• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aturan Baru Kelistrikan Tidak Menarik In

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Aturan Baru Kelistrikan Tidak Menarik In"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Aturan Baru Kelistrikan Tidak Menarik

Investor Swasta

13 February, 2015

. Bisnis & Investasi

216

(BusinessReview)- Skema baru pembelian tenaga listrik melalui penunjukan langsung dan penetapan harga patokan oleh PT PLN (Persero) yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2015 tidak cukup menarik untuk mendorong investasi swasta.

Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menilai, Permen tersebut hanya

mempersingkat prosedur, tapi tetap tidak menarik investasi dari swasta karena investor hanya mendapat margin 2 persen.

Ketua Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) A. Santoso, menjelaskan, dalam Permen tersebut, patokan harga ditentukan oleh PLN dimana dengan patokan itu, investor hanya mendapat 12 persen IRR atau “Internal Rate of Return” yang merupakan indikator tingkat efisiensi dari suatu investasi atau laju pengembalian minimum dari suatu investasi yang ditanam oleh investor.

Menurut Santoso, jumlah 12 persen IRR menjadi tidak menarik bagi para investor, karena umumnya modal mereka berasal dari bank komersial yang menetapkan bunga sebesar 10 persen dari nilai pinjaman. “Kalau dengan sistem tersebut kan selisih antara IRR dengan bunga hanya dua persen, angka dua persen sangat tidak menarik untuk investasi,” tuturnya seusai mengikuti acara “Sosialisasi Permen ESDM Nomor 3 Tahun 2015 dan Kepmen ESDM Nomor 0074 K/21/MEM/2015″ di Jakarta, Kamis (12/2/2015).

Dirjen Ketenagalistrikan, Jarman, mengungkapkan, penerbitan Kepmen tersebut bertujuan untuk mendorong pembangunan pembangkit listrik melalui mekanisme “Independent Power Producers” (IPP) demi mempercepat pencapaian target pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW.

“Peran listrik swasta diharapkan dapat meningkat secara signifikan. Peran swasta akan meningkat dari kontribusi kapasitas sekitar 15 persen menjadi 32 persen pada tahun 2019, dan 41 persen pada tahun 2024,” kata Jarman.

(2)

“Prosedur pembelian tenaga listrik melalui pemilihan langsung dilaksanakan maksimal dalam 45 hari, sedangkan untuk penunjukan langsung dilaksanakan maksimal 30 hari,” ujar Jarman.

Selain itu, katanya, untuk mempercepat proses pembelian, PLN wajib menyusun standar dokumen pengadaan dan standar PPA untuk masing masing jenis pembangkit serta PLN dapat menunjuk “procurement agent” untuk membantu melakukan uji tuntas terhadap penawaran calon.

Terkait harga patokan tertinggi (HPT), menurut Jarman, diatur per jenis dan kapasitas pembangkit dengan menggunakan beberapa asumsi yaitu “availibity factor“, masa kontrak, “heat rate”, “caloric value”, dan harga bahan bakar.

“Harga patokan tersebut berdasarkan harga ‘levellized base‘ dan merupakan harga pada saat pembangkit dinyatakan COD,” tuturnya.

Permen tersebut juga mengatur bahwa pembelian yang dilaksanakan berdasarkan harga patokan tertinggi tidak diperiksa persetujuan harga jual dari Menteri ESDM.

A. Santoso mengusulkan agar Permen tersebut kembali direvisi dengan meningkatkan tarif beli listrik. Kalaupun tarif belinya tetap maka pemerintah harus menunjuk satu bank nasional dengan bunga pinjaman sekitar 6-7 persen, sehingga selisih antara IRR dengan “cost” masih cukup menarik untuk investor.

“Kalau tidak ada pembenahan kebijakan, saya khawatir yang akan masuk hanya investor asing, karena modal mereka berasal dari bank-bank asing yang bunganya hanya sekitar 5-7 persen,” ujarnya.

Jarman mengatakan, Permen tersebut memungkinkan pendanaan dari bank asing jika memang bank tersebut berminat menanamkan investasi di Indonesia. “Kita tidak menutup peluang bagi bank asing untuk masuk karena kapasitas bank-bank nasional kita pun belum tentu mencukupi untuk pendanaan proyek sebesar ini,” ucapnya.

Sejauh ini, menurut Jarman, bank asing yang berminat menanamkan investasi di bidang tenaga listrik adalah Asian Development Bank (Bank Pembangunan Asia).

Jarman menegaskan bahwa harga yang tertera dalam Permen sifatnya fleksibel atau dapat berubah sewaktu-waktu karena pengaruh finansial misalnya inflasi atau faktor-faktor lain yang sifatnya “force major”.

Diketahui, pemerintah juga terus mendorong peran swasta dalam penyediaan energi listrik melalui pemberlakuan UU Nomor 2 Tahun 2012 untuk pembebasan dan penyelesaian lahan, fasilitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dikoordinasikan oleh BKPM, serta regulasi lain yang akan mendorong dan memberikan kepastian berinvestasi bagi pihak swasta.

(3)

Share this:

 

 inShare

Referensi

Dokumen terkait