• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Partisipasi politik Etnis Tionghoa Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013” (Survey di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Partisipasi politik merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Secara konseptual,

partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara

aktif dalam kehidupan politik dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung

atau secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan

tersebut mencakup kegiatan tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,

menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan,

mengadakan pendekatan atau hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen

dan lain sebagainya. (Suryadi 2007: 129) Adapun pengertian partisipasi politik menurut

Herbert McClosky adalah sebagai kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat yang

mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam bentuk proses kebijakan umum. (Damsar, 2010: 180)

Partisipasi politik dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dilihat sebagai kegiatan,

partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi

aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum,

mengajukan alternatif kebijakan yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan

saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan pemeirntah, membayar pajak dan ikut dalam

proses pemilihan pimpinan pemerintahan. Sedangkan partisipasi pasif berupa kegiatan

mentaati peraturan ataupun pemerintah, menerima dan melaksanakan begitu saja setiap

keputusan pemerintah.

(2)

Berdasarkan penjelasan partisipasi politik di atas maka ada beberapa hal yang penting

dilihat sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan politik. Seluruh masyarakat memiliki hak

untuk berpartisipasi politik, baik itu mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, ikut dalam

kampanye, memberikan dana, dan memilih pemimpin daerah. Merangkum macam bentuk

partisipasi politik, Huntington dan Nelson (Suryadi, 2007: 121-122) mengklasifikasi

partisipasi politik yaitu sebagai kegiatan pemilihan yang mencakup pemberian suara,

memberikan sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam kegiatan pemilihan, mencari

dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil

pemilihan.

Tingkat pemahaman masyarakat terhadap partisipasi politik sangat berpengaruh kepada

perkembangan suatu pemerintahan karena masyarakat merupakan salah satu aktor dalam

menentukan maju mundurnya situasi politik dalam negara. Semakin banyak masyarakat yang

ikut dalam partisipasi politik, diharapkan akan mengubah keadaan menjadi lebih baik.

Meskipun tidak menjamin, tetapi berpartisipasi politik akan mengubah pola pikir masyarakat

akan dunia politik.

Luasnya partisipasi politik dalam sebuah tatanan negara membuat warga negara harus

pintar-pintar memilih dan memilah akan keikutsertaannya dalam berpolitik. Salah satunya

dari etnis yang ada di Indonesia adalah etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa yang hidup di

Indonesia merupakan minoritas yang heterogen dan kompleks. Secara yuridis, mereka

dibedakan atas warga negara Indonesia (± 60%) dan sisanya orang asing (termasuk

“stateless” dan warga negara RRC). Secara kultural, mereka dibagi atas peranakan Tionghoa

yang berbahasa Indonesia atau daerah sebanyak 55% dan totok Tionghoa yang berbahasa

Tionghoa sebanyak 45%. (Ensiklopedia Indonesia, 1988)

Pada masa Orde Lama, terdapat beberapa menteri Republik Indonesia dari keturunan

(3)

pernah diangkat sebagai salah satu “tangan kanan” Ir. Soekarno pada masa Kabinet Dwikora.

Pada masa ini, hubungan Ir. Soekarno dengan beberapa tokoh dari kalangan Tionghoa dapat

dikatakan sangat baik meskipun pada masa Orde Lama terdapat beberapa kebijakan politik

yang diskriminatif seperti Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959 yang melarang WNA

Tionghoa untuk berdagang eceran di daerah luar ibukota provinsi dan kabupaten. Adanya

peristiwa G30S/PKI yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia memberikan efek negatif

bagi keberadaan etnis Tionghoa. Mereka dianggap sebagai salah satu komunis sehingga pada

saat itu terjadi pembantaian etnis Tionghoa. Ribuan orang Tionghoa dibantai dan harta benda

mereka pun lenyap. Berbagai peristiwa anti-Tionghoa terjadi di beberapa belahan Indonesia

sampai dengan tahun 1967, ketika sentimen anti-Tionghoa akhirnya mulai mereda. Periode

ini juga menandai berakhirnya organisasi politik Tionghoa karena BAPERKI yang

mempunyai hubungan dengan komunis. (Budiawan, 2012: 37)

Adanya tuduhan bahwa etnis Tionghoa terlibat dalam G30S/PKI tersebut membuat

posisi etnis orang Tionghoa di dalam kehidupan politik cenderung menurun dan

menunjukkan sikap yang apriodi terhadap politik di zaman orde baru. Selama 30 tahun masa

pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter berdampak bagi perilaku politik etnis

Tionghoa. Etnis ini mengalihkan kegiatan kepada bidang ekonomi.

Setelah turunnya Soeharto dari tampuk pemerintahan ada perubahan sikap etnis

Tionghoa terhadap kegiatan politik, di antaranya muncul partai yang didirikan etnis Tionghoa

pada Juni 1998, seperti Parti (Partai Reformasi Tionghoa), PBI (Partai Bhinneka Tunggal

Ika), Parpindo (Partai Pembauran Indonesia), dan PWBI (Partai Warga Bangsa Indonesia).

Akan tetapi, pada saat itu karena kurangnya minat dan dukungan komunitas Tionghoa dua

partai terakhir diubah menjadi organisasi sosial, sementara dua partai lain bertahan yaitu Parti

dan PBI. PBI yang memenuhi syarat untuk ikut bersaing dalam pemilu Juni 1999. Fakta lain

(4)

mendukung PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) yang dipimpin Megawati.

Keengganan mereka mendukung PBI karena mereka menganggap partai ini terlalu kecil

untuk berpengaruh dalam politik nyata dan ini terjadi karena ada dampak dari penganiayaan

yang dilakukan pada masa Orde Baru, termasuk Mei 1998. (Budiawan, 2012: 113)

“Hasil pemilu 1999, terdapat beberapa etnis Tionghoa yang berhasil menjadi anggota DPR,

MPR dan DPRD. Di DPR ada Kwik Kian Gie (kemudian diganti karena diangkat menjadi

menteri) dan Ir Tjiandra Wijaya Wong dari PDI-P, Alvin Lie Ling Piao dari PAN, Ir

Enggartiasto Lukita dari Golkar dan LT Susanto dari PBI. Di MPR di samping mereka yang

telah menjadi anggota DPR ada Hartarti Murdaya (Chow Lie Ing) dari Walubi yang mewakili

Utusan Golongan dan Daniel Budi Setiawan yang menjadi wakil Utusan Daerah Jawa Tengah

dari PDI-P”. (http://id.inti.or.id/specialnews/25/tahun/2003/bulan/02/tanggal/01/id/292/print/)

Sejarah Indonesia juga mencatat partisipasi dan peran aktif warga Tionghoa dalam

dinamika sosial, politik, dan kultural di Sumatera Utara. Pemilu legislatif pada April 2008

menjadi penanda geliat etnis Tionghoa di kancah politik dan patut mendapat respon positif

karena pemilu itu juga telah berhasil mendudukkan wakil orang Tionghoa Indonesia di

bangku DPRD. Pada pemilu lima tahun silam, ada beberapa nama yang mencalonkan diri

sebagai anggota DPD seperti Sofyan Tan dan Indra Wahidin, namun kedua nama itu tidak

lolos. Untuk beberapa nama yang dinyatakan lolos sebagai anggota DPRD di kabupaten dan

kota propinsi Sumatera Utara adalah Ramli Lie, Brilian Moktar dan Sonny Firdaus (Propsu),

Lily Tan, Janlie, Ahie dan Hasyim (Kota Medan), Peterus (Kodya Binjai), Hakim Tjoa Kian

Lie (Kota Tj. Balai), T. Johnson (Kab Asahan), Rudy Wu (Kota P. Siantar), Yanto (Kota

Gunung Sitoli), Efendy (Kab. Nias Selatan) dan Budi (Kab. Sergai).

(http://pussisunimed.wordpress.com/2010/01/28/geliat-politik-tionghoa-di-sumatra-utara/)

Gambaran ini menunjukkan bahwa pemilu telah menghantarkan wakil orang

Tionghoa ke bangku DPRD sekaligus menjadi salah satu penanda meningkatnya kesadaran

(5)

Tionghoa yang menjadi calon legislatif di Sumatera Utara untuk periode 2014-2019 antara

lain Haryanto dan Rusdi/Apeng wakil dari Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI), dan

Joni calon legislatif dari partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Rantau Prapat merupakan kota dengan kabupaten Labuhanbatu. Labuhanbatu terdiri

dari beberapa kelurahan antara lain: Rantau Utara, Rantau Selatan, Bilah Barat, Bilah Hilir,

Bilah Hulu, Pangkatan, Panai Tengah, Panai Hilir, dan Panai Hulu. Kabupaten Labuhanbatu

memiliki jumlah penduduk sebesar 555.578 jiwa. Kota Rantau Prapat memiliki jumlah paling

banyak sekitar 193.590 jiwa. (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Labuhanbatu,

2012) Rantau Prapat juga salah satu daerah dengan berbagai macam etnis, seperti Melayu

9.239 jiwa, Batak 155.088 jiwa, Minang 1.966 jiwa, Jawa 154.219 jiwa, Aceh 531 jiwa, dan

lainnya sebanyak 13.733 jiwa. (Badan Pusat Statistik, 2011)

Dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Labuhanbatu, Rantau Prapat memiliki

penduduk dengan etnis Tionghoa terbanyak. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar

etnis Tionghoa di Rantau Prapat bermatapencaharian sebagai seorang pedagang. Dalam dunia

politik, etnis Tionghoa di Rantau Prapat mulai menunjukkan geliat untuk aktif berpolitik

namun jumlah etnis Tionghoa yang kurang aktif lebih banyak dibandingkan di daerah lain.

Beberapa etnis Tionghoa hanya berpartisipasi dengan terjun sebagai anggota partai politik,

walaupun ada juga yang menjadi calon legislatif. Beberapa etnis Tionghoa yang menjadi

calon legislatif di Labuhanbatu untuk periode 2014-2019 antara lain Haryanto dan

Rusdi/Apeng wakil dari Partai Keadilan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Joni wakil dari

partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Dari beberapa nama calon legislatif tersebut, jelas terlihat bahwa kehidupan politik

etnis Tionghoa di Rantau Prapat mulai menunjukkan perkembangan dibandingkan periode

sebelumnya. Tidak adanya etnis Tionghoa yang menjadi calon legislatif pada periode lalu

(6)

termasuk dalam hal Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu merupakan suatu cara memilih

wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakil-wakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak

asasi warga negara dalam bidang politik. (Syarbaini, 2004: 80) Kesadaran politik warga

negara menjadi faktor dalam partisipasi politik masyarakat, artinya sebagai hal yang

berhubungan pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan

lingkungan masyarakat dan kegiatan politik menjadi ukuran seseorang terlibat dalam proses

partisipasi politik. Untuk ikut berpartisipasi dalam dunia politik khususnya pemilu, ada

beberapa faktor yang bisa menggambarkan tentang bagaimana keaktifan masyarakat untuk

ikut serta seperti mengikuti kampanye calon yang didukung, turut dalam diskusi politik, ikut

dalam pemilihan suara, menjadi calon partai politik, dan membentuk relasi serta komunikasi

individual dengan pejabat politik.

Dari beberapa uraian di atas tentang perkembangan partisipasi politik etnis Tionghoa

yang mengalami pasang surut, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam

tentang bagaimana pemahaman mereka tentang partisipasi politik pada Pemilihan Gubernur

Sumatera Utara 2013 di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat. Selain itu, peneliti

juga ingin melihat apa dasar dan motif penduduk etnis Tionghoa untuk ikut berpartisipasi

dalam pemilukada yang selalu diselenggarakan oleh pemerintah pada kurun waktu lima tahun

sekali dengan melihat sejarah dunia politik etnis Tionghoa dari masa orde lama hingga masa

sekarang ini yang menggambarkan kehidupan mereka sudah lebih baik.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

a. Bagaimana bentuk partisipasi politik etnis Tionghoa saat Pemilihan Gubernur Sumatera

(7)

b. Faktor apa saja yang mendorong warga etnis tionghoa di Kec. Rantau Utara Kota Rantau

Prapat ikut berpartisipasi dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013?

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah dikemukakan. Adapun tujuan dari

penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya partisipasi politik Etnis Tionghoa dalam

Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 di Kec. Rantau Utara Kota Rantau

Prapat.

b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendorong warga etnis Tionghoa dalam

Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (pilgubsu) 2013 di Kec. Rantau Utara Kota Rantau

Prapat.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi,

pemahaman, serta sumbangan bagi mahasiswa sehingga bisa menambah wawasan ilmiah.

Selain itu, juga dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya di bidang partisipasi politik etnis Tionghoa.

1.4.2 Manfaat Praktis

- Bagi penulis, penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuan penulis

dalam membuat karya tulis ilmiah. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan

pengetahuan kepada masyarakat tentang partisipasi politik etnis Tionghoa.

- Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menyadarkan masyarakat dan semua pihak akan

(8)

1.5Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara

abstrak kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui

konsep, peneliti diharapkan dapat menyedrhanakan pemikiannya dengan menggunakan satu

istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan yang lainnya.

1.5.1 Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara (private citizen) yang bertujuan

mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah.

1.5.2 Etnis merupakan suatu populasi yang memiliki identitas kelompok berdasarkan

kebudayaan tertentu dan biasanya memiliki leluhur yang secara pasti atau dianggap pasti

yang sama.

1.5.3 Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara

langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

1.5.4 AGIL merupakan kerangka teori Talcot Parsons mengenai sistem sosial yang

menggambarkan jaringan hubungan antar aktor atau kerangka hubungan interaktif

1.6Penelitian Sebelumnya

(Rizky Hani S.P, 2009) dengan judul “Partisipasi Politik Etnis Tionghoa dalam

Pemilukada Tahun 2009 (studi kasus bersifat kualitatif dengan pendekatan fenomenologi

tentang bagaimana partisipasi politik warga etnis Tionghoa di Desa Kragan, Kab. Rembang

pada Pemilukada tahun 2009 dan seberapa jauh peran masyarakat etnis Tionghoa dalam

partisipasi di Pemilukada tahun 2009 di Desa Kragan, Kab. Rembang.”. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui partisipasi politik yang dilakukan masyarakat etnis Tionghoa dalam

(9)

Pemilukada Kab. Rembang periode 2009-2014 serta mengetahui motif apa mendasari para

warga etnis Tionghoa di Desa Kragan ikut berpartisipasi dalam Pemilukada.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif

dengan pendekatan fenomenologi. Untuk teknik pengambilan sampel, peneliti menggunakan

teknik snow ball yaitu masyarakat etnis Tionghoa yang tinggal di Desa Kragan, Kab.

Rembang. Sehingga subjek penelitian adalah orang-orang yang dianggap mengetahui

mengenai daerah penelitian yang kemudian dijadikan informan kunci sedangkan pemilihan

subjek selanjutnya berdasarkan informasi sebelumnya.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat temuan bahwa motif etnis Tionghoa ikut

berpartisipasi dalam pemilukada adalah selain dikarenakan adanya kesadaran diri mereka

sebagai warga negara Indonesia yang wajib memberikan hak suaranya untuk memilih

pemimpin daerahnya. Selain itu, mereka juga beralasan bahwa pada Pemilu kali ini terdapat

calon yang beretnis Tionghoa sehingga bagi mereka dengan adanya memilih calon kandidat

tersebut maka mereka akan memperoleh perlindungan dari segala macam anggapan miring

dari orang-orang yang fanatik terhadap warga keturunan etnis Tionghoa.

Dalam pengetahuan mereka tentang politik dan partisipasi politik, hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa etnis Tionghoa di Desa Kragan masih tergolong rendah dan hanya

sebatas ikut memilih pada saat Pemilukada. Dan menurut Ramlan Surbakti, partisipasi politik

yang seperti ini merupakan partisipasi politik pasif, seperti kegiatan mentaati pemerintah,

menerima dan melaksanakan semata-mata keputusan pemerintah.

(Yaogi Edwart Manulang, 2012) dengan judul “Perilaku Politik (studi deskriptif

Perilaku Etnis Tionghoa pada Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Medan tahun 2010 di

Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area Kota Medan). Adapun tujuan penelitian ini

(10)

Sukaramai II pada pemilu walikota dan wakil walikota pada tahun 2010 yang lalu serta

mengidentifikasi dan menganalisis perilaku pemilih politik etnis Tionghoa pada pemilu

tersebut.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.

Untuk teknik pengambilan sampel, peneliti menggunakan rumus Taroyamane yaitu etnis

Tionghoa yang terdaftar sebagai pemilih tetap di Sukaramai II kota Medan. Berdasarkan hasil

penelitian terdapat beberapa temuan yaitu bahwa masyarakat Sukaramai yang beretnis

Tionghoa pada pemilukada 2010 memilih Sofyan Tan karena menurut mereka yang memiliki

karakter pemimpin yang tegas dan memiliki program kerja yang sangat baik menurut

responden. Selain itu, faktor penampilan fisik, cara berpakaian, dan cara bicara Sofyan Tan

turut menjadi pertimbangan yang mendukung alasan mereka untuk memilih beliau.

Kemudian adanya pandangan etnis Tionghoa terhadap Sofyan Tan sebagai perwakilan

mereka di pemerintahan. Beliau juga memiliki organisasi sosial yang membantu rakyat

miskin, walau belum berjalan maksimal namun masyarakat yang memilihnya percaya seiring

berjalan waktu akan mendapatkan hasil yang maksimal.

1.7Defenisi Operasional

Beberapa karakteristik yang menunjukkan tentang partisipasi politik etnis Tionghoa

dalam Pilgubsu 2013 di Kecamatan Rantau Utara Kota Rantau Prapat, seperti:

a. Ketertarikan dalam kegiatan politik yaitu adanya alasan seseorang untuk tertarik dengan

dunia politik di daerah domisilinya.

b. Menjadikan politik sebagai topik pembicaraan sehari-hari yaitu banyaknya seseorang

dalam membicarakan politik dengan rekannya sebagai topik pembahasan di dalam

(11)

c. Kegiatan dalam partai politik yaitu adanya seseorang dalam melaksanakan kegiatan yang

berhubungan dengan Pilgubsu 2013, seperti ikut kampanye, turut memberi sumbangan,

menjadi tim sukses salah satu calon pasangan, dan ikut memberikan suara.

d. Keikutsertaan memilih yaitu adanya keikutsertaan individu dalam memilih calon

gubernur Sumatera Utara 2013 di Rantau Prapat.

Referensi

Dokumen terkait

Masalah gizi pada remaja tersebut dapat dicegah dengan menggunakan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) dan penerapan PUGS dapat dimulai dengan pemahaman tentang pola

Interpretative is the label for a very usable category of thinking skills, which should be emphasized in reading. This term could be used in a sense broad enough to

Metode teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive - judgement sampling dimana 50 perusahaan dalam daftar perusahaan go publik terbesar

menunjukkan bahwa hubungan atau pengaruh Komitmen Organisasional terhadap Kinerja adalah positif yang berarti semakin baik Komitmen Organisasional pegawai PDAM Tirta

hipertensi dengan tekanan darah rata-rata pasien di Poliklinik Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah tingkat

Menurut teori kepatuhan didefinisikan sebagai "sejauh mana pasien mengikuti instruksi yang diberikan kepada mereka dalam upaya pengobatan yang telah ditentukan".

Kemudian nilai kontrak proyek baru hingga akhir tahun 2018 adalah Rp 62 miliar yang diisi mayoritas oleh minyak dan gas sebanyak 70%..  Selain itu INTA pun memiliki

Dalam pemasaran, loyalitas nasabah merupakan tujuan dari setiap perusahaan peningkatan kualitas serta keunggulan produk serta layanan yang superior kepada pasar