• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMELIHARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMELIHARA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

(STUDI PADA PEMERINTAH KOTA JAYAPURA)

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Ganjil Mata Kuliah Metode Penulisan Ilmiah Tahun Akademik 2017/2018

Dosen Pengampu: Asti Amelia Novita, S.AP., M.AP., Ph.D.

Oleh:

Maya Auliya Agustin

15503010111101

KELAS A

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Peran Pemerintah Daerah dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Di Kota Jayapura)”.

Skripsi ini merupakan tugas ujian akhir semester gasal mata kuliah Metode Penulisan Ilmiah tahun akademik 2017/2018. Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal penelitian ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Asti Amelia Novita, S.AP., M.AP., Ph.D. selaku dosen pengampu mata kuliah Metode Penulisan Ilmiah

2. Orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan, serta

3.Teman-teman seperjuangan kelas mata kuliah Metode Penulisan Ilmiah Demi kesempurnaan proposal penelitian ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Malang, 14 Desember 2017

Penulis

DAFTAR ISI

(3)

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...5

1.3 Tujuan Penelitian...5

1.4 Manfaat Penelitian...5

1.5 Sistematika Penulisan...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Pemerintah Daerah...7

2.2 Kerukunan Antar Umat Beragama...8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian...17

3.2 Fokus Penelitian...17

3.3 Lokasi dan Situs Penelitian...17

3.4 Jenis dan Sumber Data...18

3.5 Teknik Pengumpulan Data...18

3.6 Instrumen Penelitian...19

3.7 Metode Analisis...19

(4)
(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerukunan umat beragama merupakan dambaan setiap umat, manusia. Sebagian besar umat beragama di dunia, ingin hidup rukun, damai dan tenteram dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan ibadahnya. Kementerian Agama Republik Indonesia (2013) menyatakan bahwa kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.

Di Indonesia sendiri, kerukunan antar umat beragama telah dijamin dalam UUD 1945. Tersurat dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa keanekaragaman pemeluk agama yang ada di Indonesia diberi kebebasan untuk melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing. Namun demikian kebebasan tersebut harus dilakukan dengan tidak mengganggu dan merugikan umat beragama lain, karena terganggunya hubungan antar pemeluk berbagai agama akan membawa akibat yang dapat menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

(6)

dengan semangat peningkatan partisipasi masyarakat dan upaya desentralisasi di era otonomi daerah ini. Ketiga pihak berperan dan berjalan beriringan sesuai kapasitasnya masing-masing. Misalnya, dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemerintah menerbitkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat (selanjutnya cukup disebut PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006, atau PBM saja).

Namun dalam kehidupan masyarakat, keanakaragaman agama dari setiap ajaran-ajaran yang diperintahkan memiliki perbedaan yang sangat terlihat, karena agama yang di yakini oleh tiap-tiap orang di Indonesia, yaitu; Islam, Kristen Hindu, Budha dan Konghucu, dan lain-lain. Dalam setiap agama-agama tersebut juga terdapat keanekaragama-agaman aliran, karena berbedanya ajaran-ajaran, larangan-larangan, dan perintah-perintah dari berbagai macam agama itu, membuat pengikut pengikut dari agama-agama yang ada saling berdebat untuk membuktikan mana yang benar dan mana yang nyata terbukti dalam kehidupan. Hal ini menimbulkan kesalahpahaman antar umat beragama serta membuat kelompok-kelompok minoritas merasa tidak aman untuk menjalankan ajaran mereka dan aktivitas dari kelompok minoritas itu karena tidak leluasa dan apalagi apabila mendapatkan ancaman dari kelompok-kelompok mayoritas. Karena kelompok-kelompok mayoritas menganggap mereka adalah yang benar dan kelompok-kelompok minoritas adalah salah.

(7)

pendidikan, dan penguatan identitas daerah setelah berlakunya otonomi daerah.

Lebih lanjut berdasar data PaPeDA Institute (2014) tindak kekerasan antar umat beragama di Indonesia didominasi di Provinsi Papua, dengan jumlah terbesar di kota Jayapura tercatat 783 insiden yang berupa konflik kekerasan sesama warga dan terkait kerukunan antar umat beragama. Sebagai perbandingan, data pihak Polresta Jayapura sampai akhir 2014 mencatat 956 insiden kekerasan maupun konflik secara umum yang terjadi di Kota Jayapura, yang di dominasi oleh wujud diskriminasi antar umat beragama. Di sini angka kepolisian menunjukkan jauh lebih banyak dari data PePeda Institute.

Menelisik lebih jauh jumlah insiden kekerasan di Kota Jayapura, periode ini sebagian besar didominasi konflik kekerasan antar umat beragama yang mengakibatkan 22 korban tewas, 441 korban cedera dan 13 bangunan rusak; 50 korban perkosaan dan 32 bangunan rusak (PaPeda Institute, 2014). Berdasar data BPS Provinsi Papua tercatat di Kota Jayapura pada tahun 2016 penganut agama Kristen/Protestan mendominasi dengan angka 85.535 jiwa, selanjutnya Islam sebanyak 32.069 jiwa, Katholik sebanyak 28.363 jiwa, Hindu sebanyak 463 jiwa, dan terakhir Budha 210 jiwa. Tentu saja dari presentase penganut agama tersebut dapat menimbulkan gesekan-gesekan ditengah masyarakat yang menimbulkan konflik, ditambah tradisi penduduk papua asli khususnya Kota Jayapura yang patrialisme dan acuh terhadap pendatang khususnya yang beragama lain.

(8)

Regulasi dalam bentuk sebuah kebijakan yang tertuang pada peraturan daerah tidak dipilih pemerintah Kota Jayapura untuk menyelesaikan konflik kekerasan dan diskriminasi antar umat beragama. Hal ini banyak menimbulkan perdebatan dikalangan pemuka di Kota Jayapura, dengan asumsi adanya konflik menguntungkan bagi pemerintah kota perihal memperoleh bantuan dana maupun yang lain untuk membantu korban konflik. Pernyataan tersebut selaras dengan pendapat Howelt dan Ramesh (dalam Safroni, 2012) yang menyatakan bahwa setiap individu aktor-aktor politik (pembuat kebijakan) dituntun oleh kepentingan diri sendiri ( self-interest) dalam memilih aksi-aksi yang diputuskannya untuk kepentingan terbaik mereka.

Kerukunan umat beragama sangat diperlukan, agar bisa menjalani kehidupan beragama dan bermasyarakat dengan damai, sejahtera, dan jauh dari kecurigaan kepada kelompok-kelompok lain. Dengan begitu, agenda-agenda kemanusiaan yang seharusnya dilakukan dengan kerja sama antaragama, seperti memberantas kemiskinan, memerangi kebodohan, mencegah korupsi, membentuk pemerintahan yang bersih, serta memajukan bangsa, dapat segera dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Agenda-agenda tersebut jelas tidak dapat dilaksanakan dengan optimal, jika masalah kerukunan umat beragama belum terselesaikan. Fakta menjelaskan meskipun setiap agama mengajarkan tentang kedamaian dan keselarasan hidup, realitas menunjukkan pluralisme agama bisa memicu pemeluknya saling berbenturan dan bahkan terjadi konflik. Konflik jenis ini dapat mempunyai dampak yang amat mendalam dan cenderung meluas. Bahkan implikasinya bisa sangat besar sehingga berisiko sosial, politik maupun ekonomi yang besar.

(9)

memilih judul “Peran Pemerintah Daerah dalam Memelihara Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Di Kota Jayapura)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang diatas, rumusan masalah pada penelitian ini yaitu, bagaimana peran pemerintah daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama di Kota Jayapura?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasar rumusan masalah diatas, adapun tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui dan menjelaskan peran pemerintah daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama di Kota Jayapura

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu

pengetahuan Khususnya Ilmu Hukum Administrasi Negara serta dapat memberikan masukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai peran pemerintah daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama khususnya bagi pemerintah Kota Jayapura. 1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan dan rekomendasi kepada Pemerintah Kota Jayapura dalam rangka pemeliharaan kerukunan umat beragama.

b. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat untuk mendukung pemerintah Kota Jayapura untuk melaksanakan pemeliharaan kerukunan umat beragama.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(10)

Pada bab ini memuat uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini, penulis mengemukakan secara garis besar teoritis yang menjadi dasar bagi penulis dalam memberikan alternatif solusi atas segala permasalahan yang ada.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang metode penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian meliputi jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi dan situs penelitian, teknik pengumpulan data, instrument penelitian, dan metode analisis data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi tentang hasil penelitian yang dilakukan serta hasil analisis interpretasi data yang dikorelasikan dengan teori yang telah digunakan.

BAB V PENUTUP

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Pemerintah Daerah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peran berarti seperangkat tingkah laku yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat, dan dalam kata jadinya (peranan) berarti tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa (Amba, 1998). Selanjutnya Amba menyatakan bahwa peranan adalah suatu konsep yang dipakai sosiologi untuk mengetahui pola tingkah laku yang teratur dan relatif bebas dari orang-orang tertentu yang kebetulan menduduki berbagai posisi dan menunjukkan tingkah laku yang sesuai dengan tuntutan peranan yang dilakukannya (Amba, 1998).

Peran (role) adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status seseorang dan terjadi apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya (Soekanto, 2004). Hal demikian menunjukkan bahwa peran dikatakan telah dilaksanakan apabila seseorang dengan kedudukan atau status tertentu telah melaksanakan kewajibankewajibannya. Lebih lanjut Soekanto (2004) menjabarkan peran dibagi dalam tiga cakupan, yaitu:

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti merupakan rangkaian-rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan;

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi;

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Berdasarkan tiga cakupan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa peran dalam hal ini mencakup tiga aspek. Aspek tersebut yaitu penilaian dari perilaku seseorang yang berada di masyarakat terkait dengan posisi dan kedudukannya, konsep-konsep yang dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat sesuai dengan kedudukannya, serta aspek ketiga yaitu perilaku seseorang yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

(12)

yang dilakukan pemerintah terkait kedudukannya dalam pemerintahan. Peran pemerintah daerah terbagi atas peran yang lemah dan peran yang kuat. Menurut Leach, Stewart dan Walsh dalam (Muluk, 2013), peran pemerintah daerah yang lemah ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut:

1. Rentang tanggungjawab, fungsi atau kewenangan yang sempit; 2. Cara penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat reaktif; dan

3. Derajat otonomi yang rendah terhadap fungsi-fungsi yang diemban dan tingginya derajat kontrol eksternal.

Menurut UUD 1945 Pasal 18 ayat (5) yang dimaksud Pemerintah Daerah adalah daerah otonom yang dapat menjalankan urusan pemerintahan dengan seluas-luasnya serta mendapat hak untuk mengatur kewenangan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(13)

1. Pemerintah sebagai regulator. Pemerintah sebagai regulator adalah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan penyelenggaraan pemerintahan melalui penerbitan peraturan-peraturan. Sebagai regulator, pemerintah

memberikan acuan dasar kepada masyarakat sebagai instrumen untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan kegiatan dalam hubungan pemerintah dengan masyarakat;

2. Pemerintah sebagai dinamisator. Peran pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat jika terjadi kendala-kendala dalam proses pemerintahan untuk mendorong dan memelihara dinamika

pembangunan daerah. Pemerintah berperan melalui pemberian bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diwujudkan melalui tim penyuluh maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan; 3. Pemerintah sebagai fasilitator. Pemerintah sebagai fasilitator yaitu

menciptakan kondisi yang kondusif bagi daerah. Sebagai fasilitator, pemerintah bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan dan peningkatan, pendidikan dan peningkatan keterampilan kepada masyarakat..

Peran pemerintah sangatlah berpengaruh dalam mewujudkan kondisi kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan tentram yang merupakan kewajiban pemerintah, baik pemerintahan pusat maupun pemerintah daerah.

2.2 Kerukunan Antar Umat Beragama

(14)

menyimpang dari rukunnya; rukun Islam: tiang utama dalam agama Islam; rukun iman: dasar kepercayaan dalam agama Islam.

Dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonious atau concord. Dengan demikian, kerukunan berarti kondisi social yang ditandai oleh adanya keselarasan, kecocokan, atau ketidak berselisihan (harmony, concordance). Dalam literatur ilmu sosial, kerukunan diartikan dengan istilah intergrasi (lawan disintegrasi) yang berarti the creation and maintenance of diversified patterns of interactions among outonomous units. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharannya pola-pola interraksi yang beragam diantara unit-unit (unsur / sub sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap saling memaknai kebersamaan (Lubis, 2005).

Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan kerukununan adalah damai dan perdamaian. Dengan pengertian ini jelas, bahwa kata kerukunan hanya dipergunakan dan berlaku dalam dunia pergaulan. Bila kata kerukunan ini dipergunakan dalam konteks yang lebih luas, seperti antar golongan atau antar bangsa, pengertian rukun atau damai ditafsirkan menurut tujuan, kepentingan dan kebutuhan masingmasing, sehingga dapat disebut kerukunan sementara, kerukunan politis dan kerukunan hakiki.

Selanjutnya dalam konteks kerukunan antar umat beragama merupakan salah satu pilar utama dalam memelihara persatuan bangsa dan kedaulatan negara Republik Indonesia. Kerukunan sering diartikan sebagai kondisi hidup dan kehidupan yang mencerminkan suasana damai, tertib, tentram, sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong sesuai dengan ajaran agama dan kepribadian pancasila.

Dalam pasal 1 angka (1) peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam No. 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat dinyatakan bahwa:

(15)

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Mencermati pengertian kerukunan umat beragama, tampaknya peraturan bersama di atas mengingatkan kepada bangsa Indonesia bahwa kondisi ideal kerukunan umat beragama, bukan hanya tercapainya suasana batin yang penuh toleransi antar umat beragama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka bisa saling bekerjasama (Syaukani, 2008).

Berdasar beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial dimana semua golongan agama bisa hidup berdampingan bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing masing untukmelaksanakan kewajiban agamanya.

Pada kenyataannya peran pemerintah daerah khususnya Kota Jayapura dapat dipertanyakan karena payung hukum bagi daerah sendiri tidak bisa menghukum warganya sendiri yang melakukan tindakan melawan hukum. Banyak tudingan yang diarahkan kepada aparatur daerah, karena aparatur daerah pun tidak dapat melakukan tindakan penyelamatan dilokasi dan pengambilan keputusan dari pemegang kekuasaan yang tidak relevan dengan tindakan yang dilakukan. Harus ada kontrol dari pemerintah daerah dan terkoordinir dengan pemerintah pusat secara nasional untuk menjaga keamanan dan rasa nasionalitas untuk mempetahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu pemecah belah negara yaitu terpecah belahnya rasa kerukunan antar umat beragama di daerah dan membuat kehancuran bagi Indonesia.

Membangun kehidupan umat beragama yang harmonis bukan merupakan agenda yang ringan. Agenda ini harus dijalankan dengan hati-hati menginngat agama sangat melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagian mereka lebih cenderung pada “klaim kebenaran” dari pada “mencari kebenaran”. Meskipun sejumlah pedoman telah digulirkan, pada umumnya masih sering terjadi gesekan-gesekan ditingkat lapangan, terutama berkaitan dengan penyiaran agama, pembangunan rumah ibadah, perkawinan berbeda agama, bantuan luar negeri, perayaan hari-hari besar keagamaan, kegiatan aliran sempalan, penodaan agama, dan sebagainya.

(16)

perekat dalam hidup bermasyarakat, layak dan sejahtera lahir dan batin, demikian yang diajarkan dalam agama masing-masing. Keberagaman dalam berkeyakinan, menghargai dan menghormati orang yang berbeda agama sudah semestinyamenjadi pemahaman orang-orang beragama. Dengan tujuan terciptanya keharmonisan, ketenteraman dalam realitas sosial yang penuh dengan keberagaman untuk mewujudkan negara yang merdeka secara totalitas. Seorang beragama mempunyai faham yang berbeda dengan orang yang bergama lain, penganut agama tersebut harus tetap pada pendiriannya masing-masing. Seseorang sebaiknya memahami agamanya dengan baik dan menghormati keberadaan agama lain.

Prinsip di atas harus dipegang teguh oleh semua umat beragama terutama yang beragama Islam, dan harus difahami dengan sebaik-baiknya, karena dengan pemahaman yang baik dan benar terhadap ajaran agama dapat menciptakan saling menghargai dan saling menghormati. Seiring dengan dinamika kehidupan yang terus berkembang, dan semakin kompleksnya persoalan kerukunan maka fokus sekarang lebih diarahkan pada perwujudan rasa kemanusian dengan pengembangan wawasan multikultural serta dengan pendekatan terhadap masyarakat, komunikatif dan terbuka, tidak saling curiga, memberi tempat terhadap keragaman keyakinan, tradisi, adat maupun budaya.

Lubis (2005) menjelaskan sedikitnya ada lima kualitas kerukunan umat beragama yang perlu dikembangkan, yaitu: nilai religiusitas, keharmonisan, kedinamisan, kreativitas, dan produktivitas.

Pertama, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus merepresentasikan sikap religius umatnya. Kerukunan yang terbangun hendaknya merupakan bentuk dan suasana hubungan yang tulus yang didasarkan pada motif-motif suci dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Oleh karena itu, kerukunan benar-benar dilandaskan pada nilai kesucian, kebenaran, dan kebaikan dalam rangka mencapai keselamatan dankesejahteraan umat.

(17)

mengasihi dan menyayangi, saling peduli yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan, persaudaraan, dan rasa sepenanggungan.

Ketiga, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pada pengembangan nilai-nilai dinamik yang direpresentasikan dengan suasana yang interaktif, bergerak, bersemangat, dan bergairah dalam mengembangkan nilai kepedulian, keaktifan, dan kebajikan bersama.

Keempat, kualitas kerukunan hidup umat beragama harus dioreintasikan pada penngembangan suasana kreatif. Suasana yang dikembangkan, dalam konteks kreativitas interaktif, diantaranya suasana yang mengembangkan gagasan, upaya, dan kreativitas bersama dalam berbagai sector kehidupan untuk kemajuan bersama yang bermakna.

Kelima, kuallitas kerukunan hidup umat bergama harus diarahkan pula pada pengembangan nilai produktivitas umat. Untuk itu, kerukunan di tekankan pada pembentukan suasana hubungan yang mengembangkan nilai-nilai social praktis dalam upaya mengentaskan kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan, seperti mengembangkan amal kebajikan, bakti social, badan usaha, dan berbagai kerjasama sosial ekonomi yang mensejahterakan umat.

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi literatur. Metode studi kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian (Zed, 2008:3).

(18)

dengan hipotesis penelitian. Sehingga para peneliti dapat menggelompokkan, mengalokasikan mengorganisasikan, dan menggunakan variasi pustaka dalam bidangnya.

Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relevan serta fakta dengan kasus peran pemerintah daerah dalam memelihara kerukunan antar umat beragama di Kota Jayapura.

3.2Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini bertujuan untuk membatasi cakupan masalah dan daerah yang akan diteliti. Karena menurut Sugiyono (2014) fokus adalah batasan masalah dalam penelitian kualitatif, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Untuk mempermudah penulis dalam menganalisis hasil penelitian, maka Penelitian ini difokuskan pada peran pemerintah daerah dalam pemeliharaan kerukunan antar umat beragama di Kota Jayapura sesuai pendapat Gede Diva, yaitu:

1) Fungsi Regulator; 2) Fungsi Dinamisator; dan 3) Fungsi Fasilitator

3.3 Lokasi dan Situs Penelitian

Berdasarkan pada judul penelitian, maka penelitian dilaksanakan di Kota Jayapura, dengan pertimbangan bahwa Jayapura memiliki tingkat konflik antar umat beragama dominan diantara kota/kabupaten lain di Indoensia. Adapun situs penelitian sebagai tempat dimana peneliti menggambarkan pusat penelitian dari obyek yang diteliti kurang lebih berpusat di Pemerintah kota Jayapura yang penulis anggap institusi tersebut merupakan pihak berwenang dalam hal penelitian ini.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data penelitian ini merupakan data sekunder. Data ini diperoleh secara tidak langsung dan merupakan data pendukung bagi penelitian yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dari sumber seperti dokumen, foto, arsip, buku, jurnal dan laporan resmi, serta literatur lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

(19)

Untuk memperoleh data yang relevan dan lengkap, penelitian ini menggunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data. Adapun teknik-teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan langkah yang penting sekali dalam metode ilmiah untuk mencari sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian dan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang.

Cara yang dilakukan dengan mencari data-data pendukung (data sekunder) pada berbagai literatur baik berupa buku-buku, dokumen-dokumen, makalah-makalah hasil penelitian serta bahan-bahan referensi lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

2. Penelusuran data online

Penelusuran data online yaitu data yang diperoleh melalui internet atau media jaringan sosial lainnya secara online, sehingga mempermudah peneliti mengakses dan memperoleh data maupun informasi ataupun teori-teori yang berhubungan dengan penelitian.

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian digunakan untuk membantu pengumpulan data. Instrumen penelitian dalam penelitian ini yaitu peneliti sendiri yang melakukan pencarian dan pengumpulan data sekunder, melalui studi kepustakaan dan penelusuran data online.

3.7 Metode Analisis

Di dalam penelitian ini, untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan dan diseleksi digunakan teknik analisis data menurut Miles dan Hubermen dalam Suyanto (2008), diterapkan melalui 3 alur sebagai berikut:

(20)

kasar yang diperoleh dari catatan lapangan. Cara mereduksinya dengan meringkas, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, dan menulis memo sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

b. Penyajian Data Penyajian data dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah diraih, misalnya dituangkan dalam berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Kesemuanya itu dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk yang kompak.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Penarikan kesimpulan adalah kegiatan mencari arti, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan juga diverifikasi, yaitu pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalis selama penyimpulan, tinjauan ulang pada catatan lapangan atau meminta respon atau komentar kepada responden yang telah dijaring datanya untuk membaca kesimpulan yang telah disimpulkan peneliti, kekokohannya, dan kecocokannya.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Kota Jayapura

Gambaran umum mengenai Kota Jayapura dijelaskan melalui aspek geografi dan demografi. Aspek geografi mengambarkan mengenai lokasi dan wilayah. Sedangkan gambaran kondisi demografi, antara lain mencakup komposisi dan populasi masyarakat secara keseluruhan dan masyarakat tertentu pada Kota Jayapura.

a. Karateristik lokasi dan wilayah

1. Luas dan batas wilayah administrasi

Kota Jayapura mempunyai luas 940 Km2 (0.23 % dari luas

daratan Provinsi Papua), terletak di tepian Teluk Humbolt atau Yos Sudarso pada ketinggian 0 - <700 m di atas permukaan laut (dpl). Kota Jayapura secara administrasi berbatasan dengan: Sebelah Utara : Lautan Pasifik

(21)

Sebelah Barat : Distrik Depapre Kabupaten Jayapura 2. Letak dan kondisi geografis

Kota Jayapura berada pada posisi equatorial antara 130o-141o

Bujur Timur dan 1o27’ - 3o49’ Lintang Selatan. Dengan kondisi

atau kawasan meliputi, daerah pesisir, daratan rendah, perbukitan dan daerah pegunungan.

3. Topografi

Kota Jayapura memiliki topografi yang relatif bervariasi, di mana terdapat sejumlah dataran rendah dan pantai, juga terdapat perbukitan dan gununggunung, di mana terdapat 40 persen di antaranya tidak layak huni karena merupakan daerah perbukitan yang terjal dengan tingkat kemiringan 40 derajat, berawa-rawa dengan statistik konservasi (hutan lindung). Kondisi lahan di Kota Jayapura, dibedakan menjadi 3 bagian yaitu daerah limitasi, daerah kendala dan daerah Potensi. Daerah Limitasi adalah daerah yang sama sekali tidak dapat dikembangkan atau diolah karena keterbatasan fisik alami, daerah ini memiliki kriteria: kemiringan lereng > 40 persen, keasaman

tanah pH < 5 atau pH > 7, ketinggian tempat >1500 m dpl, curah hujan >5000 mm/tahun, daerah ini tergenang terus. Daerah Kendala adalah daerah yang sulit dikembangkan karena batasan fisik alami namun mengembangkannya diperlukan biaya besar dan teknologi yang maju, dengan kriteria: Kemiringan lereng 15 – 40 persen, keasaman tanah pH 5,1 - 7, daerah ini tergenang secara periodik. Sementara itu, daerah potensi adalah daerah yang dapat dikembangkan tanpa ada hambatan kondisi fisik alami, dengan kriteria: Kemiringan lereng <15 persen, keasaman tanah pH netral, curah hujan 2.000-2.500 mm/tahun, daerah ini tidak tergenang.

b. Demografi

(22)

pertumbuhan tertinggi pada tahun 2010 yaitu 10,71%. Bila dihitung selama 10 tahun terakhir, ditemukan angka yang lebih tinggi, yakni 4,16%. Pertumbuhan penduduk tertinggi di Distrik Muara Tami, yakni 5,1% dan terendah di Jayapura Selatan hanya 1,2%.

Tingginya laju pertumbuhan itu lebih disebabkan oleh meningkatnya arus migrasi masuk. Adapun tingkat kepadatan penduduk Kota Jayapura pada tahun 2010 adalah 278 jiwa per km2,

dengan tingkat kepadatan terendah di Distrik Muara Tami, yaitu 18 jiwa per km2, sedangkan tingkat kepadatan tertinggi di distrik

Jayapura Selatan, yaitu 1,542 jiwa per km2. Menurut data hasil

sensus tahun 2010, sex ratio penduduk Kota Jayapura sebesar 114, yang berarti bahwa penduduk laki-laki 14 % lebih banyak dibanding penduduk perempuan.Adapun ratarata banyaknya rumah tangga yang menempati satu rumah tangga (2010) adalah 4 orang. Pendataan demografi berbasis kampung tahun 2008 yang tujuan untuk mengetahui penduduk Papua secara keseluruhan sekaligus jumlah penduduk yang etnis papua dan non papua dengan menggunakan beberapa indikator yang terukur dan akurat, dari hasil pendataan tersebut didapatkan hasil bahwa penduduk Papua secara keseluruhan berjumlah 106.568 jiwa, atau sekitar 43% dan non Papua 134.992 jiwa atau 57 % dari jumlah penduduk Kota Jayapura 236.456 jiwa dengan laju pertumbuhan 2,44%. Untuk data lebih detail ditampilkan sebagai berikut.

4.1.2 Pemerintah Kota Jayapura

(23)

Wilayah administratif Kota Jayapura terbagi dalam 5 (lima) distrik dengan rincian sebanyak 14 kampung dan 25 kelurahan. Distrik Abepura

memiliki jumlah kampung/kelurahan terbanyak (11 kampung/kelurahan)

dan Distrik Heram memilliki jumlah kampung/kelurahan paling sedikit (5 kampung/kelurahan).

Tabel 2. Nama Distrik, Ibukota Distrik dan Nama Kelurahan/Kampung Di Kota Jayapura, 2016

Kemudian Pemerintah Kota Jayapura memiliki visi dan misi sebagai berikut.

a. Visi

“Terwujudnya Kota Jayapura yang Beriman, Bersatu, Sejahtera, Mandiri, dan Modern berbasis kearifan lokal”.

b. Misi

1) Meningkatkan kualitas hidup umat beragama

2) Melanjutkan Penataan kepemerintahan yang baik dengan dukungan kapasitas birokrasi yang profesional

3) Membangun kota yang bersih, indah, aman, dan nyaman 4) Peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat

(24)

7) Memperkuat hak-hak adat dan memberdayakan masyarakat kampung

Selanjutnya pemerintahan yang baik tentunya ditunjang oleh kuantitas serta kualitas pegawai yang terdapat didalamnya. Pada tahun 2016, terdapat sebanyak 5.625 orang pegawai negeri sipil (PNS) otonom di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Jayapura. Di tahun 2016, sebagian besar PNS otonom ini merupakan lulusan Strata 1 (S1) yang mencapai hingga 2.721 orang. Jika ditinjau berdasarkan golongannya, separuh PNS otonom di Kota Jayapura berada pada golongan III (47,82 persen).

4.2 Penyajian Data

Berikut adalah data yang diperoleh dari beberapa sumber melalui studi literatur terkait peran pemerintah daerah dalam pemeliharaan kerukunan antar umat beragama di Kota Jayapura.

Di kota-kota yang plural seperti Jayapura yang menjadi lokus pembahasan, persoalan krisis identitas pemicu konflik adalah wajar terjadi di tengah perubahan sosial dan persaingan ekonomi, politik dan budaya yang tinggi.

Dimulai pada Tahun 2013, jumlah tempat peribadatan yang ada di Kota Jayapura didominasi oleh tempat peribadatan Protestan yang tercatat sebanyak 297 unit. Sedangkan jumlah tempat peribadatan Katolik mencapai 58 unit, tempat peribadatan Islam mencapai 125 unit, tempat peribadatan Hindu sebanyak 1 unit dan tempat peribadatan Budha hanya ada 3 unit. Pada tahun 2013, jumlah penduduk Kota Jayapura yang memeluk agama Protestan tercatat 146.843 orang atau 41,76 persen dari total penduduk Kota Jayapura. Sementara pemeluk agama Islam dan Katolik mencapai 33,54 persen dan 23,54 persen, sedangkan sisanya merupakan pemeluk agama Hindu dan Budha. Jumlah jemaah haji yang berasal dari Kota Jayapura pada tahun 2013 mencapai 277 orang.

Sumber : Jayapura dalam angka, 2014.

(25)

Data pada tabel tersebut diatas kemudian dibandingkan dengan data yang diperoleh pada tahun 2016 sebagai berikut. Pada tahun 2016, jumlah penduduk Kota Jayapura yang memeluk agama Protestan tercatat 283.493 orang atau 45,25 persen dari total penduduk Kota Jayapura. Sementara pemeluk agama Islam dan Katolik mencapai 40,56 persen dan 13,48 persen, sedangkan sisanya merupakan pemeluk agama Hindu dan Budha.

Tahun 2016, jumlah tempat peribadatan paling banyak yang ada di Kota Jayapura adalah tempat peribadatan umat Protestan yang tercatat sebanyak 301 unit. Sedangkan jumlah tempat peribadatan Katolik mencapai 65 unit, tempat peribadatan Islam mencapai 193 unit, tempat peribadatan Hindu sebanyak 5 unit dan tempat peribadatan Budha hanya ada 6 unit. Jumlah jemaah haji yang berasal dari Kota Jayapura pada tahun 2016 mencapai 338 orang.

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Distrik dan Agama yang Dianut di Kota Jayapura, 2016

Distrik Islam Protestan Katolik Hindu Budha Jumlah Muara Tami

Abepura

11.419 7.095 3.763 70 10 22.357

(26)

Heram mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Kota Jayapura bersama masyarakat telah mampu memelihara kerukunan antar umat beragama. Walau pernah terjadi angka konflik identitas tinggi yang salah satunya karena agama pada tahun 2014. Berikut dipaparkan peran pemerintah Kota Jayapura dalam memelihara kerukunan antar umat beragama.

1. Fungsi Regulator

Otonomi daerah merupakan salah satu dasar kebijakan bahwa pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/ Kota dapat menjalankan kebijakannya masing-masing didaerah tersebut. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi, Kabupaten/ Kota harus sesuai dengan peraturan yang ada. Seperti dalam pengelolaan keberagaman umat beragama pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/ Kota diberikan mandat sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 09 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerahdalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat bahwa “pemeliharaan kerukunan umat beragama

menjaditanggung jawab bersama

(27)

Ditingkat Kabupaten/ Kota seperti yang terdapat dipasal 6 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri Agama dan Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tahun 2006 mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut:

a. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di kabupaten/kota; b. Mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam

pemeliharaan kerukunan umat beragama;

c. Menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama;

d. Membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam penyelenggaraan kerukunan umat beragama;

e. Pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama;

f. Menerbitkan IMB rumah ibadat. Tugas dan Kewajiban baik itu ditingkat Provinsi, Kabupaten/ Kota harus terus dilaksanakan agar toleransi yang ada tetap terjaga sehingga kerukunan dalam masyarakat.

Sebagai bentuk peran pemerintah Kota Jayapura dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan umat beragama, Pemerintah Kota Jayapura melalui Keputusan Walikota Jayapura Nomor : 28 Tahun 2007 tentang Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Jayapura. Masyarakat telah dengan penuh kesadaran membangun toleransi dan kerukunan kehidupan beragama, baik dalam kerangka hubungan secara internal sesuai keyakinan masing-masing, maupun dalam hubungan yang bersifat lintas agama, serta dalam konteks hubungannya dengan pemerintah.Wujud konkritnya dapat dilihat dari perilaku positif yang ditunjukkan oleh masyarakat pada perayaan hari-hari raya besar masing-masing, dengan saling menghormati dan bahkan saling berkunjung dan bersilahturami antar sesama. 2) Fungsi Dinamisator

Dengan menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam memelihara kerukunan umat beragama pemerintah Kota Jayapura melaksanakan kegiatan keagamaan yang berjalan beriringan. Melalui kegiatan tersebut masyarkat diupayakan menghargai dan menghormati agama satu sama lain.

(28)

kelompok masyarakat asli pada awalnya ketat diatur dalam struktur sosial yang dianutnya. Adat istiadat yang dianut mengatur hubungan sosial mereka, terutama (a) hubungan antar anggota dalam satu marga/keret (klen), (b) hubungan antar keret/marga (klen) dengan keret (klen), (c) hubungan antara susu-suku asli di wilayah Jayapura, dan (d) hubungan antara penduduk asli dengan penduduk luar Kota Jayapura (orang luar Papua dan orang Papua bukan asli Kota Jayapura). Hubungan-hubungan sosialnya terlihat dalam aktivitas hidup mereka setiap hari, termasuk kegiatan upacara adat maupun kegiatan

sosial lainnya. Kondisi sosial sekarang yang masyarakatnya heterogen berpengaruh pada struktur yang dulunya ketat menjadi longgar.

Hubungan sosial yang dulunya terbatas pada kegiatan adat dalam suku dan klen asli mengalami perubahan dimana kondisi sosial saat ini tercipta hubungan-hubungan sosial baru karena kepentingan ekonomi, politik, agama dan sosial-budaya lainnya. Keterbukaan dan sifat bersahabat penduduk asli terhadap orang lain yang bukan orang asli Kota Jayapura terlihat dalam pergaulan mereka di kantor pemerintah/swasta, hari-hari besar keagamaan seperti Hari Natal dan Hari Lebaran mereka saling bersalaman dari rumah ke rumah. Selain itu, kerja sama dalam kegiatan-kegiatan pembangunan di kampung/kelurahan atau distrik.

Salah satu contoh kecil yang dapat dilihat, yakni pelaksanaan kegiatan keagamaan yang berjalan beriringan, seperti Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawai) dan (Musabaqah Tilawatil Quran) MTQ di Kota Jayapura yang berlangsung secara bersamaan (lintaspapua.com, 2017).

Hal tersebut menjadi salah satu contoh kecil yang sudah diwujudkan dalam toleransi dan kerukunan umat beragama di Kota Jayapura. Dengan berhasil menjaga toleransi umat beragama dapat memotivasi peningkatan kerukunan antar umat beragama di Kota Jayapura.

3) Fungsi Fasilitator

(29)

keyakinannya

masing-masing mengalami pertambahan dari tahun ke tahun yang menggembirakan. Pertambahan tersebut bergerak simetris dengan pertumbuhan penduduk, baik karena pengaruh migrasi maupun kelahiran.Tampak bahwa hingga tahun 2008, terjadi peningkatan jumlah penganut agama dengan persentase pertambahan tertinggi (75.75% penganut agama Budha). Tetapi jika dilihat dari angka nominal, maka pertambahan tertinggi adalah penganut agama protestan. Peningkatan tersebut diikuti dengan bertambahnya sarana peribadatan dengan persentase tertinggi pada gereja protestan, disertai dengan makin banyaknya rohaniawan yang dibina. Secara kualitatif analisis tentang kualitas kehidupan beragama dalam menciptakan Kota Jayapura sebagai tanah damai dan meningkatkan kerukunan hidup beragama dapat dibuktikan secara konkrit.

Berbagai kegiatan yang dilakukan telah menyentuh kebutuhan masyarakat penganut agama masingmasing. Pembinaan, prasarana dan sarana gedung Gereja, Masjid, Kuil, Vihara serta kelengkapan sarana pendukung keagamaan,

kegiatan keagamaan, dan kehidupan keagamaan berjalan secara baik selama lima tahun terakhir ini. Dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan umat beragama, Pemerintah Kota Jayapura memfasilitasi berbagai program dan kegiatan penting, termasuk di antaranya adalah menyelenggarakan kegiatan pertemuan tokoh-tokoh agama guna membangun kehidupan harmonis antar umat beragama.

4.3 Anlisis Data

1) Fungsi Regulator

(30)

Jayapura dalam memberikan rekomendasi yakni 6 surat. Sedangkan pemberian ijin mendirikan bangunan rumah ibadah yang diterbitkan oleh pemerintah Kota Jayapura tahun 2013- 2016 berjumlah 9 IMB rumah ibadah.

Kemudian pemerintah Kota Jayapura telah membuat regulasi yang tertuang pada Keputusan Walikota Jayapura Nomor : 28 Tahun 2007 tentang Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Jayapura. Perihal fungsi pemerintah sebagai regulator, pemerintah Kota Jayapura memiliki kekurangan perihal anggaran.

Minimnya distribusi anggaran untuk Forum Kerukunan Umat Beragama merupakan masalah kompleks dalam rangka menciptakan suasana kerukunan di Kota Jayapura. Anggaran pemerintah daerah masih difokuskan program lain yang merupakan program-program prioritas kebijakan pemerintah daerah Kota. Anggaran FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) yang minim memang diakui oleh Wakil Ketua Forum kerukunan Umat Beragama, distribusi anggaran dari tahun ketahun masih terbatas. Program-program yang dirangcang Forum Kerukunan Umat Beragama saat ini tergantung dari distribusi anggaran pemerintah.

2) Fungsi Dinamisator

Pemerintah sebagai dinamisator mengadakan koordinasi antar lapisan masyarakat sebagai upaya menmelihara kerukunan umat beragama. Koordinasi Pemerintah Kota dengan instansi pemerintah dan masyarakat merupakan suatu keharusan. Terciptanya tujuan pemerintah dalam tata kelola pemerintahan tentunya merupakan hasil dari koordinasi yang baik antar lembaga/ mitra pemerintahan. Berikut ini peranan pemerintah sebagai koordinator dalam memelihara kerukunan umat beragama.

(31)

rasa

cinta tanah air di Balai Kota Jayapura dan Outbound bersama tokoh lintas agama. Materi yang disampaikan berkenaan dengan potensi konflik yang berbasis wilayah.

b) Pengkoordinasikan Kegiatan Instansi Vertikal dan menumbuhkembangkan Keharmonisan diantara Umat beragama. Sebagai upaya menjaga kondisi Jayapura yang tetap aman dan damai. Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dikegiatan dengan instansi vertikal sebagai langkah efektif guna mencegah terjadi konflik sosial keagamaan dimasyarakat. Koordinasi dilakukan Pemerintah Kota dengan instansi terkait seperti dengan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jayapura dan Kepolisian Resort Kota Jayapura. Rapat koordinasi merupakan program tahunan dari kantor kesatuan bangsa kota Jayapura dengan Polres Kota Jayapura dan Kementerian Agama Kota Jayapura dilakukan 6 kali pada tahun 2016.

Namun pemerintah Kota Jayapura menaydari pula kurangnya tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas keamanan dan meminimalisir terjadinya konflik sosial yang ditimbulkan karena kesenjangan sosial dan isu dimasyarakat. Pemerintah Kota Jayapura menilai bahwa tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas keamanan masih kurang. hal itu didapat diketahui bahwa masih banyak masyarakat yang mudah terprovokasi oleh isu-isu yang berkembang dimasyarakat. Isu-isu tersebut membawa dampak negatif terhadap kehidupan sosial.

3) Fungsi Fasilitator

a) Mengesahkan Kepengurusan Forum Kerukunan Umat Beragama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) disahkan dengan keputusan Walikota Nomor : 28 Tahun 2007 tentang Pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama Kota Jayapura. Sesuai namanya FKUB Kota ini merupakan forum/ organisasi yang dibentuk oleh masyarakat yang bertujuan untuk menciptakan kerukunan umat beragama sesuai dengan PeraturanBersama Menteri Dalam Negeri danMenteri Agama nomor 9 dan nomor 8tahun 2006.

(32)

Selain Kementerian Agama dan mitra kerja pemerintah kota, Kantor

Kesatuan Bangsa Kota Jayapura mempunyai program prioritas dalam merawat kebhinekaan dan mengendalikan konflik sosial yang timbul karena isu SARA. Program tersebut dikemas dengan program pemantapan nasionalisme dan cinta tanah air/ wawasan kebangsaan.Program Pemantapan nasionalisme dancinta tanah air ini diselenggarakan rutin oleh Kantor Kesatuan Bangsa Kota Jayapura di Balai Kota Jayapura dengan capaian program pengendaliankonflik berdasarkan isu SARA yangsemakin baik.

BAB V PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Pemerintah Kota Jayapura telah cukup optimal dalam upaya pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayahnya. Peran itu ditunjukkan dengan sejumlah program bernuansa kerukunan, dan upaya harmonisasi masyarakat umat beragama. Dukungan anggaran bagi FKUB memang masih belum optimal dan perlu didorong terus, demikian pula sarana pra sarana pendukung kerja untuk kerukunan. Secara lebih rinci peran pemerintah Kota Jayapura dalam memelihara kerukunan umat beragama dapat diambil kesimpulan antara lain:

Pertama, sebagai fasilitator Pemerintah Kota Yogyakarta memfasilitasi dan memberdayakan Forum Kerukunan Umat Beragama

(FKUB) serta

(33)

menerbitkan peraturan tentang pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), serta surat ijin mendirikan bangunan rumah ibadah.

4.2 Saran

Dari kesimpulan di atas dapat diusulkan saran sebagai berikut:

1. Pemerintah Kota Jayapura perlu memberikan dukungan anggaran yang lebih memadai bagi FKUB termasuk sarana pra sarana pendukung kerjanya.

2. Peran Pemerintah Kota Jayapura perlu lebih ditingkatkan. Melalui langkah-langkah proaktif dalam pemeliharaan kerukunan di daerah.

3. Anggaran untuk pemeliharaan kerukunan umat beragama perlu ditingkatkan, sehingga upaya sosialisasi dan pembinaan dapat lebih luas dan merata dilakukan.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

Fulthoni, et. al. 2009. Memahami Diskriminasi: Buku Saku Kebebasan Beragama. Jakarta: ILRC.

Liliweri, Alo. 2005. Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Mayarakat Multikultur. Jayapura: LkiS.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif, dan R&D. Cet. 16. Bandung: Alfabeta.

Suyanto, Bagong, dan Sutinah. 2008. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Ed. 1. Cet. 4 Jakarta: Kencana.

Kementerian Agama Republik Indonesia. 2013. Peran Pemerintah Daerah dan Kantor Kementerian Agama Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. ed. 1. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

Safroni, Ladzmi. 2012. Manajemen dan Reformasi Pelayanan Publik. Cet. 1. Malang: Aditya Media Publishing.

Amba, M. 1998. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat. Pascasarjana, IPB, Bogor.

Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Raja Grafindo Persada.

Muluk, Khairul. 2013. Peran Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Indonesia. Malang: UB Press.

Syaukani, Imam. 2008. Kompilasi Kebijakan Dan Peraturan Perundang-UndanganKerukunan Umat Beragama. Jakarta: Puslitbang.

(35)

Undang-Undang Dasar 1945 amandemen 4. jdih.pom.go.id/uud1945.pdf. Di akses pada 14 Oktober 2017.

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. http://ntt.kemenag.go.id/file/file/dokumen. Di akses pada 14 Oktober 2017.

Ahmad, Haidlor Ali. Survei Nasional Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia. 2016. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

PaPeda Institute (Ridwan Al Makassary). 2014. Peta Kekerasan, Khususnya Konflik Identitas, di Kota Jayapura. http://www.bps. PetaKekerasanKhususnyaPapua. Di akses pada 16 Oktober 2017.

BPS Provinsi Papua. 2016. Papua dalam Angka 2016. https://papua.bps.go.id/Publikasi/view/id/153. Di akses pada 16 Oktober 2017.

. 2017. Upaya Menajaga Kerukunan Umat Beragama Kota Jayapura. jayapurakota.go.id. Diakses pada 16 Oktober 2017.

Humas Setda Kota Jayapura. 2017. Wakil Walikota Menghimbau Warga untuk Menjaga Kerukukanan Antar Umat Beragama. www.jayapurakota.go.id.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

http://www.pnri.go.id/assets/uploads/2016/03/UU-23-2014-PEMERINTAHAN-DAERAH.pdf. Di akses pada 16 Oktober 2017.

Gaumarawati, AN. 2012. Sutau Kajian Kriminologis Mengenai Kekerasan Terhadap Perempuan dalam Relasi Pacaran Heterseksual. http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/1255/1160. Di akses pada 16 Oktober 2017.

Hufad, Ahmad. 2003. Perilaku Kekerasan: Analisis Menurut Sistem Budaya dan

(36)

http://file.upi.edu/Direktori/JURNAL/JURNAL_MIMBAR_PENDIDIKA N/MIMBAR_NO_2_2003/Perilaku_Kekerasan_Analisis_Menurut_Sistem _Budaya_dan_Implikasi_Edukatif.pdf. Di akses pada 16 Oktober 2017.

Pemerintah Kota Jayapura. 2017. Gambaran Umum Kondisi Kota Jayapura. http://bappeda.jayapurakota.go.id/wp-content/uploads/2015/01/BAB-2-GAMBARAN-UMUM-KONDISI-KOTA-JAYAPURA-_Repaired_1.pdf. Diakses pada 10 Desember 2017.

BPS Kota Jayapura. 2015. Papua Dalam Angka Tahun 2014. bappeda.jayapurakota.go.id/.../Download-Kota-Jayapura-Dalam-Angka-Thn-2014.pdf. Diakses pada 10 Desember 2017.

BPS Kota Jayapura. 2017. Papua Dalam Angka Tahun 2016. https://jayapurakota.bps.go.id/. Diakses pada 10 Deember 2017.

Gambar

Tabel 2. Nama Distrik, Ibukota Distrik dan Nama
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Distrik dan Agama yang

Referensi

Dokumen terkait

Port Serial 89C51 dapat digunakan untuk komunikasi data secara sinkron maupun asinkron Komunikasi data serial secara sinkron adalah merupakan bentuk komunikasi data serial

Tujuan dari penelitian adalah mengetahui sistem pengadaan bahan baku utama berbasis kontrak pada perusahaan roti dan kue-kue ANDALAS untuk meminimasi total biaya bahan

Sumber primer dalam penelitian ini adalah kitab Al-Muhadzab, karangan Imam al-Syirazi yang merupakan salah satu ulama’ Mazhab Syafi’i yang menjelaskan pendapat

Pelaksanaan Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang ditetapkan dalam Peraturan ini dituangkan lebih lanjut dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan

Kendala yang dialami Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Kota Surakarta diantaranya ketidakpatuhan wajib pajak dalam membayar pajak, manipulasi besarnya

Dari penelitian di Kelurahan Mekarsari Kota Banjar, responden kasus banyak yang menggunakan pil kombinasi lebih atau sama dengan 2 tahun sebanyak 62,3%, dibandingkan

PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Bergerak dalam bidang. pendistribusian tenaga listrik Membawahi beberapa cabang

I Made Narsa, M.Si., Ak., CSRS., CMA., CA, selaku Dosen Penguji tesis yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan serta masukan yang sangat bermanfaat bagi