Implementasi Agama dalam Proses Akulturasi
dan
Inkulturasi Keberagaman Budaya Bangsa
Oleh :
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berjalan sangat pesat berakibat pada masuknya budaya-budaya asing. Hal ini merupakan dampak dari fenomena globalisasi melalui peranan media dalam mengantarkan pesan/informasi yang bersifat global. Media elektronik maupun cetak telah menimbulkan pergeseran-pergeseran nilai budaya maupun nilai-nilai fundamental budaya suatu bangsa. Fenomena ini kemudian merujuk pada proses Akulturasi dan Inkulturasi budaya asing dengan budaya lokal masyarakat Indonesia. Proses Akulturasi sendiri ditandai dengan masuknya unsur – unsur kebudayaan asing yang lambat laun mendapat perhatian dan diterima oleh kebudayaan masyarakat yang telah ada tanpa menghilangkan nilai-nila kepribadian kebudayaan itu.
dengan masyarakat. Agama berperan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, karena Indonesia merupakan negara yang berke-Tuhanan. Konsep tentang agama dalam masyarakat Indonesia sendiri telah tertuang dalam sila pertama Pancasila yaitu keTuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang berkeTuhanan dan bukan masyarakat yang tidak memiliki agama (atheis). Negara Indonesia sebagai negara multikultural, sangat mendukung berkembangnya agama sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tercermin pada undang-undang dasar (UUD) 1945 yang menjamin adanya kebebasan beragama. Di Indonesia setidaknya ada enam agama yang diakui keberadaannya: Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kristen Protestan, dan Kong Hu Cu.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah:
1. Untuk mengetahui peranan strategis agama dalam menyikapi proses Akulturasi dan Inkulturasi keberagaman budaya bangsa”
2. Untuk memenuhi syarat tugas Mata Kuliah Komunikasi Lintas Budaya
1.4 Manfaat penulisan
1. Untuk memudahkan mahasiswa Ilmu Komunikasi dalam mengetahui peranan strategis agama dalam menyikapi proses Akulturasi dan Inkulturasi keberagaman budaya bangsa”
2. Sebagai sarana untuk menguji kemampuan penulis dalam menyusun laporan/makalah.
1.5 Landasan Teori
Teori yang mendukung proses Akulturusi dan Inkulturasi budaya:
1. Teori Analisis Kebudayaan Kebudayaan Implisit
Kebuyaan implicit bermakna kebuyaan immaterial yang bentuknya tidak tampak sebagai benda namun tersirat dalam nilai/norma budaya masyarakat, misalnya bahasa. Teori ini mengacu pada beberapa asumsi antara lain:
1. Kebudayaan mempengaruhi skema kognitif
sendiri. Dengan ini manusia kemudian menetapkan strategi berpikir dan bertindak yang dipengaruhi oleh system kognitif etnografi.
2. Kebudayaan mempengaruhi organisasi tujuan dan strategi tindakan
3. Kebudayaan mempengaruhi pengorganisasian skema interaksi
4. Kebudayaan mempengaruhi proses komunikasi
2. Teori Analisis Interaksi Antarbudaya
Teori ini didasarkan pada proses komunikasi antar manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda. Adapun proses pendekatannya melalui Pendekatan Jaringan Metateoritikal mengacu pada pengertian nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat sangat menentukan otonomi individu, ketergantungan individu dengan orang lain.
3. Teori Pertukaran
Teori ini dikembangkan oleh Thibaut dan Kelley (Liliweri, 1991). Teori ini mengatakan hubungan antarpribadi bisa diteruskan dan dihentikan disebabkan oleh adanya dinamika perkembangan hubungan antarpribadi. Selain itu factor tingkat pengalaman berupa tingkat motivasi dan sasaran individu juga turut mempengaruhi.
4. Teori Pengurangan tingkat ketidakpastian
Berger (1982) mengemukakan salah satu fungsi dari komunikasi adalah sebagai media untuk mengurangi ketidakpastian antara komunikator dan komunikan.
5. Teori Determinasi Teknologi
Teori ini mengungkapkan suatu peradaban modern merupakan hasil dari suatu penemuan teknologi baru yang mempengaruhi pola suatu kebudayaan.
6. Face-Negotiation Theory.
work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan, dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
7. Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makna Judul
Peran Agama dalam menyikapi proses Akulturasi dan Akulturasi Budaya Bangsa
Agama memiliki makna sebagai ajaran yang membebaskan dan memberikan pencerahan (enlightenment) kepada umat manusia. Poi agama dalam kehidupan tidaklah statis dan konstan. Kadang ia disanjung, dihormati, dan dibela. Tapi ia terkadang juga dicurigai, dicaci dan kalau perlu dimusnahkan. Agama hadir dalam rangka merespon masalah/sesuatu yang menyimpang dalam masyarakat. Dalam menghadapi arus globalisasi budaya, perlu adanya penguatan religiusitas/pemahaman nilai-nilai keagamaan. Agama memiliki “tanggung jawab sosial” (global responsibility) untuk menyelesaikan berbagai problematika yang terjadi ditengah masyarakat multikultural seperti Indonesia.
Agama dalam hal ini memiliki peranan menanamkan nilai-nilai ajaran yang mengacu pada tatanan sosial dengan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur kebudayaan. Agama dan budaya harus saling sinkron dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan masyarakat. Sehingga pergeseran budaya yang terjadi kini dapat terminimalisir dengan adanya pemahaman dan penerapan nilai-nilai agama.
2.2 Hubungan Judul
Masalah yang dihadapi negara dalam proses Akulturasi dan Inkulturasi Budaya
berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Indonesia merupakan salah satu bangsa yang mempunyai nilai-nilai budaya dasar yang sangat kental dan tersebar di seluruh Indonesia. Salah satu dampak dari proses Akultutasi dan Inkulturasi budaya yang paling dirasakan adalah bergesernya nilai-nilai budaya lokal ke arah budaya barat. Hal lain yang menjadi masalah bagi negara dalam proses Akultuasi dan Inkulturasi adalah rendahnya pemahaman dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Saat ini ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’. Fenomena ini merupakan dampak dari arus iformasi yang tersalurkan melalui media TV, Surat Kabar, Internet dan sebagainya. Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah kearah barat. Ada kecenderungan bagi remaja memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya ini diadopsi dari film-film maupun berbagai media lainnya yang ditransformasikan barat ke dalam masyarakat Indonesia.
2.3 Sumber Sastra
Bhagavad-Gita , Yajur Wedha,Sutasoma, Sama Weda,Rig Weda
http://pepyteknokra.wordpress.com
2.4Realitas (Realita/Kenyataan)
yang masuk. Perlu adanya sebuah tatanan nilai yang menjadi pegangan bangsa Indonesia dalam menyikapi keberagaman budaya bangsa. Ini diperlukan ditengah kemajemukan budaya dan masyarakat untuk menghindari terjadinya pergeseran-pergeseran nilai kerukunan dalam masyarakat. Dalam hal ini agama memiliki peranan strategis dalam membangun dan menjaga harmonisasi kehidupan masyarakat ditengah keberagaman budaya. Cepatnya perubahan di era globalisasi ini menuntut peranan agama secara aktif sebagai alternatif dan filter dalam menyikapi masalah masalah tersebut.
2.5 Solusi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam hal ini adalah Agama memiliki peranan menanamkan nilai-nilai ajaran yang mengacu pada tatanan sosial dengan berpegang teguh pada nilai-nilai luhur kebudayaan. Agama dan budaya harus saling sinkron dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan masyarakat. Sehingga pergeseran budaya yang terjadi kini dapat terminimalisir dengan adanya pemahaman dan penerapan nilai-nilai agama.
3.2 Saran
Masyarakat Indonesia seharusnya dapat menseleksi kebudayaan yang masuk ke Indonesia dan memilih mana yang baik untuk bangsa dan yang buruk, karena hal ini sangat berpengaruh terhadap tatanan kebudayaan yang telah lama di ajarkan oleh leluhur kita. Penseleksian terhadap budaya asing ini dapat di capai melalui ajaran-ajaran agama yang diajarkan di masyarakat. Namun bila kita menolak Akulturasi dan Inkulturasi budaya asing di era Globalisasi ini maka bangsa kita sendiri yang akan tertinggal. Inti dari saran yang kami kemukakan adalah “modernisasi penting namun kita harus selektif dan bijak”.
3.3 Resensi
`
Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri.
Posisi agama dalam kehidupan tidaklah statis dan konstan. Kadang ia disanjung, dihormati, dan dibela. Tapi ia terkadang juga dicurigai, dicaci dan kalau perlu dimusnahkan. Agama hadir dalam rangka merespon masalah/sesuatu yang menyimpang dalam masyarakat. Dalam menghadapi arus globalisasi budaya, perlu adanya penguatan religiusitas/pemahaman nilai-nilai keagamaan. Agama memiliki “tanggung jawab sosial” (global responsibility) untuk menyelesaikan pelbagai problematika yang terjadi ditengah masyarakat multikultural seperti Indonesia.
Daftar Pustaka
1. Iliweri, Alo (2007). Makna Budaya dalam Komunikasi AntarBudaya. Jogyakarta: LKiS Yogyakarta
2. Winaro, Budi (2008). Globalisasi: peluang atau ancaman bagi Indonesia. akarta: Erlangga 3. Peursen, CA Van (2000) Strategi kebudayaan: Kanisius
4. Ihromi, T.O (1999). Pokok-pokok antropologi budaya:Yayasan Obor Indonesia
2. Happy Susanto (2007) Peran Agama dan Tanggung Jawab Global. From http://happy-susanto-files.blogspot.com/2007/11/peran-agama-dan-tanggung-jawab-global.html
4. M Erik Haramain (2009) Komunikasi Antarbudaya. From