• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor - Solusi Analitik Persamaan Konduksi Kalor Satu Dimensi Non Homogen Menggunakan Metode Fungsi Green Dan Separasi Variabel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Kalor - Solusi Analitik Persamaan Konduksi Kalor Satu Dimensi Non Homogen Menggunakan Metode Fungsi Green Dan Separasi Variabel"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perpindahan Kalor

Kalor adalah energi yang diterima oleh benda sehingga suhu benda atau wujudnya

berubah. Ukuran jumlah kalor dinyatakan dalam satuan joule (J). Kalor disebut

juga dengan bahang atau kalor adalah energi yang ditransfer dari satu sistem ke

sistem lain dengan interaksi termal. Berbeda dengan bekerja, kalor selalu disertai

dengan pengalihan entropi. Aliran kalor adalah karakteristik dari objek

makroskopik dan sistem, tetapi sumber dan sifatnya dapat dipahami dari segi

konstituen mikroskopis mereka. Satuan untuk kalor ini adalah joule. Kalor dapat

diukur dengan kalorimeter, atau ditentukan secara tidak langsung dengan

perhitungan berdasarkan jumlah yang lain, bergantung misalnya pada hukum

pertama termodinamika.

Perpindahan kalor dapat terjadi dalam berbagai cara: dengan konduksi,

radiasi, konveksi. Perpindahan kalor mencakup mengenai perpindahan energi

karena perbedaan temperatur diantara dua benda atau material. Di samping itu

perpindahan kalor juga meramalkan laju perpindahan kalor pada kondisi tertentu.

Cara – cara perpindahan kalor dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Konduksi

2. Konveksi

3. Radiasi

2.1.1 Konduksi

Konduksi adalah perpindahan kalor di dalam benda (elemen) padat dari suatu

elemen bertemperatur lebih tinggi ke suatu elemen bertemperatur lebih rendah.

Hal ini dapat dilakukan pada benda – benda padat khususnya dan untuk berbagai

dimensi sebagai berikut :

1. Satu dimensi (mono dimensional) artinya perpindahan kalor secara

(2)

(berbeda temperaturnya) dalam elemen yang masih dalam satu bidang datar.

Berlaku perumusan :

̇ = − (2.1) dengan:

̇ = laju aliran kalor (joule/detik atau watt)

k = koefisien konduktivitas material (W/ m K)

A = luas penampang tegak lurus aliran kalor satu dimensi (m2)

¶ = gradient penurunan temperatur dalam benda padat (K/m)

Persamaan (2.1) disebut hukum Fourier tentang konduksi kalor.

Persamaan tersebut merupakan persaman dasar dari konduktivitas kalor. Tanda

negatif pada persamaan di atas diberikan supaya memenuhi hukum

termodinamika yaitu kalor mengalir ke suhu yang lebih rendah, seperti

ditunjukkan gambar di bawah ini:

Gambar 2.1 Sketsa yang Menunjukkan Arah Aliran Kalor

Dari gambar di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa laju aliran kalor melalui

bidang datar bergantung pada:

a. Beda suhu di antara kedua permukaan ∆T = T1 – T2; makin besar beda

suhu, makin cepat perpndahan kalor.

b. Panjang logam (x); semakin panjang x maka semakin pelan perpindahan

kalor.

c. Luas permukaan A; makin besar luas permukaan, makin cepat

perpindahan kalor.

(3)

2. Dua dimensi (dwi dimensional) artinya perpindahan kalor secara perambatan

(konduksi) dalam satu arah (satu garis lurus) atau antara dua titik (berbeda

temperaturnya) bias dalam dua bidang yang berlainan dan dalam satu bidang

datar.

3. Tiga dimensi artinya perpindahan kalor secara perambatan (konduksi) dalam

satu arah (satu garis lurus) atau antara dua titik (berbeda temperaturnya) bias

dalam ruang (bidang tiga) yang berlainan temperaturnya dan berarah lurus

dalam bidang yang berbeda.

2.1.2 Konveksi

Konveksi adalah perpindahan kalor karena perpindahan zat. Peristiwa konveksi

(aliran zat) terjadi pada perubahan suhu suatu zat. Zat cair atau gas yang terkena

kalor molekul-molekulnya bertambah besar dan beratnya tetap. Hal ini akan

menyebabkan massa jenisnya menjadi lebih kecil, sehingga zat cair atau gas yag

terkena kalor tersebut naik ke atas. Posisinya digantikan oleh zat cair atau gas

yang lebih dingin yang massa jenisnya lebih besar. Dari peristiwa aliran inilah,

maka kalor dapat merambat secara konveksi.

Contoh ketika memanaskan air menggunakan kompor, kalor mengalir dari

nyala api (suhu lebih tinggi) menuju dasar wadah (suhu lebih rendah). Karena

mendapat tambahan kalor, maka suhu dasar wadah meningkat. Karena terdapat

perbedaan suhu, maka kalor mengalir dari bagian luar dasar wadah (yang

bersentuhan dengan nyala api) menuju bagian dalam dasar wadah (yang

bersentuhan dengan air). Suhu bagian dalam dasar wadah pun meningkat. Karena

air yang berada di permukaan wadah memiliki suhu yang lebih kecil, maka kalor

mengalir dari dasar wadah (suhu lebih tinggi) menuju air (suhu lebih rendah).

Perpindahan kalor persatuan waktu secara konveksi dapat dinyatakan dengan

persamaan:

̇ = ℎ (T −T ) (2.2) dengan :

(4)

h = koefisien perpindahan kalor konveksi (Btu/hr-ft2.oF atau W/m2.K)

Ts = suhu permukaan benda (K)

T∞ = suhu di bagian hulu benda (K)

Hubungan ini dinamakan hukum Newton tentang pendinginan.

Persamaaan ini mendefinisikan koefisien perpindahan kalor konveksi h yang

merupakan konstanta proposional (tetapan kesebandingan) yang menghubungkan

perpindahan kalor per satuan waktu dan satuan luar dengan beda suhu

menyeluruh.

2.1.3 Radiasi

Perpindahan kalor radiasi adalah pengetahuan mengenai transfer energi dalam

bentuk gelombang elektromagnetik. Tidak seperti perpindahan konduksi dan

konveksi, gelombang elektromagnetik tidak memerlukan medium untuk

perambatan energinya. Oleh karena kemampuannya merambat di ruangan vakum,

radiasi kalor menjadi dominan pada transfer kalor di ruang hampa dan di luar

angkasa. Bukti – bukti dari percobaan menunjukkan bahwa perpindahan kalor

radiasi sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak, sedangkan konduksi dan

konveksi berbanding lurus dengan beda suhu. Hukum Stefan Boltzman yang

fundamental menyatakan :

̇ = T (2.3) dengan:

̇ =laju aliran kalor (joule/detik atau watt)

T= suhu mutlak (K)

= Konstanta perpindahan kalor radiasi(W/m2.K4)

Sebagai contoh, ketika duduk dan mengelilingi api unggun, maka rasa hangat

(5)

2.2 Dasar – Dasar Perpindahan Kalor

2.2.1 Konduktivitas Kalor

Konduktivitas atau keterhantaran kalor, k, adalah suatu besaran intensif bahan

yang menunjukkan kemampuannya untuk menghantarkan kalor. Nilai angka

konduktivitas termal menunjukkan berapa cepat kalor mengalir dalam bahan

tertentu. Pada umumnya konduktivitas termal itu sangat tergantung pada suhu.

Secara umum, konduktivitas termal benda padat lebih besar dari pada gas.

Benda yang memiliki konduktivitas termal (k) besar merupakan penghantar kalor

yang baik (konduktor termal yang baik) dapat disebut dengan konduktor.

Sebaliknya, benda yang memiliki konduktivitas termal yang kecil merupakan

merupakan penghantar kalor yang buruk (konduktor termal yang buruk) dapat

disebut dengan isolator ya ng baik. Setiap materi memiliki lebar batasan dari

konduktivitas kalor. Konsep dasar konduktivitas kalor adalah kecepatan dari

proses difusi energi kinetik molekular pada suatu materi yang menghantarkan

kalor. Faktor – faktor yang mempengaruhi konduktivitas kalor adalah :

 Kandungan uap air

 Suhu

 Berat jenis

 Keadaan pori – pori bahan.

2.2.2 Difusivitas Kalor

Suatu variabel dari istilah-istilah yang telah dibahas adalah difusivitas kalor α.

Difusivitas kalor adalah konduktivitas termal dibagi dengan densitas dan kapasitas

kalor spesifik pada tekanan konstan. Difusivitas dapat dinyatakan sebagai:

α ≡ k

C ρ (2.4) dengan:

α = difusivitas kalor (m2/s)

(6)

 = densitas ( kg/ m3)

k = koefisien konduktivitas kalor (W / m · K)

Makin besar nilai α, makin cepat kalor membaur dalam bahan itu. Nilai α yang besar dapat disebabkan oleh salah satu hal berikut:

1. Nilai konduktivitas kalor yang tinggi menunjukkan laju perpindahan

energi yang pesat.

2. Nilai kapasitas kalor spesifik Cpyang rendah. Nilai kapasitas kalor yang

rendah berarti bahwa energi yang yang berpindah melalui batang itu yang

diserap dan digunakan untuk menaikkan suhu jumlahnya sedikit, jadi

energi yang masih dapat dipindahkan lebih banyak.

2.3 Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial adalah hubungan antara sekelompok fungsi dengan turunan-turunannya. Persamaan diferensial muncul secara alami dalam sains fisik,

model matematika, dan dalam matematika itu sendiri. Jika hanya satu variabel

bebasnya, maka persamaannya disebut Persamaan Diferensial Biasa. Sedangkan

jika variabel bebasnya lebih dari satu maka persamaannya disebut persamaan

Diferensial Parsial.

2.3.1 Persamaan Diferensial Linear Order Satu

Salah satu tipe dari persamaan diferensial orde satu yang sering dipakai dalam

aplikasi adalah persamaan linear. Persamaan linear order satu dapat disajikan

dalam bentuk:

( ) + ( )= ( ) (2.5)

dengan ( )≠0, ( ), dan ( ) merupakan fungsi dari x dan y tidak

tergantung pada y.

Jika (2.5) dinyatakan dalam bentuk lain, maka persamaan diferensial linear

ditulis sebagai

(7)

atau

interval subset dari R. Persamaan (2.6) dan (2.7) distribusi dengan bentuk standar

dari persamaan linear. Persamaan ini memiliki faktor integrasi yang dapat dibuat

dalam bentuk

( )= ∫ ( ) (2.8)

Faktor integral ( )= ∫ ( ) akan membawa persamaan diferensial

linier order satu berbentuk + ( ) = ( ) menjadi PD eksak. Secara umum

suatu faktor integral adalah faktor μ(x, y) dapat mengubah persamaan diferensial

tidak eksak menjadi persamaan diferensial eksak.

2.3.2 Persamaan Diferensial Parsial

Persamaan diferensial parsial (PDP) adalah persamaan yang di dalamnya terdapat

suku-suku diferensial parsial, yang dalam matematika diartikan sebagai suatu

hubungan yang mengaitkan suatu fungsi yang tidak diketahui, yang merupakan

fungsi dari beberapa variabel bebas, dengan turunan-turunannya melalui

variabel-variabel yang dimaksud. PDP digunakan untuk melakukan formulasi dan

menyelesaikan permasalahan yang melibatkan fungsi-fungsi yang tidak diketahui,

yang merupakan dibentuk oleh beberapa variabel, seperti penjalaran suara dan

kalor, elektrostatika, elektrodinamika, aliran fluida, elastisitas, atau lebih umum

segala macam proses yang terdistribusi dalam ruang, atau terdistribusi dalam

ruang dan waktu. Kadang beberapa permasalahan fisis yang amat berbeda

memiliki formulasi matematika yang mirip satu sama. Bentuk paling sederhana

dari persamaan diferensial adalah

T( , )

(8)

Dengan T merupakan suatu fungsi tak diketahui dari x dan t. Hubungan ini

mengisyaratkan bahwa nilai-nilai ( , ) adalah tidak bergantung dari t. Oleh

karena itu solusi umum dari persamaan ini adalah

T( , ) = ( ) (2.10) di mana f adalah suatu fungsi sembarang dari variabel x. Analogi dari persamaan

diferensial biasa untuk persamaan ini adalah

= 0 (2.11) yang memiliki solusi T(t) = c.

2.4 Deret Fourier

Deret Fourier merupakan penguraian fungsi periodik menjadi jumlahan fungsi-

fungsi berosilasi, yaitu fungsi sinus dan kosinus, ataupun eksponensial kompleks.

Studi deret Fourier merupakan cabang analisis Fourier. Deret Fourier

diperkenalkan oleh Joseph Fourier (1768 - 1830) untuk memecahkan

masalah persamaan kalor di lempeng logam.

Persamaan kalor merupakan persamaan diferensial parsial. Sebelum

Fourier, pemecahan persamaan kalor ini tidak diketahui secara umum, meskipun

solusi khusus diketahui bila sumber kalor berperilaku dalam cara sederhana,

terutama bila sumber panas merupakan gelombang sinus atau kosinus. Solusi

sederhana ini kadang-kadang disebut sebagai solusi eigen. Gagasan Fourier adalah

memodelkan sumber kalor ini sebagai superposisi (atau kombinasi linear)

gelombang sinus dan kosinus sederhana, dan menuliskan pemecahannya sebagai

superposisi solusi eigen terkait. Superposisi kombinasi linear ini disebut sebagai

deret Fourier.

Meskipun motivasi awal adalah untuk memecahkan persamaan kalor,

kemudian terlihat jelas bahwa teknik serupa dapat diterapkan untuk sejumlah

besar permasalahan fisika dan matematika. Deret Fourier saat ini memiliki banyak

penerapan di bidang teknik elektro, analisis vibrasi, akustika, optika, pengolahan

(9)

2.4.1 Fungsi Genap dan Ganjil

Perhitungan koefisien Fourier seringkali dipermudah jika fungsi f(x) yang

diuraikan memiliki sifat istimewa tertentu, yakni genap atau ganjil terhadap

sumbu x = 0. Keduanya didefenisikan sebagai berikut :

Sebuah fungsi f(x) adalah:

(a) genap, jika berlaku: f(-x) = f(x)

(b) ganjil, jika berlaku: f(-x) = -f(x)

untuk semua x dalam daerah defenisi f(x).

Sebagai contoh, fungsi x2 dan cos x adalah genap, karena menurut defenisi

di atas (-x)2 = x2 dan cos(- x ) = cos x, sedangkan fungsi x dan sin x, misalnya ,

adalah ganjil karena (-x) = -x dan sin(-x) = -sin x. Pada umumnya, fungsi pangkat

genap adalah genap dan fungsi pangkat ganjil adalah ganjil.

Integrasi fungsi genap dan ganjil dalam selang simetris seperti –L < x < L,

ternyata menjadi sederhana. Tinjau misalnya f(x) adalah genap, maka:

( ) = ( ) + ( ) (2.12)

Terhadap integral pertama di ruas kanan, yang dedefenisikan dalam

selang negatif adalah x: -L < x <0, jika dilakukan sisipan variabel integral baru, u

= -x, sehingga f(x) = f(-u). Karena fungsi f adalah genap, maka f(-u) = f(u).

Dengan demikian, jumlah kedua integral di atas menjadi:

f(x)dx =− f(u)du + f(x)dx = f(u)du + f(x)dx (2.13)

Dengan menamakan ulang variabel integrasi u dengan x, diperoleh :

f(x)dx = 2 f(x)dx (2.14)

Uraian Fourier fungsi periodik genap dan ganjil, khususnya perhitungan

koefisien an dan bn yang bersangkutan, menjadi lebih sederhana. Tinjau dahulu

fungsi f(x) adalah ganjil. Karena cos npx genap, maka f(x) cos npx adalah ganjil,

dan f(x) sin npx adalah genap. Dengan demikian, dalam selang simetris –L<x< L,

(10)

adalah integral dari suatu fungsi genap dalam selang simetris, karena itu nilainya

adalah dua kali integral dalam selang 0 hingga L. Jadi kita peroleh:

1. Jika f(x) ganjil, maka,

Dalam hal ini , f(x) dikatakan teruraikan dalam deret cosinus.

2.5 Persamaan Kalor

Persamaan kalor merupakan hal yang mendasar dalam berbagai macam bidang

ilmiah. Dalam matematika, persamaan kalor itu persamaan diferensial parsial

prototipe parabola. Dalam teori probabilitas, persamaan kalor dihubungkan

dengan studi gerak Brown melalui persamaan Fokker-Planck. Dalam matematika

keuangan persamaan kalor digunakan untuk memecahkan persamaan diferensial

parsial Black-Scholes. Persamaan difusi, versi yang lebih umum dari persamaan

kalor, muncul sehubungan dengan studi difusi kimia dan proses terkait lainnya.

Persamaan kalor berasal dari hukum Fourier dan konservasi energi maka hukum

Fourier untuk persamaan kalor dapat ditulis:

̇ = − T (2.17)

Persamaan Kalor satu dimensi mempunyai bentuk persamaan diferensial parsial

biasa sebagai berikut:

T − T = 0 (2.18)

Dengan T = T ( , ) yang diturunkan dari rumusan sederhana suatu batangan

sebagai media perambatan kalor.

Sebagaimana telah diketahui bahwa kalor merambat dari temperatur tinggi

(11)

ditinjau diisolasi dengan sempurna secara lateral dan dianggap adiabatik (tidak

ada kalor yang masuk maupun keluar secara lateral atau boleh juga dianggap kalor

yang masuk sama dengan kalor yang keluar). Sedangkan, untuk persamaan kalor satu dimensi non homogen dinyatakan

sebagai:

( , ): laju aliran kalor pada batang logam konduktor

2.5.1 Syarat Awal dan Syarat Batas Persamaan Kalor Satu Dimensi

Batang dengan penampang seragam diisolasi secara lateral. Panjang batang = L

dan diletakkan pada sumbu x. Temperatur pada batang pada suatu waktu hanya

(12)

X = 0

X = L y

z

x

Gambar 2.2 Pemodelan Aliran Kalor Satu Dimensi

Ada dua macam syarat batas untuk masalah perpindahan kalor konduksi

yaitu kondisi batas (boundary condition) dan kondisi awal (initial condition).

Kondisi batas adalah kondisi pada batas (ujung) batang pada waktu t sembarang.

Kondisi awal adalah temperatur pada x sembarang pada waktu t=0. Syarat batas

untuk perpindahan kalor konduksi 1 dimensi adalah :

1. Jika temperatur awalnya adalah f(x) dan temperatur pada ujung dijaga konstan

pada nol, maka kondisi batasnya :

T(0, ) = 0 (2.25) T( , ) = 0, > 0 (2.26) Syarat awal

( ) = T( , 0) (2.27) 2. Bila batang diisolasi secara keseluruhan, termasuk pada x = 0 dan x = L maka

pada x= 0 dan x = L kalor tidak bisa masuk atau keluar (fluks kalor = 0)

sehingga kondisi batasnya adalah :

= 0 = 0 (2.28)

2.6 Fungsi Green

2.6.1 Mengkonstruksi Fungsi Green Persamaan Diferensial Linear Orde-n Melalui Metode Variasi Parameter

Persamaan diferensial linear tak homogen orde-n:

(13)

dengan fungsi f (x) merupakan fungsi yang kontinyu. Solusi umum persamaan

diferensial di atas adalah :

( )= ( )+ ( ) (2.29)

dengan ( ) merupakan solusi umum persamaan diferensial homogen

pautannya dengan ( )merupakan suatu solusi khusus atau solusi partikulirnya.

Untuk menentukan solusi partikulirnya, dapat dilakukan dengan cara

mengkonstruksi fungsi green. Adapun langkah yang dilakukan dalam

mengkontruksi fungsi green adalah sebagai berikut :

1. Menentukan solusi bebas linear persamaan diferensial homogen.

Persamaan diferensial linear tak homogen orde-n di atas dapat di selesaikan

dengan mensubsitusikan = , kemudian menentukan bilangan tepat t

sehingga memenuhi persamaan diferensial linear tak homogen orde-n.

Karena = , ′ = , ′′ = , dan seterusnya hingga = .

Bila disubsitusikan dalam persamaan (2.36) akan didapatkan suatu persamaan

dalam t, yaitu :

( + ( )+ ( )+⋯+ ) = 0

karena etx≠ 0, maka

( + ( )+ ( )+⋯+ ) = 0 (2.30) Persamaan (2.30) tersebut disebut persamaan karakteristik dari persamaan

diferensial linear tak homogen orde-n, dan akar – akar karakteristik. Ada tiga

kemungkinan solusi bebas linear dari persamaan diferensial linear tak homogen

orde-n, yaitu :

a. Bila akar – akarnya real dan berlainan, maka selesian bebasnya yaitu ,

, . . . ,

b. Bila akar – akarnya real dan sama, maka solusi bebas linearnya yaitu

, , . . . ,

c. Bila akar – akarnya kompleks, maka selesain bebas linearnya yaitu

( ) atau ( ) atau ( + )

Apabila solusi bebas linear dari persamaan diferensial homogennya dimisalkan

( ), ( ), . . . , ( ), maka ( ) = ( ) + ( ) +. . . + ( )

(14)

2. Memisalkan yp dengan mengganti konstanta , , . . ., dengan fungsi

4. Menentukan uk(x) dengan mengintegralkan uk’(x) terhadap t diperoleh :

( )= ∫ ( ) ( )

[ ( ), ( ),…, ( )] ; k = 1, 2, . . ., n (2.32)

5. Mensubsitusikan persamaan (2.32) pada persamaan (2.31) sehingga diperoleh: ( )= ( )

( ) = ( , ) ( )

Dari langkah – langkah tersebut, maka di dapat fungsi green

( , )= ( ) ( ) ⋯ ( ) ( )

[ ( ), ( ),…, ( )] (2.32)

Jadi solusi umum persamaan diferensial linear tak homogen orde-n adalah :

( ) = ( ) + ∫ ( , ) ( )

solusi persamaan diferensial di atas yang memenuhi kondisi awal

( ) = ′( ) = ′′( ) = ( )( ) = 0

Fungsi green merupakan bagian dari solusi persamaan diferensial non

homogen yang berbentuk :

(15)

Dengan ( , )adalah fungsi Green yang menyatakan pengaruh fungsi sumber

f(x) posisi x0dari fungsi sumber pada posisi x.

2.7 Separasi Variabel

Separasi variabel adalah salah satu dari beberapa metode untuk memecahkan

persamaan diferensial biasa dan parsial, di mana aljabar memungkinkan seseorang

untuk menulis ulang persamaan sehingga masing-masing dari dua variabel terjadi

pada sisi yang berbeda dari persamaan .

Salah satu syarat penggunaan metode separasi variabel adalah persamaan

tersebut merupakan persamaan diferensial parsial linear homogen dengan kondisi

batas linier . Dengan menggunakan metode separasi variabel, kondisi awal dari

suatu persamaan diferensial kurang terpenuhi. Metode pemisahan variabel

bergantung pada asumsi bahwa fungsi dari bentuk

T ( , ) = ( ) ( )

Persamaan di atas akan menjadi solusi dari persaan diferensial parsial homogen

linear dalam x dan t . Persamaan tersebut juga harus memiliki kondisi batas yang

homogen dan linear . Namun, seperti disebutkan di atas metode separasi variabel

akan jarang memenuhi kondisi awal.

Tidak semua persamaan diferensial dapat diselesaikan dengan metode ini.

Metode ini hanya dapat dikerjakan pada persamaan yang berbentuk

( ) + ( ) = 0,

Gambar

Gambar 2.1 Sketsa yang Menunjukkan Arah Aliran Kalor
Gambar 2.2 Pemodelan Aliran Kalor Satu Dimensi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan R/C rasio dan analisis diagram I-E bahwa, budiaya rumput laut di Pulau Pahawang layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Strategi prioritas

Setiap sistem informasi formal dapat digunakan secara diagnostik jika memungkinkan untuk (1) menetapkan tujuan terlebih dahulu, (2) mengukur keluaran, (3) menghitung atau menghitung

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari faktor demografi yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan serta ketidakpuasan terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi arteri radialis subjek penelitian pada praprosedur kateterisasi jantung semuanya (100%) dalam kondisi paten, hal ini berarti

Disini terlihat bahwa kesadaran dari para mahasiswa di kelas Ekonomi Islam angkatan 2013 dan 2012, dengan ketua Ranti Suci Lestari yang dalam waktu dekat ini

Aplikasi antrian nasabah berbasis WLAN ini dapat digunakan untuk melayani nasabah dengan dua atau lebih fasilitas pelayanan yang dialiri oleh antrian

Untuk mengetahui pengaruh jumlah Wajib pajak, Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Tingkat Upah, Investasi, Net Ekspor, PDRB terhadap Penerimaan Pajak Kanwil Direktorat