku dan Bahan Penunjang ... 44

3. Proses Produksi ... 44

a. Mesin dan Peralatan Produksi... 44

b. Peralatan Produksi ... 45

G.Pemasaran ... 48

H.Pelatihan Internal Perusahaan ... 52

I. Kinerja Karyawan ... 54

V. Hasil dan Pembahasan... 56

A.Profil Responden... 56

B.Deskripsi Pengaruh Sistem Penggajian terhadap Kinerja Karyawan .. 58

1. Analisis Deskriptif ... 58

2. Uji Goodness of Fit Statistic ... 60

3. Hubungan antar Variabel ... 65

a.Hubungan antara Sistem Pelatihan terhadap Pemberdayaan ... 67

b.Hubungan antara Sistem Pelatihan terhadap Kepuasan Kerja ... 68

c.Hubungan antara Sistem Pelatihan terhadap Komitmen Organisasi ... 68

d.Hubungan antara Pemberdayaan terhadap Kepuasan Kerja ... 69

e.Hubungan antara Pemberdayaan terhadap Komitmen Organisasi ... 69

4. Analisis Variabel Individual ... 69

(5)

1. Metode Pelatihan ... 71

2. Materi Pelatihan ... 72

3. Pelatih ... 72

4. Fasilitas Pelatihan ... 73

5. Kebutuhan Akan Pelatihan ... 74

6. Manfaat Pelatihan ... 75

7. Persepsi Peserta terhadap Pelatihan ... 77

b.Pemberdayaan ... 78

1. Kemampuan ... 78

2. Keberpengaruhan ... 78

c.Kepuasan Kerja ... 79

d.Komitmen Organisasi ... 80

VI. Kesimpulan dan Saran... 81

A.Kesimpulan ... 81

B.Saran ... 82

Daftar Pustaka ... 83

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Variabel-Variabel Penelitian ... 29

Tabel 2. Pengambilan Sampel (Responden) Pada Masing-Masing Strata Di CV Kharisma Jaya ... 32

Tabel 3. Karakteristik Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan... 40

Tabel 4. Karakteristik Karyawan Berdasarkan Masa Kerja... 40

Tabel 5. Jenis Produk Furniture yang Dihasilkan ... 42

Tabel 6. Nama dan Asal Penamaan Furniture Kualitas Tinggi... 42

Tabel 7. Nama dan Asal Penamaan Furniture Kualitas Menengah ... 43

Tabel 8. Nama dan Asal Penamaan Furniture Kualitas Rendah ... 43

Tabel 9. Volume Penjualan Furniture Tahun 2001-2006 Sesuai dengan Tingkatan Kualitasnya. ... 52

Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Usia. ... 56

Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 57

Tabel 12. Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 57

Tabel 13. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga.... 58

Tabel 14. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Pelatihan ... 58

Tabel 15. Deskripsi Statistik ... 59

Tabel 15. Hasil Estimasi Variabel Sistem Pelatihan... 70

Tabel 16. Hasil Estimasi Variabel Pemberdayaan ... 78

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 26

Gambar 2. Diagram Alir Tahapan Penelitian... 28

Gambar 3. Langkah-Langkah dalam Structural Equation Modelling ... 35

Gambar 4. Struktur Organisasi CV. Kharisma Jaya ... 38

Gambar 5. Proses Pengerjaan Produk ... 48

Gambar 6. Saluran Distribusi CV. Kharisma Jaya ... 50

Gambar 7. Estimasi Model Awal... 61

Gambar 8. Estimasi Model Hasil Akhir... 63

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Lokasi I ... 88

Lampiran 2. Denah Lokasi II ... 89

Lampiran 3. Kuesioner... 90

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi dengan penerapannya di segala bidang telah membawa kemajuan yang sangat pesat dalam efesiensi kerja, juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya kemajuan yang sangat pesat tidak terlepas dari bagaimana teknik dalam pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki oleh setiap perusahaan.

Dalam suatu organisasi atau perusahaan, setiap manusia mempunyai peluang untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi untuk meningkatkan kesejahteraan, karena itulah perlu adanya sumber daya manusia yang berkualitas dan mempunyai loyalitas yang tinggi, dalam rangka meningkatkan produktivitas perusahaan. Hal ini dapat direalisasikan dengan adanya program pendidikan dan pelatihan karyawan. Proses pendidikan dan pelatihan merupakan upaya perusahaan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan tenaga kerja, sehingga perlu direncanakan dengan baik. Pelatihan pekerja saat ini menjadi sangat penting dikarenakan pelatihan dapat mengurangi jumlah waktu belajar yang diperlukan pekerja untuk mencapai suatu tingkat atau standar yang telah ditetapkan pada suatu pekerjaan tertentu.

Secara umum perusahaan melihat arti pentingnya pendidikan dan pelatihan karyawan yaitu untuk mengimbangi perkembangan perusahaan itu sendiri atau menjawab tantangan teknologi. Dalam dunia usaha dimana persaingan semakin tajam, perusahaan perlu mengelola program pelatihannya agar perusahaan dapat bertahan atau bahkan berkembang. Pelatihan yang baik akan menghasilkan karyawan yang bekerja secara lebih efektif dan produktif sehingga prestasi kerjanya pun meningkat.

(10)

Oleh karena itu, perusahaan berupaya terus memperbaiki kinerja pekerja melalui pelatihan sebagai upaya meningkatkan hasil produksinya. Pelatihan tersebut diharapkan dapat menggambarkan, menunjukan dan mempraktekan bagaimana cara dan proses kerja terbaik.

CV. Kharisma Jaya telah telah memberikan pelatihan-pelatihan kepada karyawan-karyawan. Namun sampai saat ini belum diketahui seberapa jauh pelatihan tersebut mempengaruhi kinerja karyawan. Permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah seberapa besar pengaruh pelatihan terhadap kinerja kerja karyawan pada CV. Kharisma Jaya Cirebon.

Kinerja karyawan dalam hal ini dapat didekati dengan menganalisis kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi. Dalam beberapa studi, pelatihan diketahui mempengaruhi pemberdayaan karyawan. Disamping itu, pemberdayaan karyawan diketahui sebagai variabel penting yang mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk mengkaji pengaruh sistem pelatihan terhadap pemberdayaan kerja, kepuasaan kerja dan komitmen organisasi.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Mengkaji pengaruh pelatihan terhadap pemberdayaan. 2. Mengkaji pengaruh pelatihan terhadap kepuasan kerja. 3. Mengkaji pengaruh pelatihan terhadap komitmen organisasi. 4. Mengkaji pengaruh pemberdayaan terhadap kepuasan kerja. 5. Mengkaji pengaruh pemberdayaan terhadap komitmen organisasi.

C. Ruang Lingkup Penelitian

(11)
(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Sumberdaya Manusia

Umar (2005) mendefinisikan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.

Fungsi-fungsi dari MSDM yang dijelaskan oleh Arep dan Tanjung (2002), terdiri dari:

1. Fungsi manajerial, yaitu fungsi manajemen yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek manajerial yang merupakan fungsi umum dari manajemen organisasi.

a. Fungsi perencanaan : melaksanakan tugas dalam hal merencanakan kebutuhan, pengadaan, pengembangan dan pemeliharaan sumberdaya manusia.

b. Fungsi pengorganisasian : menyusun suatu organisasi dengan membentuk struktur dan hubungan antara tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan. Struktur dan hubungan yang dibentuk, harus disesuaikan dengan situasi dengan kondisi organisasi yang bersangkutan. c. Fungsi pengarahan : memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan

kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efesien.

d. Fungsi pengendalian : melakukan pengukuran antara kegiatan yang telah dilakukan dengan standar yang ditetapkan dan fokusnya tenaga kerja. 2. Fungsi operasional, yaitu fungsi yang berkaitan langsung dengan aspek-aspek

yang operasional sumber daya manusia dalam organisasi atau perusahaan, meliputi rekutmen, seleksi, penempatan, pengangkatan, pelatihan dan pengembangan, kompensasi, pemeliharaan serta pemutusan hubungan kerja.

(13)

tujuan itu adalah tujuan untuk perusahaan dan tujuan untuk karyawan. Menurutnya jika kepentingan yang satu tercapai sedangkan yang lain tidak, maka pendekatan sumber daya manusia yang dilakukan gagal. Ada sejumlah prinsip yang harus dipenuhi dalam pendekatan sumber daya manusia, antara lain :

a. Karyawan merupakan unsur investasi efektif yang jika dikelola dan dikembangkan dengan baik akan berpengaruh pada imbalan jangka panjang bagi perusahaan dalam bentuk produktivitas yang semakin tinggi. b. Kebijakan, program dan pelaksanaan harus diciptakan dengan memuaskan

kedua pihak, yaitu untuk ekonomi perusahaan dan kebutuhan kepuasaan karyawan.

c. Lingkungan kerja harus diciptakan, dimana karyawan terdorong untuk mengembangkan dan memenfaatkan keahliannya semaksimal mungkin. d. Program dan pelaksanaan manajemen sumber daya manusia, harus

dilaksanakan dalam kebutuhan seimbang antara pemenuhan tujuan perusahaan dan karyawan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia memiliki peran yang sangat penting dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan bersama, baik itu tujuan perusahaan maupun tujuan karyawan sebagai individu. Tujuan bersama dapat tercapai jika dan hanya jika, pengelolaan dalam pendekatan sumber daya manusia dilakukan dengan baik dan dari sisi karyawan. Oleh karena itu, mengetahui dan mempelajari kinerja kerja karyawan dalam pendekatan sumber daya manusia menjadi penting.

B. Pelatihan Karyawan

Menurut Notoatmodjo (2003) pelatihan meliputi metode pelatihan, pengajar atau pelatih, fasilitas pelatihan, kebutuhan akan pelatihan, dukungan perusahaan, manfaat pelatihan, materi pelatihan dan peserta pelatihan

(14)

latihan tersebut membantu pegawai dalam memahami pengetahuan praktis dan penerapannya guna meningkatkan kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuan. Ranupandoyo (1998) mendefinisikan pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seseorang individu.

Dari definisi tersebut di atas jelas bahwa pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu relatif singkat. Sedangkan, pelatihan itu sendiri adalah upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia Notoatmodjo (1998). Menurut Arep dan Tanjung (2002) pelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan sumber daya manusia terutama dalam hal:

a. Pengetahuan (Knowledge), maksudnya adalah pengetahuan tentang ilmu yang harus dikuasai pada suatu posisi.

b. Kemampuan (Ability), maksudnya adalah kemampuan untuk menangani tugas-tugas yang diamanahkan.

c. Keahlian (Skill), maksudnya adalah beberapa keahlian yang diperlukan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.

d. Sikap (Attitude), maksudnya adalah emosi dan kepribadian yang harus dimiliki agar suatu pekerjaan berhasil dengan sukses.

1. Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Menurut Suprihanto (1996) pelatihan berperan besar dalam menentukan efektifitas dan efisiensi. Beberapa manfaat yang dihubungkan dengan program pelatihan adalah:

a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas.

b. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar-standar kinerja yang dapat diterima.

c. Menciptakan sikap, loyalitas dan kerjasama yang lebih menguntungkan. d. Mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerja.

(15)

Ranupandoyo dan Husnan dalam bukunya Manajemen Personalia, latihan adalah kegiatan atau aktivitas untuk memperbaiki kemampuan seseorang dalam kegiatannya dengan aktivitas ekonomi karena latihan tersebut membantu pegawai dalam memahami pengetahuan praktis dan penerapannya guna meningkatkan kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuan.

Menurut Sikula (2000) tujuan dari pelatihan secara umum adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan produktivitas

Pelatihan dapat meningkatkan kinerja pada posisi jabatannya yang sekarang. Kalau level of performance naik atau meningkat maka berakibat peningkatan produktivitas dan peningkatan keuntungan bagi perusahaan. b. Meningkatkan mutu kerja

Ini berarti peningkatan baik kuantitas maupun kualitas karyawan yang mempunyai pengetahuan, jelas akan lebih baik dan akan lebih sedikit berbuat kesalahan dalam operasionalnya.

c. Meningkatkan ketetapan dalam human resources planning

Trainning yang baik dapat mempersiapkan karyawan untuk keperluan di masa yang akan datang. Apabila ada lowongan-lowongan maka secara mudah akan diisi oleh tenaga-tenaga dari dalam perusahaan sendiri.

d. Memperbaiki moral kerja

Apabila perusahaan menyelenggarakan program pelatihan yang tepat, maka iklim dan suasana organisasi pada umumnya akan menjadi lebih baik. Dengan iklim kerja yang sehat maka moral kerja (semangat kerja) juga akan meningkat.

e. Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja

Suatu pelatihan yang tepat dapat membantu menghidari timbulnya kecelakaan-kecelakaan akibat kerja. Selain daripada itu lingkungan kerja akan menjadi lebih aman dan tenteram.

f. Menunjang pertumbuhan pribadi

(16)

karyawan mengikuti program pelatihan akan lebih memaksakan dalam bidang kepribadian, intelektual dan keterampilan.

2. Metode Pelatihan

Sesungguhnya langkah dalam program pelatihan adalah menetapkan terlebih dahulu apa yang harus dicapai dengan pelatihan tersebut. Tujuan pelatihan sesungguhnya merupakan landasan dari pokok-pokok lainnya, sebab berdasarkan tujuan itulah ditetapkan metode pelatihan yang mana akan dianut. Menurut Hasibuan (2001) metode pelatihan yang dapat diberikan pada karyawan antara lain :

a. On The Job Training

Para peserta pelatihan langsung bekerja ditempat untuk belajar dan meniru suatu pekerjaan dibawah bimbingan seorang pengawas. Metode-metode latihan dibedakan dalam 2 cara, yaitu:

1. Cara informal yaitu pelatih menyuruh peserta latihan untuk memperhatikan orang lain yang sedang melakukan pekerjaan, kemudian ia diperintahkan untuk mempraktekannya.

2. Cara formal yaitu supervisor menunjuk seseorang karyawan senior untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan cara-cara yang dilakukan karyawan senior.

b. Vestibule

Vestibule adalah metode latihan yang dilakukan dalam kelas satu bengkel yang biasa diselanggarakan dalam suatu perusahaan industri untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut.

c. Demontration and Example

(17)

d. Simulation

Simulasi merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya merupakan tiruan saja.

f. Apprenticeship

Metode ini adalah suatu cara untuk mengembangkan keahlian pertukangan sehingga karyawan yang bersangkutan dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaanya.

g. Classroom Methods

Metode pertemuan dalam kelas meliputi lecture (pengajaran), conference

(rapat), programmed instruction, metode studi kasus, role playing, metode diskusi, dan metode seminar.

Selain metode pelatihan perusahaan harus memperhatikan jenis pelatihan apa yang dibutuhkan oleh karyawan agar jenis pelatihan itu sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Ishak Arep dan Hendri Tanjung (2002), pelatihan itu ada dua jenis yaitu:

a. Pelatihan Intern

Pelatihan yang dilaksanakan secara resmi oleh organisasi atau perusahaan untuk para karyawannya sendiri. Pelatihan ini diadakan secara teratur, terjadwal dengan mengacu pada kurikulum-silabus yang sudah ada, sehingga materi pelatihan dapat meningkatkan kemampuan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan. Untuk karyawan operasional, materi pelatihannya mengenai bidang pekerjaan yang bersifat operasional saja yang menunjang pelaksanaan tugas di lapangan.

b. Pelatihan Ekstern

(18)

3. Pelatih atau Pengajar

Pekerjaan kepelatihan merupakan suatu pekerjaan profesional yang harus dan hanya dilakukan oleh orang yang telah dipersiapkan sebagai tenaga profesional, sehingga dia ahli sebagai pelatih dan memiliki dedikasi, loyalitas dan berdisiplin dalam melaksanakan tugas pekerjaaanya. Tugas dan fungsinya sebagai tenaga kependidikan menuntut kemampuan sebagai tenaga profesional, yakni kemampuan dalam proses pembelajaran (kemampuan profesional), kemampuan kepribadian, dan kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan-kemampuan ini mengandung aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan pengalaman lapangan. Persyaratan ini menyebabkan setiap pelatih harus mempelajari dan menguasai :

1. Pengetahuan yang memadai dan mendalam dalam bidang keilmuan atau studi tertentu, sesuai dengan bidang-bidang keilmuan yang diterapkan dan dikembangkan dalam lembaga pelatihan tersebut. Umumnya bidang-bidang keilmuan adalah banyak diterapkan dalam program institusi atau organisasi, dimana lembaga pelatihan tersebut bernaung. Pengetahuan ini diperoleh melalui program pendidikan kesarjanaan di perguruan tinggi yang telah ditempuhnya.

2. kemampuan dalam bidang kependidikan dan keguruan, yakni yang berkenaan dengan proses pembelajaran, berupa teori, praktek dan pengalaman lapangan.

3. kemampuan kemasyarakatan adalah kemampuan yang diperlukan dalam kehidupan antara manusia dan bermasyarakat, baik di lingkungan lembaga pelatihan dan masyarakat maupun dengan masyarkat luas.

4. kemampuan kepribadian yang berkenan dengan pribadi khususnya yang menunjang pekerjaan sabagai pendidikan dan pelatihan.

(19)

1. Hasrat.

Pelatih harus memiliki kepribadian yang menawan, karena pelatih harus memiliki keseimbangan emosi dan perilaku saat berada di antara yang lain.

2. Menjadi pemimpin

Kepemimpinan bukan hanya urusan memimpin, tapi lebih sebagai seni memahami orang lain atau dalam hal ini, peserta pelatihan. Ia harus mengetahui alat dan metode terbaik agar peserta bisa menunjukan upaya terbaiknya. Karena pelatih berhadapan dengan peserta, yang manusia juga sebagaimana dirinya, maka ia harus terampil dalam merasakan gejolak peserta pelatihan.

3. Rapi

Pelatih harus bersih, rapi, dan teratur. Perilakunya harus menyenangkan tapi tetap tegas, penuh antusias tapi tetap teratur.

4. Rasa humor

Pelatih bisa menggunakan humor untuk memotivasi dan membuat pelajaran jadi lebih menarik. Ini bisa membantu mencairkan suasana di dalam kelas.

5. Adil

Pelatih harus cepat dan tidak memihak dalam mengambil keputusan. Tindakannya harus adil, terpercaya dan bermakna.

6. Sehat fisik dan mental

Pelatih harus memiliki kesehatan fisik dan mental dalam mengemban tugasnya.

C. Kinerja Karyawan

(20)

Pencapaian kinerja yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi. Menurut Robbins (1998), kinerja merupakan ukuran hasil kerja yang mana hal ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.

Menurut Furtwengler (2002), kinerja dapat diukur dalam empat hal : 1. Kecepatan : perusahaan memerlukan karyawan yang kinerjanya harus

cepat, dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai atau bahkan lebih awal dari

deadline serta bebas dari kesalahan.

2. Kualitas : kecepatan tanpa kualitas akan sia-sia, kualitas yang jelek berarti pengerjaan ulang dan penambahan biaya.

3. Layanan : permintaan atasan atau bawahan dan permintaan rekan kerja yang dilakukan dengan tidak baik dan menghapus manfaat yang dicapai dari kecepatan dan kualitas.

4. Nilai : kombinasi dari kualitas dan imbalan, yang memungkinkan pihak perusahaan dapat melaksanakan bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari yang mereka bayarkan.

1. Merencanakan Kinerja

Pada tahap ini harus jelas mengenai apa yang diharapkan dan apa yang akan diperoleh oleh perusahaan melalui komitmen yang kuat, karena tanpa adanya komitmen ini akan sulit untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Tahap selanjutnya adalah menetapkan tujuan. Menetapkan tujuan di defenisikan sebagai pernyataan yang jelas tentang kuantitas maupun kualitas tentang output tertentu yang dihasilkan. Tujuan yang ditetapkan dapat dikembangkan dari arah dan strategi perusahaan secara keseluruhan, dengan pendekatan baik dari atas ke bawah (top-down) maupun pendekatan dari bawah ke atas (bottom up). Menurut Ginting (2004), Tujuan yang ditetapkan haruslah memenuhi kriteria SMART yaitu: Specifik (tepat), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat dicapai),

(21)

target tersebut. Semakin besar pengaruh kontrol individu, dan semakin signifikan pencapaian tujuan-tujuan khusus akan semakin berguna untuk organisasi. Sangat penting memastikan bahwa tujuan yang dibuat berhubungan dengan tujuan pada posisi-posisi yang lain. Oleh karena itu, pada saat menetapkan tujuan, pembuatannya tidak boleh hanya untuk satu posisi saja tetapi harus memperhitungkan posisi lain pada tim atau grup tertentu, juga orang-orang dan grup-grup di mana akan selalu terjadi interaksi. Tujuan harus memperhitungkan pengembangan diri individu. Hal ini bukan saja menjadi kepentingan individu tapi juga menjadi kepentingan organisasi, karena pegawai yang bermotivasi dan ahli dalam bidangnya merupakan hal yang baik bagi organisasi. Jika tujuan sudah ditetapkan, manajer harus memastikan adanya dukungan dari seluruh komponen perusahaan sehingga pencapaian tujuan dapat lebih maksimal.

Menurut Notoatmodjo (2003), hal penting dalam menggunakan kompetensi sebagai pengukur kinerja adalah : (1) Harus dinyatakan sedemikian rupa sehingga dapat dicapai secara objektif, kalau tidak akan beresiko hanya menjadi daftar belanja dari sikap yang disukai; (2) Harus relevan dengan pekerjaan; (3) Harus ada inti kompetensi yang umum untuk pekerjaan yang beroperasi dilingkungan yang sama; (4) Harus dapat dicapai secara objektif .

2. Mengelola Kinerja

Menurut Furtwrengler (2002), setelah rencana kerja ditetapkan atau disusun maka tahap selanjutnya adalah mengelola kinerja yakni memastikan bahwa rencana kinerja yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dan hasil yang ditentukan akan tercapai. Peran manajer pada tahap ini adalah memberikan dukungan kepada karyawan dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi mereka untuk mencapai hasil yang diharapkan. Dalam istilah praktisnya berarti :

1. Memberikan bantuan praktis yang diperlukan.

(22)

Jadi pada intinya pada tahap ini yang dituntut adalah tanggung jawab setiap individu terhadap kinerja mereka sendiri. Persyaratan ini berlaku bagi manajer dan anak buahnya, dalam rangka mengembangkan budaya kerja yang berorientasi pada hasil. Perlu juga diperhatikan gaya manajemen yang paling efektif, yang berbeda untuk setiap bagian, namun bertujuan sama yakni membekali individu dengan kekuatan sehingga dapat membuat keputusan sesuai dengan kemampuannya.

3. Meninjau kinerja

Menurut Mangkuprawira (2003), peninjauan kinerja atau menilai kinerja merupakan bagian dari proses manajemen kinerja. Proses ini dilaksanakan pada setiap karyawan dan setiap pegawai berhak mengetahui bagaimana kinerja mereka dan manajemen berkewajiban memberi tahu mereka. Penilaian kinerja atau penilaian performance sering pula dikenal dengan istilah performance appraisal

merupakan proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi performance

pekerjaan. Penilaian (appraisal) seharusnya menghasilkan gambaran akurat dari

performance pekerjaan secara individu. Ukuran kinerja merupakan ukuran atau standar kinerja yang dapat diandalkan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja. Agar terjadi penilaian yang kritis dalam menentukan kinerja, ukuran yang handal juga hendaknya dapat dibandingkan dengan cara lain dengan standar yang sama untuk mencapai kesimpulan sama tentang kinerja sehingga pada sistem penilaian dapat diandalkan atau dipercaya.

Ukuran kinerja yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

• Praktis, keterkaitan langsung dengan pekerjaan seseorang adalah bahwa penilaian ditujukan pada perilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu.

• Kejelasan standar, standar adalah merupakan tolak ukur seseorang dalam melakukan pekerjaannya.

(23)

melaksanakan pekerjaan Instrumen penilaian kinerja harus memenuhi syarat-syarat reliability, relevance, sensitivity, dan practicality .

D. Pemberdayaan

Menurut Byham (1993), secara spesifik pemberdayaan terjadi ketika karyawan :

• Bertanggung jawab sebagai wakil wilayah untuk hasil keluaran.

• Memiliki kontrol untuk sumber daya, sistem, metode dan peralatan.

• Memiliki kontrol untuk kondisi dan penjadwalan pekerjaan.

• Memiliki kewenangan untuk menjalankan organisasi.

• Dievaluasi oleh prestasi kerja.

Menurut Stoner dan Freeman (1992), pemberdayaan masyarakat harus dapat menjawab kebutuhan praktis dan strategis (kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang) :

a. Kebutuhan praktis

a. Menjawab kebutuhan mendesak yang mendasar. b. Menyentuh kondisi kongkrit / nyata.

c. Menghindari persoalan struktur sosial yang timpang.

d. Kebutuhan-kebutuhan yang semata-mata yang berasal dari penguatan peran reproduksi dan produksi kesehatan.

b. Kebutuhan strategis

a. Kebutuhan yang berbasis pada analisis.

b. Mengarah pada usaha mengubah relasi kekuasaan. c. Kejelasan system.

d. Mengarah pada pembangunan tatanan baru (penataan usaha produksi masyarakat).

(24)

- Mempertinggi kadar pekerjaan.

- Mengembangkan kompetensi dan susunan pekerjaan. - Membebaskan kreativitas dan inovasi.

- Kontrol yang lebih bagus pada pengambilan keputusan tentang pekerjaan. - Melengkapi seluruh tugas dibandingkan hanya membaginya saja.

- Kepuasan pelanggan. - Orientasi pasar pekerja.

Kesimpulan yang dikemukakan Murrell dan Meredith (2000) tentang pemberdayaan adalah :

- Memberdayakan adalah saling mempengaruhi.

- Memberdayakan adalah kekuatan distribusi yang kreatif. - Memberdayakan adalah berbagi tanggung jawab bersama. - Memberdayakan adalah penting dan penuh semangat. - Memberdayakan adalah demokrasi dan berkepanjangan. - Memberdayakan menunjukkan kemampuan dan kapabilitas. - Memberdayakan membantu perkembangan prestasi.

- Memberdayakan berinvestasi pada pembelajaran.

- Memberdayakan menemukan semangat dan membangun hubungan yang efektif.

- Memberdayakan menginformasikan, memimpin, melatih, melayani, berkreasi dan membebaskan.

Untuk menilai sejauh mana organisasi telah menerapkan pemberdayaan dapat dilihat dari elemen-elemen sebagai berikut (Scott dan Jaffe, 1997) :

- Kejelasan tujuan. - Moral.

- Keadilan. - Penghargaan. - Kelompok kerja. - Partisipasi. - Komunikasi.

(25)

Berdasarkan karya Thomas dan Velthouse (1990), Spreitzer (1995) mengembangkan secara empiris ukuran multi dimensi pemberdayaan psikologi dalam studinya pada karyawan tingkat menengah dari perusahaan-perusahaan manufaktur yang ada dalam Fortune 500. Dengan menggunakan Confirmatory

Factor Analysis, dia mengemukakan bahwa pemberdayaan memiliki empat

dimensi dan masing-masing berkontribusi pada keseluruhan konstruksi pemberdayaan psikologis. Keempat komponen tersebut adalah kebermaknaan, kemampuan, kemandirian, dan keberpengaruhan. Definisi komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kebermaknaan didefinisikan sebagai nilai dari tujuan dan sasaran pekerjaan ditimbang dalam kaitannya dengan cita-cita dan standar individu itu sendiri. Kebermaknaan juga menunjukkan kecocokan antara kebutuhan pekerjaan dengan nilai, kepercayaan dan perilaku seseorang.

2. Kemampuan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Istilah kemampuan ini lebih sering digunakan daripada self-esteem

karena Spreitzer (1990), lebih memfokuskan pada efficacy yang terkait dengan pekerjaan daripada efficacy global.

3. Kemandirian adalah perasaan memiliki pilihan dalam menginisiasi dan mengatur kegiatan atau perasaan memiliki kontrol terhadap pekerjaan. Ini merefleksikan otonomi dalam memulai atau melanjutkan perilaku dan proses kerja.

4. Keberpengaruhan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki pengaruh penting terhadap hasil atau keluaran dalam pekerjaan baik yang bersifat strategis, administratif ataupun operasional.

E. Kepuasan Kerja

(26)

Menurut Umar (2002), kepuasan kerja adalah penilaian seseorang atas pekerjaanya, khususnya mengenai kondisi kerjaanya, dalam hubungan apakah pekerjaan tersebut mampu memenuhi harapan, kebutuhan dan keinginannya.

Robbins (2001) menyatakan bahwa variabel–variabel yang berkaitan dengan pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja, yaitu :

1. Kerja yang secara mental menantang, yaitu karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberi kesempatan menggunakan keterampilan, kemampuan dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan.

2. Ganjaran yang mendukung, yaitu suatu keinginan karyawan mengenai suatu upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka.

3. Kondisi kerja yang mendukung, yaitu karyawan peduli terhadap lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi atau memudahkan bekerja.

4. Rekan sekerja yang mendukung, yaitu hubungan dimana seseorang mendapatkan lebih sekedar uang dan prestasi yang berwujud pada pekerjaan, tetapi menganggap bahwa kerja juga mengisi kebutuhan untuk interaksi sosial.

5. Kesesuaian antara kepribadian-pekerjaan, yaitu seseorang yang berkepribadian kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bakat dan kemampuan yang tepat. Umar (2005) mengutip pendapat Handoko (1987) dan Asa’ad (1987) bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian atau cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaanya. Hal ini akan tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerjanya. Dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada output yang dihasilkan, misalnya kepuasan kerja dengan produktivitas, kepuasan kerja dengan

turn over, kepuasan kerja dengan efek lainnya seperti dengan kesehatan fisik mental, kemampuan mempelajari pekerjaan baru atau dengan kecelakaan kerja.

(27)

terpuaskan adalah teori perbedaan (discrepancy theory). Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter dan teori ini menyatakan bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Apabila yang didapat karyawan ternyata lebih besar dari apa yang diharapkan, maka karyawan tersebut menjadi puas, sebaliknya apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan, maka akan menyebabkan ketidakpuasan pada diri karyawan (Mangkunegara, 2001).

Dalam menentukan apakah karyawan puas atau tidak puas, haruslah terlebih dahulu diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepuasan kerja tersebut. Menurut Mangkunegara (2001), ada faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor penjelasannya.

1. Faktor Pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi dan sikap kerja.

2. Faktor Pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, kedudukan, pangkat (golongan), mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.

F. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi menurut Mathis dan Jackson (2001) adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut yang pada akhirnya tergambar dalam statistik ketidakhadiran dan masuk keluar tenaga kerja (turnover).

Menurut Luthan (1995) komitmen organisasi adalah :

a. Suatu keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dari organisasi tertentu. b. Keinginan menuju level keahlian tinggi atas nama organisasi.

(28)

Porter, Mowday, et. al.(1982) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu :

a. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

b. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.

c. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi).

Kepercayaan dan penerimaan merupakan kesesuaian persepsi pribadi tenaga kerja terhadap tujuan-tujuan organisasi, yang akan diperlihatkan pada bentuk nyata apakah mereka tetap ingin berada di dalam organisasi atau tidak. Karyawan akan berada di dalam organisasi jika tujuan perusahaan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan memberikan kontribusi tidak hanya kepada pencapaian tujuan organisasi semata, namun juga mampu memenuhi tujuan individu atau karyawan organisasi. Komitmen organisasi dibedakan menjadi dua bagian :

1. Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer (1990) :

a. Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi.

b. Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.

c. Komponen kontinuan berarti komponen berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.

(29)

yang tinggi tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.

Setiap pegawai memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan komitmen organisasi yang dimilikinya. Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan pegawai yang berdasarkan kontinuan. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya, mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberikan balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.

2. Jenis komitmen organisasi dari Mowday, Porter, dan Steers (1974), komitmen ini lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi yang memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku, sikap mencakup :

a. Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, di mana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi

b. Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan kepadanya

(30)

komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi

Sikap organisasi pada kehendak untuk bertingkah laku mencakup :

a. Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi ikut memperhatikan nasib organisasi

b. Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama

Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam kepegawaian dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.

Komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas pegawai terhadap organisasinya :

1. Identifikasi

Identifikasi yang mewujud dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap organisasi dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi karena pegawai menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula.

2. Keterlibatan

(31)

menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Di samping itu, dengan melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula. Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pegawai yang keterlibatannya lebih rendah.

Ahli lain, Beynon mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama dan salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah kebutuhan serta kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh pegawai dalam organisasi. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi hingga pegawai memperoleh kepuasan kerja, maka pegawai pun akan menyadari pentingnya memiliki kesediaan untuk menyumbangkan usaha dan kontribusi bagi kepentingan organisasi. Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan organisasilah, kepentingan mereka pun akan lebih terpuaskan.

3. Loyalitas

(32)
(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan tinjauan pustaka pelatihan merupakan unsur penting untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pelatihan diharapkan untuk mengurangi kesenjangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki oleh karyawan dengan dibutuhkan oleh perusahaan.

Dalam studi manajemen SDM kinerja dapat didekati dengan cara melihat kepuasan karyawan, dan komitmennya terhadap organisasi. Meskipun kepastian hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi dengan kinerja masih banyak diperdebatkan namun kedua variabel diatas masih digunakan secara luas dalam penelitian MSDM dan perilaku organisasi. Beberapa hasil penelitian menunjukan adanya variabel antara yang mempengaruhi hubungan antara sistem pelatihan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasi yaitu pemberdayaan karyawan. Pemberdayaan yang dimaksud adalah pemberdayaan secara psikologi yaitu dimana kondisi karyawan merasa berdaya.

Dengan prinsip-prinsip diatas kerangka penelitian ini disusun, sistem pelatihan diduga akan mempengaruhi kepuasan kerja dan komitmen organisasi secara langsung. Adapun secara tidak langsung melalui pemberdayaan karyawan terlebih dahulu. Kerangka pemikiran yang dipakai dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :

Pelatihan Pemberdayaan

Kepuasan Kerja

Komitmen Organisasi

(34)

Menurut Notoatmodjo (2003) pelatihan meliputi metode pelatihan, pelatih, fasilitas pelatihan, kebutuhan akan pelatihan, dukungan perusahaan, manfaat pelatihan, materi pelatihan dan persepsi peserta pelatihan. Metode pelatihan ialah tatacara pelaksanaan saat melakukan pelatihan. Pelatih ialah orang yang membantu peserta pelatihan. Fasilitas pelatihan ialah sarana dan prasarana yang disediakan pada saat pelatihan. Kebutuhan akan pelatihan ialah kebutuhan para pekerja dan perusahaan untuk diadadaknnya pelatihan. Dukungan perusahaan ialah perusahaan yang mendukung adanya pelatihan dengan menyiapkan segala sesuatu yang akan dibutuhkan pada saat dilakukannya pelatihan. Manfaat pelatihan ialah hasil yang positif setelah diadakaannya pelatihan. Materi pelatihan ialah bahan atau topik yang akan dibicarakan pada saat melakukan pelatihan. Persepsi peserta terhadap pelatihan ialah adanya perubahan sikap dan keterampilan setelah melakukan pelatihan.

Untuk konsep pemberdayaan karyawan, dalam penelitian ini digunakan konsep Spreitzer (1995) yang membatasi pemberdayaan dalam empat dimensi, yaitu rasa kebermaknaan, kemampuan, kemandirian dan keberpengaruhan. Kebermaknaan berarti keyakinan seseorang terhadap nilai dari tujuan dan sasaran pekerjaan ditimbang dalam kaitannya dengan cita-cita dan standar masing-maing individu. Kemampuan artinya keyakinan seseorang bahwa ia memiliki keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik. Kemandirian berkaitan dengan perasaan memiliki pilihan dalam menginisiasi dan mengatur kegiatan atau perasaan memiliki kontrol terhadap pekerjaannya. Keberpengaruhan adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki pengaruh penting terhadap hasil atau keluaran dalam pekerjaan, baik yang bersifat strategis, administratif ataupun operasional.

Konsep kepuasan kerja yang digunakan ialah konsep Sefton (1999), yaitu kepuasan kerja menyeluruh, konsep ini berarti mewakili semua perasaan yang dirasakan oleh karyawan tersebut terhadap pekerjaannya.

(35)

Komitmen afektif yang tinggi berarti karyawan memiliki keinginan dari dalam dirinya sendiri untuk tetap menjadi anggota organisasi. Komitmen kontinuan merupakan persepsi karyawan tentang kerugian jika meninggalkan organisasi. Komitmen kontinuan yang tinggi berarti karyawan tetap bertahan karena membutuhkan organisasi tersebut. Sedangkan komitmen normatif adalah perasaan-perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi. Komitmen normatif yang tinggi artinya karyawan merasa harus melakukan tanggung jawabnya di dalam perusahaan.

B. Tahapan Penelitian

Secara umum tahapan penelitian yang dilaksanakan mengikuti diagram alir yang dapat dilihat pada Gambar 2 .

Indentifikasi Variabel Penelitian

Perumusan Hipotesis

Penentuan Alat dan Teknik Pengumpulan data

Penentuan Sampel

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Gambar 2. Diagram Alir Tahapan Penelitian

C. Variabel Penelitian .

(36)

Tabel 1 . Variabel-variabel Penelitian

Variabel Laten Variabel Indikator Nomor

Pertanyaan

Pelatihan (ξ1) Metode Pelatihan (X1) 1,2,3,4

(variabel laten bebas) Materi Pelatihan (X2) 5,6,7,8

Pelatih (X3) 9,10,11

Variabel Laten ialah variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa variabel indikator sebagai proksi. Pada variabel pelatihan (variabel laten bebas) terdiri dari delapan variabel indikator yaitu metode pelatihan, materi pelatihan, pelatih, fasilitas pelatihan, kebutuhan akan pelatihan, dukungan pelatihan, manfaat pelatihan dan persepsi peserta terhadap pelatihan. Pada variabel laten tak bebas terbagi menjadi tiga variabel. Pertama ialah pemberdayaan terdiri dari empat variabel indikator yaitu makna, kemampuan, pilihan, dampak. Kedua ialah kepuasan kerja yang terdiri dari satu variabel indikator yaitu kepuasan kerja menyeluruh. Ketiga ialah komitmen organisasi yang terdiri dari tiga indikator yaitu afektif, normatif, kontinuan.

(37)

jawaban yang diberikan responden adalah menurut aturan Likert yang dimodifikasi, yaitu pemberian skala dengan 4 kategori SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju). Kuisioner ini berguna untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh pelatihan terhadap kinerja karyawan dan mengetahui indikator-indikator yang membentuk pelatihan dan kinerja karyawan.

D. Perumusan Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Sistem pelatihan berpengaruh positif terhadap pemberdayaan.

2. Sistem pelatihan memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan.

3. Sistem pelatihan memiliki pengaruh positif terhadap komitmen perusahaan.

4. Pemberdayaan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja karyawan. 5. Pemberdayaan berpengaruh positif terhadap komitmen.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode pengambilan sampel acak terstratifikasi (Stratified Random Sampling), yaitu pengambilan sampel penelitian secara acak untuk setiap strata. Pengambilan sampel menggunakan metode stratified random sampling, yaitu teknik pemilihan sampel (contoh) dari sejumlah populasi dimana karakteristik populasi lebih dari satu (Arep dan Tanjung, 2004).

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu :

n = N 1 + Ne2

(38)

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan.

Karyawan tetap bagian produksi secara keseluruhan berjumlah 332 orang dengan menggunakan error 10 %, maka responden yang diambil pada penelitian ini minimal adalah 77 orang dan dalam penelitian ini dipilih 79 orang responden, penambahan responden dilakukan untuk ketepatan dalam pengambilan data di lapangan, dengan cara karyawan dikumpulkan di ruang produksi setelah itu kuesioner tersebut langsung diberikan kepada responden untuk diisi, waktu melakukan pengisian kuisioner ialah pada saat jam pulang atau setelah mereka bekerja.

Dengan menggunakan stratified random sampling, populasi dibagi dulu ke dalam beberapa strata. Pada penelitian ini populasi dibagi ke dalam 5 strata berdasarkan jenis pekerjaan, yaitu bagian pengamplasan, bagian penganyaman, bagian pemahatan, bagian pengecatan dan bagian pengawasan mutu. Alasan penggunaan teknik pengambilan sampel ini dikarenakan lebih sesuai dengan kondisi perusahaan yang memiliki subpopulasi karyawaan berbeda-beda di setiap bagian perusahaan.

Untuk menentukan ukuran sampel pada masing-masing bagian unit kerja, maka digunakan suatu prosentase yang disebut sample fraction (f) dengan rumus (Umar, 2004) :

f i = N i N

Dimana : N i = jumlah populasi pada strata (i) N = jumlah seluruh populasi

(39)

Tabel 2. Pengambilan Sampel (Responden) Pada Masing-Masing Strata Di CV. Kharisma Jaya

No Strata Jumlah Karyawan

(orang) Fraksi sampel

Sampel diambil (orang)

1 Pengamplasan 85 0.256 21

2 Penganyaman 138 0.4156 33

3 Pemahatan 60 0.1807 15

4 Pengecatan 35 0.1054 9

5 Pengawasan mutu 4 0.012 1

Total 332 1 79

F. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang dilakukan dalam mengumpulkan data yang relevan untuk menunjang dan memperkuat penelitian adalah sebagai berikut :

1. Metode Survei

yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Metode ini memerlukan kontak atau hubungan dengan responden yang menjadi subyek penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data metode survei ini menggunakan kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan yang diajukan kepada pihak yang berhubungan dengan masalah yang diteliti (responden) untuk diisi, di berikan kepada responden yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama mengenai pelatihan dan bagian kedua mengenai dimensi yang mempengaruhi kinerja. Pemberian kuisioner pada waktu jam pulang kerja.

2. Wawancara

merupakan teknik pengumpulan data menggunakan pertanyaan secara lisan kepada subyek penelitian. Tidak berstruktur, dimaksudkan hanya untuk melengkapi informasi yang tidak mungkin didapatkan melalui kuesioner.

G. Pengolahan Data

(40)

jawaban responden. (3) tabulasi nilai (skor) jawaban sebagai data, (4) menganalisis dan mengolah data. Analisis data yang digunakan untuk menjelaskan keeratan hubungan antara pelatihan terhadap kinerja karyawan. Analisis data juga digunakan untuk menentukan indikator-indikator yang paling dominan dari tiap unsur kinerja karayawan dan pelatihan.

Analisis data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), yaitu suatu teknik variabel ganda yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan keterkaitan hubungan linear secara simultan variabel-variabel pengamatan, yang sekaligus melibatkan variabel laten yang tidak dapat diukur secara langsung.

Selanjutnya, Joreskog dan Sorborn (1996) menambahkan bahwa variabel laten tak bebas dan variabel laten bebas mempunyai hubungan linear struktural sebagai berikut :

= + τξ +

dimana : = matriks koefisien variabel laten tidak bebas berukuran m x m τ = matriks koefisien variabel laten bebas berukuran m x n

= vektor variabel laten tak bebas (endogenous) berukuran m x 1 ξ = vektor variabel laten bebas (eksogenous) berukuran n x 1 = vektor sisaan acak berukuran m x 1

Terdapat dua persamaan matriks yang digunakan untuk menjelaskan model pengukuran. Persamaan pertama untuk variabel penjelas tidak bebas, yaitu (Joreskog dan Sorborn, 1996) :

y = Λy +

keterangan : y = vektor variabel penjelas tidak bebas yang berukuran p x 1 Λy = matriks koefisien yang mengindikasikan pengaruh

variabel laten tidak bebas terhadap variabel penjelas tak bebas yang berukuran p x m

(41)

Persamaan kedua untuk variabel penjelas bebas, yaitu : x = Λxξ +

keterangan : x = vektor variabel penjelas bebas yang berukuran q x 1 Λx = matriks koefisien yang mengindikasikan pengaruh variabel laten bebas terhadap variabel penjelas bebas yang berukuran q x n

ξ = vektor variabel laten bebas berukuran n x 1

= vektor kesalahan pengukuran variabel penjelas bebas yang berukuran q x 1

Silomun (2002) menyatakan bahwa parameter yang diduga dalam SEM meliputi parameter pada model pengukuran, parameter pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen, parameter pengaruh antar variabel endogen, parameter korelasi antar variabel eksogen dan parameter error. Dengan kata lain, parameter yang diduga cukup banyak, sehingga penerapan SEM dengan aplikasi beberapa program komputer, sangat kritis terhadap pemenuhan besarnya sampel. Beberapa pedoman penentuan besarnya sample size, yaitu :

ƒ Bila pendugaan parameter menggunakan metode kemungkinan maksimum, besar sampel yang disarankan adalah 100-200 dan minimum absolutnya adalah 50.

ƒ Sebanyak 5-10 kali jumlah parameter yang ada di dalam model yang akan diduga.

(42)

Menurut Silomun (2002), langkah-langkah dalam SEM adalah sebagai berikut :

Salah satu paket perangkat lunak (software) yang digunakan untuk mengoperasikan metode SEM adalah Linear Structural Relationship (LISREL). Metode LISREL secara khusus dirancang untuk mengakomodasikan bentuk-bentuk recursive dan reciprocal causation, simultaneity, interdependence, latent variable dan measurement errors serta mengestimasi koefisien-koefisien dari sejumlah persamaan struktural yang linear. Oleh sebab itu, metode ini dapat menganalisis model-model dari bentuk yang relatif paling sederhana, seperti

multiple regression sampai model yang rumit, seperti path analysis dan full structural equation model (Joreskog dan Sorborn, 1996).

Interpretasi dan Modifikasi Model

Pengembangan Model Berbasis Konsep dan Teori

Mengkonstruksi Diagram Path

Konversi Diagram Path ke Model Struktural

Memilih Matriks Input

Menilai Masalah Identifikasi

Evaluasi Goodness of Fit

(43)

IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah Berdirinya Perusahaan

CV. Kharisma Jaya berdiri pada tahun 1980, berlokasi di Jalan Raya Tegalwangi Kabupaten Cirebon. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak H. A Effendi. Perusahaan ini pada awalnya bergerak dalam bidang penyediaan bahan baku rotan bagi para pengrajin di pulau Jawa atau suplier rotan di pulau Jawa dan mengekspor bahan baku rotan ke luar negeri maka CV. Kharisma Jaya mengalihkan produksinya dalam bentuk barang jadi. Setelah melihat potensi pasar yang cukup potensial, maka CV. Kharisma Jaya mulai memproduksi rotan dalam bentuk furniture. Pada saat itulah CV. Kharisma Jaya dapat memperluas jangkauan pasar luar negeri antara lain: Jepang, Belgia, Belanda, Italia, Jerman, Australia, Singapura dan Amerika Serikat.

B. Lokasi Perusahaan

Pemilihan atau penentuan lokasi suatu perusahaan pabrik tidaklah mudah, akan tetapi diperlukan perhitungan yang cermat, tepat dan benar. Hal ini berarti bahwa dalam menentukan lokasi perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi dan distribusi dari produk yang dihasilkan sehingga biaya menjadi rendah.

(44)

akan mempengaruhi besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Selain itu dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan sejenis.

C. Struktur Organisasi

Suatu perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya memerlukan suatu organisasi yang baik, karena dalam struktur organisasi memiliki susunan, hubungan, fungsi dan tugas serta tanggung jawab masing-masing bagian yang ada dalam perusahaan untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditetapkan. CV. Kharisma Jaya merupakan perusahaan yang berbentuk perseroan komanditer (CV). Struktur organisasi yang digunakan adalah organisasi fungsional.

Ciri-ciri dari organisasi fungsional menurut Sondang (1995) adalah: 1. Para karyawan terlibat dalam kegiatan yang sangat spesialistik. 2. Diperlukan hubungan atasan-bawahan yang relatif lentur. 3. Otonomi satuan-satuan kerja dalam organisasi sangat besar.

4. Sifat pekerjaan menuntut daya inovasi dan kreativitas yang relatif tinggi. 5. Para karyawan tidak terlibat dalam kegiatan yang sangat repititif.

6. Tingkat pendelegasian wewenang, terutama pengambil keputusan teknis dan operasional serta jenjang jabatan manajerial relatif lebih kecil dibandingkan dengan berbagai tingkat jabatan fungsional.

(45)

Direktur

Wakil Direktur

Bagian Produksi Bagian

Pemasaran

Bagian Administrasi

Manajer Unit Kerja

Pengawas Pengawas Pengawas Pengawas Pengawas

Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan Karyawan

Sumber: CV Kharisma Jaya (2005).

Kasir

Gambar 4. Struktur Organisasi CV. Kharisma Jaya

Jenis tenaga kerja yang ada di CV. Kharisma Jaya adalah:

1. Direktur Utama adalah seorang pemegang saham dan mempunyai tanggung jawab serta kewenangan tertinggi terhadap segala sesuatu yang terjadi di perusahaan.

2. Wakil Direktur adalah orang yang bertugas mengawasi dan mengendalikan kegiatan harian yang dilakukan perusahaan.

(46)

4. Manajer Pemasaran adalah orang yang bertugas merencanakan dan melaksanakan strategi pemasaran serta promosi. Dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh lima orang tenaga pemasaran.

5. Manajer Produksi adalah orang yang bertugas merencanakan dan mengawasi operasional produksi perusahaan.

6. Manajer unit adalah orang yang berada dibawah manajer produksi dan bertanggung jawab mengkoordinir para pengawas atau supervisor.

7. Pengawas adalah orang yang berada dibawah manajer unit dan bertanggung jawab untuk mengawasi jalannya produksi. Pengawas yang berada di CV. Kharisma Jaya terdapat 25 pengawas, masing-masing pengawas bertugas mengawasi 15-20 pekerja.

8. Tenaga kerja Produksi adalah orang yang melakukan produksi. Terdiri dari 85 orang bagian pengampelasan, bagian pemahatan 60 orang, 35 orang bagian pengecatan, 138 orang bagian penganyaman dan 4 orang bagian quality control (QC).

D. Karakteristik Karyawan

(47)

Tabel 3. Karakteristik Karyawan Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan.

Jenis Kelamin Pendidikan

Laki-laki Perempuan Total

Persentase

Sumber : Data Perusahaan (2006).

Karakteristik karyawan berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4. Karakteristik Karyawan Berdasarkan Masa Kerja

No Lama Bekerja Jumlah Persentase (%)

Sumber : Data Perusahaan (2006).

Berdasarkan data sekunder diatas masa kerja karyawan terbanyak adalah antara 2-5 tahun atau sekitar 39.27 persen dan antara 6-8 tahun sebanyak 28.19 persen. Kemudian masa kerja karyawan yang < 2 tahun dan antara 9-11 tahun serta > 12 tahun adalah berturut-turut 13.25 persen, 11.56 persen dan 7.71 persen.

(48)

karyawan dapat termotivasi dan pada akhirnya akan tercapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

E. Hari dan Jam Kerja

Hubungan kerja antara karyawan dengan pihak perusahaan tertuang dalam Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang mengacu kepada UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dan bertujuan untuk mencapai Hubungan Industrial Pancasila (HIP) sebagai salah satu syarat terciptanya hubungan yang harmonis antara pengusaha dan pekerja dalam upaya mewujudkan kepentingan bersama sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

Karyawan CV. Kharisma Jaya bekerja selama enam hari dalam seminggu tanpa shift. Adapun waktu kerjanya yaitu hari kerja mulai dari Senin hingga Sabtu dan mulai bekerja dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB dengan waktu istirahat pukul 12.15 WIB hingga pukul 13.00 WIB dan pukul 15.30 WIB hingga pukul 15.45 WIB. Adapun untuk hari Jumat mulai bekerja pada pukul 08.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB dengan waktu istirahat pukul 11.15 WIB hingga pukul 13.00 WIB karena seluruh karyawan melaksanakan shalat Jumat.

Sedangkan karyawan yang berhubungan dengan kegiatan produksi, bekerja selama enam hari dalam seminggu dan terbagi dalam lima bagian yaitu bagian pengamplasan, bagian penganyaman, bagian pemahatan, bagian pengecatan dan bagian pengawasan mutu quality control (QC). Karyawan bagian produksi mempunyai lembur apabila perusahaan mendapatkan pesanan yang cukup banyak dan harus diselesaikan dalam waktu secepatnya.

F. Produksi Perusahaan

1. Jenis Produk dan Sumber Bahan Baku

(49)

Tabel 5. Jenis Produk Furniture yang Dihasilkan.

Sumber: CV Kharisma Jaya (2006).

Jenis produk furniture yang dihasilakan CV. Kharisma Jaya sesuai dengan tingkatan kualitasnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nama dan Asal Penamaan Furniture Kualitas Tinggi.

No Nama Asal Penamaan No Nama Asal Penamaan Sumber: Data Perusahaan (2006).

(50)

badan perwakilan penjualan di Pieve Soligo, Italia. Nama dan asal penamaan furniture kualitas menengahdapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nama dan Asal Penamaan Furniture Kualitas Menenggah

No Nama Asal

Penamaan No Nama Asal Penamaan

1 Lido D Italia 10 Purpe F Italia 2 York D Italia 11 Lidia Jerman 3 New England Italia 12 Daniel Jerman 4 Fasifik Italia 13 Danal Jerman 5 Summer B Italia 14 Sheraton Jerman 6 RD 67 Italia 15 Tetro Arm Belgia 7 Zanzibar Italia 16 Shara Belgia 8 Lyamng-Lyang Italia 17 Pensa C Belgia 9 Lyang-Stool Italia 18 Madona Belgia Sumber: Data Perusahaan (2006).

Dari Tabel 7 tersebut dapat dilihat 18 model kualitas menengah yang penamaannya berasal dari tiga negara berbeda. Untuk tahun 2006 pesanan produk untuk kualitas menengah lebih banyak berasal dari Italia atau sebanyak 55.56 persen.

Tabel 8. Nama dan Asal Penamaan Furniture Kualitas Rendah.

No Nama Asal Penamaan

1 Tetro Belgia

2 Shara Belgia

3 Sharidan Belgia

4 Dany Belgia

5 Arabesk Belgia

6 World Cup Belgia

7 Philipine Belgia

8 Bistro Belgia

Sumber: Data Peruahaan (2006).

(51)

2. Bahan Baku dan Bahan Penunjang

Bahan baku adalah faktor terpenting dalam proses produksi. Bahan baku yang dipergunakan pada perusahaan CV. Kharisma Jaya ialah rotan. Rotan ini memiliki kelas-kelas tersendiri dan diproses menurut permintaan. Pada dasarnya rotan diproduksi atau diolah tergantung pemesan atau ordernya dari segi ukuran yang akan diproses.

Rotan merupakan bahan baku yang tahan lama dikarenakan rotan memiliki kadar air yang rendah dan apabila penyimpanan selama digudang rotan ditempatkan pada tempat yang kering maka rotan tersebut dapat tahan bulanan atau tahunan. Oleh karena itu, rotan penyimpananya harus ditempat yang kering dan tertutup.

Adapun buyer meminta bahan untuk anyaman selain rotan seperti: eceng gondok, serat daun pisang. Bahan-bahan tersebut tidak tersedia digudang bahan baku, bahan tersebut langsung dipesan kepada suplier dan diolah karena bahan tersebut relatif mudah rusak disebabkan tanaman tersebut memiliki kadar air yang tinggi.

3. Proses Produksi

a. Mesin Produksi

Pada proses produksi di CV. Kharisma Jaya berjalan secara kontinu, dimana terdapat keterkaitan antar proses satu dengan yang lainnya, atau dengan kata lain proses berjalan berturut-turut saling berpengaruh satu sama lainnya.

Adapun mesin yang digunakan pada proses produksi ialah: 1. Penggunaan Mesin pada Bahan Baku

(52)

2. Penggunaan Mesin pada saat Pengecetan

Mesin yang digunakan ialah motor diesel atau motor lisrtik sebagai penggerak blower. Mesin ini manfaatnya untuk mengarahkan udara cat pada saat pengecetan dilakukan. Mesin ini bekerja untuk menarik udara cat tersebut agar tidak mengenai sipengecat rotan dan fungsi lainya ialah untuk memecah udara cat ke udara bebas dengan maksud lain ialah agar tidak terjadi pencemaran udara.

Adapun dengan peralatan industri yang digunakan seperti palu, paku, cat, cutter, isolatip, dan peralatan yang lainnya disediakan selalu oleh perusahaan untuk menunjang proses produksi dari awal proses sampai menjadi sebuah produk dan dikemas. Peralatan- peralatan ini mudah didapat dan diperoleh oleh perusahaan.

b. Peralatan Produksi

Proses pengerjaan produk pada umumnya masih menggunakan permesinan padat karya, dapat dilihat pada Gambar 5. Adapun urutan proses pengerjaan produk adalah:

1. Pengukuran (meteran)

Suatu proses awal dalam pembuatan produk, di mana bahan baku diukur dan disesuaikan dengan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan dengan bentuk yang akan dibuat.

2. Pemotongan (mesin gergaji)

Proses pemotongan terhadap bahan yang diukur. 3. Pemanasan (steam)

Proses perlakuan panas terhadap bahan. Proses ini dilakukan selama kurang lebih dari 15 menit di dalam steam dengan sumber panas uap air yang dipanaskan. Proses ini bertujuan agar bahan menjadi lentur dan mudah dibentuk (ditekuk, dibengkokkan, dll).

4. Pembentukan (mall steam)

(53)

5. Potong bentuk (Pahat bentuk)

Proses bentuk pada ujung badan yang bertujuan agar bahan mudah disambungkan pada proses perakitan.

6. Perakitan (obeng listrik)

Proses penyambungan komponen-komponen yang telah melalui proses sebelumnya menjadi suatu bentuk rangka.

7. Pemeriksaan (meja periksa 1)

Proses pemeriksaan tahap awal terhadap rangka yang telah dirakit yang bertujuan untuk melihat proses pengerjaan awal dengan kriteria pemeriksaan meliputi ukuran rangka dan bentuk rangka.

8. Penghalusan 1 (ampelas)

Proses penghalusan rangka yang bertujuan untuk menghilangkan sifat kasar dan serat pada bahan.

9. Pendempulan (sendok dempul)

Proses pembentukan dempul pada bahan yang bertujuan untuk penutupan sambungan rangka agar tidak terlihat sambungannya dan menutupi lubang-lubang yang ada pada bahan.

10. Pengeringan (manual)

Proses pengeringan melalui panas matahari yang bertujuan agar dempul benar-benar dapat menutup sambungan dan lubang-lubang pada rangka secara merata.

11. Penghalusan 2 (ampelas)

Proses penghalusan ulang yang bertujuan untuk menghaluskan rangka sehingga celah pada sambungan dan lubang-lubang yang ada tidak terlihat. 12. Pengikatan (gegep)

Proses pengikatan pada setiap sambungan rangka yang betujuan untuk lebih memperkuat sambungan pada rangka. Pengikatan ini menggunakan rotan pipih atau kulit dengan lebar 1 cm.

13. Pengecatan dasar (kompresor 1)

(54)

14. Pengeringan 2 (manual)

Proses pengeringan melalui panas matahari yang bertujuan agar cat dasar dapat meresap secara merata pada rangka.

15. Penghalusan 3 (ampelas)

Proses penghalusan pada rangka yang bertujuan agar memperhalus rangka. 16. Sending (kompresor II)

Proses pemberian warna dengan menggunakan bahan melamin pada rangka sesuai dengan yang diinginkan.

17. Pengeringan (manual)

Proses pengeringan rangka setelah mengalami proses pewarnaan (melamin).

18. Penganyaman (manual)

Proses penganyaman untuk menghasilkan suatu bentuk sandaran kursi dengan menggunakan rotan pipih.

19. Finishing (kompresor III)

Proses pengecatan akhir dengan menggunakan bahan pernis dengan tujuan untuk mengkilapkan produk.

20. Pemasangan jok (manual)

Proses pemasangan jok (alas duduk). 21. Pemeriksaan akhir (meja periksa II)

Proses pemeriksaan tahap akhir pada produk dengan spesifikasi pemeriksaan meliputi kerapian dan ukuran.

22. Pengepakan

(55)

Gambar 5. Proses Pengerjaan Produk

G. Pemasaran

Pemasaran merupakan bagian kegiatan perusahaan yang sangat penting karena dapat menentukan keberhasilan perusahaan. Bagaimanapun tinggi mutu suatu produk tetapi bila tidak dapat memasarkan hasil produksinya maka perusahaan tidak akan berkembang seperti yang diharapkan.

Penetapan harga merupakan suatu masalah disaat perusahaan menentukan harga untuk pertama kali. Hal ini bisa terjadi ketika perusahaan mengembangkan atau memperoleh suatu produk baru, ketika perusahaan memperkenalkan produk lamanya ke saluran distribusi baru atau ke daerah geografis baru, dan ketika perusahaan melakukan tender memasuki suatu tawaran kontrak kerja yang baru.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2. Diagram Alir Tahapan Penelitian
Tabel 1 . Variabel-variabel Penelitian
Tabel 2. Pengambilan Sampel (Responden) Pada Masing-Masing Strata Di CV. Kharisma Jaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemakaian peralatan pelindung yang cocok (termasuk peralatan pelindung diri yang dirujuk dalam Bagian 8 dalam lembar data keselamatan) untuk mencegah kontaminasi terhadap kulit,

Pada kelompok yang diberi α -tokoferol sebelum stres, sesudah stres ataupun kombinasi keduanya pada jaringan ginjal menunjukkan tingginya aktivitas SOD yang secara statistik

Sistematika yang diterapkan ketika setoran (talaqqī) qirā’ah sab’ah memiliki 3 tahapan, yaitu: al-Mufradāt, Jama’ ḍughrā dan Jama’ Kubrā dengan memakai kitab Faiḍul

Metode perancangan yang digunakan ada dua, yaitu untuk variabel bentuk bangunan menggunakan metode transformasi bentuk, sedangkan untuk variabel teknologi

Tugas Akhir yang berjudul, “Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Keberadaan Industri di Kecamatan Bergas dalam Perubahan Kondisi Sosial-Ekonomi dan Lingkungan” ini adalah karya..

• Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang mengurutkan dan menuliskan urutan peristiwa pada teks (Bahasa Indonesia KD 3.8 dan 4.8) serta

Based on their staying intention, the type of residents living in climate change-related disaster-prone areas in Tambak Lorok can be grouped into 3 types, namely: Type 1, those

2.3.2.7 Tatacara rundingan harga seperti di PP/PK7.16 adalah dikecualikan, namun pegawai yang menguruskan perolehan hendaklah berusaha untuk merundingkan harga