• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF T"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN 2339-1413

105

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE

COOPERATIVE INTEGRATIDE READING AND COMPOSITION

TERHADAP PERILAKU SOSIAL DAN SPIRITUAL SISWA

DEDEH MARDIAH H.M. DJASWIDI AL-HAMDANI

Abstrak

Artikel hasil penelitian quasi-eksperimen ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran cooperative learning tipe CIRC secara signifikan dapat meningkatkan perilaku sosial sebesar 14,81%, dan perilaku spiritual sebesar 13,9%; jauh berbeda dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional, di mana perilaku sosial hanya sebesar 6,75%, dan perilaku spiritual hanya sebesar sebesar 10,3%. Guru dan siswa menanggapi secara positif penggunaan model cooperative learningtipe ini. Siswa merasa senang dan lebih aktif, lebih siap untuk bekerja sama.

Abstract

This quasi-experimental research article shows that the use of cooperative learning model (CIRC type) significantly improves social behavior and spiritual behavior; is much different than the use of conventional learning model. Teachers and students respond positively to the use of cooperative learning models of this type. Students feel happy and more active, more ready to work together.

Key words:Pembelajaran kooperatif tipe CIRC, perilaku sosial, perilaku spiritual.

Pendahuluan

Salah satu dari potensi yang harus dikembangkan pada siswa SD/MI adalah perkembangan sosial-spiritual siswa. Dengan meningkatnya perkembangan sosial diharapkan siswa dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun lingkungan masyarakat sekitarnya. Adapun perkembangan spiritual siswa SD/MI ditandai dengan mampu terbiasa melakukan ibadah mahdoh (hablum minallah), juga terbiasa melakukan ibadah sosial (hablumminannas), yakni menyangkut akhlak terhadap sesama manusia (Yusuf, 2007:142).

Dari hasil pemantauan sehari-hari pada siswa SDN 1 Bank Jabar Langensari Kota Banjar khususnya siswa kelas 4, terdapat perilaku sosial spiritual mereka yang belum sesuai dengan yang diharapkan, walaupun banyak juga yang sesuai dengan yang diharapkan dan keaktifan belajar siswa berkurang. Hal ini masih terlihat dari adanya siswa yang memilih bergaul atau bermain dengan siswa tertentu, tidak jujur, tidak mengikuti peraturan yang ada di sekolah, tidak percaya diri, kurang berani presentasi didepan kelas, jarang membaca salam, ingin menang sendiri, meninggalkan ibadah mahdoh, tidak hormat kepada orang tua, guru, teman dan orang lain, tidak berperilaku syukur.

(2)

dan mereka akan menemukan kesulitan-kesulitan tatkala mereka masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya bahkan terbawa sampai ketika mereka hidup di masyarakat yang lebih luas nanti.

Idealnya, pendidikan harus mampu memberikan pencerahan dan menumbuhkan sikap sosial spiritual kepada siswa, sehingga mereka mampu bersikap responsif terhadap segala persoalan yang tengah dihadapi masyarakat dan bangsanya. Melalui pencerahan yang berhasil ditimbanya, mereka diharapkan dapat menjadi sosok spiritual yang memiliki apresiasi tinggi terhadap masalah kemanusiaan, kejujuran, demokratisasi, toleransi, dan kedamaian hidup (Ariantini, dkk., 2014:3).

Salah satu tujuan dari pendidikan nasional adalah meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Untuk mencapai tujuan itu, pendidikan agama perlu diberikan pada semua jenjang dan jenis sekolah dan dimasukkan kedalam kurikulum Sekolah Dasar sampai dengan tingkat tinggi.

Dengan demikian, pembelajaran pendidikan agama sangatlah penting mengingat bahwa pembelajaran agama sejatinya untuk membentuk perilaku keagamaan atau moralitas peserta didik sehingga akhirnya terbentuk masyarakat beradab yang Islami.

Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Untuk mencapai itu, pendidikan harus adaptif terhadap perubahan.

Proses pembelajaran merupakan kegiatan interaksi antara dua unsur pendidikan, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai pihak yang melakukan pembelajaran, sedangkan siswa merupakan pihak yang melakukan kegiatan belajar. Interaksi antara keduanya akan dapat berjalan dengan efektif apabila guru dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan relevan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui proses pembelajaran tersebut.

Sebagaimana Firman Allah SWT, dalam surat Al-Maidah ayat 2

: ﺓﺪﺋﺎﻤﻟﺍ) ﻥﺍَﻭْﺪُﻌﻟْﺍَﻭ ِﻢْﺛِﻹْﺍ ﻰَﻠَﻋ ﺍْﻮُﻧَﻭﺎَﻌَﺗ َﻻَﻭ ﻯَﻮْﻘَّﺘﻟﺍَﻭ ِّﺮِﺒْﻟﺍ ﻰَﻠَﻋ ﺍْﻮُﻧَﻭﺎَﻌَﺗَﻭ

٢

(

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS. Al-Maidah : 2).

Dalam perkembangan seperti sekarang ini, guru dituntut agar tugas dan peranannya tidak lagi sebagai pemberi informasi (transmission of knowledge), melainkan sebagai pendorong belajar agar siswa dapat mengkontruksi sendiri pengetahuannya melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah dan komunikasi sehingga pembelajaran tidak hanya berpusat kepada guru melainkan berpusat kepada siswa(student centered).

Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan akan tersusun atau terbangun didalam pikiran siswa sendiri ketika berupaya untuk mengorganisasikan pengalaman barunya berdasarkan kerangka kognitif yang sudah ada di dalam pikiran siswa.

Constructivism is a way of teaching and learning that intends to maximize student

(3)

konstruktivisme itu bertujuan untuk memaksimalkan pemahaman siswa. Dengan demikian, pengetahuan tidak dapat dipindahkan dengan begitu saja dari skema seorang guru ke skema siswanya. Setiap siswa harus membangun pengetahuan itu di dalam skemanya masing-masing.

Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Sebagai contoh adalah modelcooperative learning.

Dengan diterapkannya model cooperative learning tipe CIRC pembelajaran diharapkan akan menumbuhkan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar untuk meningkatkan sosial dan spiritual. Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and

Composition) bagian dari metode pembelajaran cooperative learning. Cooperative

learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan faham konstruktivis. Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam cooperative learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting. Tipe ini jarang sekali diteliti keefektifannya untuk itu penulis merasa tertantang untuk mencoba mengungkapnya, diuji efektivitasnya dan kemudian dibandingkan dengan efektifitas metode konvensional. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC merupakan program komprehensif untuk mengajarkan membaca dan menulis pada tingkat sekolah dasar dan untuk memahamkan informasi bacaan pada tingkat yang lebih tinggi. Sehingga model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat memahamkan siswa didik dalam mengembangkan kosa kata, ekspresi bahasa dan keterampilan bahasa ekspresif

maupun resepsif dan untuk membantu siswa didik mengingat informasi, munculnya pertanyaan dan merangkum informasi.

Berdasarkan masalah diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe CIRC untuk meningkatkan sosial dan spiritual siswa, dan menuangkan dalam bentuk tulisan ilmiah berupa tesis dengan judul: Pengaruh Model Pembelajaran KooperatifTipe (Cooperative Integratide Reading

and Composition) Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam untuk Meningkatkan

Perilaku Sosial dan Spiritual Siswa (Quasi Eksperimen di kelas 4 SDN 1 Bank Jabar Langensari Kota Banjar)

Kajian Teoretik

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan

(4)

Slavin (Isjoni, 2013:15) mengemukakan, “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by

the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning

adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Roger, dkk (Huda, 2013:29) menyatakan, pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara

kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar

bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

MenurutGuskey (Mcnair, 2006: 24)mengatakanpembelajaran kooperatif adalah format instruksional dimana siswa bekerja kelompok pada kelompok kecil heterogen yang terdiri dari 2-6 siswa disertai pemberian tugas belajar yang diberikan oleh guru.

Johnson (Batool & Parveen, 2012:154) Cooperative learning is an instructional strategy in which students engage in activities that promote collaboration and teamwork. Individual achievement is sometimes over looked in favor of group accomplishment.

Artinya pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran dimana siswa terlibat dalam kegiatan yang mempromosikan kolaborasi dan kerja sama tim, prestasi individu kadang-kadang lebih tampak dalam mendukung prestasi kelompok.

Dalam cooperative learning terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan, yaitu di antaranya:1) Student Team Achievemen Division(STAD),2) Jigsaw,

3) Group investigation (GI), 4) Rotating Trio Exchange, 5) Group Resum, 6) CIRC

(Cooperative Integrated Reading and Composition). Dari beberapa model pembelajaran

tersebut model yang banyak dikembangkan adalah model Student Team Achievement

Division( STAD),)danJigsaw.

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) atau disebut juga kooperatif terpadu membaca, menulis, termasuk salah satu tipe model pembelajaran cooperative learning. Keberhasilan metode CIRC sangat bergantung pada proses pembelajaran yang dilaksanakan siswa. CIRC telah dikembangkan dalam pembelajaran sejak tahun 1986 di Sekolah Dasar. Sekarang, CIRC telah digunakan dalam berbagai tingkatan kelas ahli yang terus mengembangkan metode ini adalah Robert Slavin, Robert Stiven, Nancy Maden, dan Marie Farnish (Halimah, 2014: 29)

Menurut Slavin (Halimah, 2014: 32), langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah: (1) membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang yang secara heterogen, (2) guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran, (3) siswa bekerjasama saling membacakan dan menemukan ide, (4) mempresentasikan hasil kelompok, (5) guru membuat kesimpulan bersama, dan (6) penutup.

Tujuan CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa dalam mempelajari dan melatih kemampuan memahami bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas.

(5)

bahan bacaan yang dibacanya. Metode CIRC dapat membantu guru memadukan kegiatan membaca dan menulis dalam pelaksanaan pembelajaran membaca (Halimah, 2014:31).

Kelebihan pembelajaran CIRC ini menurut Slavin (Halimah, 2014:34) adalah:

a. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC amat tepat untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi pembelajaran.

b. Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang.

c. Siswa termotivasi pada hasil secara teliti karena bekerja dalam kelompok.

d. Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaan.

e. Membantu siswa yang lemah dalam memahami tugas yang diberikan.

f. Meningkatkan hasil belajar, khususnya dalam menyelesaikan soal yang diberikan guru.

g. Siswa dapat memberikan tanggapannya secara bebas, dilatih untuk dapat bekerjasama, dan menghargai pendapat oranglain.

Kekurangan metode CIRC adalah pada saat presentasi, hanya siswa yang aktif, yang tampil memerlukan waktu yang relatif lama, adanya kegiatan-kegiatan kelompok yang tidak bisa berjalan seperti apa yang diharapkan. Akan tetapi, penggunaan model

Cooperative Integrated Reading and Composition(CIRC) menimbulkan sebuah masalah

yaitu apabila guru sedang mengajarkan satu kelompok membaca, siswa lain di dalam kelas tersebut harus diberikan kegiatan-kegiatan yang dapat mereka selesaikan dengan sedikit pengarahan dari guru. Hal ini dapat dihindari apabila guru bisa mengelola waktu dan kelas secara baik.

Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2000:132) menyatakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerjasama.

Perkembangan perilaku sosial siswa ditandai dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatkan keinginan yang kuat untuk diterima sebagai anggota suatu kelompok, dan tidak puas bila tidak bersama teman-temannya. Siswa tidak lagi puas bermain sendiri di rumah atau dengan saudara-saudara kandung atau melakukan kegiatan dengan anggota-anggota keluarga siswa ingin bersamaan temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya (Nurihsan, 2007:163).

Echoks dan Shadily (Desmita 2009:264) berpendapat bahwa, kata spiritual berasal dari bahasa Inggris yaitu ”spirituality”. Kata dasarnya “spirit” yang berarti roh, jiwa, semangat. Sedangkan Ingersoll dalam (Desmita, 2009:264) berpendapat bahwa, kata spiritual berasal dari kata latin “spiritus” yang berarti, luas atau dalam (breath), keteguhan hati atau keyakinan (caorage), energy atau semangat (vigor), dan kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata latin spiritualis yang berarti ”of the

spirit” (kerohanian).

Perkembangan keagamaan pada siswa sekolah (Diana dkk. 2012: 6).

1. Sikap keagamaan bersifat reseptif dan disertai pengertian

(6)

3. Penghayatan secara rohaniah makin mendalam.

Adapun Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator Sikap Sosial dan spiritual kelas IV SD dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator

Sikap Sosial dan Spiritual Kelas IV SD

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Indikator

Sikap spiritual

 Meyakini kebenaran kisah Nabi Ayyub a.s.

 Meyakini kebenaran kisah Nabi Zulkifli a.s.

 Meyakini kebenaran kisah Nabi Harun a.s.

 Meyakini kebenaran kisah Nabi Musa a.s.

 Menunjukkan sikap sabar sebagai implementasi dari pemahaman kisah keteladanan Nabi Ayyub a.s.

 Menunjukkan sikap rendah hati sebagai implementasi dari

 Menunjukkan sikap berani dan sikap pantang menyerah sebagai implementasi dari pemahaman kisah keteladanan Nabi Musa a.s.

Peserta didik mampu:

 Peduli terhadap orang lain

 Bersikap percaya diri

Sumber: (Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. 2016:58).

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan instrumen (alat pengumpul data) yang menghasilkan data numerikal (angka).

(7)

sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2011:77).

Quasi Eksperimental Design mempunyai beberapa jenis, salah satunya adalah desain Nonequivalent Control Group, karena desain ini bertujuan untuk memperoleh informasi perkiraan dalam penelitian, dimana keadaannya tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi suatu variabel yang relevan. Penelitian ini memilih kelas-kelas yang diperkirakan sama kondisinya. Perbedaan nilai rata-rata antara kelas awal dan perbedaan nilai rata-rata akhir diuji signifikansinya secara statistik. Dua kelompok yang ada diberi pretest, kelompok eksperimen diberi treatment dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC dan kelompok kontrol menggunakan metode belajar seperti biasa kemudian keduanya di beri posttest. Hal ini akan dilihat dari kesimpulan rata-rata hasil nilai observasi penilaian sikap spiritual dan sosial.

Untuk pengumpulan data tentang hal-hal yang menjadi fokus penelitian selain studi kepustakaan, digunakan beberapa macam instrumen penelitian, yakni; pretes dan posttest perkembangan perilaku sosial dan spiritual siswa, angket dengan menggunakan daftar checklist untuk mengetahui tanggapan siswa selama pembelajaran menggunakan model

cooperative learningTipe(Cooperative Integratide Reading and Composition)pada siswa kelas eksperimen dan tanggapan guru terhadap modelcooperative learning Tipe CIRC pada siswa Sekolah Dasar dan format isian pengamatan digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru PAI di sekolah tersebut.

Analisis data dilakukan melalui pengujian hipotesis, pencatatan, penafsiran, kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan diambil berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan menggunakan teknik-teknik pengolahan data standar baik baik program excel maupunSPSS for Window 20.

Hasil penelitian

Pada bagian ini dipaparkan hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari hasil implementasi pembelajaran kooperatif tipe CIRC di kelas IV B SDN I Bank Jabar Langensari yang meliputi:

Perkembangan Sosial Siswa Sebelum dan Sesudah Penerapan Model Cooperative

LearningTipe CIRC di kelas IV SDN I Bank Jabar Langensari Kota Banjar

(8)

Tabel 2. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Perilaku Sosial Siswa untuk Kelas Eksperimen

In

d

ik

a

to

r

No Soal

Eksperimen

Tes Awal Tes Akhir

G

skor % Skor %

1 8,9,10,15 73,8 70,24 90,8 86,4 16,2

2 5,7,14,19 71,0 67,62 87,3 83,1 15,5

3 4,18 70,0 66,67 80,0 76,2 9,5

4 1,2,11,13 70,0 66,67 91,0 86,7 20,0

5 3,17,20 72,0 68,57 79,3 75,6 7,0

6 6,12,16 72,3 68,89 89,7 85,4 16,5

rata-rata 71,6 68,19 87,15 83 14,8

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa prosentase terendah perkembangan sosial siswa pada saat tes awal untuk siswa kelas eksperimen adalah pada indikator nomor tiga dan empat yaitu bertanggungjawab terhadap tugas dan bersikap santun sebesar 66,7 %, dan prosentase tertinggi terjadi pada indikator nomor satu yaitu bersikap jujur sebesar 70,24 %. Selanjutnya prosentase perkembangan sosial akhir (tes akhir), prosentase terendah untuk siswa kelas eksperimen adalah pada indikator nomor lima yaitu peduli terhadap orang lain yaitu sekitar 75,6 % dan tertinggi pada nomor satu yaitu bersikap jujur sebesar 86,4 %.

Peningkatan perkembangan sosial (N-gain) terendah pada siswa kelas eksperimen adalah pada indikator nomor lima yaitu peduli terhadap orang lain 7,0 dan tertinggi terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap santun sebesar 20,0. Rata-rata N-gain dari keenam indikator untuk kelas eksperimen adalah 14,8.

Perkembangan Spiritual Siswa Sebelum dan Sesudah Penerapan ModelCooperative

learningTipe CIRC

(9)

Tabel 3. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Spiritual Siswa untuk Kelas Eksperimen

In

d

ik

a

to

r

No Soal

Eksperimen

Tes Awal Tes Akhir

% G

skor % skor %

1 6, 13,16,17,18,20 71 67,6 87,5 83,3 15,7

2 3,4,8,9,10,11,12,19 75 71,5 87,4 83,2 11,7

3 1,2,7,14 70 66,4 87,3 83,1 16,7

4 5,15 76 71,9 87,5 83,3 11,4

rata-rata 72,85 69,4 87,4 83,2 13,9

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa skor prosentase terendah skor rata-rata perkembangan spiritual pada saat tes awal untuk siswa kelas eksperimen terjadi pada indikator nomor tiga yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 66,4% dan skor tertinggi terdapat pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 71,9%. skor prosentase skor rata-rata perkembangan perilaku spiritual akhir (tes akhir) terendah untuk siswa kelas eksperimen terjadi pada indikator tiga yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 83,1%, dan tertinggi terjadi pada indikator satu dan empat yaitu perilaku taat dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya dan bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 83,3%.

Peningkatan (N-gain) perkembangan spiritual untuk siswa kelas eksperimen, terendah terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 11,4% dan skor tertinggi adalah indikator nomor tiga yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 16,7%. Rata-rata N-gain dari lima indikator perkembangan spiritual untuk kelas eksperimen adalah 13,9%. Dengan demikian rata-rata skor N-gain kelas eksperimen sesudah penerapan model kooperatif tipe CIRC menunjukkan nilai sedang. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan modelcooperative

learningtipe CIRC dapat lebih meningkatkan perkembangan spiritual.

Perbedaan Perkembangan Sosial dan Spiritual antara Siswa yang Menggunakan Model

Cooperative learningTipe CIRC dan Model Konvensional

1) Perkembangan Sosial Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Secara Umum

(10)

Tabel 4. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Perilaku Sosial Siswa untuk Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

In

rata-rata 71,6 68,9 87,15 83 14,8 81,5 68,0 89,7 74,7 6,8

Peningkatan perkembangan sosial (N-gain) terendah pada siswa kelas eksperimen adalah pada indikator nomor tiga yaitu bertanggungjawab terhadap tugas sebesar 9,5 % dan tertinggi terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap santun sebesar 20,0%. Sedangkan peningkatan perkembangan sosial (N-gain) terendah pada siswa kelas kontrol adalah pada indikator nomor lima yaitu peduli terhadap orang lain sebesar 3,1 %, dan tertinggi pada indikator nomor tiga dan enam yaitu bersikap jujur dan bersikap percaya diri sebesar 8,3 % . Rata-rata N-gain dari keenam indikator untuk kelas eksperimen adalah 14,81%, sedangkan untuk kelas kontrol adalah sebesar 6,75%. Dengan demikian rata-rata skor N-gain kelas eksperimen tampak lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

2) Perkembangan Spiritual Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan spiritual untuk siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada setiap indikator dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Spiritual Siswa untuk Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

In

(11)

2 3,4,8,9,10,11,12,19 75 71,5 87,4 83,2 11,7 84 70,3 93 77,2 6,9

3 1,2,7,14 70 66,4 87,3 83,1 16,7 79 65,4 95 78,8 13,3

4 5,15 76 71,9 87,5 83,3 11,4 88 73,3 100 82,9 9,6

rata-rata 72,8 69,4 87,4 83,2 13,9 83,0 69,2 95,9 79,9 10,7

Peningkatan (N-gain) perkembangan spiritual untuk siswa kelas eksperimen, terendah terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 11,4% dan prosentase tertinggi adalah indikator nomor tiga yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 16,7%. Sedangkan untuk kelas kontrol, N-gain terendah terjadi pada indikator nomor dua yaitu berperilaku syukur sebesar 6,9% dan tertinggi pada indikator nomor satu yaitu perilaku taat dalam melakssiswaan ajaran agama yang dianutnya sebesar 13,1%. Rata-rata N-gain dari lima indikator perkembangan spiritual untuk kelas eksperimen adalah 13,9% sedangkan untuk kelas kontrol adalah 10,7%. Dengan demikian rata-rata skor N-gain kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor N-gain kontrol.

Analisis Data Penelitian Perilaku Sosial dan Spiritual

Hasil perilaku sosial skor rata-rata pretest kelas eksperimen sebesar 68,19 dan postest kelas eksperimen sebesar 83,00. Sedangkan standar deviasi kelas eksperimen sebesar 6,816 dan standar deviasi kelas eksperimen sebesar 5, 468. Skor rata-rata pretest kelas kontrol sebesar 68,28 dan postest kelas kontrol sebesar 75,04. Sedangkan standar deviasi kelas kontrol sebesar 5,213 dan standar deviasi kelas kontrol sebesar 4,903.

Hasil perilaku spiritual Skor rata-rata pretest kelas eksperimen sebesar 69,38 dan postest kelas eksperimen sebesar 83,24. Sedangkan standar deviasi kelas eksperimen sebesar 6,674 dan standar deviasi kelas eksperimen sebesar 6,300.

Skor rata-rata pretest kelas kontrol sebesar 68,83 dan postest kelas kontrol sebesar 79,13. Sedangkan standar deviasi kelas kontrol sebesar 5,608 dan standar deviasi kelas kontrol sebesar 4,990.

Uji normalitas distribusi data dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov

Hasil uji normalitas distribusi skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan sosial siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh angka signifikansi > 0,05, hal ini menunjukkan bahwa skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan sosial kedua kelas berdistribusi normal.

Hasil uji normalitas distribusi skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan spiritual antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh angka signifikansi menunjukkan bahwa data skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan spiritual siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi norrnal.

Hasil uji homogenitas skor tes awal, tes akhir dan N-gain perkembangan perilaku sosial antara siswa kelas Eksperimen dan kelas kontrol diperolehFhitung<Ftabel.Hal ini

(12)

Eksperimen dan kelas kontrol diperoleh Fhitung < Ftabel. Hal ini menunjukkan bahwa

varians data kedua kelas homogen.

Uji hipotesis dilakukan dengan teknik statistik parametrik (uji-t). Teknik uji-t yang digunakan adalah uji-t dua variable bebas (2-tailed)

Hasil uji hipotesis sikap sosial terlihat bahwa thitung adalah 5,561 lebih besar dari ttabel

yaitu 2,074. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan “diterima” berarti terdapat perbedaan signifikan dalam peningkatan sosial siswa antara pembelajaran menggunakan modelcooperative learningtipe CIRC dengan model pembelajaran konvensional.

Hasil uji hipotesis sikap spiritual terlihat bahwa thitungadalah 4,607 lebih besar dari ttabel

yaitu 2,024. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis yang diajukan “diterima” berarti terdapat perbedaan signifikan dalam peningkatan Spiritual siswa antara pembelajaran menggunakan modelcooperative learningtipe CIRC dengan model pembelajaran konvensional.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian di Kelas IV SDN 1 Bank Jabar Langensari tentang penerapan model cooperative learning tipe CIRC untuk meningkatkan sosial dan spiritual siswa ditemukan beberapa hal tentang proses pembelajaran model

cooperative learningtipe CIRC, perkembangan sosial dan spiritual sebagai berikut:

Peningkatan Perkembangan Sosial

Peningkatan perkembangan sosial (N-gain) terendah pada siswa kelas eksperimen adalah pada indikator nomor tiga yaitu bertanggungjawab terhadap tugas sebesar 9,5% dan tertinggi terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap santun sebesar 20%. Sedangkan peningkatan perkembangan sosial (N-gain) terendah pada siswa kelas kontrol adalah pada indikator nomor lima yaitu peduli terhadap orang lain sebesar 3,1%, dan tertinggi pada indikator nomor enam yaitu bersikap percaya diri sebesar 8,3 % . Rata-rata N-gain dari keenam indikator untuk kelas eksperimen adalah 14,8%, sedangkan untuk kelas kontrol adalah sebesar 6,8%.

Dengan demikian rata-rata skor N-gain kelas eksperimen tampak lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Meskipun demikian kategori N-gain kelas eksperimen berada pada kategori sedang dan N-gain kelas kontrol berada pada kategori rendah.

Tingginya perkembangan sosial kelas eksperimen ada kaitannya dengan penerapan cooperative learning tipe CIRC, sehingga perkembangan sosial siswa meningkat. Pada kelas kontrol peningkatan perkembangan sosial lebih rendah dari kelas eksperimen, karena siswa kurang peduli terhadap orang lain dalam melakukan proses kegiatan belajar dalam kegiatan interaksi sosial sehingga siswa kesulitan untuk melakukan kegiatan sosial sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya prosentase perkembangan sosial akhir (tes akhir), prosentase terendah untuk siswa kelas eksperimen adalah pada indikator nomor lima yaitu peduli terhadap orang lain yaitu sekitar 75,6 % dan tertinggi pada nomor satu yaitu bersikap jujur yaitu sebesar 86,4 %. Sedangkan prosentase terendah untuk siswa kelas kontrol adalah pada indikator nomor tiga dan lima yaitu bertanggungjawab terhadap tugas dan bersikap santun sebesar 71.7 % dan tertinggi terjadi pada nomor enam yaitu bersikap jujur yaitu sebesar 78,1%.

(13)

kelas kontrol yang mendapatkan model pembelajaran konvensional di sekolah dasar karena model pembelajaran ini melibatkan kegiatan sosial dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar, sehingga siswa dapat memahami konsep yang dipelajari dalam arti siswa memiliki kemampuan berinteraksi dan bertingkah laku dalam pembelajaran maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe CIRC memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstuktur. Hal ini diungkapkan oleh Anita Lie (2013:15) yang menyebut cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstuktur. Lebih jauh dikatakan,cooperative learninghanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.

Peningkatan Perkembangan Spiritual

Perkembangan spiritual siswa menunjukan peningkatan setelah dilakukan pembelajaran dengan model yang dikembangkan dalam penelitian ini, dapat dlihat pada perkembangan spiritual dari hasil skor rata-rata yang menunjukan bahwa Peningkatan (N-gain) perkembangan spiritual untuk siswa kelas eksperimen, terendah terjadi pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 11,4% dan prosentase tertinggi adalah indikator nomor tiga yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 16,7%. Sedangkan untuk kelas kontrol, N-gain terendah terjadi pada indikator nomor dua yaitu berperilaku syukur sebesar 6,9% dan tertinggi pada indikator nomor tiga yaitu Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 13,3%. Rata-rata N-gain dari lima indikator perkembangan spiritual untuk kelas eksperimen adalah 13,9% sedangkan untuk kelas kontrol adalah 10,7%. Dengan demikian rata-rata skor N-gain kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor N-gain kontrol.

Pada hasil penelitian nampak perbedaan N-gain pada kelas eksperimen dan kelas kontrol hampir pada semua indikator spiritual siswa. Perbedaan itu terjadi karena pada setiap kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning

selama satu bulan tepatnya 4 kali pertemuan, siswa senantiasa bermain dengan adanya interaksi secara kelompok dengan teman sebaya di kelas, memecahkan persoalan yang ada pada LKK seperti, membuat rangkuman, mengerjakan pretest, postest, membaca, menulis dan yang lainnya yang dikerjakan secara bersama-sama dan memutuskan secara bersama-sama pula. Setelah beberapa latihan dan mendapatkan arahan dari guru, siswa-siswa akhirnya terbiasa dan lebih senang dalam belajar, sehingga spiritual mereka lebih terkendali dan terarah. Adapun N-gain terendah yang terjadi pada indikator empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah.

(14)

eksperimen berada pada kriteria sedang sementara kelas kontrol berada pada kriteria sedang. Tingginya perolehan skor tes akhir dan N-gain kelas eksperimen disebabkan dalam cooperative learning tipe CIRC ini memungkinkan siswa lebih leluasa untuk berkomunikasi dengan teman, saling bertukar pikiran dengan sesama siswa lainnya dan saling membantu dalam menyelesaikan setiap tugas yang diberikan oleh guru. Dengan demikian perkembangan spiritual dapat dilatih melalui kegiatan cooperative

learning tipe CIRC karena dapat membantu siswa dalam mengolah spiritualnya baik

ketika berada di kelas maupun dalam kehidupannya sehari-hari.

Prosentase terendah skor rata-rata perkembangan spiritual pada saat tes awal untuk siswa kelas eksperimen terjadi pada indikator nomor tiga yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 66,4% dan prosentase tertinggi terdapat pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 71,9%. Sedangkan untuk kelas kontrol, prosentase terendah terjadi pada indikator nomor tiga yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 65,4 % dan tertinggi pada indikator nomor empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 73,3%. Selanjutnya prosentase skor rata-rata perkembangan perilaku spiritual akhir (tes akhir) terendah untuk siswa kelas eksperimen terjadi pada indikator tiga yaitu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan sebesar 83,1%, dan tertinggi terjadi pada indikator satu dan empat yaitu perilaku taat dalam melakssiswaan ajaran agama yang dianutnya dan bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 83,3%. Sedangkan untuk kelas kontrol, prosentase terendah terjadi pada indikator dua yaitu berperilaku syukur sebesar 77,2% dan tertinggi terjadi pada indikator empat yaitu bersikap toleransi dalam beribadah sebesar 82,9%.

Dengan kegiatan yang dilakukan selama pembelajaran modelcooperative learning

tipe CIRC siswa berkesempatan untuk mengekspresikan spiritualnya secara wajar. Dalam kegiatan kelompok, siswa belajar mengekspresikan spiritualnya sesuai dengan apa yang dia hadapi pada kelompoknya sehingga siswa terbiasa mengekspresikan spiritualnya secara wajar.

Dengan pembelajaran menggunakan model cooperative learning siswa lebih berkesempatan untuk mampu mengimplikasikan spiritual, mengelola emosi, memotivasi diri, serta membina hubungan dengan orang lain yaitu perilaku taat dalam melakssiswaan ajaran agama yang dianutnya, berperilaku syukur, berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, bersikap toleransi dalam beribadah.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan pada proses pembelajaran, analisis data penelitian dan uji statistik serta pembahasan pada bagian terdahulu tentang proses pembelajaran modelcooperative learningtipe CIRC, observasi dan angket terhadap penerapan model

cooperative learning tipe CIRC pada siswa dan guru, serta perkembangan perilaku

sosial dan spiritual siswa antara pembelajaran menggunakan model cooperative

learning tipe CIRC dan pembelajaran konvensional, diperoleh kesimpulan sebagai

berikut.

1. Perkembangan perilaku sosial siswa sebelum mendapatkan pembelajaran model

(15)

2. Perkembangan perilaku spiritual siswa sebelum mendapatkan pembelajaran model

cooperative learning tipe CIRC juga tidak jauh berbeda dengan siswa mendapatkan pembelajaran konvensional. Setelah mendapatkan pembelajaran model cooperative learning tipe CIRC dan pembelajaran konvensional terjadi peningkatan perkembangan perilaku spiritual siswa dengan kategori sedang pada kelas eksperimen dan rendah pada kelas kontrol.

3. Terdapat perbedaan perkembangan perilaku sosial dan spiritual siswa antara pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe CIRC dengan pembelajaran konvensional, perk embangan perilaku sosial dan spiritual siswa pada pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe CIRC (kelas eksperimen) lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional (kelas kontrol).

Dengan demikian penerapan model cooperative learning tipe CIRC dalam pembelajaran pada kelas IV SDN I Bank Jabar Langensari dapat lebih meningkatkan perkembangan perilaku sosial dan spiritual siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ariantini, Ni Putu., Suandi, I Nungah., Sutama, I Made. (2014). Implementasi Pengintegrasian Sikap Spiritual dan Sosial dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Berbasis Kurikulum 2013 di Kelas. e-Journal Program Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha.

Budiamin, Amin, dkk. 2006.Perkembangan Peserta Didik.Bandung: UPI PRESS.

Batool, Sadia., & Parveen, Qaisara. (2012). Effect of Cooperative Learning on

Achievement of Students in General Science at Secondary Level. International

Islamic University, Islamabad, Pakistan. Diambil dari URL:

http://dx.doi.org/10.5539/ies.v5n2p154

Cruickshank, Donald R., Jenkins, D.B., & Metcalf, K.K. (2006).The Act of Teaching. New York: McGraw-Hill.

Desmita, 2009,Psikologi Perkembangan Peserta Didik, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar. (2016).Dinamika Kurikulum/Perubahan KI & KD.

Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.

Halimah, Andi. (2014).Metode Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Dalam Pembelajaran Membaca Dan Menulis di SD/MI. Auladuna, 1(1), 27-35).

Huda, Miftahul. (2013). Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Pennerapan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni. (2014). Cooperative learning: Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta.

Lie, A. (2013).Cooperative learning.Jakarta: Grasindo.

Mcnair, Misty. (2006). Cooperative Learning In The Elementary Classroom: Qualitative

Study In Two Settings, A Private School and A Public School. Disrtasi. The

(16)

Nurikhsan, Juntika. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

Rifa’I, Moh., (1994). Al-Qur’an dan Terjemahannya,Semarang, Adi Grafika.

Sugiyono, (2011).Metode Penelitian Administrasi. Bandung: PT Alfabeta.

Gambar

Tabel 1. Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, dan Indikator
Tabel 2. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Perilaku SosialSiswa untuk Kelas Eksperimen
Tabel 3. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Spiritual Siswauntuk Kelas Eksperimen
Tabel 5. Skor Tes Awal, Tes Akhir dan N-gain (g) pada Setiap Indikator Spiritual Siswauntuk Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara 1) motivasi siswa terhadap kegiatan ekstrakurikuler dengan partisipasi siswa dalam kegoiatan ekstrakurikuler,

Perusahaan melakukan berbagai macam usaha untuk dapat memiliki keunggulan bersaing sebagai senjata yang ampuh dalam meningkatkan kinerja organisasinya, salah satunya adalah dengan

Peningkatan efisiensi pakan karena efek diberikan probiotik tambahan dapat dikaitkan dengan efek dari proses metabolisme pencernaan dan pemanfaatan nutrisi.Efek pemberian

Monumen tersebut menempel pada tanah seluas 1 m 2.. Bulan hampir me nye rupai bola dengan diameter 3.476 km. Kubah sebuah gedung berbentuk setengah bola. Kubah tersebut

1) Menarik minat. Bila murid telah berminat terhadap kegiatan belajar-mengajar maka hampir dipastikan proses belajar-mengajar akan berjalan dengan baik dan hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profitabilitas, likuiditas, kepemilikan manajerial, reputasi KAP, dan umur perusahaan terhadap timeliness laporan

Masyarakat perlu dilindungi dari Iklan yang tidak objektif, tidak lengkap, dan menyesatkan karenanya Badan Pengawas Obat dan Makanan menyusun Pedoman Teknis Pengawasan

Faktor penyiraman yang memberikan pengaruh nyata adalah faktor taraf P1 dengan rerata 4,42, sedangkan taraf P4 memiliki nilai rerata 0, dimana taraf P4 tidak