• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH AGAMA Pandangan Islam tentang IP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH AGAMA Pandangan Islam tentang IP"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH AGAMA

Pandangan Islam tentang IPTEK dan Seni

Disusun Oleh: Kelompok 10

Atika Mayrizka Adellia 145070300111017 Annisa Novidya Utami H. 145070301111016 Salis Maghfurina 145070301111026 Oktaviara Larasati 145070307111011

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)
(3)

PANDANGAN ISLAM TENTANG IPTEK DAN SENI

A. Pengertian Iptek dan Seni

Berbagai definisi tentang sains, teknologi, dan seni telah diberikan oleh para filosuf, ilmuwan, dan budayawan seolah-olah mereka mempunyai definisi masing-masing sesuai dengan apa yang mereka senangi.

Sains di-Indonesiakan menjadi ilmu pengetahuan, sedangkan dalam sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat berbeda maknanya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan panca indera, intuisi, dan firasat, sedangkan ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi, dan diinterpretasi, sehingga menghasilkan kebenaran obyektif, yang sudah teruji kebenarannya, dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Secara etimolgis kata ilmu berarti “kejelasan”, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan.

Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Quran. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dari obyek pengetahuan sehingga memperoleh kejelasan.

Dalam kajian filsafat, setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Sebab itu seseorang yang memperdalam ilmu tertentu disebut sebagai

spesialis, sedangkan orang yang banyak tahu tetapi tidak mendalam disebut

generalis. Karena keterbatasan kemampuan manusia, maka sangat jarang ditemukan orang yang menguasai beberapa ilmu secara mendalam.

Teknologi adalah produk ilmu pengetahuan. Dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu pengetahuan. Meskipun pada dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik obyektif dan netral. Dalam situasi tertentu teknologi tidak netral lagi karena memiliki potensi untuk merusak dan potensi kekuasaan. Di sinilah laetak perbedaan ilmu pengetahuan dengan teknologi.

Teknologi dapat membawa dampak positif berupa kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia juga sebaliknya dapat membawa dampak negatif berupa ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan manusia dan lingkungannya yang berakibat kehancuran alam semesta. Netralitas teknologi dapat digunakan untuk kemanfaatan sebesar-besarnya bagi kehidupan manusia atau digunakan untuk kehancuran manusia itu sendiri.

(4)

Benda-benda yang diolah secara kreatif oleh tangan-tangan halus sehingga muncul sifat-sifat keindahan dalam pandangan manusia secara umum, itulah sebagai karya seni. Seni yang lepas dari nilai-nilai ketuhanan tidak akan abadi karena ukurannya adalah hawa nafsu bukan akal dan budi. Seni mempunyai daya tarik yang selalu bertambah bagi orang-orang yang kematangan jiwanya terus bertambah.

Dalam pemikiran sekuler, perennial knowledge/al-hikmah al-khalidah

yang bersumber dari wahyu Allah tidak diakui sebagai ilmu, bahkan mereka mempertentangkan antara wahyu dengan akal, agama dipertentangkan dengan ilmu. Sedangkan dalam ajaran Islam wahyu dan akal, agama dan ilmu harus sejalan tidak boleh dipertentangkan. Memang demikian adanya karena hakikat agama adalah membimbing dan mengarahkan akal.

B. Paradigma Hubungan Agama dan Iptek

Perkembangan iptek adalah hasil dari segala langkah dari pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek. Agama yang dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan mu’amalah dan uqubat/sistem pidana).

Secara garis besar berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan agama dan iptek, terdapat tiga jenis paradigma:

Pertama, paradigma seluler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek adalah terpisa satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah dipisahkan dari kehidupan (fashl al din ‘an al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama tidak mengatur kehidupan umum (publik). Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah baik secara ontologis (berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara menerapkan pengetahuan).

(5)

Padahal faktanya, bumi itu bulat berdasarkan penemuan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelayaran Magellan.

Kalau konsisten dengan teks Bible, menurut Adian Husaini, maka fakta sains bahwa bumi bulat tentu harus dikalahkan oleh teks Bible. Ini tidak masuk akal dan problematis. Maka, agar tidak problematis, ajaran Kristen dan ilmu pengetahuan akhirnya dipisah satu sama lain dan tidak boleh saling intervensi.

Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada, dus, tidak ada hubungan dan kaitan apa pun dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama. Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler, tapi lebih ekstrem. Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan. Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada (in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan.

Paradigma tersebut didasarkan pada pemikiran Karl Marx yang ateis dan memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama menurutnya membuat orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang kejam. Karl Marx (1957) mengatakan:

“Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people.”

(Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari situasi dunia yang tak berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh dari situasi yang tanpa ruh. Agama adalah candu bagi rakyat).

Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis. Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus-menerus melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentangan-pertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih perkembangan itu sendiri.

(6)

Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun:

﴿ ۚ َقَلَخ ۡىِذّلا َكّبَر ِم ۡساِب ۡاَرۡقِا

۱ ﴾

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan” (al-‘Alaq:1). Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra’ haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam.

Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu. Firman Allah SWT:

اًطـ ۡيِحّم ٍء ۡىَش ّلُكِب ُ ااا َناَكَو

“Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.” (al-Nisa’:126).

اًمْلِع ٍءْيَش ّلُكِب َطاَحَأ ْدَق َهّلا ّنَأَو

“Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (al-Thalaq:12).

Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah SAW yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas La ilaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahuan. Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah SAW terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata, “Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim.” Maka Rasulullah SAW segera menjelaskan:

“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya...” (HR. Muslim)

Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW telah meletakkan Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam al-Quran:

(7)

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (Ali Imran:190).

Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700-1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, al-Khawarizmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, opthalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan masih banyak lagi.

C. Integrasi Iman, Iptek, dan Seni

Iptek terdiri dari tiga kata, yaitu ilmu, pengetahuan, dan teknologi. Ilmu merupakan pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Ilmu merupakan keistimewaan manusia yang membedakan manusia dengan makhluk lain dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah. Menurut Al-Qur’an, ilmu terdiri dari dua macam, yaitu ilmu ladunni yakni ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia (QS. Al-Kahfi:65) dan ilmu kasbi yakni ilmu yang diperoleh tanpa usaha manusia. Objek ilmu meliputi materi dan non materi serta fenomena dan non fenomena.

Pengetahuan merupakan paham suatu subjek mengenaik objek yang dihadapi. Subjek yang dimaksud di sini adalah manusia sebagai kesatuan berbagai macam kesanggupan, seperti akal dan panca indra, yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Objek disini adalah benda atau hal yang diselidiki yang merupakan realitas bagi manusia yang menyelidiki. Pengetahuan merupakan proses dari manusia untuk tahu. Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu semua milik atau isi pikiran.

Dengan potensi yang ada, manusia dapat membaca, memahami, meneliti, dan menghayati fenomena alam yang nantinya dapat menimbulkan pengetahuan. Fenomena alam ini disebut juga ayat-ayat kauniyah. Fenomena lainnya adalah berupa quraniyah yaitu Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan sekedar buku atau dokumen sejarah, tapi juga sebuah kenyataan hidup dan berlaku dalam kehidupan manusia. Semua itu dapat menimbulkan pengetahuan bagi manusia yang mau membaca, meneliti, dan menghayati fenomena tersebut.

(8)

untuk kesombongan, tapi untuk memperbanyak syukur atas nikmat pengetahuan yang diberikan. Agar pengetahuan dapat membimbing seseorang menuju Allah, maka pengisiannya harus bersentuhan dengan unsur fitri manusia seperti roh, qalbu, akal, dan nafsu.

Teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan ilmu pengetahuan untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Dengan demikian mesin atau alat canggih yang digunakan manusia bukanlah teknologi, namun merupakan hasil dari teknologi. Ketersediaan lahan yang diciptakan Allah mengantarkan manusia berpotensi memanfaatkan alam. Keberhasilan memanfaatkan alam ini merupakan hasil dari teknologi.

Seni merupakan keindahan yang mengekspresikan roh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan dan lahir dari sisi terdalam manusia yang didorong oleh kecenderungan kepada yang indah. Kemampuan berseni merupakan salah satu pembeda manusia dengan makhluk lain. Islam mendukung kesenian selama penampilannya mendukung fitrah manusia yang suci. Kawasan keindahan sangat luas bagi manusia, seluas keanekaragaman dan perkembangan peradaban teknologi, sosial, dan budaya manusia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keindahan merupakan bagian dari kehidupan manusia dan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.

Fenomena dan kecenderungan kehidupan dunia saat ini memang sangat dipengaruhi oleh pesatnya kemajuan iptek dengan segala dampaknya, baik yang positif maupun yang negatif. Hal ini mendorong terjadinya arus globalisasi yang mengalir deras dan mendatangkan berbagai implikasi di semua aspek kehidupan manusia. Manusia berhadapan dengan kemajuan iptek yang berkembang pesat serta berada di dalam arena percaturan hidup yang kompleks dan ditandai dengan berkembangnya sikap dan gaya hidup global. Di sini iman berperan sebagai pengendali sikap dan perilaku kehidupan manusia, maupun sebagai landasan moral, etika, dan spiritual masyarakat suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang.

Penguasaan, pengembangan, dan pendayagunaan iptek yang tidak disertai dengan keluhuran akhlak atau budi pekerti, akan membawa manusia atau suatu bangsa menuju kepada penderitaan dan kesengsaraan atau bahkan kehancuran. Oleh karena itu, penguasaan, pengembangan, dan pendayagunaan iptek harus selalu berada di jalur nilai keimanan dan kemanusiaan yang luhur.

(9)

Iptek dan segala hasilnya harus mengingatkan manusia kepada Allah dan kepada diri sendiri bahwa manusia adalah khalifah alam semesta. Berdasarkan petunjuk Al-Qur’an, manusia dapat menerima hasil iptek yang tidak menyebabkan maksiat dan bermanfaat bagi manusia. Jika penggunaan hasil iptek melalaikan seseorang dari dzikir dan tafakkur serta mengantarkan kepada keruntuhan nilai kemanusiaan, manusia harus diperingatkan dan diarahkan dalam menggunakan teknologi. Jika hasil iptek sejak awal diduga dapat menggeserkan manusia dari jati diri dan tujuan penciptaan, sejak dini pula kehadirannya ditolak oleh Islam karena menjadi persoalan besar bagi martabat manusia mengenai cara memadukan mekanik demi penciptaan ipek dengan pemeliharaan nilai fitrahnya. Oleh karena itu, diharapkan iptek dapat searah dan sejalan dengan nilai ilahiah.

Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan ipteknya, misalnya Surat Thaha ayat 114 dan Yusuf ayat 72. Nabi Muhammad SAW juga diperintahkan agar berusaha dan berdoa agar selalu ditambahkan ilmu pengetahuan karena di atas setiap pemilik pengetahuan ada yang amat mengetahui, yaitu Allah. Hal ini memotivasi manusia untuk mengembangkan ipteknya dengan memanfaatkan anugerah Allah yang dikaruniakan kepadanya. Oleh karena itu, perkembangan iptek tidak dapat dibendung. Manusia harus mengarahkan diri agar tidak menurutkan nafsunya untuk mengembangkan iptekyang dapat membahayakan diri dan lingkungannya.

Mengenai seni, islam dapat menerima semua hasil karya manusia selama sejalan dengan pandangan islam. Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk menegakkan kebajikan, melaksanakan perbuatan ma’ruf dan mencegah perbuatan yang munkar. Kesenian yang ma’ruf merupakan budaya masyarakat yang sejalan dengan nilai islam, sedangkan yang munkar adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan nilai islam. Setiap orang hendaknya memelihara nilai seni yang ma’ruf dan sejalan dengan ajaran islam. Hal ini mengantarkan mereka untuk memelihara hasil kesenian setiap manusia. Seandainya ada pengaruh yang dapat merusak kebudayaan dan kreasi seni suatu masyarakat, seorang muslim harus tampil mempertahankan yang ma’ruf yang telah ada dan diakui masyarakat. Dengan demikian, pada hakikatnya islam sangat menghargai segala kreasi manusia, termasuk kreasi manusia yang lahir dari penghayatan manusia terhadap wujud alam semesta, selama kreasi tersebut sejalan dengan fitrah kesucian jiwa manusia.

Dalam pandangan islam, antara islam, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem yang disebut dinul islam. Di dalamnya terkandung tiga unsur pokok, yaitu akidah, syariah, dan akhlak, dengan kata lain iman, ilmu, dan amal saleh.

(10)

﴿ ِۙءءَمّسلا ىِف اَهُع ۡرَفّو ٌتِباَث اَهُل ۡصَا ٍةَبّيَط ٍةَرَجَشَك ًةَبّيَط ًةَمِلَك ًلَثَم ُ ااا َبَرَض َفۡيَك َرَت ۡمَلَا

۲۴ ﴾

﴿ َن ۡوُرّكَذَتَي ۡمُهّلَعَل ِساّنلِل َلاَث ۡمَ ۡلا ُ ااا ُبِر ۡضَيَو ؕ اَهّبَر ِن ۡذِاِب ٍۢنۡيِح ّلُك اَهَلُكُا ۤۡىِت ۡؤُت

۲۵ ﴾

“Tidakkah kamu kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (Dinul Islam) seperti sebatang pohon yang baik, akarnya kokoh (menghujam ke bumi) dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu mengeluarkan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”.

Ayat di atas menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu, dan amal dengan menganalogikan dinul islam bagaikan sebatang pohon yang baik. Hal ini menggambarkan iman, ilmu, dan amal merupakan suatu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan. Iman diidentikkan dengan akar yang menopang tegaknya ajaran islam. Ilmu bagaikan batang pohon yang mengeluarkan dahan dan cabang ilmu pengetahuan. Amal ibarat buah dari pohon yang menggambarkan teknologi dan seni. Iptek yang dikembangkan di atas nilai iman dan ilmu akan menghasilkan amal saleh, bukan kerusakan alam.

Orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya dengan ikhlas merupakan orang yang dihargai. Salah satu bentuk pengamalannya adalah dengan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Dalam konteks abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah yang memiliki konsekuensi adanya keharusan untuk taat dan patuh kepada penciptanya. Keengganan manusia menghambakan diri kepada Allah akan menghilangkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan Allah berupa potensi sempurna yang tidak diberikan kepada makhluk lain, yaitu potensi akal. Hilangnya rasa syukur mengakibatkan manusia menghambakan dirinya kepada selain Allah, misalnya hawa nafsu. Keikhlasan penghambaan diri kepada Allah akan mencegah penghambaan diri kepada sesama manusia atau hawa nafsu.

Manusia diciptakan dengan dua kecenderungan, yaitu kecenderungan kepada ketakwaan dan kecenderungan kepada kefasikan. Allah SWT berfirman:

﴿ ۙ اَهٮ اوۡقَتَو اَهَر ۡوُجُف اَهَمَهۡلَاَف

۸ ﴾

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia kefasikan dan ketakwaan.”

Asy-Syams:8

(11)

dan ketakwaan, bukan kepada kejahatan yang didorong oleh nafsu amarah. Untuk itu Allah berfirman:

﴿ ۚ ِنۡيَد ۡجّنلا ُهانۡيَدَهَو

۱۰ ﴾

“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” Al-Balad:10

Dalam hal ini, berdasarkan petunjuk Allah SWT, maka akal memiliki kemampuan untuk memilih salah satu yang terbaik bagi dirinya.

Fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi berarti manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan tempat mereka tinggal. Manusia diberi kebebasan untuk mengeksplorasi, menggali sumber daya, dan memanfaatkan dengan sebaik mungkin karena alam diciptakan untuk kehidupan manusia. Untuk menggali sumber daya dan memanfaatkan alam diperlukan ilmu pengetahuan yang cukup, sehingga hanya orang yang memiliki pengetahuan cukup yang bisa melakukannya. Orang-orang tersebut harus sadar bahwa potensi sumber daya alam dapat habis jika tidak dijaga keseimbangannya.

Oleh karena itu, tanggung jawab kekhafilahan banyak bertumpu pada ilmuwan dan cendekiawan. Orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan tidak mungkin mengeksploitasi alam karena tidak memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan mereka tidak sanggup menjaga keseimbangan dan kelestariannya secara sistematis.

Kerusakan alam dan lingkungan lebih banyak disebabkan oleh perbuatan manusia. Mereka berkhianat terhadap perjanjiannya kepada Allah sebagai khalifah yang menjaga kelestarian alam, sebagaimana firman Allah SWT:

﴿ َن ۡوُعِج ۡرَي ۡمُهّلَعَل ا ۡوُلِمَع ۡىِذّلا َض ۡعَب ۡمُهَقۡيِذُيِل ِساّنلا ىِدۡيَا ۡتَبَسَك اَمِب ِر ۡحَبۡلاَو ّرَبۡلا ىِف ُداَسَفۡلا َرَهَظ

۴۱ ﴾

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Ar-Rum:41

Dua fungsi di atas merupakan satu kesatuan yang tidak boleh dipisah dan simbol kedua fungsi itu adalah dzikir dan fikir.

Referensi

Dokumen terkait

Kurikulum Prodi PAI secara komprehensif sudah sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh pengguna alumni, karena pada kompetensi utama yang dimiliki oleh

7 Fokus kajian penelitian ini untuk menjelaskan unsur strktur karya sastra yang membangun novel Alisya dan mengungkap penyebab konflik batin pada tokoh utama dalam

 Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang peraturan daerah tentang izin mendirikan bangunan.Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan terlihat bahwa

Pengumpulan data pompa sirkulasi minyak sawit menggunakan data rekaman selama prototype Concentrated Solar Power di UPT BPPTK LIPI Yogyakarta beroperasi di tahun 2015, mulai

Hasil penelitian terkait beban kerja pada perawat yang dilakukan oleh Yulinar Agustina (2018) yang menunjukkan bahwa dari 71 perawat yang berada di IRNA Non Bedah

[r]

Program kegiatan “1000 Buku 1000 Kebaikan Untuk Anak Pesisir” ini merupakan program peduli pendidikan dengan memberikan sumbangan buku kepada anak-anak pesisir