Bab 6
| 1
KEUANGAN
DAN
RENCANA
PENINGKATAN PENDAPATAN
6.1.PETUNJUK UMUM
Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tercermin dalam pembagian
kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar tingkat pemerintahan, seperti yang diatur
dalam UU No. 32 Tahun 2004. Dengan demikian prinsip yang digunakan adalah money follows functions,artinya bahwa besarnya distribusi keuangan didasarkan oleh distribusi kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang telah ditentukan terlebih dahulu. Sehingga secara umum, hubungan antara
pusat dan daerah tercermin dalam aspek perencanaan (planning) dan penganggaran (budgeting)
untuk semua aktivitas di setiap level pemerintahan sesuai dengan kewenangan, tugas, dan tanggung
jawabnya masing-masing. Pengaturan hubungan keuangan pusat dan daerah berdasarkan UU No. 33
Tahun 2004 didasarkan atas 4 (empat) prinsip, yaitu:
a. Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat di daerah dalam rangka dekonsentrasi
dibiayai dari dan atas beban APBN;
b. Urusan yang merupakan tugas Pemda sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari dan
atas beban APBD;
c. Urusan yang merupakan tugas Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerahtingkat atasnya,
yang dilaksanakan dalam rangka Tugas Pembantuan,dibiayai oleh Pemerintah Pusat atas
beban APBN atau oleh PemerintahDaerah tingkat atasnya atas beban APBD-nya sebagai
pihak yangmenugaskan; dan
d. Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi,Pemerintah Pusat
memberikan sejumlah bantuan.
Dalam struktur APBD telah ditentukan bentuk pos pendapatan, pos belanja daerah serta pos
pembiayaan daerah sebagaimana uraian berikut ini.
BAB
Bab 6
| 2
Tabel 6.1
Kerangka Pos Pendapatan Dan Belanja Daerah Dalam APBD
Pembahasan mengani aspek keuangan dalam penyusunan RPIJM pada dasarnya adalah
dalam rangka membuat taksiran dana yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan
prasarana Kabupaten Purbalingga yang meliputi:
a. Pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun
b. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada
Bab 6
| 3
Pembahasan aspek ekonomi dalam penyusunan RPIJM perlu memperhatikan hasil total atauproduktivitas dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya bagi masyarakat dan
keuntungan ekonomis secara menyeluruh tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber dana
tersebut dan siapa dalam masyarakat yang menerima hasil adanya kegiatan.
Kebijakan – kebijakan pembangunan ekonomi selalu ditujukan untuk mempertinggi
kesejahteraan dalam arti seluas-luasnya. Kegiatan ekonomi selalu dipandang sebagai bagian dari
keseluruhan usaha pembangunan yang dijalankan oleh suatu masyarakat. Pembangunan ekonomi
hanya meliputi usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dalam
mempertinggi tingkat pendapatan masyarakat. Sedangkan keseluruhan usaha-usaha pembangunan
meliputi juga pembangunan sosial, politik, dan kebudayaan. Dengan adanya pembangunan di atas
maka pengertian pembangunan ekonomi umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang
yang mempunyai 3 sifat penting :
a. Suatu proses, yang berarti merupakan perubahan yang terjadi terus-menerus.
b. Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan perkapita.
c. Kenaikan pendapatan per kapita harus terus berlangsung dalam jangka panjang.
Aspek keuangan merupakan salah satu dasar kriteria-kriteria untuk dapat mengetahui secara
nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Kemampuan daerah yang
dimaksud adalah sampai seberapa jauh daerah dapat menggali sumber-sumber keuangannya sendiri
guna membiayai kebutuhan keuangan daerah tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan
dan subsidi dari pemerintah pusat.
Data keuangan daerah memberikan gambaran statistik mengenai perkembangan anggaran dan
realisasi, baik penerimaan ataupun pengeluaran. Analisis terhadap data keuangan daerah merupakan
informasi yang penting, terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah
dan analisis tingkat kemapuan keuangan daerah.
6.1.1 Komponen Keuangan
6.1.1.1 Komponen Penerimaan Pendapatan
Pendapatan daerah merupakan suatu komponen yang sangat menentukan berhasil tidaknya
kemandirian pembangunan kota / kabupaten dalam rangka otonomi daerah saat ini. Salah satu
komponen yang sangat diperhatikan dalam menentukan tingkat kemandirian daerah dalam rangka
otonomi daerah saat ini adalah sektor pendapatan asli daerah (PAD). Pada umumnya penerimaan
daerah diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Penerimaan pemerintah dapat
Bab 6
| 4
penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman yang berasal daridalam negeri maupun pinjaman yang berasal dari luar negeri.
6.1.1.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk
mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan
Desentrialisasi.
Kebijakan desentralisasi memiliki tujuan adalah pertama mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah. Kedua adalah peningkatan pendapatan asli daerah dan penngurangan subsidi dari pemerintah pusat. Ketiga adalah mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah. Disamping itu, desentralisasi juga membawa keuntungan positif bagi
daerah yaitu terutama dalam bidang administrasi bahwa daerah akan lebih banyak bereksperimen
dan berinovasi sehingga dapat menciptakan proses politik yang lebih cepat, sederhana dan efisien
yang akhirnya akan berdampak pada kecepatan dalam pengambilan keputusan pembangunan yang
menyangkut pelayanan publik di daerah.
Pasal 6 UU No 33 tahun 2004 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa :
a. PAD bersumber dari :
- Pajak Daerah
- Retribusi Daerah
- Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
- Lain-lain PAD yang sah
b. Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I, meliputi :
- Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan.
- Jasa Giro.
- Pendapatan Bunga.
- Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
- Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan/ pengadaan barang dan
jasa oleh daerah.
Dalam struktur APBD, jenis pendapatan yang berasal dari pajak Derah dan Retribusi Daerah
berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Bab 6
| 5
a. Pajak Provinsi, terdiri atas- Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air (5 %)
- Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ( BBNKB ) dan Kendaraan di Atas Air (10%)
- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (5%)
- Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukiman (20%)
b. Jenis pajak Kabupaten/Kota, terdiri atas :
- Pajak Hotel (10%)
- Pajak Restoran(10%)
- Pajak Hiburan(35%)
- Pajak Reklame(25%)
- Pajak Penerangan Jalan
- Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C (20%)
- Pajak Parkir (20%)
c. Retribusi dirinci menjadi :
- Retribusi Jasa Umum
- Retribusi Jasa Usaha
- Retribusi Perijinan Tertentu
6.1.1.1.2 Dana Perimbangan
Dengan pembagian daerah administrasi dituntut adanya sistem keuangan Negara yang dapat
menjamin kelancaran pemerintah dan pembangunan, khususnya dalam hal penyediaan barang
publik. Barang publik yang memiliki manfaat luas dipegang oleh pemerintah pusat, sedangkan yang
memiliki manfaat terbatas dipegang oleh pemerintah daerah. Alokasi tugas dalam penyediaan
barang publik tersebut antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan menimbulkan
konsekuensi pembagian / perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Pada umumnya negara sedang berkembang mempunyai derajat desentralisasi keuangan
yang tinggi, hal ini berarti pemerintah pusat lebih banyak membiayai kegiatan penyediaan barang
publik dan mengambil sebagian besar penerimaan Negara yang berasal dari pajak. Hal ini disebabkan
karena masih lemahnya kemampuan adminintrasi pada pemerintah daerah terdapat perbedaan yang
tinggi dalam kondisi dan situasi daerah, untuk mengurangi gerakan separatis dan perlu adanya
perencanaan nasional yang menyeluruh.
Berdasarkan UU No. 32 dan 33 Tahun 2004, pembagian dana perimbangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan dilaksanakan dengan melihat pada sumber
Bab 6
| 6
Derajat desentralisasi fiskal adalah rasio antara Pendapatan Asli Daerah terhadap totalpenerimaan daerah. Maka makin besar rasio makin besar derajat fiskal. Salah satu cara untuk
mengetahui derajat fiskal yaitu dengan melihat perbandingan antar pendapatan asli daerah dengan
total penerimaan daerah serta bantuan / sumbangan terhadap penerimaan daerah.
6.1.2 Komponen Pengeluaran Belanja
Belanja Daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja Daerah dipergunakan dalam
rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan kabupaten yang terdiri
dari urusan wajib dan urusan pilihan. Belanja dalam rangka pelaksanaan urusan wajib digunakan
untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk
peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Sedangkan pelaksanaan urusan yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang
secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan
kondisi, kekhasan dan potensi keunggulan daerah, seperti: perikanan, pertanian, perkebunan,
kehutanan dan pariwisata.
Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.
Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan, seperti:
a. Belanja Pegawai;
b. Bunga;
c. Subsidi;
d. Hibah;
e. Bantuan Sosial;
f. Belanja Bagi Hasil;
g. Bantuan Keuangan;
h. Bantuan Tidak Terduga.
Sedangkan Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan, seperti:
a. Belanja Pegawai;
b. Belanja Barang dan Jasa;
Bab 6
| 7
6.1.3 Komponen PembiayaanPembiayaan adalah semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk
memanfaatkan surplus. Anggaran defisit ketika anggaran belanja lebih besar daripada anggaran
pendapatan dan sebaliknya akan terjadi anggaran surplus ketika anggaran pendapatan lebih besar
dari anggaran belanjanya.
Sedangkan pengeluaran pembiayaan digunakan untuk penyertaan modal ke perusahaan
daerah dan atau menambah penyertaan modal ke perusahaan daerah dalam rangka meningkatkan
peran Pemerintah Daerah dalam memberikan fasilitas permodalan bagi IKM, UKM, koperasi serta
upaya pengembangan peternakan.
Pembahasan mengenai aspek keuangan dalam penyusunan Rencana Program Investasi
Jangka Menengah pada dasarnya adalah dalam rangka membuat taksiran dana yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kabupaten Purbalingga antara lain:
1. Pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yang telah terbangun
2. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yang telah ada
3. Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru
6.2.KOMPONEN KEUANGAN
6.2.1. Komponen Penerimaan Pendapatan
Komponen penerimaan pendapatan merupakan penerimaan hak pemerintah daerah
Kabupaten Purbalingga yang diakui sebagai penambah kekayaan bersih. Penerimaan pendapatan
terdiri dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Pendapatan Lain yang sah.
6.2.1.1.Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan perundangan. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) antara
lain:
1. Pajak Daerah, antara lain : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Kendaraan di atas Air, Pajak
Balik Nama, Pajak Bahan Bakar, Pajak Pengambilan Air Tanah, Pajak Hotel, Pajak Restoran,
Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Galian Golongan C, Pajak Parkir,
dan Pajak Lain-Lain. Pajak-pajak Daerah ini diatur oleh UU No.34/ 2000 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 65/ 2001 tentang Pajak Daerah.
2. Retribusi Daerah, antara lain: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan
Persampahan, Retribusi Biaya Cetak Kartu, Retribusi Pemakaman, Retribusi Parkir di Tepi
Bab 6
| 8
Kebakaran dan lain-lain. Retribusi ini diatur oleh UU No. 34/ 2000 tentang Pajak Daerah danRetribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 66/ 2001 tentang Retribusi Daerah.
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain: hasil deviden BUMD
4. Lain-lain pendapatan yang sah, antara lain: hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar, komisi, potongan
dan lain-lain yang sah.
Nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Purbalingga selama tahun 2007-2011 terjadi
peningkatan sebesar Rp. 40.128.221. .000 Bagian yang memberikan kontribusi terbesar adalah pos
Retribusi Daerah. Retribusi daerah memberikan kontribusi besar mengingat Kabupaten Purbalingga
memiliki potensi pariwisata serta perdagangan dan jasa. Kondisi pendapatan asli daerah (PAD)
Kabupaten Purbalingga dapat diuraikan pada tabel berikut ini:
Tabel 6.2
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Purbalingga Tahun 2007-2011
No Uraian Bagian dan Pos
Tahun Anggaran
2007 2008 2009 2010 2011
1 Pajak Daerah 7,906,340,000 8,823,094,000 10,532,54,.000 10,532,546,000 14,343,989,000
2 Retribusi Daerah 31,904,879,000 33,788,049,000 42,347,647,000 42,625,360,000 62,548,510,000
3 Bagian Laba Usaha Daerah
3,414,875,000 5,620,495,000 8,709,000,000 7,709,000,000 8,781,282,000
4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
8,367,320,000 7,990,975,000 7,276,596,000 7,276,566,000 6,047,854,000
Jumlah 51,593,414,000 56,222,613,000 58,333,243,000.00 68,143,472,000.00 91,721,635,000.00
Sumber: DPPKD Kabupaten Purbalingga Tahun 2012
Berdasarkan kondisi tersebut dapat diprediksikan bagian Retribusi Daerah dapat semakin
meningkat di masa mendatang dengan semakin baiknya investasi untuk pariwisata serta industri dan
jasa. Gambaran mengenai kondisi Pendapatan Asli Daerah dapat ditampilkan pada gambar berikut
ini:
Gambar 6.1
Bagan Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun 2007-2011
Bab 6
| 9
6.2.1.2.Dana PerimbanganDana Perimbangan adalah dana yang bersumber dan Pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana
Perimbangan terdiri atas :
1. Dana Bagi Hasil terbagi atas Bagi Hasil Pajak (BHP) dan Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP)
atau yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam. BHP antara lain: Pajak
Bumi Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak
Penghasilan Badan maupun Pribadi; sedangkan BHBP atara lain : kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, penambangan minyak bumi, pertambangan gas
bumi, dan pertambangan panas bumi.
2. Dana Alokasi Umum (DAU) dibagikan berdasarkan "Celah Fiskal" yaitu sel isih antara
Kebutuhan Fiskal dan Kapasitas Fiskal ditambah Alokasi Dasar.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diberikan untuk kegiatan khusus, misalnya: reboisasi,
penambahan sarana pendidikan dan kesehatan, dan bencana alam.
Nilai Dana Perimbangan Kabupaten Purbalingga selama Tahun 2007-2011 mengalami
peningkatan sebesar Rp. 145.369.235.000 dengan bagian Dana Alokasi Umum (DAU) yang
memberikan kontribusi pendanaan yang paling tinggi sebesar 83%.
Kondisi dana perimbangan Kabupaten Purbalingga pada tahun 2007-2011 dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 6.3
Dana Perimbangan Kabupaten Purbalingga Tahun 2007-2011
No Uraian Bagian dan Pos
Tahun Anggaran
2007 2008 2009 2010 2011
1 Bagi Hasil Pajak 27,836,013,000 33,923,190,000
Umum (DAU) 416,181,000,000 450,743,070,000
Khusus (DAK) 39,606,000,000 51,047,000,000
Jumlah 483,623,013,000 535,713,260,000
Sumber: DPPKD Kabupaten Purbalingga Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa eksistensi Dana Alokasi Khusus secara
konsisten akan memberikan sinyal positif bagi pembangunan di Kabupaten Purbalingga, khususnya
Bab 6
| 10
II.walau pada 2009 terjadi penurunan DAU. Kondisi dana perimbangan di Kabupaten Purbalinggadapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 6.2
Bagan Pertumbuhan Dana Perimbangan Kabupaten Purbalingga Tahun 2007-2011
6.2.1.3.Lain-Lain Penerimaan Yang Sah
Penerimaanpendapatan Kabupaten Purbalingga selain dari PAD dan Dana Perimbangan juga
ada dari sektor Lain-Lain Pendapatan Yang Sah. Kabupaten Purbalingga hanya mendaptkan subsidi
pembangunan dari Propinsi Jawa Tengah hanya sampai dengan tahun 2005. Sedangkan penerimaan
yang konsisten adalah sumber penerimaan lainnya. Kondisi Komponen Lain-Lain Pendapatan yang
Sah dapat ditampilkan pada gambar berikut ini:
Tabel 6.4
Lain-Lain Penerimaan Yang Sah Kabupaten Purbalingga Tahun 2009-2011
Uraian Bagian dan Pos 2009 2010 2011
Pendapatan Hibah 82,486,000 1,182,486,000 1,516,454,000
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
Pemerintah Daerah Lainnya 4,184,073,000 24,184,073,000 23,301,100,000
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 39,992,185,000 30,000,000,000 106,458,239,000
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau dari
Pemerintah Daerah 11,334,306,000 15,976,693,000 14,827,461,000
Dana Penyesuaian Tunjangan Pendidikan - - 77,832,788,000
Jumlah 55,593,050,000 71,343,252,000 223,936,042,000
Sumber: DPPKD Kabupaten Purbalingga Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penyumbang pendapatan terbesar dari
Penerimaan Lainnya yang berasal dari Pendapatan Hibah, Dana Bagi Hasil dari Propinsi maupun
Bab 6
| 11
Pemda Lainnya. Kondisi Lain-Lain Penerimaan Yang Sah yang dominan komponen penerimaanlainnya dapat diuraikan pada gambar berikut ini:
Gambar 6.3
Bagan Komponen Penerimaan Lain Kabupaten Purbalingga Tahun 2009-2011
Sektor–sektor penerimaan lainnya dapat semakin berkembang dengan adanya hubungan
kerjasama regional antara Kabupaten Purbalingga dan Kabupaten lain dalam mengelola aset-aset
yang dikelola secara bersama. Pembangunan Jawa Tengah Bagian Selatan semakin meningkat
dengan semakin berkembangnya investasi dari perusahaan asing maupun milik perusda. Hubungan
kerjasama regional yang dilakukan Kabupaten Purbalingga dalam kaitannya Barlingmascakeb yang
melibatkan Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas, Kabupaten
Cilacap dan Kabupaten Kebumen memberikan andil dalam pergerakan sektor perekonomian daerah.
6.2.2. Komponen Pengeluaran Belanja
Komponen pengeluaran belanja dalam APBD Kabupaten Purbalingga pada tahun 2007 terdiri
dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Kondisi tersebut akan semakin meningkat dengan
bertambahnya jumlah pegawai dan pembangunan gedung aparatur, serta belanja barang dan jasa.
Keberadaan belanja tak terduga patut untuk dipertahankan untuk mengantisipasi peningkatan
belanja dapat dianggarkan dari pos tersebut. Besarnya nominal belanja tidak langsung pada tahun
2007-2008 naik sebesar Rp. 79.000.230.351. Sedangkan belanja langsung mengalami peningkatan
sebesar Rp. 72.022.212.523. Kondisi keuangan pengeluaran belanja Kabupaten Purbalingga pada
Bab 6
| 12
Tabel 6.5
Belanja Kabupaten Purbalingga Tahun 2007-2011
Uraian Bagian dan
Pos 2007 2008 2009 2010 2011
Belanja Tidak
Langsung 321,042,233,443 400,042,563,794 444,735,715,000
498,228,835,000
604,639,102,000
Belanja Langsung 235,709,696,821 307,731,909,344 257,969,163,000
210,193,992,000
374,008,902,000
Sumber: DPPKD Kabupaten Purbalingga Tahun 2012
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui komponen belanja terbesar berasal dari belanja
pelayanan publik sebesar 62 %. Hal tersebut menjadi kebijakan pemerintah Kabupaten Purbalingga
untuk menyediakan fasilitas dan utilitas pendukung kegiatan masyarakat dan kemampuan kinerja
pegawai. Kondisi pertumbuhan belanja daerah Kabupaten Purbalingga dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
Gambar 6.4
Bagan Belanja Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun 2007-2011
6.2.3. Komponen Pembiayaan
Komponen Pembiayaan (Financing) merupakan komponen yang baru dalam Sistem Keuangan Daerah. Istilah Pembiayaan berbeda dengan Pendanaan (Funding). Pendanaan diartikan sebagai dana atau uang dan digunakan sebagai kata umum, sedangkan Pembiayaan diartikan sebagai
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali.
Bab 6
| 13
Tabel 6.6
Pembiayaan Kabupaten Purbalingga Tahun 2007-2011
No Pembiayaan Daerah
I . Penerimaan Pembiayaan Daerah 2007 2008 2009 2010 2011
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu 72,018,091,000 36,486,012,000 18,000,000,000 35,885,670,000 18,399,450,000 Pencairan Dana Cadangan - 15,000,000,000
Penerimaan Pinjaman 2,223,000,000 2,223,000,000 4,000,000,000 - 3,750,000,000 Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman 2,223,000,000 2,223,000,000 4,457,027,000 299,000,000 4,207,027,000 Jumlah 76,464,091,000 55,932,012,000 26,457,027,000 36,184,670,000 26,356,477,000 II. Pengeluaran Pembiayaan Daerah
Pembentukan Dana Cadangan 15,000,000,000 0 - - -Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 6,242,000,000 2,400,000,000 3,000,000,000 2,014,000,000 1,073,000,000 Pembayaran Pokok Utang 2,444,591,000 2,444,591,000 13,911,636,000 172,591,000 4,371,041,000 Pemberian Pinjaman Daerah 3,833,000,000 3,933,000,000 4,000,000,000 - 3,750,000,000 Jumlah 27,519,591,000 8,777,591,000 20,911,636,000 2,186,591,000 9,194,041,000 III. Pembiayaan Netto 48,944,500,000 47,154,421,000 5,545,391,000 33,998,079,000 17,162,436,000
Tahun Anggaran
Sumber: DPPKD Kabupaten Purbalingga Tahun 2012
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui sub komponen pembiayaan yang terbesar
berasal dari pos penggunaan SILPA, sedangkan pengeluaran pembiayaan yang terbesar berasal dari
pos Pembentukan Dana Cadangan. Kondisi Pembiayaan Daerah Kabupaten Purbalingga dapat
ditampilkan pada gambar berikut ini:
Gambar 6.5
Bagan Pembiayaan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun 2007-2011
6.2.4. Komponen Tabungan Masyarakat
Tabungan masyarakat/public saving merupakan pendapatan yang terdiri dari (PAD, dari hasil
pembagian pajak/bukan pajak, Dana alokasi khusus dan dana alokasi umum) dikurangi dengan
Bab 6
| 14
BesarnyaTabungan masyarakat Kabupaten Purbalingga tahun 2007 sampai dengan 2008 diuraikanpada tabel berikut:
Tabel 6.7
Tabungan Masyarakat Purbalingga Tahun 2007-2011
2007 2008 2009 2010 2011
1 Pendapatan Daerah 579,074,289,000 668,147,968,000 697,159,487,000 691,260,391,000 944,649,925,000 2 Belanja Wajib 556,752,030,264 707,774,473,138 702,704,878,000 708,422,827,000 978,648,004,000 3 Tabungan Masyarakat 22,322,258,736.00 (39,626,505,138.00) (5,545,391,000.00) (17,162,436,000.00) (33,998,079,000.00)
Tahun Anggaran (Rupiah) Uraian Bagian dan Pos
No
Sumber: Hasil Pengolahan Data Tahun 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa peningkatan pendapatan daerah Kabupaten
Purbalingga sebesar 26 % Sedangkan Belanja Wajib rata-rata yang harus dikeluarkan Pemerintah
Kabupaten Purbalingga selama tahun 2007-2011 sebesar Rp.730.860.442.480 atau sekitar 51 %.
Kondisi tersebut apabila tidak dikendalikan dengan lebih mengoptimalkan potensi-potensi sumber
pendapatan bagi Kabupaten Purbalingga dikuatirkan akan terjadi defisit. Pengoptimalan PAD,
terutama pajak daerah karena dengan banyaknya investor yang berinvestasi dapat dikenai pajak
sesuai dengan besar kecilnya jenis usaha. Selain itu dari retribusi daerah dari kegiatan parkir,
terminal dan pasar. Saat ini yang sedang dikembangkan adalah kawasan segitiga emas dengan
berdirinya pasar segamas, terminal dan pasar hewan. Bagian laba usaha daerah juga patut
diperhitungkan mengingat Kabupaten Purbalingga memiliki kawasan dengan nilai ekonomis yang
tinggi, meliputi : Owabong, Bumi Perkemahan, Taman Buah dan Reptil Park serta kawasan wisata
tradisonal di Desa Karangbanjar Kecamatan Bojongsari. Potensi-potensi tersebut perlu dikelola untuk
meningkatkan PAD karena saat ini Kabupaten Purbalingga masih mendapatkan dana perimbangan
dari pemerintah pusat.
Keterbatasan potensi keuangan daerah menyebabkan ketergantungan daerah terhadap
transfer fiskal dari Pemerintah Pusat menjadi sangat besar. Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dalam struktur keuangan Pemerintah Kabupaten Purbalingga pada saat ini relatif kecil yaitu sekitar
10 %. Di samping relatif rendahnya porsi PAD dalam struktur APBD Kabupaten, ternyata porsi
belanja pembangunan (belanja langsung) juga jauh lebih kecil dibanding dengan belanja rutin
(belanja tidak langsung). Untuk mengantisipasi ketersediaan dana untuk belanja langsung maka perlu
adanya ketersediaan Tabungan Masyarakat (Publik Saving).
Tabungan masyarakat merupakan suatu bentuk penyimpanan pendanaan yang dikeluarkan
spesifik untuk membangun sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan perekonomian
ataupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kondisi pertumbuhan tabungan masyarakat tahun
Bab 6
| 15
Gambar 6.6
Bagan Tabungan Masyarakat (Public Savings) Kabupaten Purbalingga Tahun 2007-20111
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa peningkatan belanja wajib lebih tinggi
dibandingkan pendapatan daerah sehingga pada tahun 2007-2011, masih fluktuatif .
6.3.PROFIL KEUANGAN KABUPATEN PURBALINGGA
Bertambahnya kebutuhan belanja pemerintah daerah dari waktu ke waktu dan
terbatasnya kemampuan anggaran Pemerintah Daerah, serta adanya ketergantungan daerah
terhadap transfer fiskal dari Pemerintah Pusat menuntut adanya upaya untuk meningkatkan
penerimaan daerah terutama yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Upaya
peningkatan penerimaan PAD dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi
dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan pendapatan dari sumber-sumber PAD yang sudah
ada, sedang ekstensifikasi merupakan upaya untuk mendapatkan sumber PAD yang baru. Agar tidak
bersifat kontra produktif bagi perekonomian rakyat, maka upaya intensifikasi maupun ekstensifikasi
tersebut sejauh mungkin dilakukan tanpa membebani rakyat atau berakibat pada ekonomi biaya
tinggi.
6.4.PERMASALAHAN DAN ANALISA KEUANGAN
6.4.1. Kondisi Keuangan Pemerintah Kabupaten Purbalingga
Belanja Daerah Kabupaten Purbalingga disediakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, serta membiayai berbagai kegiatan dan
peningkatan sarana dan prasarana dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada
tahun-tahun sebelumnya komponen belanja yang terbesar adalah untuk membiayai belanja pegawai.
Bab 6
| 16
dalam struktur keuangan Kabupaten Purbalingga dengan proporsi sebesar 77 persen sedang proporsiPAD hanya sekitar 10 persen. Hal tersebut menunjukkan ketergantungan Pemerintah Kabupaten
Purbalingga terhadap transfer dana dari Pemerintah Pusat masih sangat tinggi.
Ketidakseimbangan proporsi antara belanja pegawai dengan belanja barang, jasa dan
belanja pemeliharaan serta antara belanja tidak langsung dengan belanja langsung yang digunakan
untuk membiayai kegiatan pembangunan menunjukkan bahwa di satu sisi kebutuhan belanja
Pemerintah Daerah untuk belanja pegawai sangat besar, sementara penerimaan Pemerintah Daerah
relatif kecil. Di sisi lain, kebutuhan belanja Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga dari waktu ke
waktu menunjukkan kecenderungan untuk terus naik seiring dengan bertambahnya kegiatan dan
tuntutan kebutuhan pelayanan publik.
Transfer fiskal dari Pemerintah Pusat untuk beberapa tahun mendatang dimungkinkan
tidak mengalami peningkatan yang cukup berarti mengingat keterbatasan kemampuan keuangan
Pemerintah Pusat khususnya dari penerimaan dalam negeri dalam kondisi perekonomian nasional
yang masih belum sepenuhnya membaik serta besarnya beban hutang negara. Di samping itu alokasi
DAU dilakukan dengan menggunakan formula pasti yang dihitung berdasarkan variabel-variabel
tertentu sehingga proporsi penerimaan dimungkinkan tidak banyak mengalami perubahan.
Sedangkan transfer yang bersifat specific grant baik dari Pemerintah Pusat maupun dari Pemerintah
Propinsi yang berupa DAK, Bantuan Pembangunan untuk Kabupaten Purbalingga dari Pemerintah
Propinsi Jawa Tengah (bantuan eks 2P.0.A), kemudian subsidi kepada Kabupaten Purbalingga dari
Pemerintah Propinsi (IN-GUB), maupun program-program lainnya tidaklah terlalu besar dibandingkan
dengan besarnya kebutuhan pembangunan daerah, di samping itu juga tidak adanya kepastian untuk
mendapatkannya.
6.4.2. Proyeksi Kemampuan Keuangan Kabupaten Purbalingga 6.4.2.1.Proyeksi Penerimaan dan Belanja
Besarnya proyeksi penerimaan dan belanja dapat diketahui dari besarnya nilai pertumbuhan
dari penerimaaan dan belanja Kabupaten Purbalingga pada tahun Tahun 2009-2011. Peningkatan penerimaan Kabupaten Purbalingga dari komponen pendapatan asli daerah (PAD) mengalami
pertumbuhan sebesar 35 %. Sedangkan dana perimbangan mengalami pertumbuhan sebesar 14 %.
Bagian Lain-Lain Penerimaan Yang Sah mengalami pertumbuhan sebesar 214 %. Besaran nilai
pertumbuhan per komponen penerimaan dan pembelanjaan dapat ditampilkan pada tabel berikut
Bab 6
| 17
Tabel 6.8
Pertumbuhan Penerimaan dan Pembelanjaan Kabupaten Purbalingga
No Uraian Bagian dan Pos 2009 Tahun Anggaran Proyeksi
2010 2011
2 Bagian Dana Perimbangan 121,700,648,000
III. Tabungan Masyarakat (467,077,937,000)
(17,162,436,000)
(33,998,079,000) 0.98
Sumber: Hasil Perhitungan Tahun 2012
Penerimaan APBD Kabupaten Purbalingga lainnya yaitu berasal SILPA saat ini tidak tersedia.
Bagian lain yang bernilai besar bagi pendapatan Kabupaten Purbalingga adalah Lain-lain Penerimaan
yang sah memberikan kontribusi sebesar 74%. Besaran nilai yang diberikan bagian lain-lain
penerimaan yang sah masih di bawah pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Purbalingga, namun
hal tersebut berubah pada tahun 2011 terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari komponen
lain-lain penerimaan yang sah.
Untuk mengetahui kondisi pertumbuhan penerimaan dan pembelanjaan daerah
Bab 6
| 18
Tabel 6.9
Proyeksi Pertumbuhan Penerimaan dan Pembelanjaan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun 2012-2016
Uraian Bagian
Perimbangan 121,700,648,000
Pendapatan 235,626,941,000
Belanja Wajib 702,704,878,000
Bab 6
| 19
Dari hasil Pertumbuhan Penerimaan dan Pembelanjaan Daerah Kabupaten PurbalinggaTahun 2012-2016 dapat diketahui pertumbuhan pendapatan daerah, pertumbuhan belanja wajib,
pertumbuhan tabungan masyarakat yang dapat disediakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Purbalingga. Sedangkan proyeksi belanja bidang cipta karya dapat ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 6.10
Proyeksi Belanja Bidang Cipta Karya Kabupaten Purbalingga Tahun 2012-2016
Tahun Publik Saving Asumsi Belanja Cipta Karya
Belanja Bidang Cipta Karya
2012 67,348,794,524 2.5 1,683,719,863
2013 133,415,188,658 2.5 3,335,379,716
2014 264,289,994,952 2.5 6,607,249,874
2015 523,547,597,047 2.5 13,088,689,926
2016 1,037,126,231,070 2.5 25,928,155,777
Sumber: Hasil Perhitungan Tahun 2012
6.5.ANALISA TINGKAT KETERSEDIAAN DANA 6.5.1. Analisa Kemampuan Keuangan Daerah
Salah satu faktor yang sangat menentukan tingkat penerimaan PAD adalah intensitas
pemungutan pajak dan retribusi daerah yang sangat ditentukan oleh daya pungut institusi yang
berkompeten dalam pemungutan pajak dan retribusi daerah serta dukungan perangkat hukum yang
mendasari pemungutan pajak dan retribusi daerah. Daya pungut institusi yang berkompeten sangat
berkaitan dengan kualitas sumberdaya manusia pemungut serta sistem dan mekanisme pemungutan
yang terkait dengan struktur dan tata kerja institusi. Sedang dukungan perangkat hukum terutama
terkait dengan jumlah dan jenis pungutan, obyek dan subyek pungutan, serta besarnya tarip pajak
dan retribusi. Upaya intensifikasi melalui peningkatan intensitas pemungutan pajak dan retribusi
daerahnya antara lain melalui :
1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang terkait dengan pemungutan pajak dan
retribusi daerah.
2. Pembenahan terhadap sistem dan mekanisme pemungutan antara lain melalui penataan
kelembagaan.
3. Pembenahan terhadap perangkat hukum yang menjadi dasar pemungutan pajak dan
retribusi daerah.
Pembenahan terhadap perangkat hukum yang menjadi dasar pemungutan pajak dan
retribusi antara lain melalui revisi terhadap Peraturan Daerah (Perda) tentang pajak dan retribusi
Bab 6
| 20
atau retribusi maupun yang berkaitan dengan tarif dalam waktu tertentu juga perlu direvisi. Besarantarif pajak dan retribusi idealnya terus dilakukan penyesuaian seiring dengan laju inflasi.
Upaya ekstensifikasi penerimaan PAD dilakukan melalui penggalian sumber-sumber PAD
yang baru, antara lain melalui penerbitan Perda bagi beberapa potensi pajak dan retribusi yang
belum ada landasan hukum pemungutannya. Meskipun demikian, penerbitan Perda baru tentang
pajak dan retribusi daerah harus diperhitungkan sedemikian rupa agar tidak terlalu membebani dan
menghambat perekonomian rakyat karena akan bersifat kontraproduktif. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, maka upaya ekstensifikasi terutama akan dilakukan melalui penggalian
penerimaan PAD yang tidak langsung membebani masyarakat antara lain melalui pengembangan
potensi obyek wisata, meliputi: Kawasan Gua Lawa Kecamatan Karangreja, Kawasan Wisata
Owabong dan Desa Wisata Beji dan Karangbanjar di Kecamatan Bojongsari.
Sumber penerimaan PAD yang lain adalah laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan
penerimaan daerah lainnya. Dalam rangka peningkatan penerimaan PAD akan terus dilakukan
berbagai upaya dalam rangka peningkatan kapasitas dan kinerja BUMD agar semakin sehat, efisien,
dan produktif. Di samping itu, beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas yang potensial
menghasilkan PAD juga harus terus ditingkatkan kinerjanya antara lain melalui peningkatan kapasitas
dan kualitas prasarana dan sarana serta pembinaan sumberdaya manusia pengelolanya.
Di samping optimalisasi pendayagunaan potensi PAD, upaya yang paling tepat dalam rangka
meningkatkan penerimaan PAD adalah melalui pembangunan ekonomi dengan terus mendorong
pertumbuhan ekonomi yang ramah tenaga kerja dan berbasis perekonomian rakyat.
Berkembangnya perekonomian masyarakat dan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat
yang notabene merupakan subyek pajak dan retribusi dengan sendirinya akan meningkatkan potensi
penerimaan PAD akibat meningkatnya kemampuan membayar (ability to pay) segala pungutan yang
dibebankan kepada masyarakat oleh pemerintah.
Penerimaan Kabupaten Purbalingga pada kurun waktu 5 (lima) tahun mendatang
diproyeksikan mengalami peningkatan sekitar 5 (lima) persen sampai dengan 10 persen per tahun.
Hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai upaya intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber
PAD serta adanya kemungkinan kenaikan transfer fiskal dari Pemerintah Pusat baik yang berupa
block grant maupun yang berupa specific grant meskipun dalam jumlah yang tidak terlalu sigificant.
6.6.RENCANA PEMBIAYAAN PROGRAM
6.6.1. Rencana Pembiayaan
Sumber-sumber pembiayaan pembangunan di Kabupaten Purbalingga didukung oleh
banyak sumber baik dari Pemerintah Pusat, Provinsi Jawa Jengah dan Pemerintah Kabupaten
Bab 6
| 21
perekonomian dan pembangunan. Dukungan Pemerintah Pusat dan Provinsi masih sangatdibutuhkan terutama program/ kegiatan strategis pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
miskin dan bantuan teknis (Bantek) serta bimbingan teknis (Bintek). Diharapkan dengan dukungan
ini, pembangunan di Kabupaten Purbalingga menjadi terpacu dan mampu meningkatkan
masyarakatnya menjadi lebih baik dan lebih sejahtera.
6.7.PETUNJUK UMUM RENCANA PENINGKATAN PENDAPATAN
Rencana tindak penguatan pendapatan adalah serangkaian kegiatan yang mencakup kegiatan
analisis sumber-sumber pendapatan daerah sebagai salah satu sumber pendanaan
infrastruktur di Kabupaten Purbalingga. Kegiatan ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor
internal dan eksternal. Faktor-faktor internal merupakan faktor yang berpengaruh dan bera da di
dalam ken da li m an a jem en. Se dan gka n f akto r eksterna l merupakan faktor yang
berpengaruh, namun berada di luar kendali manajemen. Dimana faktor eksternal bersifat
unccertainty.
Tujuan dan pengembangan Rencana Tindak Peningkatan Pendapatan daerah adalah
meningkatnya pendapatan, khususnya pendapatan Kabupaten Purbalingga, dalam upaya mencukupi
kebutuhan pembiayaan program investasi pembangunan infrastruktur di Kabupaten Purbalingga
termasuk dalam mendanai operasi dan pemeliharaan infrastruktur yang ada.
Peningkatan Pendapatan Pemerintah Kabupaten Purbalingga dilakukan antara lain melalui
optimalisasi sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dan retribusi dan pajak, termasuk
di dalamnya peningkatan fungsi dan peran kelembagaan yang terkait.
6.8.PENINGKATAN KEMAMPUAN PENDANAAN
Peningkatan kemampuan pendanaan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Purbalingga
Tahun 2013– 2017 dengan mengoptimalkan pendapatan APBD Kabupaten Purbalingga yang telah
ada dan didukung oleh semua komponen masyarakat. Partisipasi masyarakat/ swasta, transparansi
dalam perencanaan dan akuntabilitas anggaran serta disiplin anggaran sangat dibutuhkan sehingga
pembangunan menjadi lebih efisien dan efektif. Diharapkan dengan keterlibatan semua komponen
masyarakat dan dukungan dalam pembiayaan akan meningkatkan kemampuan pendanaan
Bab 6
| 22
6.9.PENINGKATAN KAPASITAS PEMBIAYAAN
Peningkatan kapasitas pembiayaan RPIJM Bidang Cipta Karya, Pemerintah Kabupaten
Purbalingga diupayakan untuk mencari alternatif sumber-sumber pembiayaan yang dapat digunakan
untuk menutup anggaran defisit. Alternatif sumber pembiayaan antara lain dari Sisa Lebih
Pembiayaan Anggaran Tahun Lalu (SiLPA) tahun sebelumnya, penerimaan dana cadangan,
penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan kekayaan sumber daya daerah yang dipisahkan