• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ISLAM MEMBACA DOA QUNUT MENURUT 4 (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUKUM ISLAM MEMBACA DOA QUNUT MENURUT 4 (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM ISLAM MEMBACA DO’A QUNUT MENURUT 4 IMAM MAZHAB

ABSTRAK

Sekarang ini, di zaman era modern banyaknya perdebatan antara umat muslim yang mempermasalahkan konteks do’a qunut dalam shalat menurut 4 IMAM MAZHAB, mengenai konteks tersebut banyak pula kaum/umat muslimin yang belum mengetahui hukum/pandangan do’a qunut menurut 4 IMAM MAZHAB. Dengan adanya perbedaan 4 Mazhab tidak semata-mata mereka selalu berdebat, karena meskipun adanya tentang perbedaan tersebut ke 4 Imam Mazhab tersebut saling menghargai pendapat masing-masing. Oleh karena itu merujuk dari sejarah 4 Imam Mazhab kita selaku umat muslim yang saling berbeda pandangan/ pendapat harus saling menghormati pendapat masing-masing, selagi pendapat itu sesuai dengan ajaran islam yang benar.

Kaca kunci : 4 Imam Mazhab, hukum islam, Qunut

ABSTRACT

Today, in the era of the modern era of ongoing debate among Muslims who are concerned about the context of prayer in the prayer according qunut 4 sect priest, The context of the many people / people of Muslims who do not know the law / view prayer qunut by 4 sect priest. With the difference in 4 schools of not only their eyes are always arguing, because despite the existence of these differences to the four Imams sect respect each other's opinions. Therefore, referring to the history of the school of our fourth Imam Muslim as mutually divergent views / opinions must respect each other's opinions, while that opinion in accordance with the true teachings of Islam.

(2)

PENDAHULUAN

Seperti yang telah kita ketahui, banyak pandangan-pandangan umat muslim mengenai hukum do’a qunut dalam shalat, namum ada pula pandangan umat muslim yang mengacu pada 4 IMAM MAZHAB dalam mengenai hukum do’a qunut dalam shalat dan banyak pula umat yang belum mengetahui atau kurangnya ilmu agama.

Bagi umat muslim semestinya kita telah mengetahui bagi seseorang baik yang membaca do’a qunut maupun yang tidak membaca baik dalam shalat subuh maupun dalam shalat sunnah witir ataupun baik dalam shalat sunnah lainnya.

PEMBAHASAN

PENGERTIAN DAN HUKUM DO’A QUNUT

Qunut adalah do’a yang mengharap kepada Alloh SWT. Dalam menolak bahaya atau mendatangkan kebaikan yang pelaksanaannya dalam rangkaian pelaksanaan sebelum ruku’ maupun setelah ruku’.

Hukum dan sikap hukum :

Sikap hukum adalah dimana seseorang telah memilih atau menentukan hukum mana yang telah ssesuai. Tetapi jika hukum saja maka semua turunan hukum yang di pesankan dalam Al-Qur’an dan Hadist. Misalnya, hukum tentang bismillah dapat dibaca dengan 4 cara dalam shalat seperti bisa di jaharkan, syirkan, tidak dibaca sama sekali atau dibaca rakaat pertama lalu di rakaat selanjutnya tidak tetapi sikap kita memilih salah satu hukumnya. Terkadang hukumnya sudah ada pilihan tetapi sikap hukumnya berdeba sepanjang dalam kerangka hukum itu kita perlu berselisih.

(3)

kepadamu, alangkah baiknya kalau kamu mengutus beberapa orang utusan kepada kaum ahli Najd untuk menyeru mereka kepada agamamu, aku berharap mereka akan menyambut seruanmu”. Setelah mendengar usul Abu Baraa’ itu lalu Nabi SAW berfikir, karena usul yang dikemukakan itu kelihatannya tidak akan membahayakan, tetapi beliau masih ragu-ragu juga, karena khawatir kalau-kalau terjadi seperti yang diperbuat oleh kaum Banu Hudzail pada peristiwa Ar-Raji’. Maka Nabi SAW menjawab : ”Sesungguhnya aku mengkhawatirkan sikap penduduk Najd terhadap shahabatku”. Kemudian Abu Baraa’ pun menyahut : “Aku yang menjamin mereka, maka utuslah para shahabatmu untuk menyeru mereka kepada agamamu”. Maka akhirnya Nabi SAW mengabulkan permintaan tersebut.

Kemudian pada suatu hari, Nabi SAW mempersiapkan para shahabat pilihan sebanyak 70 orang (menurut riwayat lain 40 orang), untuk pergi sebagai mubaligh Islam ke qabilah daerah Najd itu. Mereka itu sebagian besar dari para shahabat yang mengerti tentang hukum-hukum agama dan hafal Al-Qur'an di luar kepala. Diantara nama-nama mereka itu ialah Al-Mundziir bin ‘Amr, ‘Urwah bin Asma’ bin Shalt, Haram bin Milhan, Al-Harits bin Ash-Shimmah, ‘Amir bin Fuhairah, Nafi’ bin Budail. Nabi SAW menetapkaan kepala rombongan mereka ialah Al-Mundzir bin ‘Amr.

Singkat cerita, ketika beliau sedang menunaikan shalat (dalam riwayat menyebutkan shalat subuh) tiba-tiba datanglah malaikat jibril menyampaikan bahwa orang-orang yang tadi kepadamu Muhammad, mereka semua telah menipu. Lalu Nabi pada saat itu dengan sifat kemanusiannya itu marah kemudian ia berdo’a pada Alloh SWT (dalam riwayat ada yang mengatakan do’anya sebelum ruku’ ada juga yang mengatakan do’anya bangkit ruku’). maka beliau sampai sebulan lamanya setiap mengerjakan shalat lima waktu beliau selalu membaca doa qunut memohonkan kecelakaan atas para kaum pengkhianat, yaitu kaum-kaum dari suku ‘Ushayyah, Ri’il, Dzakwan dan Banu Lihyan. Riwayat-riwayat tersebut antara lain :

ىَلَع ْوُعْدَََي ،اًحاَب َََص َنْيِثَلَث َةَََن ْوُعَم ِرْئِب َباَح ََْصَا اْوُلَتَق َنْيِذّلا ىَلَع ص ِا ُلْوُسَر اَعَد :َلاَق ٍكِلاَم ِنْب ِسَنَا ْنَع ملسم .ُهَل ْوُسَر َو َا ِتَصَع ،َةّيَصُع َو َناَي ْحِل َو َناَوْكَذ َو ٍلْعِر

(4)

Dari Anas bin Malik ia berkata, “Rasulullah SAW mendoakan kecelakaan pada orang-orang yang telah membantai para shahabat di Bi’ru Ma’unah selama tiga puluh Shubuh, yaitu mendoakan kecelakaan pada suku Ri’il, Dzakwan, Lihyan dan ‘Ushayyah, mereka itu makshiyat kepada Allah dan Rasul-Nya”. [HR. Muslim 1 : 468]

َنْيِذّلا َنْيِعْبّسلا ىَلَع َدَجَو اَم ٍةّيِرَس ىَلَع َدَجَو ص ِا َلْوُسَر ُتْيَأَر اَم :ُلْوُقَي اًسَنَا َُتْعِمَس :َلاَق ٍمِصاَع ْنَع ملسم .ْمِهِتَلَتَق ىَلَع ْوُعْدَي اًرْهَش َثَكَمَف َءاّرُقلْا َنْوَعْدُي ا ْوُناَك .َةَنْوُعَم ِرْئِب َمْوَي اْوُبْيِصُا

1:469

Dari ‘Ashim ia berkata : Saya mendengar Anas mengatakan, “Saya tidak pernah melihat Rasulullah SAW bersedih atas mushibah yang menimpa pasukan beliau sebagaimana yang aku lihat ketika beliau menerima kenyataan yang menimpa para shahabat pada peristiwa Bi’ru Ma’unah. Yaitu para shahabat yang disebut sebagai orang-orang yang ahli membaca Al-Qur’an. Beliau selama sebulan mendoakan kecelakaan pada orang-orang yang membunuh para shahabat beliau”. [HR. Muslim 1 : 469]

َو َناَوْكَذ َو ًلْعِر َو َناَي ْحِل ىِنَب ْنَعلْا ّمُهّللَا :ٍةَلَص ىِف ص ِا ُل ْوُسَر َلاَق :َلاَق ّيِراَفِغلْا ِءاَمْيِا ِنْب ِفاَفُخ ْنَع ملسم .ُا َاَهَمَلاَس ُمَلْسَا َو اَهَل ُا َرَفَغ ٌراَفِغ .ُهَل ْوُسَر َو َا اُوَصَع َةّيَصُع

1:470

Dari Khufaf bin Ima’ Al-Ghifariy ia berkata : Rasulullah SAW berdo’a di dalam sholat, “Ya Allah, laknatlah Bani Lihyan, Ri’il, Dzakwan dan ‘Ushayyah, mereka itu telah makshiyat kepada Allah dan Rasul-Nya. Adapun Bani Ghifar semoga Allah mengampuninya dan terhadap suku Aslam semoga Allah menyelamatkannya”. [HR Muslim 1 : 470]

Hingga kemudian turunlah Quran Surah Ke-3 Ali- Imran Ayat 128, Kemudian sampailah berita kepada kami bahwasanya beliau meninggalkan hal itu setelah diturunkan ayat “Laisa laka minal amri syai-un au yatuuba ‘alaihim au yu’adzdzibahum fainnahum dhaalimuun” (Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu, atau Allah menerima taubat mereka atau mengadzab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang dhalim). - Ali Imran ayat 128. [HR Muslim 1: 466-467]

(5)

merubah do’a tersebut menjadi do’a yang baik. Dalam bahasa Arab sesuatu yang baik yang dimohonkan kepada Alloh SWT singkatnya disebut dengan Qunut (Permohonan yang baik-baik). Lalu Nabi SAW tidak membacakan do’a itu lagi tetapi Nabi SAW mengajarkannya kepada cucunya yaitu Al Hasan, Sahabatnya do’a yang terbaik sebagai do’a yang lalu. Do’anya adalah :

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajariku do’a-do’a yang aku ucapkan dalam witir yaitu:

اَََم ّر َََش يِنِقَو َتْيَطْعَأ اَََميِف يِل ْكِراَََبَو َتْيّلَوَََت ْنَميِف يِنّلَوَََتَو َتْيَفاَََع ْنَميِف يِنِفاَََعَو َتْيَدَه ْنَميِف يِنِدْها ّمُهّللا َتْيَلاَعَتَو اَنّبَر َتْكَراَبَت َتْيَلاَو ْنَم ّلِذَي َل ُهّنِإَو َكْيَلَع ىَضْقُي َلَو يِضْقَت َكّنِإَف َتْيَضَق

(HR at-Tirmidzi dan dishahîhkan al-Albâni dalam Shahîh at-Tirmidzî)

Maka kemudian ada yang meriwayatkan Nabi SAW tidak mempraktekan do’a itu lagi, tapi ada Sahabat yang mempraktekan do’a tersebut dalam shalatnya, ada yang menggunakan shalat witir, ada yang menggunakan shalat Ramadhan dalam 10 hari terakhir, ada pula yang menggunakan dikesempatan shalat subuhnya, itu didiamkan oleh Nabi Muhammad SAW.

HUKUM BACAAN DO’A QUNUT DALAM SHALAT MENURUT 4 IMAM MAZHAB

Mazhab Abu Hanifah

Abu Hanifah merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah Sahabat nabi, karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin Malik, dan meriwayatkan hadist darinya serta sahabat lainnya. Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.

Imam Abu Hanifah menyatakan karena Nabi SAW sebelumnya tidak membaca do’a tersebut dan setelah turunnya Qur’an Surah Ali Imran Ayat 128, maka Abu Hanifah menyimpulkan bahwa do’a qunut itu tidak ada dalam shalat. Tetapi Abu Hanifah pernah berpendapat, tidak disyariatkan qunut pada shalat

(6)

namun qunut Nazilah ini hanya pada shalat subuh saja dan yang membaca qunut adalah imam, dan diaminkan oleh jama’ah dan tidak ada qunut jika shalatnya munfraid (sendirian).

Mazhab Al-Malikiyah

Mālik ibn Anas bin Malik bin ‘Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, Imam, Abu `Abd Allah

al-Humyari al-Asbahi al-Madani), (Bahasa Arab: سنأ نب كلام), lahir di (Madinah pada

tahun 714 (93 H), dan meninggal pada tahun 800 (179 H)). Ia adalah pakar ilmu fikih dan hadits, serta pendiri Mazhab Maliki.

Imam Malik menyimpulkan Nabi SAW membacakan do’a yang sebelum datangnya Qur’an Surah Ali Imran Ayat 128, lalu setelah datangnya Ayat tersebut maka Alloh SWT menggantikan dengan do’a yang baik-baik. Dan kemudian diajarkan oleh Nabi SAW kepada para Sahabat dan Sahabat membacakan lalu Nabi SAW pun tidak melarang, ini artinya itupun dibenarkan bila dibacakan. Maka dari itu Imam Malik mempraktekan do’a tersebut sebelum ruku’ begitu membaca surah di rakaat terakhir dalam shalat subuh itu Imam Malik mempraktekan qunut.

Mazhab Syafi’i

Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Shafiʿī atau Muhammad bin Idris

asy-Syafi`i (bahasa Arab: يعفاشلا سيردإ نب دمحم) yang akrab dipanggil Imam Syafi’i

(Gaza, Palestina, 150 H / 767 – Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi’i. Imam Syafi’i juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.

(7)

kaum muslimin tertimpa musibah ataupun tidak). Qunut juga berlaku pada selain shubuh jika kaum muslimin tertimpa musibah (yaitu qunut nazilah).

Mazhab Al-Hanabilah

Ahmad bin Hanbal (780 - 855 M, 164 - 241 AH)[1] (Arab لبنح نب دمحأ )

adalah seorang ahli hadits dan teologi Islam. Ia lahir di Marw (saat ini bernama Mary di Turkmenistan, utara Afganistan dan utara Iran) di kota Baghdad, Irak. Kunyahnya Abu Abdillah lengkapnya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Baghdadi/ Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dikenal juga sebagai Imam Hambali.

Menurut Imam Al-Hanabilah, beliau mengambil jalan tengah. Lalu beliau mengemukakan pada saat itu sebelum Nabi SAW sebelum berdo’a, kemudian ada peristiwa besar terjadi yang membutuhkan do’a kemudian Nabi SAW berdo’a untuk itu, setelah itu Nabi SAW Tidak berdo’a lagi, ini artinya do’a ini bisa dihadirkan dalam peristiwa-peristiwa yang menuntut disertakan oleh kita karena ketidak mampuan kita berada disana ataupun adanya peristiwa besar terjadi. Yaitu peristiwa dahsyat besar yang meminta kita untuk menghadirkan do’a itu dalam

bahasa Arab disebut dengan Nazilah, maka deikenal dengan istilah qunut Nazilah.

Do’a qunut yang dibacakan pada saat terjadinya peristiwa besar atau peristiwa genting yang membutuhkan do’a.

PENUTUP

KESIMPULAN

Bacaan qunut seringkali banyaknya ada perdebatan diantara kaum

muslimin dikarenakan perbedaan Mazhab atau pendapat. Imam Abu Hanifah

(8)

mengatakan bahwa qunut itu merupakan amaliyah sunnah yang dikerjakan pada shalat witir yaitu dikerjakan setelah ruku. Sedangkan qunut pada shalat subuh tidak dianggap sunnah oleh beliau.

Dimasa Imam Abu Syafi’i, beliau pernah berkunjung ke tempat Imam Abu Hanifah yang telah meninggal. Begitu sampainya beliau ketempat Imam Abu Hanifah, beliau ditunjuk oleh murid Imam Syafi’i sebagai imam ditempat Imam Abu Hanifah, lalu murid Imam Syafi’i mengira pendapat mereka tentang qunut akan unggul, tapi ternyata ketika pada saat Imam Syafi’i shalat subuh, beliau tidak membacakan qunut. lalu murid Imam Syafi’i bertanya kepada beliau, “kenapa anda tidak qunut”, lalu beliau menjawab “saya menghormati Imam Abu Hanifah Yang berlaku Di tempat ini”.

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 11/2/2012. Mengenal Imam Abu Hanifah, Imam Al-Hanabilah, Imam Abu

Syafi’i, Imam Al-Hanabilah. https://kabarislamia.com/2012/02/11/mengenal-imam-hanafi-imam-malik-imam-syafii-dan-imam-hambali/

Mustofa Ahmad. 2016. Dalil Shahih tentang membaca Do’a Qunut menurut 4

Mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Hanabilah, Imam Abu Syafi’i, Imam Al-Hanabilah. https://aqidatu-na.blogspot.co.id/2016/11/dalil-shahih-tentang- membaca-doa-qunut-menurut-empat-madzhab-malikiyah-syafiiyah-hanafiyah-dan-hanabilah.html

Tri Novita Sari. 2014. Perbandingan antara 4 imam Mazhab tentang Do’a Qunut

dalam shalat subuh. http://catatankecilvie.blogspot.co.id/2014/12/perbandingan-empat-imam-mazhab-tentang.html

Ustadz Adi Hidayat Lc MA. 10/2/2017. Hukum do’a qunut dalam Shalat subuh.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Imam Syafi‟I Separatisme atau buhgat adalah para pemberontakan atau para pelaku tindakan makar itu adalah orang-orang Islam yang melawan atau pembangkang kepada

riddah dalam pernikahan perspektif Imam Syafi‟i dan Kompilasi Hukum Islam yang meliputi bentuk putusnya pernikahan karena riddah. perspektif Imam Syafi‟i dan Kompilasi

sedangkan yang lainnya bukan sebagai rukun. Imam Syafi‟ie sendiri dalam Al-Umm tidak menjelaskan tentang rukun perkawinan. Secara sederhana dapat diketahui

Menurut Imam Abu Hanifah, hadits di atas juga menjadi sebuah dalil tentang wajibnya shalat Idul Fitri, hingga para wanita yang sedang haid pun dianjurkan untuk keluar

Mazhab Syafi’i, Hambali, dan para Ulama mazhab lainnya sepakat dengan pendapat Imam Abu Hanifah, yang mana mengatakan bahwa batas wasiat seseorang yang

Menurut Imam Abu Hanifah, hadits di atas juga menjadi sebuah dalil tentang wajibnya shalat Idul Fitri, hingga para wanita yang sedang haid pun dianjurkan untuk keluar

Dalam konteks pembaruan hukum yang dilakukan Imam Syafi‟i dengan istilah yang masyhur disebut dengan qaul qadim dan qaul jadid, penulis melihat beliau melakukan

Hukuman untuk jenis hira>bah yang pertama ini menakut-nakuti adalah pengasingan (an-nafyu). Pendapat ini dikemukaan oleh Abu Hanifah dan Imam Ahmad. atau diasingkan dari