• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 Masalah Mendasar Dunia Pendidikan (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "5 Masalah Mendasar Dunia Pendidikan (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

15 Masalah Mendasar Dunia Pendidikan!!

Juni 8, 2011

1. Mahalnya biaya pendidikan. Tindakan yang harus dilaksanakan : – Menaikkan anggaran pendidikan – Membebaskan biaya pendidikan dasar

– Meningkatkan subsidi untuk pendidikan menegah dan tinggi

– Menghapuskan segala ‘pungutan’ di sekolah yang tidak ada korelasi dengan peningkatan mutu pendidikan

2. Korupsi dana pendidikan

Tindakan yang harus dilaksanakan :

– Mempublikasikan dan mempertanggungjawabkan/melaporkan kebijakan dan proyek di Depdiknas, dinas-dinas pendidikan, dan sekolah kepada masyarakat melalui media massa. – Menindak tegas penyelenggara pendidikan/birokrasi yang melakukan korupsi dana pendidikan, dari tingkat Depdiknas, dinas-dinas pendidikan, sampai di sekolah/satuan pendidikan.

– Membuat sistem pemilihan kepala sekolah secara langsung, objektif, dan transparan.

3. Manajemen pendidikan

Tindakan yang harus dilaksanakan :

– Meningkatkan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pembuatan kebijakan pendidikan.

4. Manajemen sekolah

Tindakan yang harus dilaksanakan :

– Mengembangkan demokratisasi dalam penyelenggaraan sekolah – Memperbaiki sistem pemilihan kepala sekolah

5. Komite sekolah

Tindakan yang harus dilaksanakan :

– Menghilangkan fungsi mencari pendanaan dari orang tua siswa

6. Kurangnya fasilitas pendidikan Tindakan yang harus dilaksanakan :

– Mencukupi fasilitas pembelajaran sesuai standar minimal pendidikan.

7. Meningkatnya angka putus sekolah Tindakan yang harus dilaksanakan :

– Melaksanakan undang-undang Sisdiknas mengenai wajib belajar secara konsisten dan konsekuen

– Meningkatkan subsidi untuk pendidikan menengah dan tinggi

– Menyelenggarakan semua bentuk pendidikan menengah dan tinggi dengan sistem pembiayaan yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

(2)

– Refungsi dan restrukturisasi LPTK menuju spesialisasi guru setingkat master – Menghilangkan crash program keguruan.

9. Kesejahteraan guru

Tindakan yang harus dilaksanakan :

– Meningkatkan gaji dan atau insentif untuk guru yang dilakukan baik pemerintah pusat maupun daerah.

10. Profesionalisme guru

Tindakan yang harus dilaksanakan :

– Memberikan otoritas kepada guru dalam melaksanakan profesinya – Memfasilitasi guru dalam mengembangkan kompetensi profesionalnya.

11. Sistem rekruitmen dan distribusi guru Tindakan yang harus dilaksanakan :

– Melakukan sistem rekruitmen yang transparan dan akuntabel dengan berdasarkan kompetensi

– Melakukan redistribusi berdasarkan kebutuhan daerah dengan memberikan insentif yang sesuai dengan kondisi geografis.

12. Diskriminasi status guru

Tindakan yang harus dilaksanakan :

– Menghapuskan diskriminasi status guru PNS, swasta, honorer, kontrak, bantu, sukarelawan dengan membangun sistem manajemen guru dalam satu kesatuan yang tidak diskriminatif.

13. Birokratisasi profesi guru Tindakan yang harus dilakukan :

– Menghapus sistem birokrasi yang dapat menghambat kemandirian/otoritas guru

– Memberikan kebebasan kepada guru untuk berserikat, menyatakan pendapat, dan menjamin peranserta guru dalam pemberantasan KKN, khususnya pemberantasan korupsi dana

pendidikan.

14. Sistem evaluasi belajar

Tindakan yang harus dilaksanakan:

– Menyerahkan sistem evaluasi belajar dan penentuan kelulusan kepada sekolah/guru[/QUOTE]

15. Kurikulum

Memfokuskan (arah kurikulum yang operasional dan terukur berdasarkan) pada kebutuhan siswa

– Merampingkan kurikulum sesuai dengan fokus yang ditetapkan

– Memberikan kewenangan pada guru untuk mengembangkan Kurikulum 2004 sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan guru dan sekolah.

Ke-15 masalah pokok pendidikan ini sudah dirasa mewakili dari sekian banyak masalah-masalah dunia pendidikan.CC hanya menambahkan bahwa ke-15 masalah-masalah itu malah

(3)

PERMASALAHAN PENDIDIKAN MASA KINI

Pendahuluan

Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap

pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada kontribusinya pendidikan. Shane (1984: 39), misalnya sangat yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: “Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat”.

Dengan demikian, sebagai institusi, pendidikan pada prinsipnya memikul amanah “etika masa depan”. Etika masa depan timbul dan dibentuk oleh kesadaran bahwa setiap anak manusia akan menjalani sisa hidupnya di masa depan bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya yang ada di bumi. Hal ini berarti bahwa, di satu pihak, etika masa depan menuntut manusia untuk tidak mengelakkan tanggung jawab atas konsekuensi dari setiap perbautan yang dilakukannya sekarang ini. Sementara itu pihak lain, manusia dituntut untuk mampu mengantisipasi, merumuskan nilai-nilai, dan menetapkan prioritas-prioritas dalam suasana yang tidak pasti agar generasi-generasi mendatang tidak menjadi mangsa dari proses yang semakin tidak terkendali di zaman mereka dikemudian hari (Joesoef, 2001: 198-199).

Dalam konteks etika masa depan tersebut, karenanya visi pendidikan seharusnya lahir dari kesadaran bahwa kita sebaiknya jangan menanti apapun dari masa depan, karena

sesungguhnya masa depan itulah mengaharap-harapkan dari kita, kita sendirilah yang seharusnya menyiapkannya (Joesoef, 2001: 198). Visi ini tentu saja mensyaratkan bahwa, sebagai institusi, pendidikan harus solid. Idealnya, pendidikan yang solid adalah pendidikan yang steril dari berbagai permasalahan. Namun hal ini adalah suatu kemustahilan. Suka atau tidak suka, permasalahan akan selalu ada dimanapun dan kapanpun, termasuk dalam institusi pendidikan.

Oleh karena itu, persoalannya bukanlah usaha menghindari permasalahah, tetapi justru perlunya menghadapi permasalahan itu secara cerdas dengan mengidentifikasi dan memahami substansinya untuk kemudian dicari solusinya.

Makalah ini berusaha mengidentifikasi dan memahami permasalahan-permasalahan pendidikan kontemporer di Indonesia. Permasalahan-permasalahan pendidikan dimaksud dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan eksternal dan permasalahan internal. Perlu pula dikemukakan bahwa permasalah pendidikan yang diuraikan dalam makalah ini terbatas pada permasalahan pendidikan formal.

1. Permasalahan Eksternal Pendidikan Masa Kini

(4)

Dari berbagai permasalahan pada dimensi eksternal pendidikan di Indonesia dewasa ini, makalah ini hanya akan menyoroti dua permasalahan, yaitu permasalahan globalisasi dan permasalahan perubahan sosial.

Permasalahan globalisasi menjadi penting untuk disoroti, karena ia merupakan trend abad ke-21 yang sangat kuat pengaruhnya pada segenap sector kehidupan, termasuk pada sektor pendidikan. Sedangakan permasalah perubahan social adalah masalah “klasik” bagi pendidikan, dalam arti ia selalu hadir sebagai permasalahan eksternal pendidikan, dan karenya perlu dicermati. Kedua permasalahan tersebut merupakan tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan, jika pendidikan ingin berhasil mengemban misi (amanah) dan fungsinya berdasarkan paradigma etika masa depan.

1. Permasalahan Globalisasi

Globalisasi mengandung arti terintegrasinya kehidupan nasional ke dalam kehidupan global. Dalam bidang ekonomi, misalnya, globalisasi ekonomi berarti terintegrasinya ekonomi nasional ke dalam ekonomi dunia atau global (Fakih, 2003: 182). Bila dikaitkan dalam bidang pendidikan, globalisasi pendidikan berarti terintegrasinya pendidikan nasional ke dalam pendidikan dunia. Sebegitu jauh, globalisasi memang belum merupakan

kecenderungan umum dalam bidang pendidikan. Namun gejala kearah itu sudah mulai Nampak.

Sejumlah SMK dan SMA di beberapa kota di Indonesia sudah menerapkan sistem

Manajemen Mutu (Quality Management Sistem) yang berlaku secara internasional dalam pengelolaan manajemen sekolah mereka, yaitu SMM ISO 9001:2000; dan banyak

diantaranya yang sudah menerima sertifikat ISO.

Oleh karena itu, dewasa ini globalisasi sudah mulai menjadi permasalahan actual pendidikan. Permasalahan globalisasi dalam bidang pendidikan terutama menyangkut output pendidikan. Seperti diketahui, di era globalisasi dewasa ini telah terjadi pergeseran paradigma tentang keunggulan suatu Negara, dari keunggulan komparatif (Comperative adventage) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantage). Keunggulam komparatif bertumpu pada kekayaan sumber daya alam, sementara keunggulan kompetitif bertumpu pada pemilikan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Kuntowijoyo, 2001: 122).

Dalam konteks pergeseran paradigma keunggulan tersebut, pendidikan nasional akan

menghadapi situasi kompetitif yang sangat tinggi, karena harus berhadapan dengan kekuatan pendidikan global. Hal ini berkaitan erat dengan kenyataan bahwa globalisasi justru

melahirkan semangat cosmopolitantisme dimana anak-anak bangsa boleh jadi akan memilih sekolah-sekolah di luar negeri sebagai tempat pendidikan mereka, terutama jika kondisi sekolah-sekolah di dalam negeri secara kompetitif under-quality (berkualitas rendah). Kecenderungan ini sudah mulai terlihat pada tingkat perguruan tinggi dan bukan mustahil akan merambah pada tingkat sekolah menengah.

(5)

memperoleh akses ke bursa tenaga kerja global, maka hal ini pasti akan menjadi permasalah serius bagi pendidikan nasional.

Globalisasi memang membuka peluang bagi pendidikan nasional, tetapi pada waktu yang sama ia juga mengahadirkan tantangan dan permasalahan pada pendidikan nasional. Karena pendidikan pada prinsipnya mengemban etika masa depan, maka dunia pendidikan harus mau menerima dan menghadapi dinamika globalisasi sebagai bagian dari permasalahan

pendidikan masa kini.

1. Permasalahan perubahan sosial

Ada sebuah adegium yang menyatakan bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi, semuanya berubah; satu-satunya yang abadi adalah perubahan itu sendiri. Itu artinya, perubahan sosial merupakan peristiwa yang tidak bisa dielakkan, meskipun ada perubahan sosial yang berjalan lambat dan ada pula yang berjalan cepat.

Bahkan salah satu fungsi pendidikan, sebagaimana dikemukakan di atas, adalah melakukan inovasi-inovasi sosial, yang maksudnya tidak lain adalah mendorong perubahan sosial. Fungsi pendidikan sebagai agen perubahan sosial tersebut, dewasa ini ternyata justru melahirkan paradoks.

Kenyataan menunjukkan bahwa, sebagai konsekuansi dari perkembangan ilmu

perkembangan dan teknologi yang demikian pesat dewasa ini, perubahan sosial berjalan jauh lebih cepat dibandingkan upaya pembaruan dan laju perubahan pendidikan. Sebagai

akibatnya, fungsi pendidikan sebagai konservasi budaya menjadi lebih menonjol, tetapi tidak mampu mengantisipasi perubahan sosial secara akurat (Karim, 1991: 28). Dalam kaitan dengan paradoks dalam hubungan timbal balik antar pendidikan dan perubahan sosial seperti dikemukakan di atas, patut kiranya dicatat peringatan Sudjatmoko (1991:30) yang

menyatakan bahwa Negara-negara yang tidak mampu mengikuti revolusi industri mutakhir akan ketinggalan dan berangsur-angsur kehilangan kemampuan untuk mempertahankan kedudukannya sebagai Negara merdeka. Dengan kata lain, ketidakmampuan mengelola dan mengikuti dinamika perubahan sosial sama artinya dengan menyiapkan keterbelakangan. Permasalahan perubahan sosial, dengan demikian harus menjadi agenda penting dalam pemikiran dan praksis pendidikan nasional.

1. Permasalahan Internal Pendidikan Masa Kini

Seperti halnya permasalahan eksternal, permasalahan internal pendidikan di Indonesia masa kini adalah sangat kompleks. Daoed Joefoef (2001: 210-225) misalnya, mencatat

permasalahan internal pendidikan meliputi permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan strategi pembelajaran, peran guru, dan kurikulum. Selain ketiga permasalahan tersebut sebenarnya masih ada jumlah permasalahan lain, seperti permasalahan yang berhubungan dengan sistem kelembagaan, sarana dan prasarana, manajemen, anggaran operasional, dan peserta didik. Dari berbagai permasalahan internal pendidikan dimaksud, makalah ini hanya akan membahas tiga permasalahan internal yang di pandang cukup menonjol, yaitu permasalahan sistem kelembagaan, profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran.

(6)

Permasalahan sistem kelembagaan pendidikan yang dimaksud dengan uraian ini ialah mengenai adanya dualisme atau bahkan dikotomi antar pendidikan umum dan pendidikan agama. Dualisme atau dikotomi antara pendidikan umum dan pendidikan agama ini agaknya merupakan warisan dari pemikiran Islam klasik yang memilah antara ilmu umum dan ilmu agama atau ilmu ghairuh syariah dan ilmu syariah, seperti yang terlihat dalam konsepsi al-Ghazali (Otman, 1981: 182).

Dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan yang berlaku di negeri ini kita anggap sebagai permasalahan serius, bukan saja karena hal itu belum bisa ditemukan solusinya hingga sekarang, melainkan juga karena ia, menurut Ahmad Syafii Maarif (1987:3) hanya mampu melahirkan sosok manusia yang “pincang”. Jenis pendidikan yang pertama

melahirkan sosok manusia yang berpandangan sekuler, yang melihat agama hanya sebagai urusan pribadi.

Sedangkan sistem pendidikan yang kedua melahirkan sosok manusia yang taat, tetapi miskim wawasan. Dengan kata lain, adanya dualisme dikotomi sistem kelembagaan pendidikan tersebut merupakan kendala untuk dapat melahirkan sosok manusia Indonesia “seutuhnya”. Oleh karena itu, Ahmad Syafii Maarif (1996: 10-12) menyarankan perlunya modal

pendidikan yang integrative, suatu gagasan yang berada di luar ruang lingkup pembahasan makalah ini.

1. Permasalahan Profesionalisme Guru

Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dan proses pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan taknologi telah menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, namun posisi guru tidak

sepenuhnya dapat tergantikan. Itu artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan.

Menurut Suyanto (2006: 1), “guru memiliki peluang yang amat besar untuk mengubah kondisi seorang anak dari gelap gulita aksara menjadi seorang yang pintar dan lancar baca tulis alfabetikal maupun fungsional yang kemudian akhirnya ia bisa menjadi tokoh

kebanggaan komunitas dan bangsanya”. Tetapi segera ditambahkan: “guru yang demikian tentu bukan guru sembarang guru. Ia pasti memiliki profesionalisme yang tinggi, sehingga bisa “digugu lan ditiru”.

Lebih jauh Suyanto (2006: 28) menjelaskan bahwa guru yang profesional harus memiliki kualifikasi dan ciri-ciri tertentu. Kualifikasi dan ciri-ciri dimaksud adalah: (a) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, (b) harus berdasarkan atas kompetensi individual, (c) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (d) ada kerja sama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, (e) adanya kesadaran profesional yang tinggi, (f) meliki prinsip-prinsip etik (kide etik), (g) memiliki sistem seleksi profesi, (h) adanya militansi individual, dan (i) memiliki organisasi profesi.

(7)

pendidikan nasional ada banyak, untuk tidak mengatakan sangat banyak, guru yang tidak profesioanal. Inilah salah satu permasalahan internal yang harus menjadi “pekerjaan rumah” bagi pendidikan nasional masa kini.

1. Permasalahan Strategi Pembelajaran

Menurut Suyanto (2006: 15-16) era globalisasi dewasa ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik. Tuntutan global telah mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma pembelajaran tradisional ke paradigma pembelajaran baru. Suyanto menggambarkan paradigma

pembelajaran sebagai berpusat pada guru, menggunakan media tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian informasi dan pengajaran berbasis factual atau pengetahuan.

Paulo Freire (2002: 51-52) menyebut strategi pembelajaran tradisional ini sebagai strategi pelajaran dalam “gaya bank” (banking concept). Di pihak lain strategi pembelajaran baru digambarkan oleh Suyanto sebagai berikut: berpusat pada murid, menggunakan banyak media, berlangsung dalam bentuk kerja sama atau secara kolaboratif, interaksi guru-murid berupa pertukaran informasi dan menekankan pada pemikiran kritis serta pembuatan

keputusan yang didukung dengan informasi yang kaya. Model pembelajaran baru ini disebut oleh Paulo Freire (2000: 61) sebagai strategi pembelajaran “hadap masalah” (problem posing).

Meskipun dalam aspirasinya, sebagaimana dikemukakan di atas, dewasa ini terdapat tuntutan pergeseran paradigma pembelajaran dari model tradisional ke arah model baru, namun kenyataannya menunjukkan praktek pembelajaran lebih banyak menerapkan strategi

pembelajaran tradisional dari pembelajaran baru (Idrus, 1997: 79). Hal ini agaknya berkaitan erat dengan rendahnya professionalisme guru.

1. Kesimpulan dan Saran

Permasalahan pendidikan di Indonesia masa kini sesungguhnya sangat kompleks. Makalah ini dengan segala keterbatasannya, hanya sempat menyoroti beberapa diantaranya yang dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu permasalahan eksternal dan internal. Dalam permasalahan eksternal di bahas masalah globalisasi dan masalah perubahan social sebagai lingkungan pendidikan.

Sedangkan menyangkut permasalahan internal disoroti masalah system kelemahan (dialisme dikotomi), profesionalisme guru, dan strategi pembelajaran. Dari pemahaman terhadap sejumlah permasalahan dimaksud di atas dapat disimpulkan bahwa berbagai permasalahan pendidikan yang komplek itu, baik eksternal maupun internal adalah saling terkait.

Hal ini tentu saja menyarankan bahwa pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan tidak bisa dilakukan secara parsial; yang merupakan pendekatan terpadu. Bagaimanapun, permasalahan-permasalahan di atas yang belum merupakan daftar lengkap, harus kita hadapi dengan penuh tanggung jawab. Sebab, jika kita gagal menemukan solusinya maka kita tidak bisa berharap pendidikan nasional akan mampu bersaing secara terhormat di era globalisasi dewasa ini.

(8)

terbersit di lubuk hati kita semua, meskipun banyak sekali problem yang belum terentaskan. Rasa optimis menjadi “kata kunci” (key word) bagi semua idealisme perubahan itu. Seperti Paulo freire yang telah berhasil memerdekakan rakyat Brazil dari buta huruf,

keterbelakangan, dan kemiskinan. Kita tidak bisa membayangkan, betapa besar rasa optimis seorang Freire sewaktu berjuang dengan sekuat tenaga dan pikirannya untuk membebaskan rakyat Brazil dari buta huruf, keterbelakangan, dan kemiskinan itu.

Meskipun banyak problem yang dihadapi oleh pendidikan nasional, namun itu semua tidak boleh menyurutkan semangat kita. Bagaimanapun juga, pendidikan nasional merupakan investasi bagi masa depan bangsa. Sebab, melalui pendidikan nasional, masa depan bangsa sedang dirancang sebaik mungkin dengan cara mempersiapkan Sumber Daya Manusia yang tidak kalah kualitasnya dengan negara-negara lain. Kita perlu mengingat kembali kata Cicero,

“Pekerjaan apakah yang lebih mulia, atau yang lebih bernilai bagi negara, daripada mengajar generasi yang sedang tumbuh?”.

Dengan demikian, sebagai seorang yang berada di dunia pendidikan kita tidak perlulah merasa putus asa. Ini seperti yang dikatakan oleh Suyanto (2006: ), Sitem pendidikan nasional sedang beranjak menuju perubahan. Akan tetapi, perubahan itu jelas tidak bisa dalam sekali waktu yang langsung memperlihatkan hasil secara maksimal. Sebab, mengelola sistem pendidikan nasional ibarat menanam modal (investasi) untuk jangka panjang. Tetapi wujud keberhasilannya tidak seketika. Jika investasi dalam bentuk bisnis jelas akan

menghasilkan untung-rugi secara riil, karena dapat diukur dengan besarnya nominal rupiah. Namun investasi pendidikan adalah berbentuk kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang riil bagi generasi bangsa. Karena tujuan nasional pendidikan kita adalah untuk membangun mentalitas yang berkarakter.

Daftar Pustaka

Fakih, Mansour, 2000. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist Press dan Pustaka Pelajar.

Freire, Paulo, 2000. Pendidikan Kaum Tertindas, alih bahasa Oetomo Dananjaya dkk. Jakarta: LP3ES.

Joesoef, Daoed, 2001. “Pembaharuan Pendidikan dan Pikiran”, dalam Sularto ( ed ).

Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi: Antara Cita dan Fakta. Jakarta: Kompas.

Karim, M. Rusli. 1991, “Pendidikan Islam sebai Upaya Pembebasan Manusia”, dalam Muslih Usa (ed.). Pendidikan Islam di Indonesia: Antara Cita dan Fakta. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kuntowijoyo, 2001. Muslim Tanpa Masjid: Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik dalam

Bingkai Strukturalisme Transendental. Bandung: Mizan.

(9)

Maarif. Ahmad Syafii, 1996. “Pendidikan Islam dan Proses Pemberdayaan Umat”. Jurnal Pendidikan Islam, No. 2 Th.I/Oktober 1996.

Othman, Ali Issa, 1981. Manusia Menurut al-Ghazali, alih bahasa Johan Smit dkk. Bandung: Pustaka.

Shane, Harlod G., 1984. Arti Pendidikan bagi Masa Depan. Jakarta: Rajawali Pers.

Soedjatmoko, 1991. “Nasionalisme sebagai Prospek Belajar”, Prisma, No. 2 Th. XX, Februari.

(10)

MASALAH PENDIDIKAN DIINDONESIA

Pendidikan memiliki tugas untuk menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan dari suatu bangsa tersebut. Setiap langkah dalam pembangunan selalu diupayakan beriringan dengan tuntutan kamajuan zaman. Perkembangan zaman yang selalu selalu berubah dan memunculkan berbagai permasalahan baru yang sebelumnya tidak pernah kita pikirkan sebelumnya.

Indonesia adalah negara memiliki beraneka ragam dalam kebudayanya dan Indonesia juga dikenal sebagai negara yang kaya raya akan sumberdaya alamnya, namun untuk sumber daya manusianya dalam hal pendidikan masih sangat rendah. Hal tersebut telah diakui oleh banyak orang di dunia, bahkan oleh warga masyarakat Indonesia itu sendiri. Pendidikan yang ada di Indonesia merupakan salah satu negara yang kurang maju di dunia di di bidang pendidikan ini.

Hal tersebut di karenakan adanya masalah pendidikan di Indonesia yang belum dapat ditangani dengan tuntas. Adapaun masalah pendidikan di Indonesia ialah :

1. Rendahnya sarana dan prasarana

Telah kita ketahui sebelumnya dari berita-berita baik di media massa cetak atau pun elektronik, bahwa sudah banyak berita tentang sekolah-sekolah yang roboh, atau sekolah yang telah rusak karena bangunanya sudah usang, lapuk dan keropos yang sudah tidak layak namun tidak memperoleh bantuan dari pemerintah setempat. Ini merupakan salah satu bukti bahwa betapa rendahnya sarana dan prasarana yang di miliki oleh Indonesia.

2. Kurangnya pemerataan pendidikan di Indonesia

(11)

wilayah-wilayah pokok yang lebih potensial. Hal tersesebutlah yang membuat pemerataan pendidikan yang ada di Indonesia menjadi kurang.

3. Mahalnya biaya pendidikan

(12)

PERMASALAHAN PENDIDIKAN

A. Permasalahan Pokok Pendidikan dan Penanggulangannya

Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak sinkron dengan pembangunan nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut dimana sistem pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehinngga permasalahan intern sistem sisem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya, suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di sekitarnya, dari mana murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut.

Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga sangat kompleks, menyangkut banyak komponen, dan melibatkan banyak pihak.

Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tanah air kita dewasa ini, yaitu:

a. Bagaimana semua warga negara dapat menikmati kesempatan pendidikan.

b. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat.

B. Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan

Ada empat masalah pokok pendidikan yang telah menjadi kesepakatan nasional yang perlu diprioritaskan penanggulangannya. Masalah yang dimakdsud yaitu:

(13)

1. Masalah Pemerataan Pendidikan

Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk

memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pemabangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan.

Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada Bab XI, Pasal 17 berbunyi:

Tiap-tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.

Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI, Pasal 10 Ayat 1,

menyatakan: “Semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya.” Ayat 2 menyatakan: “Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan mentri agama dianggap telah memenuhi kewajiaban belajar.”

Landasan yuridis pemerataan pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai bangsa yang pernah di jajah oleh bangsa lain.

Oleh karena itu, dengan meliha tujuan yang terkandung di dalam upya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan, maka setelah pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan.

Khusus untuk pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap-tiap jenjang memilki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksikan secara terus menerus dengan saksama.

Khusus melalui jalur pendidikan luar sekolah usaha pemerataan pendidikan

(14)

yang menawarkan berbagai macam alternatif, dan dianutnya konsep pendidikan sepanjang hidup yang tidak membatasi pendidikan hanya sampai pada usia tertentu dan tidak terbatas hanya pada penyediaan sekolah.

Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan Cara konvensional antara lain:

a. Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar.

b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore). Sehubungan dengan itu yang perlu digalakkan, utamanya untuk pendidikan dasar ialah membangkitkan kemauan belajar bagi masyarakat/keluarga yang kurang mampu agar mau menyekolahkan anaknya.

Cara inovatif antara lain:

a. Sistem Pamong (pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts System (Instructional Management by Parent, Communty and Teacher). Sistem tersebut dirintis di Solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.

b. SD kecil pada daerah terpencil. c. Sistem Guru Kunjung.

d. SMP Terbuka (ISOSA – In School Out off School Approach). e. Kejar Paket A dan B.

f. Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.

2. Masalah Mutu Pendidikan

Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga

penghasil sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi.

Selanjutnya jika luaran tersebut terjun ke lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unuk kerja (performance test).

Lazimnya sesudah itu masih dilakukan pelatihan/ pemagangan bagi calon untuk penyesuaian dengan tuntutan persyaratan kerja di lapangan.

(15)

yang bermutu. Jika terjadi belajar yang tidak optiimal menghasilkan skor ujian yang baik maka hampir dipastikan bahwa hasil ujian belajar tersebut adalah semu. Ini berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikanm. Selanjutnya kelancaran pemrosesan pendidikan ditunjang oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran bahkan juga masyarakat sekitar. Seberapa besar dukungan tersebut diberikan oleh komponen pendidikan, sangat terkandung kepada kualittas komponen dan kerja samanya serta mobilitas komponen yang mengarah kepada pencapaian tujuan.

Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemerataan mutu. Di dalam Tap MPR RI 1998 tentang GBHN dinyatakan bahwa titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan dan matematika. (BP-7 Pusat. 1989: 68) umumnya kondisi mutu pendidikan di seluruh tanah air menunjukkan bahwa di daerah pedesaan utamanya di daerah terpencil lebih rendah daripada di daerah perkotaan. Acuan usaha pemerataan mutu pendidikan bermaksud agar sistem, pendidikan khususnya sistem persekolahan dengan segala jenis dan jenjangnya di seluruh pelosok tanah air (kota dan desa) mengalami peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing.

Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan

Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan dalam garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manjemen sebagai berikut:

a. Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT. b. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut, misalnya berupa

pelatihan, penataran, seminar, kegiatan-kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain-lain. c. Penyempurnaan kurikulu, misalnya dengan memberi materi yang lebih esensial dan

mengandung muatan lokal, meode yang menantang dan menggairahkan belajar, dan melaksanakan evaluasi yang beracuan PAP.

d. Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tentram untuk belajar. e. Penyempurnaan saran belajar seperti buk paket, media pembelajaran dan peralatan

(16)

f. Peningkatan administrasi manjemen khususnya yang mengenai anggaran. g. Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan-kegiatan:

1. laporan penyelenggaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan. 2. supervisi dan monitoring pendidikan oleh penilik dan pengawas. 3. sistem ujian nasional/negara seperti Ebtanas, Sipenmaru/UMPTN.

4. akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga.

3. Masalah Efisiensi Pendidikan

Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem pendidikan mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika

penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiensinya tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya, efisiensinya berarti rendah.

Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah: a. Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.

b. Bagaimana prasarana dan sarana pendidkan digunakan. c. Bagaimana pendidikan diselenggarakan.

d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.

Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga kerja.

Masalah Efisiensi dalam Penggunaan Prasarana dan Sarana

Penggunaan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak efisien bisa terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan kurikulum.

4. Masalah Relevansi Pendidikan

Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan pemabangunan, yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional.

(17)

memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh lapangan kerja, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi.

Sebenarnya kriteria relevansi seperti yang dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tenatang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut:

- Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam-macam kualitasnya.

- Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran siap pakai. Yang ada ialah siap kembang.

- Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia.

Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan teratasi jika pendidikan:

1) Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya: Semua warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.

2) Dapat mencapai hasil yang bermutu, artinya: Perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah di rumuskan.

3) Dapat terlaksana secara efisien, artinya: Pemrosesan pendidikan sesuai denagn rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.

4) Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

C. Saling Berkaitan antara Masalah-Masalah Pendidikan

Ada dua faktor yang dapat dikemukakan sebagai penyebab mengapa pendidikan yang bermutu belun dapat diusahakan pada saat demikian.

Pertama, gerakan perluasan pendidikan untuk melayani pemerataan kesempatan pendidikan bagi rakyat banyak memerlukan penghimpunan dan pengerahan dana dan biaya.

Kedua, kondisi satu-satuan pendidikan pada saat demikian mempersulit upaya peningkatan mutu karena jumlah murid dalam kelas terlalu banyak, pengerahan tenaga pendidik yang kurang kompeten, kurikulum yang belum mantap, sarana yang tidak memadai, dan seterusnya.

(18)

ganda , yaitu di samping tujuan politis (memenuhi persamaan hak bagi rakyat banyak) juga tujuan pembangunan, yaitu memberikan bekal dasar kepada warga negara agar dapat menerima informasi dan memiliki pengetahuan dasar untuk mengembangkan diri sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berkembangnya Masalah Pendidikan

Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah pendidikan: 1. Perkembangan Iptek dan Seni

2. Laju pertumbuhan penduduk. 3. Aspirasi Masyaraka.

4. Keterbelakangan budaya dan sarana Kehidupan.

E. Permasalahan Aktual Pendidikan dan Penanggulangannya

1.Permasalahan Aktual Pendidikan di Indonesia

Pendidikan selalu menghadapi masalah, karena selalu terdapat kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan hasil yang dapat di capai dari proses pendidikan. Permasalahan aktual berupa kesenjangan-kesenjangan yang pada saat ini kita hadapi dan tersa mendesak untuk ditanggulangi.

Beberapa masalah aktual pendidikan yang akan dikemukakan meliputi masalah-masalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru, pendidikan dasar 9 tahun, dan pendayagunaan teknologi pendidikan.

Masalah aktual tersebut ada yang mengenai konsep dan ada yang mengenai pelaksanaanya. Misalnya munculnya kurikulum baru adalah masalah konsep. Apakah kurikulum tersebut cukup andal secara yuridis (merupakan penjabaran undang-undang pendidikan) dan secara psikologis (berdasarkan hukum perkembangan peserta didik) atau tidak. Penjurusan yang berlaku cepat pada SMA misalnya, dianggap tidak mendasarkan diri pada proses kematangan anak. Konsep sperti itu bermasalah. Selanjutnya jika suatu

kurikulum sudah andal, dapat dilaksanakan apa tidak. Jika tidak, timbullah masalah

(19)

Perlu di pahami bahwa tidak semua masalah aktual tersebut merupakan masalah baru. Bahkan ada yang sudah lama. Sudah sejak lama masalah aktual itu kita sepakati untuk mengatasinya, tetapi dari tahun ke tahun hasilnya tetap sama. Contoh Pendidikan Moral Pancasila seperti yang telah diungkapkan tadi. Berikut ini masalah aktual tersebut:

a. Masalah Keutuhan Pencapaian Sasaran. b. Masalah Kurikulum.

c. Masalah Peranan Guru.

d. Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun.

2. Upaya Penanggulangan

Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah aktual seperti telah dikemukakan pada butir 1, antara lain sebagai berikut:

a. Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukup berlangsung hanya secara insidental

b. Pelaksanaan ko dan ekstrakurikuler dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir ataupun pelulusan. Untuk itu perlu dikaitkan dengan pemberian insentif bagi guru.

c. Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar ke perguruan tinggi dengan yang akan terjun ke masayarakat merupakan hal yang prinsip karena pada dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu belajar di perguruan tinggi.

d. Pendidikan tenaga kependidikan (prajabatan dan dalam jabatan) perlu di beri perhatian khusus, oleh karena tenaga kependidikan khususnya guru menjadi penyebab utama lahirnya SDM berkualitasa untuk pembangunan.

(20)

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Dalam usaha pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan yang serius oleh pemerintah.

Pengawasan tidak hanya dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam bidang mutu, sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu, perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang penting dalam usaha pemerataan pendidikan.

2. Pendidikan (dengan Bidang terkait) dalam usaha pengendalian laju pertumbuhan penduduk sangat diperlukan. Pelaksaaan program ini dapat ditingkatkan dengan mengakampanyekan program KB dengan sebaik-baiknya hingga pelosok negeri ini.

3. Pelaksanaan program belajar dan mengajar dengan inovasi baru perlu diterapkan. Hal ini dilakukan karena cara dan sistem pengajaran lama tidak dapat diterapkan lagi.

4. Sistem pendidikan Indonesia dapat berjalan dengan lancar jika kerja sama antara unsur-unsur pendidikan berlangsung secara harmonis. Pengawasan yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak pendidikan terhadap masalah anggaran pendidikan akan dapat menekan jumlah korupsi dana di dalam dunia pendidikan.

(21)

Home » Berita Pendidikan » Masalah Pendidikan Di Indonesia

Masalah Pendidikan

Masalah Pendidikan~ Pernahkah anda memperhatikan kondisi bahkan masalah yang ada seputar pendidikan? Mungkin sebagian orang tidak peduli dengan masalah pendidikan, hal ini disebabkan karena asumsi publik yang menyatakan bahwa masalah pendidikan adalah

masalah pemerintah.

Saat ini yangs edang kita rasakan ialah ketertinggalannya mutu pendidikan dengan bangsa lain. Baik itu pendidikan formal maupun nonformal. Hal tersebut dapat dibandingakan dengan strandart mutu pendidikan yang ada pada negara lain.

Banyak dilihat pendidikan dipelosok desa yang semakin memprihatinkan keadannya dengan ketidak lengkapannya sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan pendidikan tersebut. Hal tersebut menimbulkan seatu pertanyaan, lalu sebenarnya apakah pemerintah hanya mengutamakan pendidikan yang ada di kota besar karena dianggap memiliki kualitas yang lebih baik dari segi manapun ?

Jika jawaban dari sebuah pertanyaan tersebut dibenarkan maka yang terjadi ialah pemunculan sebuah kata-kata yaitu sebuah kebodohan belaka. Jika banyak yang beranggapan bahwa pendidikan di kota memiliki kualitas yang baik itu semua masih belum dapat dibuktikan dengan semakin maraknya tawuran antar pelajar di wilayah kota-kota besar, terutama ibu kota.

Dalam hal ini sebenarnya penyebab rendahnya kualitas pendidikan yang ada di Indonesia ialah masalah keefektifan serta keefesiensian standart dari pengajaran itu sendiri. Hal ini juga berarti bahwa komponen yang ada dalam pendidikan juga berperan penting, slaah satunya tenaga pendidik.

Masalah-masalah lainnya yang dihadapi oleh dunia pendidikan Indonesia lainnya ialah rendahnya prestasi siswa. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi siswa tersebut yang dapat berupa faktor lingkungan, sosial serta ekonomi.

(22)

Dengan sekian banyaknya rusaknya moral anak bangsa, pemerintah sudah mencoba untuk meperbaiki itu semua dengan melibatakan aspek Ketuhanan sebagai salah satu aspek bahan ajaran pendidikan yang ada di Indonesia. Lewat kajian kerohanian seseorang akan mnegenal dengan bahwa tujuan agama ialah tidak hanya memintingkan kehidupan di dunia akan tetapi.

Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.

Dalam hal ini juga dapat dicarikan solusi tentang masalah masalah yang telah sebelumnya diuraiakan di atas ialah Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi

peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.

Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan

kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

Referensi

Dokumen terkait

yuridis sosiologis, karena mengkaji berbagai kenyataan mengenai pelaksanaan.. transparansi informasi produk bancassurance yang terjadi di BNI Life Insurance

terkait dengan pengajaran yang dilakukan oleh mahasiswa. Evaluasi yang diberikan guru pembimbing lebih kepada cara menghadapi siswa. Dalam melaksanakan praktik mengajar

Setelah tahap analisis sistem lama selesai dilakukan dan mendapat kesimpulan bahwa sistem lama masih terdapat kelemahan-kelemahan, maka diperlukan pembangunan sistem baru

Dipihak lain terdapat tekanan untuk pembangunan behan yang lebih besar dengan Amerika Serikat (kalangan moderat/nasionalist), Pandangan-pandangan yang jauh melewati

dari peneliti yaitu : bagi siswa, agar dapat menggunakan Lembar Kerja Siswa dalam menyelesaikan topik literasi finansial; bagi Guru matematika, agar dapat

(2) Latihan Refeling. Dengan kondisi medan di daerah operasi sangat bervariasi dan kebanyakan hutan belantara serta mobilitas dan agresifitas musuh yang tinggi

terbuka untuk ditafsirkan, ini dapat dilihat dalam realitas sejarah penafsiran al-Qur‟an sebagi Qur‟an sebagi respon umat Islam dalam upaya memahaminya, Alquran

Kaitannya dengan penambahan tepung campuran yang banyak saat pembutiran beras analog adalah butiran beras analog yang dihasilkan cenderung memiliki diameter lebih dari