• Tidak ada hasil yang ditemukan

Batasan Dialek Bahasa DEPARTEMEN SASTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Batasan Dialek Bahasa DEPARTEMEN SASTRA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Batasan Dialek Bahasa

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dialektologi

Disusun oleh:

Gigih Wasis Saryono NIM 121211131003

Dosen Pengampu:

Moch. Jalal, S.S., M.Hum.

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dialektologi berasal dari kata dialect dan kata logi. Kata dialect berasal dari bahasa Yunani dialektos. Kata dialektos digunakan untuk menunjuk pada keadaan bahasa di Yunani yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan kecil dalam bahasa yang mereka gunakana. Adapun kata logi berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti ‘ilmu’. Gabungan dari kedua kata ini beserta artinya membawa pengertian dialektologi sebagai ilmu yang mempelajari suatu dialek saja dari suatu bahasa dan dapat pula mempelajari dialek-dialek yang ada dalam suatu bahasa. Berdasarkan kelompok pemakaiannya, dialek dapat dibagi atas tiga jenis, yakni: (1) dialek regional, yaitu variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal (tempat) dalam suatu wilayah bahasa: (2) dialek sosial, yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh golongan oleh golongan tertentu; dan (3) dialek temporal, yaitu variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok bahasawan yang hidup pada waktu tertentu. Pendapat yang lazim tentang dialek sebagaimana dikemukakan dengan pemahaman yang dianut dalam rangkaian pembicaraan dialektologi, menurut pandangan dialektologi, semua dialek dari suatu bahasa yang digunakan oleh kelompok bahasawan yang hidup pada waktu tertentu.

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki banyak suku dan beragam bahasa daerah. Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang paling banyak penuturnya di Indonesia. Menurut Soedjarwo dkk. (1987:1), jumlah penutur bahasa Jawa di Indonesi sekitar 50% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Bahasa Jawa digunakan oleh penuturnya untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasikan diri. Selain itu, bahasa Jawa juga memiliki fungsi sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, dan alat penghubung di dalam keluarga dan masyarakat daerah. Secara umum, dalam bahasa Jawa dikenal tingkatan atau undhak-usuk bahasa yang menjadi bagian integral dalam tata krama (etiket) masyarakat Jawa berbahasa.

(3)

perbedaan karakter pada masing-masing entik perihal penggunaan bahasa. bervariasinya bahasa dapat dilihat dan dijelaskan pada tataran internal bahasa itu sendiri seperti pada fonologi, fonetis, morfologi, maupun sintaksisnya.

Dialektologi merupakan ilmu yang mengkaji perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang berkaitan dengan faktor geografis, yang salah satu aspek kajiannya adalah pemetaan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah pengamatan dalam penelitian (Mahsun, 1995:20).

Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat yang hidup dan berkembang mulai zaman dahulu hingga sekarang yang secara turun-temurun menggunakan bahasa Jawa dalam berbagai ragam dialeknya dan mendiami sebagian besar Pulau Jawa (Herusatoto, 1987: 10). Di Jawa Timur berkembang masyarakat Madura, arek, Jawa Pesisir, Jawa Mataram, dan lain-lain.

Dialektologi merupakan bidang keilmuan yang menjadikan dialek bahasa sebagai objek penelitiannya. Kata dialek bahasa berasal dari bahasa Yunani dialektos. Kata dialektos digunakan untuk menunjuk pada keadaan bahasa di Yunani yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan kecil dalam bahasa yang mereka gunakan. Menurut Chaer (2004:63) “Dialek merupakan variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu”.

Bahasa merupakan suatu alat komunikasi antarindividu maupun antarkelompok yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Hal-hal yang menyangkut bahasa akan dipelajari dalam ilmu linguistik menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Ilmu linguistik tidak hanya membahas bahasa dalam lingkup internal saja, melainkan juga dalam lingkup eksternal bahasa itu sendiri. Salah satunya yaitu dialektologi.

(4)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis telah merumuskan beberapa masalah diantaranya sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan dialektologi? 2. Bagaimana batasan dialek dan bahasa? 3. Bagaimanakah pembeda dialek dan bahasa ? 4. Apa sajakah ragam dialek bahasa?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis memiliki beberapa tujuan dan manfaat penulisan makalah diantaranya sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan definisi dari dialektologi. 2. Mendeskripsikan batasan dialek dan bahasa. 3. Mendeskripsikan pembeda dialek dan bahasa. 4. Mendeskripsikan ragam dialek bahasa.

(5)

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Dialektologi

Dialek atau dialect berasal dari bahasa Yunani, yakni dialektos. Kata dialektos digunakan untuk menunjuk pada keadaan bahasa di Yunani yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan kecil dalam bahasa di Yunani yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan kecil dalam bahasa yang mereka gunakan Dialek adalah variasi bahasa dari sekelempok penutur yang jumlahnya relatif, yang berbeda dari satu tempat wilayah atau area tertentu (menurut Abdul Chaer). Dialek dibedakan berdasarkan kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan. Jika pembedaannya hanya berdasarkan pengucapan, maka disebut aksen. dapat disimpulkan bahwa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang berbeda dengan kelompok penutur lain berdasarkan atas letak geografi, faktor sosial, dan lain-lain.

Jenis-jenis dialek meliputi dialek regional dialek yang cirinya dibatasi oleh tempat, misalnya dialek Jawa Mataram dengan Jawa Pesisir memiliki ciri dialek sosial yakni bentuk dialek yang dipakai oleh kelompok sosial tertentu dan dua contoh dialek yang ada di atas tersebut memiliki karakteristik yakni :

- Karakteristik Dialek Jawa Pesisir dan Dialek Jawa Mataraman

(6)

Masyarakat Jawa Mataraman merupakan salah satu bagian dari Islam Jawa yang dikenal dengan sebutan Mataraman. Secara kultural Mataraman adalah identifikasi terhadap masyarakat Jawa yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam. Dialek Surakarta (Jawa Tengah) merupakan dialek bahasa Jawa yang dituturkan oleh masyarakat di wilayah Mataraman yaitu Solo atau Surakarta dan perbatasan Provinsi Jawa Tengah hingga beberapa wilayah Jawa Timur. Dinamalan “Mataraman” karena masih mendapat pengaruh sangat kuat dari budaya Kerajaan Mataraman. Kebudayaan, adat-istiadat, dan pola kebahasaan Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengah, sehingga kawasan tersebut dikenal sebagai Mataraman yang berarti bahwa kawasan tersebut dahulu merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataraman Karakteristik umum pada dialek Surakarta atau dialek Mataraman adalah lebih sering menggunakan partikel cah sebagai ciri khasnya. Partikel ini berasal dari kata bocah (anak) yang menggantikan kata arek dialek Surabaya (Sutarto dan Sudikan, 2008: 54).

Pada dasarnya dialektologi merupakan ilmu tentang dialek; atau cabang dari linguistik yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek dengan memperlakukan perbedaan tersebut secara utuh (bandingkan dengan Kridalaksana, 1984: 39). Dialektologi sebagai salah satu cabang linguistik memiliki andil dalam mengembangkan ilmu tersebut. Dalam hal ini, hasil kajiannya dapat menampilkan gejala variasi bahasa, yakni variasi yang terdapat di wilayah tertentu ataupun yang digunakan oleh kelompok sosial tertentu. Menurut Grijns (1991: 54) salah satu jasa dialektologi yang telah nyata adalah bahwa sudah sejak dini dan dengan sangat umum berhasi menunjukkan kekompleksan distribusi areal ciri-ciri linguistik dalam bahasa-bahasa manusia.

(7)

Louis Gillieron pada tahun1880 di Swis membuka babak baru dalam penelitian dialektologi ini. Sesuai dengan perkembangan objek dan metode kajiannya, Chambers dan Trudgill (1980: 206) menganggap dalam dialektologi kini (dialektologi modern) tidak hanya dibahas masalah geografi dialek, tetapi dibahasa pula masalah dialek perkotaan dan geografi kependudukan. Oleh karena itu, Chambers dan Trudgill mengusulkan istilah geolinguistik untuk kajian yang mencakup masalah itu akibat berbagai konotasi yang dikandung istilah dialektologi tersebut.

2.2 Batasan Dialek dan Bahasa

Dialek sering didefinisikan sebagai seperangkat bentuk ujaran lokal yang berbeda, yang mempunyai ciri-ciri umum dan mirip satu sama lain dan termasuk bahasa yang sama. Sementara itu, Ayatrohaedi (1983: 1) lebih memilih rumusan yang dibuat oleh panitia Atlas Eropa yang mengatakan bahwa dialek adalah sistem kebaahasaan yang digunakan oleh satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga dengan menggunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya. Dialek dianggap ragam dari bahasa bahasa yang dianggap standar. Dialek juga sering dianggap berkedudukan lebih rendah dari bahasa yang dianggap standar tersebut.

Prinsip dasar pemahaman timbale balik adalah jarak spasial berbanding lurus dengan tingkat pemahaman. Dengan kata lain, semakin dekat suatu daerah pakai isolek maka semakin besar pemahaman timbal baliknya demikian pula sebaliknya. Maksudnya jika penutur dari dua wilayah yang secara geografi berdekatan menggunakan isoleknya masing-masing maka akan terdapat pemahaman timbale balik satu sama lain. Menurut Mahsun, (2005: 147-149) isolek itu merupakan dialek/subdialek dari bahasa yang sama.

(8)

dua bahasa atau dialek yang bertetangga akan terjadi proses peminjaman unsur-unsur kosakata, struktur, dan cara pelafalan.

Istilah mutual intelligible yang melekat pada definisi dialek juga belum sepenuhnya dapat menarik garis yang tegas untuk membedakan antara bahasa dan dialek. Kasus yang terkenal adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Skandinavia di Eropa. Tuturan yang digunakan oleh masyarakat di Norwegia, Swedia, dan Denmark adalah bahasa yang berdiri sendiri sebagai bahasa standar di masing-masing daerah tersebut. Namun, masyarakat di ketiga daerah tersebut (terutama yang berpendidikan) dapat berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan bahasa mereka masing-masing.

Hal tersebut membuktikan bahawa ada sifat mutual intelligible dari ketiga bahasa itu, dan kalau bepegang pada definisi yang mengatakan bahwa suatu bahasa adalah kumpulan dialek dialek yang bersifat mutual intelligible, maka ketiga bahasa yang digunakan oleh masyarakat Norwegia, Swedia, dan Denmark seharusnya disebut dialek-dialek. Namun, faktanya tuturan yang dipakai oleh masyarakat di ketiga negara yang disebutkan di atas adalah bahasa masing-masing negara atau daerah tersebut, walaupun masih bersifat mutual intelligible.

(9)

Penentuan dialek dapat juga dilihat dari latar belakang sosial. Dialek yang ditentukan berdasarkan latar belakang sosial disebut dialek sosial. Konsep dari dialek sosial ini dapat digunakan dalam menganalisis penyebaran bahasa lokal di Indonesia. Menyebarnya bahasa lokal ke daerah lain di Indonesia yang dapat menyebabkan bertemunya dua dialek yang berbeda dari masyarakat. Perpaduan dialek dalam penyebaran bahasa lokal akan membawa perubahan kebudayaan dalam aktivitas sehari-harinya. Karakteristik pembawaan dari kelompok pendatang akan benar-benar terlihat dalam melakukan komunikasi dengan penduduk aslinya. Dengan demikian, penyebaran bahasa lokal ini mungkin dapat dipelajari dari kultur dialek sosial yang terjadi di masyarakat. Penyamaan presepsi makna bahasa dan juga penentuan batas-batas dialek dalam komunikasi menjadi kunci dalam menyelesaikan perbedaan dialek. Selain itu, dari perbedaan linguistik itu pula dapat mencerminkan kebudayaan. Namun yang terpenting ialah harus mampu mengikuti makna yang dibicarakan.

2.3 Ragam Dialek Bahasa

Ragam dialek bahasa dapat dikatakan sebagai variasi atau ragam bahasa. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Ragam dialek bahasa berhubungan dengan tempat penutur yang tinggal di suatu daerah tertentu. Ragam dialek bahasa dibagi atas dua segi, yaitu variasi bahasa dari segi penutur dan pemakaiannya. Sebagaimana dijelaskan berikut ini.

1. Variasi Bahasa dari Segi Penutur

(10)

Variasi bahasa yang kedua adalah penutur adalah dialek, artinya bahwa variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, berada pada suatu areal atau wilayah tertentu. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idiolek yang berbeda-beda, tetapi mereka mempunyai kesamaan ciri bahwa mereka berada pada satu dialek. Misalnya, dialek bahasa Jawa Mataraman memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan dialek bahasa Jawa Pesisir. Setiap dialek tersebut masih merupakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Jawa.

Variasi bahasa yang ketiga dari penutur adalah kronolek atau dialek temporal, artinya bahwa variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa-masa tertentu. Misalnya, variasi bahasa Indonesia pada zaman tahun dua puluhan tentu berbeda dengan variasi bahasa Indonesia pada masa kini. Adapun perubahan bahasa pada masa-masa yang dulu dengan masa kini, baik perbedaan dari segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis, dan segi leksikon.

Variasi bahasa yang keempat dari penutur adalah sosiolek atau dialek sosial, artinya bahwa variasi bahasa yang berkenaan dengan status sosial, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi bahasa ini menyangkut masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pekerjaan, jenis kelamin, pendidikan, keadaan sosial dan ekonomi, dan lain sebagainya.

Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari satu bahasa. Oleh karena itu, dikenalkan bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.

2. Variasi Bahasa dari Segi Pemakaiannya

(11)

atau keperluan apa. Dengan pengertian lain, variasi bahasa berdasarkan bidang kegiatan ini paling tampak cirinya, khususnya yaitu dalam kosakata.

Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 70) dalam bukunya The Five Clock yang membagi variasi bahasa dari segi keformalannya menjadi lima macam gaya, yaitu gaya atau ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha (konsukatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab (intimate).

Ragam beku merupakan ragam yang paling formal, biasanya digunakan dalam situasi-situasi khidmat dan upacara-upacara resmi. Disebut dengan ragam beku karena mempunyai pola dan kaidah yang tetap dan tidak boleh diubah.

Ragam resmi merupakan variasi bahasa yang digunakan pada pidato kenegaraan, ceramah, surat-menyurat dinas, dan lain sebagainya. Sama halnya dengan pola dan kaidah pada ragam beku, ragam resmi juga mempunyai pola dan kaidah yang telah ditetapkan secara mantap sebagai suatu standar.

Ragam usaha merupakan variasi bahasa yang lazimnya digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, rapat, atau pembicaraan yang berorientasi kepada hasil. Wujud dari ragam usaha ini berada di antara ragam formal dan informal. Dengan demikian, ragam usaha adalah ragam bahasa yang paling operasional.

Ragam santai merupakan variasi bahasa yang digunakan pada situasi tidak resmi, misalnya berbicara dengan keluarga atau antarteman, pada saat istirahat, dan sebagainya.

Ragam bahasa akrab merupakan variasi bahasa yang biasa digunakan oleh penutur yang sudah akrab. Sama halnya dengan ragam santai, ragam bahasa akrab ini dapat digunakan saat berbicara dengan keluarga, antarteman. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang pendek, tidak lengkap, dan artikulasi yang tidak begitu jelas. Hal ini disebabkan karena antara partisipan mempunyai pengetahuan yang sama.

2.4 Pembeda Dialek Bahasa

(12)

yang menjadi kekhasan pada tiap daerah. Kekhasan pada dialek tersebut bersifat lingual. Dialek merupakan bagian dari logat dalam artian dialek adalah gaya bahasa, cara pengucapan, dan maknanya sedikit berbeda dengan lainnya. Pembeda dialek dibedakan menjadi lima macam, yakni sebahgai berikut:

1. Perbedaan Fonetik

Perbedaan fonetik, yaitu perbedaan pada bidang fonologi. Fonetik membahas bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucapan manusia, serta bagaimana bunyi itu dihasilkan umumnya penutur dialek tidak menyadari adanya perbedaan tersebut. Pembeda fonetik ini hanya perbedaan bunyi tidak merubah makna pada kata yang diucapkan. Contoh: pada vokal

 Rungsek [Ruŋs k] lecek tidak beraturan dialek bahasa Jawaə Mataraman

Terjadinya kata-kata baru berdasarkan perubahan fonologis atau geseran (sinomimi dan hononimi) bentuk dan bentuk kata yang berbeda. Perbedaan semantuk mencakup dua hal yakni sebagai berikut:

(13)

terjadinya sinonimi adalah penyerapan kata-kata asing, kata-kata daerah, makna emotive dan evaluative. kata bersinonimi tidak dapat bertukar tempat karena beberapa faktor. menyebabkan homonimi adalah kata-kata yang berhomonimi berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan, kata-kata terjadi sebagaimana hasil morfologis.

(14)

4. Perbedaan Morfologis

Merujuk pada sistem tata bahasa yang bersangkutan. Yakni perbedaan dalam betukan kata. Hal tersebut disebabkan oleh frekuensi morfem-morfem yang berbeda oleh kegunaannya yang berkerabat, wujud fonetisnya, bersama dan sejumlah faktor lainnya. Misalnya Bareng (Bersama) dan Bebarengan (Bersama-sama). kata Bareng maknanya ingin mengajak bersama atau untuk ikut bersama untuk bekerja sama dan bebarengan (Bersama-sama) maknanya ingin melakukan bersama-sama dengan banyak orang dan secara jamak keseluruhan dalam keinginan untuk bekerja serentak bersama-sama.

5. Perbedaan Semasiologis

Merujuk kepada pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda. Frase-frase seperti rambutan Aceh, pencak cikalong, dan orang yang berhalauan kiri, tidak jarang diucapkan hanya Aceh. cikalong dan kiri saja. ucapan ini sudah dalam kaitan tertentu. Dengan demikian kata Aceh mengandung sedikitnya lima makna yaitu nama suku bangsa, nama daerah, nama kebudayaan, nama bahasa, dan nama sejenis rambutan.

BAB III SIMPULAN

(15)

Ragam dialek bahasa berhubungan dengan tempat penutur yang tinggal di suatu daerah tertentu. Ragam dialek bahasa dibagi atas dua segi, yakni variasi dari segi penutur dan dari segi pemakaiannya. Dari segi penutur, variasi bahasa terdiri atas idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Sedangkan, dari segi pemakaiannya terdiri atas ragam beku, resmi, usaha, santai, dan akrab.

Pembeda fisik dibedakan menjadi lima macam, di antaranya (1) Perbedaan Fonetik: yaitu pada bidang fonologi atau ilmu bunyi; (2) Perbedaan Semantik: Terjadinya kata-kata baru berdasarkan perubahan fonologis atau geseran (sinonimi dan hononimi); (3) Perbedaan Onomasiologis: Merujuk pada nama yang berbeda; dan (4) Perbedaan semasiologis: Merujuk kepada pemberian nama yang sama untuk beberapa konsep yang berbeda. Perbedaan morfologis: Merujuk pada sistem tata bahasa yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Ayatrohaedi. 2003. Pedoman Praktis Penelitian Dialektologi. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Herusatoto, Budiono. 1987. Simbolisme dalam Budaya Jawa Yogyakarta: Hanindita. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2012 Edisi Ke-4. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sutarto, Ayu dan Setya Yuwana Sudikan. 2008. Pemetaan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur: Sebuah Upaya Pencarian Nilai-Nilai Positif. Jember: Biro Mental Propinsi dan Kompyawisda Jatim.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Luaran dari penelitian yang dilakukan adalah artikel ilmiah dengan gambara nyata dampak / pengaruh kekerasan dalam rumah tangga terhadap psikologi anak...

Pengaruh kenaikan konsentrasi HPMC terhadap daya sebar adalah sebesar 100% yang dilihat dari nilai koefisien determinan ( R-square ). Hubungan antara kedua variabel

Pada penelitian ini, untuk mengevaluasi profil protein, dilakukan inaktivasi sediaan vaksin dari isolat bakteri Aeromonas hydrophila AHL0905-2 dan Streptococcus agalactiae N 14

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dengan

Penerapan pendekatan PAKEM diharapkan dapat dipakai untuk pembelajaran pada mata pelajaran lain, khususnya pada mata pelajaran yang memiliki materi/sub materi yang tidak

If S ( q 0 ) = 0, then the preceding equation is satisfied by λ 0 = 0; an unconstrained equilibrium remains of course an equilibrium when velocity constraints are added, but there

[r]

Kepada para peserta yang berkeberatan atas pengumuman ini dapat menyampaikan sanggahan kepada Panitia Pengadaan Bappeda Provinsi Jawa Timur, melalui Sistem Pengadaan