• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Pembuatan Jalan dan Jembatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Pembuatan Jalan dan Jembatan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jembatan merupakan suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah, dimana rintangan ini biasanya jalan berupa lain yaitu jalan air atau jalan lalu lintas biasa (Struyk, 1995).

Jembatan memiliki arti penting bagi setiap orang, dengan tingkat kepentingan yang berbeda-beda tiap orangnya (Supriyadi, 2000). Menurut Dr. Ir. Bambang Supriyadi, jembatan bukan hanya kontruksi yang berfungsi menghubungkan suatu tempat ke tempat lain akibat terhalangnya suatu rintangan, namun jembatan merupakan suatu sistem transportasi, jika jembatan runtuh maka sistem akan

lumpuh.

Tipe jembatan mengalami perkembangan yang sejalan dengan sejarah peradaban manusia, dari tipe yang sederhana sampai dengan tipe yang kompleks, dengan material yang sederhana sampai dengan material yang modern. Jenis jembatan yang terus berkembang dan beraneka ragam mengakibatkan seorang perencana harus tepat memilih jenis jembatan yang sesuai dengan tempat tertentu.

Perencanaan sebuah jembatan menjadi hal yang penting, terutama dalam menentukan jenis jembatan apa yang tepat untuk dibangun di tempat tertentu dan metode pelaksanaan apa yang akan digunakan. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga, target 3T yaitu tepat mutu/kualitas, tepat biaya/kuantitas dan tepat waktu sebagaimana ditetapkan, dapat tercapai.

(2)

1.3. Tujuan dan Manfaat

2. Untuk mengetahui metode pelaksanaan yang digunakan dalam suatu proyek konstruksi Jembatan.

(3)

BAB 2

JEMBATAN

2.1. Pengertian Jembatan

Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air atau lalu lintas biasa. Jembatan yang berada diatas jalan lalu lintas biasanya disebut viaduct.

Jembatan dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Jembatan – jembatan tetap.

2. Jembatan – jembatan dapat digerakkan.

Kedua golongan jembatan tersebut dipergunakan untuk lalu lintas kereta api dan lalu lintas biasa ( Struyk dan Veen, 1984). Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi permukaannya.

Dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan estetika-arsitektural yang meliputi : Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

Menurut (Asiyanto 2008) jembatan rangka baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari rangkaian batang – batang baja yang dihubungkan satu dengan yang lain. Beban atau muatan yang dipikul oleh struktur ini akan diuraikan dan disalurkan kepada batang – batang baja struktur tersebut, sebagai gaya – gaya tekan dan tarik, melalui titik – titik pertemuan batang (titik buhul).

Garis netral tiap – tiap batang yang bertemu pada titik buhul harus saling berpotongan pada satu titik saja, untuk menghindari timbulnya momen sekunder.

2.2. Peranan Tembatan Terhadap Transportasi

Jalan merupakan alat penghubung antara daerah yang penting sekali bagi penyelenggaraan pemerintah, ekonomi kebutuhan sosial, perniagaan, kebudayaan, pertahanan. Trasportasi sangat penting bagi ekonomi dan pembangunan Negara dan bangsa. Maju – mundurnya suatu negara, terutama dalam bidang ekonomi sangat tergantung pada baik dan tidaknya sistem transportasi yang ada. Baik tidaknya atau lancar tidaknya transportasi sangat tergantung pada alat – alatnya, antara lain yang terpenting kendaraan – kendaraannya, sistem transportasi, tranportation policy dan pada keadaan jalannya.

(4)

akibat dari waktu yang hilang itu?.

Beberapa kerugian yang nyata itu dapatlah kita sebut, diantaranya penghambatan kecepatan angkut dari kendaraan – kendaraan. Kecepatan angkut sangat penting pengaruhnya dalam bidang ekonomi, kestabilan harga – harga, kelancaran distribusi dan lain sebagainya (Subarkah, 1979).

2.3. Jembatan Rangka (truss bridge)

Menurut (Satyarno, 2003) jembatan rangka dibuat dari struktur rangka yang biasanya terbuat dari bahan baja dan dibuat dengan menyambung beberapa batang dengan las atau baut yang membentuk pola-pola segitiga. Jembatan rangka biasanya digunakan untuk bentang 20 m sampai 375 m. Ada banyak tipe jembatan rangka yang dapat digunakan diantaranya sebagai berikut, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Tipe - Tipe Jembatan Rangka

(5)

Menurut (Spiegel dan Limbrunner, 1991) baja konstruksi adalah alloy steels (baja paduan), yang pada umumnya mengandung lebih dari 98 % besi dan biasanya kurang dari 1 % karbon. Komposisi aktual kimiawi sangat bervariasi untuk sifat – sifat yang diinginkan, seperti kekuatannya dan ketahanannya terhadap korosi, baja dapat juga mengandung elemen paduan lainnya, seperti silicon, magnesium, sulfur, fosfor, tembaga, krom, dan nikel, dalam berbagaijumlah.

Baja tidak merupakan sumber yang dapat diperbaharui (renewable), tetapidapat mempunyai daur ulang (recycled), dan komponen utamanya, besi, sangat banyak. Baja tidak mudah terbakar, tetapi harus anti api. Hal ini tidak dimaksudkan untuk mengatakan bahwa baja merupakan jawaban untuk semua masalah struktur. Bahan bangunan lainnya, seperti beton, bata, dan kayu, mempunyai peran sendiri – sendiri.

Penggunaan struktur baja, apabila dilihat pada bangunan dan perbandingan (ratio) antara kekuatan berat (atau kekuatan per satuan berat) harus dipertahankan tinggi, maka bajalah yang dapat memenuhinya.

Baja konstruksi juga memiliki keuntungan dan kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Keuntungan baja adalah keseragaman bahan dan sifat – sifatnya yang dapat diduga secara cukup tepat. Kestabilan dimension, kemudahan pembuatan, dan cepatnya pelaksanaan juga merupakan hal – hal yang menguntungkan dari baja struktur ini.

2. Kelemahan baja adalah mudahnya bahan ini mengalami korosi (tidak semua jenis baja) dan berkurangnya kekuatan pada temperatu tinggi.

2.5. Proses Perencanaan Jembatan

2.5.1 Bangunan Struktur Bawah (Substructure)

Bangunan struktur bawah berfungsi untuk menerima atau menaha bebanbeban yang disalurkan dari beban struktur atas, dan kemudian beban – beban tersebut disalurkan ke pondasi. Struktur bawah ini terdiri dari :

1. Pondasi

Pondasi pada jembatan memiliki fungsi yang sama dengan pondasi yang ada pada struktur bangunan gedung, dimana fungsi dari pondasi itu sendiri adalah menyalurkan beban-beban yang di tahan ke tanah. Pondasi memiliki 2 bagian yaitu :

a. Tiang Pancang / Bore Pile / Sumuran

(6)

Gambar 2.1 Tiang Pancang dan Pile Cap

2. Kolom Pier

a. Pier

b. Pier Head

(7)

3. Abutment

Abutment merupakan bagian dari bangunan pada ujung-ujung jembatan, yang memiliki fungsi sebagai pendukung untuk bangunan struktur atas dan juga berfungsi untuk penahan tanah. Abutment mempunyai bagian sebagai berikut :

a. Abutment b. Wing Wall c. Pelat Injak d. Back Wall

Gambar 2.3 Struktur Bawah (Sub Structure) pada Abutment

4. Oprit

Oprit adalah akses penghubung antara jembatan dengan jalan yang ada. perencanaan konstruksi oprit ini sangat perlu diperhatikan agar design oprit yang dihasilkan nantinya dapat aman dan awet sesuai dengan umur rencana yang telah ditentukan

(8)

Gambar 2.5 Tampak Atas Oprit

Gambar 2.6 Melintang Oprit

2.5.2. Bangunan Struktur Atas (Upper Structure)

Bangunan struktur atas berfungsi untuk menampung beban-beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas orang, kendaraan, dan lain sebagainya. Bangunan atas biasanya terdiri dari pelat, lapisan permukaan jalan, dan gelagar dari jembatan.

(9)

Struktur Atas (Upper Structure) terdiri dari : 1. Komponen

a. Deck Jembatan

Deck Jembatan ini bisah berupa I Girder, U Girder , Box Girder , Truss, dll.

b. Bearing

(10)

2. Pembagian Span (Bentang)

Dalam pembagian bentang dibedakan menjadi 2 bagian yaitu : a. Approach Span

(11)

2.5.3. Tahapan Perencanaan

Menurut (Supriyadi dan Muntohar, 2007) perbedaan antara ahli satu dengan yang lainnya sangat dimungkinkan terjadi, dalam perencanaan jembatan, tergantung latar belakang kemampuan dan pengalamannya.

Belajar dari perbedaan pandangan inilah seharusnya para ahli dapat menyimpulkan suatu permasalahan yang ada pada perencanaan jembatan, dan dapat menemukan suatu penyelesaian dalam sebuah perencanaan.

Perbedaan tersebut harus tidak boleh menyebabkan gagalnya proses perencanaan. Seorang ahli atau perancang paling tidak harus telah mempunyai data baik sekunder maupun primer yang berkaitan dengan pembangunan jembatan, sebelum sampai pada tahap pelaksanaan konstruksi. Hal ini sangat diperlukan untuk kelangsungan para ahli dalam merencanakan pembangunan sebuah jembatan.

Data sekunder maupun primer yang telah didapat tersebut, merupakan bahan pemikiran dan pertimbangan sebelum kita mengambil suatu keputusan akhir. Pada Gambar 2.2 akan ditunjukkan tentang suatu proses perencanaan yang perlu dilaksanakan. Data yang diperlukan berupa :

1. Lokasi :

a. Topografi

b. Lingkungan

c. Tanah Dasar

2. Keperluan : melintasi sungai, melintasi jalan lain

3. Bahan Struktur :

a. Karakteristiknya

(12)

Gambar 2.2. Skema Proses Perencanaan

Sumber : Supriyadi dan Muntohar, 2007

2.5.4. Pemilihan Lokasi Jembatan

Penentuan lokasi dan layout jembatan tergantung pada kondisi lalu lintas. Umumnya, suatu jembatan berfungsi untuk melayani arus lalu lintas dengan baik, kecuali bila terdapat kondisi-kondisi khusus. Prinsip dasar dalam pembangunan jembatan menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007) adalah jembatan untuk jalan raya, tetapi bukan jalan raya untuk jembatan. Kondisi lalu lintas yang berbeda-beda dapat mempengaruhi lokasi jembatan. Panjang - pendeknya bentang jembatan akan disesuaikan dengan lokasi jalan setempat.

Penentuan bentangnya dipilih yang sangat layak dari beberapa alternatif bentang pada beberapa lokasi yang telah diusulkan. Pertimbangan terhadap lokasi akan sangat didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang menggunakan jembatan.

Pada penentuan lokasi jembatan akan dijumpai suatu permasalahan apakah akan dibangun di daerah perkotaan ataukah pinggiran kota bahkan di pedesaan. Perencanaan dan perancangan jembatan di daerah perkotaan terkadang tidak diperhatikan dengan cermat dan tepat.

(13)

1. Aspek lalu lintas

Persyaratan transportasi meliputi kelancaran arus lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki yang melintasi jembatan tersebut. Perencanaan yang kurang tepat terhadap kapasitas lalu lintas perlu dihindarkan, karena akan sangat mempengaruhi lebar jembatan.

Pentingnya diperoleh hasil yang optimum dalam perencanaan lebar optimumnya agar didapatkan tingkat pelayanan lalu lintas yang maksimum. Mengingat jembatan akan melayani arus lalu lintas dari segala arah, maka muncul kompleksitas terhadap existing dan rencana, volume lalu lintas, oleh karenanya sangat diperlukan ketepatan dalam penentuan tipe jembatan yang akan digunakan.

Pendekatan ekonomi selayaknya juga sebagai bahan pertimbangan biaya jembatan perlu dibuat seminimum mungkin. Melihat beberapa kasus biaya investasi jembatan di daerah perkotaan adalah sangat tinggi. Hal ini akan sangat terkait dengan kesesuaian lokasi yang akan direncanakan (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

2. Aspek teknis

Persyaratan teknis yang perlu dipertimbangkan antara lain :

a. Penentuan geometri struktur, alinemen horizontal dan vertical, sesuai dengan lingkungan sekitarnya.

b. Pemilihan sistem utama jembatan dan posisi dek.

c. Penentuan panjang bentang optimum sesuai dengan syarat hidraulika, arsitektural, dan biaya konstruksi.

d. Pemilihan elemen-elemen utama struktur atas dan struktur bawah, terutama tipe pilar dan abutment.

e. Pendetailan struktur atas seperti : sandaran, parapet, penerangan, dan tipe perkerasan.

f. Pemilihan bahan yang paling tepat untuk struktur jembatan berdasarkan pertimbangan struktural dan estetika.

3. Aspek estetika

(14)

Perkembangan sistem jalan raya, pada awalnya mempunyai standar yaitu jalan raya lebih rendah dari jembatan. Biaya investasi jembatan merupakan proporsi terbesar dari total biaya jalan raya.

Konsekuensinya, struktur tersebut hampir selalu dibangun pada tempat yang idela untuk memungkinkan bentang jembatan sangat pendek, fondasi dapat dibuat sehematnya, dan melintasi sungai dengan layout berbentuk squre layout (Supriyadi dan Muntohar, 2007).

Proses perencanaan jembatan akan dihadapkan pada dua sudut pandang yang berbeda antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan menurut (Troitsky, 1994) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007). Ilustrasi perbedaan \ kepentingan antara seorang ahli jalan dan ahli jembatan adalah sebagai berikut:

1. Pandangan ahli jembatan

Perlintasan tegak lurus sungai, jurang atau jalan rel lebih sering dipilih, dari pada perlintasan yang membentuk alinemen yang miring. Penentuan ini didasarkan pada aspek teknis dan ekonomi. Menurut (Waddel, 1916) dalam (Supriyadi dan Muntohar, 2007) menyatakan bahwa struktur yang dibuat pada alinemen miring adalah abominasi dalam lingkup rekayasa jembatan.

2. Struktur jembatan sederhana

Kenyataan untuk struktur jembatan yang relatif sederhana sering diabaikan terhadap alinemen jalan. Para ahli jalan raya yang sering menempatkan alinemen sedemikian sehingga struktur jembatan merupakan bagian penuh dari alinemen rencana jalan tersebutm, sehingga apabila melalui sungai seringkali kurang memperhatikan layout secara cermat.

3. Layout jembatan bentang panjang

(15)

Banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah sudut yang dibentuk terhadap bidang alinemen.

2.6. Peraturan – Peraturan Perancangan Jembatan

Struktur baja yang ada saat ini, telah berkembang pesat dengan berbagai aturan yang berbeda pada tiap negara. Konsep pemikiran dalam perhitungannya adalah sama tetapi aturan yang terjadi adalah lain, dan itu tergantung dari Negara yang memakainya.

Menurut Tim Peneliti dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003, struktru baja yang saat ini, telah berkembang pesat dengan berbagai aturan yang berbeda pada tiap negara. Diantara peraturan perhitungan struktur baja yang dipakai pada SAP 2000 adalah sebagai berikut :

1. American institute of Steel Construction’s ”Allowable Stress Design and Plastis Design Spesification for Structural Steel Buildings”, AISC – ASD (AISC, 1989).

2. American institute of Steel Construction’s “Load and Resistance FactorDesign Spesification for Structural Steel Buildings”, AISC – LRFD (AISC,1994).

3. American Assotiation of State Highway ang Transportation Officiall “AASHTO – LRFD Bridge Design Spesification”, AASHTO – LRFD (AASHTO, 1997).

4. Canada Institute of Steel Construction’s “Limit State Design of Steel Structures”, CANICSA – s16. 1 – 94 (CISC, 1995).

5. British Standart Institution’s “Structural Use of Steelwork in Building”, BS5950 (BSI, 1990).

6. European Committee for Standarditation’s “Eurocode 3 : Design of Steel Structures Part 1.1 : General Rules and Rules for Buildings”, ENV 1993 – 1 – 1 (CEN, 1992). (Tim Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2003)

Badan Standarisasi Nasional (2005) mempunyai peraturan – peraturan yang digunakan di Indonesia, untuk merancang struktur jembatan. Peraturan yang digunakan Badan Standarisasi Nasional (2005) dalam perancangan jembatan adalah sebagai berikut :

1. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR, 1987)

2. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI)

3. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (Bridge Management System, 1992)

4. Revisi SNI 03-2833-1992, tentang Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan.

5. RSNI T-03-2005, tentang Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan.

(16)

2. Beban sekunder

Beban sekunder merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Beban sekunder meliputi beban angin, gaya akibat perbedaan selip, gaya akibat rangka susut, gaya rem, gaya akibat gempa bumi, gaya gesekan pada tumpuan yang bergerak.

3. Beban khusus

Beban khusus merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan tegangan pada perencanaan jembatan. Beban khusus meliputi gaya sentrifugal, gaya tumbuk pada jembatan layang, gaya dan beban selama pelaksanaan, dan gaya akibat air.

BAB 3

(17)

3.1

Pengertian Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;

 Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;

 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol;

Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

 Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

 Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

 Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

 Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

 Jalan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

 Jalan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

 Jalan Arteri primer melayani angkutan utama yang merupakan tulang punggung tranasportasi nasional yang menghubungkan pintu gerbang utama (Pelabuhan Utama dan atau bandar Udara Kelas Utama).

(18)

Pelaksanaan pekerjaan dilapangan dilakukan sepenuhnya oleh kontraktor pelaksana yang telah ditunjuk dan diawasi langsung konsultan pengawas dan Departemen Pekerjaan Umum. Pelaksanaan pekerjaan dilakukan berdasarkan atas gambar-gambar kerja dan spesifikasi tekhnik umum dan khusus yang telah

tercantum dalam dokumen kontrak, rencana kerja & syarat-syarat (RKS) dan mengikuti perintah atau petunjuk dari konsultan, sehingga hasil yang dicapai akan sempurna dan sesuai dengan keinginan pemilik proyek

2. Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan persiapan dilaksanakan sebelum pekerjaan fisik dimulai. Adapun pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan dalam pekerjaan persiapan tersebut, yaitu : a. Pekerjaan pematokan dan pengukuran ulang

Pekerjaan pematokan dan pengukuran ulang dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana dengan tujuan pengecekan ulang pengukuran.

Pemasangan patok pengukuran untuk profil memanjang dipasang pada setiap jarak 25 meter.

b. Survey kelayakan struktural konstruksi perkerasan.

(19)

c. Pengadan direksi keet

Untuk pengadaan direksi keet ini pihak kontraktor pelaksana

membuatnya disekitar lokasi proyek. Direksi keet ini berfungsi untuk tempat beristirahat para pekerja dan penyimpanan material serta peralatan pekerjaan.

d. Penyiapan badan jalan

Pekerjaan ini meliputi pembersihan lokasi, penutupan jalan dan lainnya. Sehingga pelaksanaan proyek ini berjalan dengan lancar.

3. Pekerjaan Galian dan Timbunan

Gambar Struktur Pekerjaan Tanah

Pekerjaan Galian

1. Pekerjaan galian adalah pekerjaan pemotongan tanah dengan tujuan untuk memperoleh bentuk serta elevasi permukaan sesuai dengan gambar yang telah direncanakan.

2. Lokasi yang akan dipotong (cutting) haruslah terlebih dahulu dilakukan pekerjaan clearing dan grubbing yang bertujuan untuk membersihkan lokasi dari akar-akar pohon dan batu-batuan.

3. Untuk mengetahui elevasi jalan rencana, surveyor harus melakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur (theodolit). Apabila elevasi tanah tidak sesuai maka tanah dipotong kembali dengan menggunakan alat berat (motor grader), sampai elevasi yang diinginkan.

4. Memadatkan tanah yang telah dipotong dengan menggunakan Vibrator Roller.

(20)

b. Galian Batuan / Padas

Pekerjaan galian batu (padas) mencakup galian bongkahan batu dengan volume 1 meter kubik atau lebih. Pada pekerjaan galian batu ini biasa dilakukan dengan menggunakan alat bertekanan udara (pemboran) dan peledekan.

c. Galian Struktur

Pada pekerjaan galian struktur ini mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas pekerjaan yang disebut atau ditunjukkan dalam gambar untuk struktur. Pekerjaan galian ini hanya terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan.

Pekerjaan Timbunan dan Pemadatan

Perlu diingat sebelum pekerjaan galian maupun timbunan harus didahului dengan pekerjaan clearing dan grubbing, maksudnya adalah agar lokasi yang akan dilakerjakan tidak mengandung bahan organik dan benda-benda yang mengganggu proses pemadatan. Timbunan dilaksanakan lapis demi lapis dengan ketebalan tertentu dan dilakukan proses pemadatan.

Proses penimbunan dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

1. Timbunan Biasa

Pada timbunan biasa ini material atau tanah yang biasa digunakan berasal dari hasil galian badan jalan yang telah memenuhi syarat.

2. Timbunan Pilihan

(21)

Proses pemadata tanah dimaksudkan untuk memadatkan tanah dasar sebelum melakukan proses penghamparan material untuk memenuhi kepadatan 95%, dengan menggunakan alat berat seperti Vibrator Roller, Dump Truck, Motor Grader.

Adapun langkah kerja dari proses pemadatan tanah, yaitu :

1. Mengangkut material dari quary menuju lokasi dengan menggunakan Dump Truck.

2. Menumpahkan material pada lokasi tempat dimana akan dilaksanakan pekerjaan penimbunan.

3. Meratakan material menggunakan Motor Grader sampai ketebalan yang direncanakan. Sebagai panduan operator Grader dan vibro maka

dipasang patok tiap jarak 25 m yang ditandai sesuai dengan tinggi hamparan.

4. Memadatkan tanah denga menggunakan Vibrator Roller yang dimulai sepanjang tepi dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan dalm keadaan memanjang, sedangkan pada tikungan (alinyemen

horizontal) harus dimulai pada bagian yang rendah dan bergerak sedikit demi sedikit ke arah yang tinggi, pemadatan tersebut dipadatkan dengan 6 pasing (12 x lintasan) hingga didapatkan tebal padat 20 cm hingga didapat elevasi top subgrade yang sesuai dengan rencana.

Pengujian Kepadatan Tanah Pengujian Sand Cone

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai kepadatan dan kadar air dilapangan. Juga bisa sebagai perbandingan pekerjaan yang akan dilaksanakan dilapangan dengan perencanaan pekerjaan.

(22)

3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.

4. Lapisan perkerasan, agar air tanah tidak berkumpul dipondasi. 5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar.

6. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik kelapis atas. Tebal rencana lapisan pondasi bawah ini adalah 20 cm.

Lapisan pondasi agregat kelas B yang digunakan dalam proyek ini memiliki komposisi sebagai berikut :

1. Split 5/7 2. Split 3/5 3. Split 2/3 4. Abu Batu

Teknik pelaksanaan pekerjaan penghamparan dan pemadatan dari Base B adalah :

 Pengangkutan material base B ke lokasi proyek dengan menggunakan Dump Truck.

 Setelah sampai di lokasi, campuran ditumpuk menjadi lima sampai enam tumpukan disepanjang lokasi yang telah siap untuk dihampar base B.

 Penghamparan material base B dilakukan dengan menggunakan alat motor grader dengan kapasitas 3,6 m. Setelah badan jalan terbentuk, kemudian dipadatkan dengan alat vibrator roller dengan kapasitas 16 ton.

 Jika disuatu lokasi ada campuran material yang kurang baik ikatannya maka dapat ditambahkan abu batu dengan bantuan tenaga manusia untuk mengikat material tersebut ketika dipadatkan kebali dengan vibrator roller.

(23)

Peralatan

Dalam pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi atas digunakan alat alat sebagai berikut :

 Wheel Loader berfungsi untuk mengambil tumpukan agregat dari tempat pengambilan material, selanjutnya dimasukkan kedalam dunp truck.

 Dump truck berfungsi untuk mengangkut material agregat base B ke lokasi pekerjaan.

 Motor grader berfungsi untuk memadatkan material base B.

 Water tank truck berfungsi untuk menyiram agregat base B setelah penghamparan.

Bahan dan Material

(24)

 Penghamparan lapis pondasi agregat, baik kelas A maupun kelas B tidak boleh mempunyai ketebalan kurang dari dua kali ukuran maksimum bahan.

 Penghamparan lapis pondasi kelas A maupun kelas B tidak boleh lebih dari 20 cm dalam keadaan loose, hal ini dapat mempengaruhi proses pemadatan sehingga pemadatan yang dilakukan tidak mencapai keadaan optimal.

 Permukaan lapis pondasi agregat harus rata sehingga air tidak dapat menggenang akibat permukaan yang tidak rata. Deviasi maksimum untuk kerataan permukaan adalah 1 cm.

 Toleransi terhadap tebal total lapis pondasi agregat adalah 1 cm dari tebal rencana.

(25)

BAB 4

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas mengenai metode pelaksanaan konstruksi Jembatan didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan struktur metode pelaksanaan jembatan terdiri dari metode pelaksanaan Jembatan Beton dan metode pelaksanaan Jembatan Rangka.

2. Metode pelaksanaan Jembatan Beton dibedakan menjadi 2 yaitu Cast insitu dan Precast segmental.

Metode Cast insitu terdiri dari : a. MSS (Movable Scaffolding System) b. ILM (Increamental Launching Method) c. Balanced Cantilever dengan FormTraveller

d. Cable Stayed dengan FormTraveller Metode Precast Segmental terdiri dari : a. Balanced Cantilever Erection With Launching Gantry

b. Balanced Cantilever Erection With Lifting Frames c. Span by Span Erection With Launching Gantry d. Balanced Cantilever Erection With Cranes e. Precast Beam

3. Metode pelaksanaan Jembatan Rangka ada 2 yaitu metode Temporary support dan metode Cantilever.

4. Metode Temporary support terdiri dari Full temporary support dan Semi

temporary support. Sedangkan metode Cantilever terdiri dari Full cantilever dan Semi cantilever.

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

 Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum;

 Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri;

 Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol;

(26)

4.2. Saran

1. Setiap pembangunan Jembatan harus menggunakan metode pelaksanaan yang tepat dan sesuai dengan standar yang berlaku.

2. Setiap pemilihan metode pelaksanaan harus disesuikan dengan kondisi alam dilokasi pembangunan.

(27)

DAFTAR PUSTAKA

1. Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Desember 2005;

2. Panduan Pengawasan Pelaksanaan Jembatan Bridge Management System, Direktorat

Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Tahun 1993;

3. Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Kazuto Nakazawa dkk, PT Pradnya Paramita, Th

2000;

4. Foundation Design and Construction, MJ Tomlinson, Fourth Edition, the Pitman Press London, 1983;

5. Principles of Foundation Engineering, Braja M.Das, PWS Publishing Company Boston, Second Edition, 1990;

6. Bahan Publikasi, PC Pile, PT. Wijaya Karya Beton;

7. Ground Anchors and Anchored Systems, Geotechnical Engineering Circular No.4, Publication FHWA, June 1999;

8. Load Cell Test Pada Pondasi Bored Pile Jembatan Suramadu, SKS Pembinaan Teknik

Pembangunan Jembatan Suramadu Core Team-Manajemen Konstruksi Tahap II;

9. Test Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Beban Dinamis (DLT), Pile Foundation

Diagnostic Services;

10. Modul Pelatihan Supervisi Pelaksanaan Pekerjaan Jembatan, Pembinaan Manajemen

Kebinamargaan , Direktorat Jenderal Bina Marga, May 2006;

Gambar

Gambar 2.1. Tipe - Tipe Jembatan Rangka
Gambar 2.1 Tiang Pancang dan Pile Cap
Gambar 2.4 Struktur Bawah (Sub Structure) pada Oprit
Gambar 2.7 Struktur Atas (Upper Structure) pada Deck
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 jalan didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Sebagai penunjang kelancaran lalu lintas, Jalan Jenderal Sudirman dibangun pelengkap jalan (Gambar 4). Bangunan pelengkap jalan terdiri dari jembatan

kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan, sedang yang dimaksud dengan.. ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian

Jembatan merupakan bangunan pelengkap jalan raya yang berfungsi untuk melewatkan lalu lintas. Dalam sistem transportasi darat, jembatan mempunyai peranan yang sangat penting

Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 jalan didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan

Kata-kata kunci: perkerasan jalan; beban lalu lintas; muatan berlebih; sisa umur layan; kerusakan jalan PENDAHULUAN Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang meliputi segala