BAB II
GAMBARAN UMUM DESA BAJA DOLOK
2.1 Letak dan Keadaan Desa
Kabupaten Simalungun secara geografis terletak di antara 20 36'- 30 18' Lintang Utara
dan 980 32' – 990 35' Bujur Timur dan berbatasan dengan Kabupaten Asahan di sebelah
timur, Kabupaten Karo di sebelah barat , Kabupaten Serdang Bedagai disebelah utara, dan di
sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Samosir. Kabupaten ini memiliki 21
kecamatan, 14 kelurahan dan 237 desa dengan luas 438.660 ha atau 6,12 % dari luas wilayah
Provinsi Sumatera Utara. Salah satu kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Tanah
Jawa.11
Kecamatan Tanah Jawa Terletak 100 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan luas
wilayah kecamatan mencapai 491,75 Km2, dengan jumlah penduduk 49.483 jiwa.
Kecamatan ini berjarak ± 50 Km dari kantor Bupati Simalungun dengan waktu tempuh ± 1
jam, sedangkan dengan Pematang Siantar hanya berjarak ± 21 Km dengan waktu tempuh ±
30 menit. Untuk menuju ibukota kabupaten masyarakat Kecamatan Tanah Jawa harus
melalui Pematang Siantar.
Kecamatan Tanah Jawa terdiri dari 1 kelurahan dan 19 nagori. Adapun kelurahan dan
nagori tersebut adalah Kelurahan Tanah Jawa, Nagori Mekar Mulia, Nagori Pardamean
Asih, Nagori Marubun Jaya, Nagori Totap Majawa,Nagori Balimbingan, Nagori Bah Kisat,
Nagori Maligas Tongah, Nagori P.Marjanji, Nagori Tanjung Pasir, Nagori Muara Mulia,
11
Nagori Bosar Galugur, Nagori Baja Dolok, Nagori Bah Jambi II, Nagori Pagar Jambi,
Nagori Bayu Bagasan, Nagori Baliju, Nagori Bah Jambi III, Nagori Marubun Bayu, dan
Nagori Parbalogan.
Penelitian terfokus di Desa Baja Dolok. Desa Baja merupakan salah satu desa yang ada
di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah
desa ini adalah 15,50 Km2 yang terletak di dataran rendah dengan ketinggian tanah 260 M di
atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata 23o C.
Batas-batas wilayah desa Baja Dolok yaitu:
- Sebelah Utara : Desa Bosar Galugur
- Sebelah Selatan : Desa Bah Jambi II
- Sebelah Barat : Desa Tanjung Maraja
- Sebelah Timur : Kelurahan Pematang Tanah Jawa
Jarak Desa Baja Dolok ke kota kecamatan sejauh ± 3 Km. Untuk memasuki desa ini
melawati jalan-jalan kecil yang belum tersentuh oleh pembangunan pemerintahan. Letak
desa yang diapit oleh dua perkebunan yaitu perkebunan Dolok Sinumbah dan perkebunan
Bah Jambi maka tidak jarang jika melintasi jalan penghubung antar desa akan melihat
hamparan luas tanaman kelapa sawit.
Desa Baja Dolok terdiri dari lima dusun yaitu dusun 1 Afdeling VIII Bah Jambi, dusun
II yang terdiri dari Kampung Jawa Atas, Kampung Jawa Tengah dan Kampung Jawa Bawah,
dusun III Kampung Banua, Dusun IV Kampung Balimbingan dan dusun V Afdeling VII Bah
Pembangunan desa yang berasal dari pemerintah diawali dengan pembangunan balai
desa, kantor kepala desa, irigasi untuk lahan pertanian yang kemudian dibangun jembatan
sebagai penghubung antara wilayah perkampungan dengan wilayah pertanian. Hingga awal
tahun 1990-an sudah ada enam jembatan sebagai penghubung ke wilayah pertanian.
Pembangunan aliran listrik dimulai pada tahun 1990, yang dimulai dari dusun II, hingga
dusun IV. Sedangkan untuk dusun I dan V pembangunan listrik ditanggungjawabi oleh pihak
perkebunan. Untuk persedian kebutuhan air minum masyarakat desa mereka memperolehnya
dari mata air yang ada di Desa Baja Dolok. Setelah pembangunan listrik maka disusul
dengan pengaliran air minum untuk kebutuhan air masyarakat desa dari Perusahaan Dagang
Air Minum Tirta Lihou (PDAM Tirta Lihou).
Wilayah perkampungan di Desa Baja Dolok masih berupa semak belukar yang
ditumbuhi dengan pohon-pohon yang besar, jumlah penduduknya yang masih jarang pada
tahun 1960-an sehingga jarak antara rumah penduduk yang satu dengan lainnya berjauhan
yaitu sekitar ± 400 meter. Bentuk rumah terbuat dari papan dan anyaman bambu dan setelah
tahun 1970-an perumahan di desa ini juga mengalami perubahan yang lebih baik.
Pembangunan sarana pendidikan seperti sekolah dasar sudah ada di dusun I dan dusun
V karena berada di wilayah perkebunan sehingga sarana dan prasana tersebut disediakan
perkebunan sejak masa pemerintahan Belanda. Sedangkan di wilayah perkampungan belum
ada pembangunan gedung sekolah, rencana pembangunan sudah ada sejak tahun 1974,
namun pada tahun 1978 rencana pembangunan baru mulai terealisasi, pembangunan gedung
sekolah dasar dimulai di dusun II dan hanya tiga kelas. Sehingga anak-anak yang memiliki
biaya sekolah akan melanjutkan sekolah dasar ke Desa Balimbingan yang berjarak ±3 Km.
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) tidak ada di
desa ini.
Sarana Kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyrakat (Puskesmas) juga tidak ada di
Desa Baja Dolok. Alasan pemerintah tidak membangun Puskesmas di desa ini karena letak
desa berdekatan dengan ibu kota kecamatan, sehingga jika berobat ke Puskesmas yang ada di
Kecamatan. Ketika melakukan Posyandu, penduduk melakukannya di Balai desa.
Koperasi Unit Desa (KUD) sudah dibangun pada tahun 1970-an oleh pemerintah. KUD
ini berfungsi untuk menyediakan kebutuhan pertanian masyarakat desa. Namun pada awal
tahun 1990-an KUD ini tidak lagi berfungsi dengan baik. Karena masyarakat lebih banyak
yang menjual hasil panennya kepada agen dan tauke, begitu juga untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari sudah banyak penduduk yang mulai membuka warung-warung yang
menyediakan kebutuhan sehari-hari.
2.2 Sejarah Desa Baja Dolok
Mengenai sejarah Desa Baja Dolok belum ada sumber-sumber tertulis yang
menyatakan tetantang bagaimana asal-muasal desa ini. Sejarah desa ini diketahui hanya
melalui cerita-cerita masyarakat desa yang diperoleh secara turun-temurun. Sebelum dihuni
para kuli kontrak Jawa dari perkebunan Simalungun, wilayah ini telah berdiri sebuah
kerajaan Batak yang bernama Parpagaran oleh Datuk Urung Tuan Banua yang bermarga
Sinaga dibantu oleh Panglima Sibungkuk dan Tuan Joreng. Datuk Urung Tuan Banua
membangun istana di wilayah yang sekarang masuk ke Dusun II, kemudian istana
istana Parpagaran ini didukung dengan letak wilayah Jambi-Jambi yang lebih strategis. 12
Sekitar tahun 1920-an wilayah kerajaan Parpagaran mulai di huni oleh orang Jawa
yang berasal dari perkebunan Simalungun.
Bekas istana yang ditinggalkan oleh Tuan Banua dikelilingi oleh hutan dan hanya dihuni oleh
beberapa suku Batak yang masih mau tinggal diwilayah tersebut.
13
Setelah agresi Militer Belanda II berakhir, jumlah penduduk Jawa semakin bertambah
karena banyak pondok-pondok perkebunan di Simalungun dibakar oleh para pekerja dengan
alasan agar tidak diduduki kembali oleh Belanda. Para buruh-buruh yang menetap di pondok
perkebunan memilih mengungsi di wilayah perkampungan. Semakin hari semakin banyak
penduduk dari pemukiman liar yang ada di wilayah perkebunan pindah ke wilayah ini.
Kuli kontrak Jawa pertama yang membuka
hutan di wilayah kerajaan Parpagaran adalah Kramayuda setelah mendapat persetujuan dari
Tuan Banua, kemudian diikuti oleh kuli kontrak Jawa lainnya. Kebanyakan dari mereka
adalah kuli kontrak yang telah habis masa kontraknya dengan pihak perkebunan. Mereka
memilih untuk tetap menetap di Sumatera dibandingkan harus kembali ke Jawa dan mulai
membuka hutan untuk tempat tinggal dan lahan pertanian.
Kedatangan mantan kuli kontrak Jawa dari perkebunan yang berlangsung secara terus
menerus menyebabkan populasi orang Jawa lebih banyak dibanding dengan orang Batak.
Setelah sistem kerajaan telah lenyap maka kepemimpinan Batak mulai digantikan dengan
12Wawancara
dengan Riduan Sinaga pada tanggal 21 Juni 2013 di Huta I Baliju.
13
orang Jawa. Karena mayoritas penduduk yang menghuni di wilayah ini adalah suku Jawa
maka daerah ini di kenal dengan kampung Jawa. Setelah tahun 1966 penggunaan desa baru
ditetapkan dengan nama Baja Dolok yang merupakan gabungan dari Afdelling VIII,
Kampung Jawa, Kampung Banua, Kampung Balimbingan dan Afdeling VII.14
Mengenai pemberian nama Baja Dolok sendiri ada dua versi. Pertama, nama Baja
Dolok diambil karena wilayah desa Baja Dolok yang diapit oleh dua perkebunan yaitu
perkebunan Bah Jambi dan perkebunan Dolok Sinumbah. “Baja” yang berarti perkebunan
Bah Jambi. “Dolok” yang berarti Perkebunan Dolok Sinumbah. Kedua, nama Baja Dolok
diambil dari nama-nama dusun yaitu “Ba” yang berarti Banua dan Balimbingan yaitu
kampung Banua dan kampung Balimbingan, “Ja” yang berarti Jawa dan yang dimaksud
kampung Jawa dan Dolok yaitu Dolok Sinumbah, hal ini berkaitan dengan dua dusun yang
masuk ke dalam wilayah perkebunan Dolok Sinumbah yaitu Afdeling VII dan Afdeling
VIII.15
Penggabungan lima wilayah ini merupakan titik awal pembangunan desa yang dimulai
dengan pembangunan balai desa, kantor kepala desa, irigasi, pembangunan sekolah dasar,
jembatan, tempat ibadah seperti mesjid dan gereja, serta pembangunan jalan desa. Namun
sesuai dengan peraturan pemerintah pada Desember 2000 Desa Baja Dolok mengalami
pemekaran daerah menjadi dua desa yaitu Desa Baja Dolok dan Desa Baliju. Desa Baja
Dolok dengan wilayah kampung Jawa dan Afdelling VIII yang selanjutnya dibagi ke dalam
empat dusun dan Desa Baliju yang merupakan penggabungan dari Kampung Banua,
Kampung Balimbingan dan Afdelling VII.
14
Wawancara dengan Muhayan pada tanggal 14 Mei 2013 di Huta II Baja Dolok.
15Wawancara
2.3 Penduduk
Menurut hasil Sensus Penduduk tahun 1980, jumlah penduduk Desa Baja Dolok adalah
3.625 jiwa yang terdiri atas 1.803 orang laki-laki dan 1.822 orang perempuan yang termasuk
dalam 728 kepala keluarga (kk) dan tersebar di lima dusun. Data penduduk desa Baja Dolok
dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 1
Jumlah Penduduk Desa Baja Dolok dari tahun 1980-2000
NO TAHUN JUMLAH
1 1980 3.625
2 1987 3.927
3 1993 3.848
4 2000 4.037
Sumber: Data Monografi Desa Baja Dolok tahun 1980-2000
Jumlah penduduk Desa Baja Dolok mengalami peningkatan yang sangat tinggi pada
tahun 1980 hingga 1987 sebanyak 302 jiwa bertambah dalam kurun waktu delapan tahun.
Selain dipengaruhi oleh angka kelahiran bayi dan kematian, pertambahan penduduk ini juga
dipengaruhi oleh keadaan desa yang semakin berkembang dan sistem pertanian dengan
sistem irigasi yang baik sehingga banyak orang-orang yang memilih untuk pindah ke Desa
Baja Dolok, karena dianggap mampu menjamin kehidupan mereka. Kebanyakan dari mereka
yang pindah ke desa ini adalah pensiunan dari pondok-pondok perkebunan. Keadaan yang
3.848 menjadi 4.037, pertambahannya mencapai 189 jiwa. Namun pada tahun 1987 hingga
tahun 1993 jumlah penduduk mengalami dari 3.927 menjadi 3.848, pengurangan ini karena
sistem pendidikan yang mulai maju dan kesadaran penduduk akan pendidikan yang semakin
meningkat sehingga mereka yang memiliki pendidikan memilih untuk meninggalkan desa
dan memilih kota sebagai tujuan mereka untuk memperbaiki keadaan ekonomi karena
adanya anggapamn bahwa bekerja di kota memiliki penghasilan yang lebih tinggi. Kota-kota
yang menjadi tujuan adalah Medan dan Riau.
Tabel 2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Tahun 1980
NO USIA/TAHUN
JENIS KELAMIN
LAKI-LAKI PEREMPUAN
1 0-4 290 274
2 5-9 321 305
3 10-14 246 252
4 15-24 327 378
5 25-49 398 413
6 50 ke atas 221 200
JUMLAH 1.803 1.822
Sumber: Hasil sensus penduduk tahun 1980
Dari tabel 2 yang berisikan jumlah penduduk di Desa Baja Dolok berdasarkan sensus
penduduk tahun 1980 bahwa kelahiran bayi laki-laki lebih tinggi dibanding dengan bayi
perempuan, selisinya mencapai 16 jiwa, namun pada usia 5-49 tahun jumlah penduduk
laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Jumlah penduduk yang berumur 15-49 tahun
mencampai 1516 jiwa (49%), usia tersebut dikategorikan usia produktif yang mampu
mendukung kebutuhan tenaga kerja di sektor pertanian, terutama pada saat musim tanam
maupun musim panen. Sedangkan jumlah penduduk berumur 50 tahun ke atas berjumlah 421
jiwa (12%) , sebagian dari mereka juga masih mampu mengerjakan lahan pertanian yang
mereka miliki.
Tabel 3
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan tahun 1987
NO Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Belum sekolah/tidak pernah sekolah 1.084
2 SD sederajat 1.565
3 SLTP sederajat 1.169
4 SLTA sederajat 102
5 Akademik/Universitas 7
JUMLAH 3.927
Sumber: Data Monografi Desa Baja Dolok tahun 1987
Jumlah penduduk Desa Baja Dolok belum sekolah dan mereka yang tidak pernah
sekolah mencapai 1.084. tingkat pendidikan SD berada di urutan kedua yaitu sebanyak 1.565,
kemudian diikuti oleh tingkat pendidikan SLTP sebanyak 1.169, ini dapat dikatakan bahwa
pendidikan di Desa Baja Dolok pada tahun 1987 sudah mengalami peningkatan dilihat dari
jumlah penduduk yang telah mengenal huruf lebih tinggi yaitu 2.843 dan peningkatan
semakin terlihat karena di desa ini sudah penduduk yang berada pada tinngkat pendidikan
perkembangan desa. Perkembangan pendidikan di Desa Baja Dolok dapat dilihat pada tabel
1.4 di bawah.
Tabel 4
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2000
NO Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Belum sekolah/tidak pernah sekolah 861
2 SD sederajat 995
3 SLTP sederajat 1.232
4 SLTA sederajat 917
5 Akademik/Universitas 32
JUMLAH 4.037
Sumber: Data Monografi Desa Baja Dolok tahun 2000
Jumlah penduduk yang belum sekolah dan tidak pernah sekolah sebanyak 861 jiwa,
jika dibanding tahun 1987 jumlah ini mengalami penurunan, sama halnya dengan jumlah
penduduk yang berada ditingkat pendidikan SD mengalami penurunan. Peningkatan kualitas
pendidikan penduduk dialami pada tingkat SLTP, SLTA dan Universitas. Dari sini dapat
dilihat bahwa kehidupan ekonomi penduduk sangat mempengaruhi kualitas pendidikan di
Desa Baja Dolok.
Pada tahun 1987 penduduk Desa Baja Dolok terdiri dari empat suku bangsa yaitu Jawa,
Simalungun, Toba dan Mandailing. Masing-masing Jawa 3.038 jiwa (77,36%), Simalungun
808 jiwa (20,58%), Toba 80 jiwa (2,02%) dan Mandailing 1 jiwa (0,02%). Orang Jawa
umumnya tersebar di dusun Kampung Jawa dan Balimbingan, sementara di dusun
suku bangsa seperti Simalungun, Toba dan Jawa. Namun di dusun kampung Jawa ini ada
sebuah wilayah pemukiman khusus untuk etnis Batak yang beragama Kristen dengan nama
Pagar Jawa.16
Penduduk Desa Baja Dolok menganut agama yang berbeda-beda seperti Islam, Kristen
Protestan, Kristen Katolik dan Budha. Penduduk yang menganut agama Islam ada 3.039
jiwa, Kristen Protestan 874 jiwa, Kristen Katolik 8 jiwa dan Budha sebanyak 6 jiwa.
Mayoritas penduduk Jawa yang menganut agama Islam dan suku Batak beragama Kristen.
Banyaknya penduduk yang beragama Islam dapat dilihat dengan jumlah bangunan mesjid
yang ada di Desa Baja Dolok, hingga tahun 2000 terdapat tujuh mesjid dan dua gereja HKBP
namun tidak ada vihara sebagai tempat ibadah bagi orang Budha.
Di Wilayah dusun ini benar-benar terpisah antara suku Batak yang beragama
Kristen dan suku Jawa yang beragama Islam secara letak pemukiman, namun interaksi dalam
kehidupan sehari-hari tetap terjalin, baik di bidang ekonomi maupun politik.
Bahasa yang dipakai dalam pergaulan hidup sehari-hari dengan sesama orang Jawa
adalah bahasa Jawa, tetapi bukan hal yang aneh jika orang Toba dan Simalungun mampu
berbahasa Jawa, hal ini dilakukan bila berinteraksi dengan orang Jawa dan seringkali terlihat
bahwa orang Toba dan Simalungun mengunakan bahasa Jawa dibanding dengan
menggunakan bahasa Indonesia.
16
Pagar Jawa merupakan bekas istana Parpagaran sebelum dipindahkan ke daerah Jambi-jambi. Pagar
Bahasa Jawa juga diturunkan kepada anak-anak mereka, namun bahasa Jawa yang
digunakan sudah tidak berbahasa Jawa “halus atau krama”.17
Pada tahun 1987 mata pencaharian penduduk Desa Baja Dolok adalah sebagai petani
dan buruh, baik buruh perkebunan maupun buruh tani, hanya sedikit yang bekerja sebagai
wiraswasta atau pegawai negeri sipil, di bidang kesehatan hanya ada satu mantri dan satu
bidan melahirkan, sedangkan penduduk yang bekerja di bidang militer tidak ada.
Karena orang tua mereka bukan
berasal golongan priyayi ketika di Jawa, mereka hanyalah wong cilik yang dikontrak menjadi
kuli kontrak di Sumatera.
2.4 Pemerintahan Desa
Desa Baja Dolok secara administratif berada di wilayah pemerintahan Kecamatan
Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun tergolong desa Swakarya menurut tataran desa-desa di
Indonesia. Roda pemerintahan desa dikendalikan oleh seorang kepala desa, dibantu oleh
kepala dusun, badan perwakilan desa, ketua RW dan RT. Namun sebelum penggabungan
menjadi sebuah desa, wilayah ini terdiri dari dusun-dusun dan setiap dusun memiliki ketua
yang disebut lurah.
Tahun 1966 kelima dusun disatukan menjadi sebuah wilayah pedesaan, maka dibuatlah
sebuah pemillihan kepala desa. Kepala desa pertama yang terpilih adalah Suyoto. Dari sini
17
dimulailah suatu pemerintahan desa. Masa jabatan seorang kepala desa berlangsung selama
delapan tahun selanjutnya dilakukan pemilihan kembali. Setelah memiliki pemerintahan desa
maka pada tahun 1972 dibangunlah sebuah balai pertemuan yang disebut balai desa dan
tahun 1974 dibangun kantor kepala desa , kedua bangunan ini didirikan di dusun II.
Pemberlakuan otonomi daerah di Simalungun pada tahun 2000 menyebabkan Desa
Baja Dolok dibagi menjadi dua desa yaitu Desa Baja Dolok dan Desa Baliju. Hal ini juga
mengubah desa menjadi nagori, kepala desa menjadi pangulu,dusun menjadi huta, kepala
dusun menjadi gamot, badan perwakilan desa menjadi maujana nagori, rukun warga menjadi
urung, rukun tetangga menjadi dihilangkan kerena tidak berfungsi secara efektif dan
perangkat desa diganti menjadi tungkat nagori.18
18Nagori, pangulu, huta, gamot, maujana nagori, urung, tungkat
Susunan Organisasi dan Tata Pemerintahan Nagori dan Tungkat Nagori di Kabupaten Simalungun.
PANGULU
UPTL UPTL
MAUJANA NAGORI
SEKRETARIS DESA
KAUR PEMERINTAHAN
DAN KEMASYARAKATAN
KAUR PEREKONOMIAN
DAN PEMBANGUNAN NAGORI
KAUR ADMINISTRASI
DAN KEUANGAN NAGORI
GAMOT GAMOT GAMOT GAMOT GAMOT