• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pendidikan Agama Hindu Dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Peran Pendidikan Agama Hindu Dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Pendidikan Agama Hindu Dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia Yang Berkualitas

IG. Agung Jaya Suryawan

Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja, Indonesia jayasuryawan@gmail.com

ARTICLE INFO ABSTRACT

Received 2021-02-20

Revised 2021-02-24

Accepted 2021-03-11

This is an open access article under the CC–BY-SA

license.

Religion is the inner power or inner power for its adherents in various life challenges. Religion has clearly given the character of life for humans, which is actually the most fundamental problem for humans. The essence of the purpose of life in Hinduism is formulated with sentences. Moksartham jagathitayaca iti Dharma. The goal of life is to attain the jagathita and moksa. This is then described in the teachings of Chess Purusa Artha, namely: Dharma, Artha, Kama, Moksa. The purpose of life is then to animate a social order called Dormitory Chess (brahmacari, grhasta, vanaprastha, and sannyasa) and Catur Warna, namely: Brahmana, Ksatriya, Vaisya, Sudra).

Thus Hinduism clearly and firmly establishes the essence of the purpose of life as well as the way to achieve it, including the social order as a means to achieve it in order to realize human beings with divine, good and noble characters. So Hinduism can not only provide insight and a clear vision for people in facing life, but will also build integrity for its adherents.

Key Words: Education Shapes Character

Agama merupakan kekuatan batin atau inner power bagi pemeluknya dalam berbagai tantangan hidup. Agama secara jelas telah memberikan karakter kehidupan bagi manusia, yang sebenarnya merupakan masalah paling mendasar bagi manusia. Hakikat tujuan hidup dalam agama Hindu dirumuskan dengan kalimat. Moksartham jagathitayaca iti Dharma. Tujuan hidup adalah untuk mencapai jagathita dan moksa. Hal ini kemudian dijabarkan dalam ajaran Catur Purusa Artha, yaitu: Dharma, Artha, Kama, Moksa. Tujuan hidup ini kemudian menjiwai suatu tatanan sosial yang disebut Catur Asrama (brahmacari, grhasta, vanaprastha, dan sannyasa) dan Catur Warna, yaitu: Brahmana, Ksatriya, Vaisya, Sudra). Dengan demikian agama Hindu dengan jelas dan tegas menetapkan hakekat tujuan hidup serta cara mencapainya, termasuk tata tertib sosial sebagai sarana untuk mencapainya guna mewujudkan manusia yang berbudi pekerti luhur, baik dan mulia. Sehingga agama Hindu tidak hanya dapat memberikan wawasan dan visi yang jelas bagi umat dalam menghadapi kehidupan, tetapi juga akan membangun integritas bagi pemeluknya.

Kata Kunci: Pendidikan Membentuk Karakter

(2)

PENDAHULUAN

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa isi kurikulum semua jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan agama. Di tingkat pendidikan dasar dan menengah, maupun pendidikan tinggi pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang wajib sebagai bagian dari kurikulum. Hal ini dipertegas dalam Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

Pendidikan agama pada jenis pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, dan khusus disebut “Pendidikan Agama”.

UU Sisdiknas 2003 juga mengamanatkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama. Ketentuan ini setidaknya mempunyai 3 tujuan, yaitu:

(1) untuk menjaga keutuhan dan kemurnian ajaran agama; (2) guru agama yang seagama dan memenuhi syarat kelayakan mengajar akan dapat menjaga kerukunan hidup beragama bagi peserta didik yang berbeda agama tetapi belajar pada satuan pendidikan yang sama; (3) pendidikan agama yang diajarkan oleh pendidik yang seagama menunjukan profesionalitas dalam penyelenggaraan proses pembelajaran pendidikan agama.

Pendidikan agama Hindu juga sebagai sub dari pendidikan agama.

Menurut Swami Sathya Narayana (dalam Titib, 2003:7) pendidikan agama Hindu adalah pembentukan karakter manusia (character building), dimana hal inilah yang dimaksudkan sebagai tujuan pendidikan yang sangat penting atau bahkan yang terpenting, karena pendidikan tersebut sangat terkait dengan

keluaran (output) anak didik atau anak- anak yang suputra seperti yang diharapkan oleh orang tua, guru, dan masyarakat.

Oleh karena itu, pendidikan agama Hindu pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa manusia dengan menanamkan ajaran- ajaran agama Hindu menjadi keyakinan serta sebagai landasan segenap kegiatan umat dalam semua perikehidupannya serta membentuk manusia yang memiliki śraddhā dan bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga memiliki karakter yang humanis dan religius.

Hindu merupakan salah satu agama yang ada di dunia yang memiliki latar belakang sejarah yang sangat unik.

Agama Hindu merupakan agama yang tertua di dunia. Dalam buku pengantar agama Hindu untuk perguruan tinggi dijelaskan bahwa kata agama Hindu berasal dari bahasa yunani yaitu Hydros atau Hidos sebagai nama untuk menyebutkan kebudayaan atau agama yang berkembang di lembah sungai Shindu, Hydros berarti air, dalam Weda air berarti tirtha. Sehingga agama hindu di Bali berarti agama tirtha karena dalam setiap pelaksanaan kegitan ritualnya selalu menggunakan tirtha (air). Tirtha berarti pula suci.

PEMBAHASAN

2.1 Penanaman Nilai Ajaran Mulia Agama Hindu dalam penguatan karakter SDM Hindu

Manusia adalah makhluk yang diciptakan Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang paling sempurna dengan struktur jasmani dan rohani terbaik di antara makhluk lainnya. Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu Tuhan memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan

(3)

berkembang yang menurut aliran psikologi behaviorisme disebut pre potence reflex (kemampuan dasar yang secara otomatis berkembang).

Kemampuan dasar tersebut kemudian dikenal dengan istilah sumber daya manusia atau disingkat dengan SDM.

Sumber Daya Manusia (SDM) secara konseptual memandang manusia sebagai suatu kesatuan jasmani dan rohani. Era globalisasi yang ditandai dengan transparansi di segala bidang kehidupan, telah menuntut SDM berkualitas yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai yang diimbangi dengan nilai-nilai tertentu sesuai dengan karakter dunia baru. Yaitu dunia tanpa batas (borderless world) yang berarti komunikasi antar manusia menjadi begitu mudah, begitu cepat, dan begitu intensif sehingga batas-batas ruang menjadi sirna.

Adapun nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kehidupan seperti Nilai ketuhanan, Nilai kemanusiaan, Nilai berkaitan dengan lingkungan hidup. Disinilah peran Agama Hindu dapat terlihat dalam membentuk nilai-nilai tersebut sesuai dengan krakter dunia yang baru yang terus mengalami perubahan. Adapun wujud nyata ajaran Agama Hindu yang mengandung nilai- nilai tersebut adalah sebagai berikut : 1. Nilai ketuhanan

Dalam ajaran Agama hindu sudah pasti sangat mengenal ajaran ketuhan, karena inilah yang diajarkan dalam ajaran Agama itu sendiri. Ajaran ketuhan dalam Agama Hindu dapat kita lihat dalam ajaran Tri Hita Karana yang memiliki tiga bagian yaitu :

a. Parhyangan ( hubungan harmonis manusia dengan Tuhan)

b. Pawongan ( hubungan harmonis manusia dengan manusia)

c. Palemahan ( hubungan harmonis manusia dengan lingkungan)

Dalam ajaran parhyangan ini di nyatkan secara jelas bahwa manusia hendaknya menjaga hubungan yang baik dengan Tuhan. Dengan demikian astungkare semua tindakan manusia akan diberikan jalan terang, sehingga terwujud SDM yang berkualitas baik.

2. Nilai kemanusiaan

Ajaran Agama tidak bisa lepas dari ajaran tentang kemanusiaan, ini dapat kita lihat dalam beberapa ajaran Agma Hindu, seperti :

a. Ajaran Tri Hita Karana,

Kembali pada ajaran Tri hita Karana, yaitu ajaran ini juga memuat dengan tegas dan jelas kewajiban saling menghargai diantara setiap insane manusia.

b. Ajaran Tatwam Asi,

Ajaran Tatwam Asi berarti “aku adalah kamu, kamu adalah aku”, kembali ajaran Agama Hindu mengungkapkan dengan begitu jelasnya kewajiban menghormati diantar setiap manusia dan menjunjung nilai kemanusiaan.

Ajaran Tatwam Asi dapat diartikan jika kita menyakiti orang lain, itu berarti kita sudah menyakiti diri kita sendiri. Dari sini kemudian akan muncul perasaan dalam diri kita apakah kita mau menyakiti diri kita sendiri.

c. Ajaran Tri Kaya Parisudha,

Ajaran Tri kaya parisudha yang meliputi; kayika parisudha (berfikir yang baik), wacika parisudha (bekata yang baik), dan manacika parisudha (berbuat yang baik). Dari ketiga ajaran ini nilai-nilai kemanusiaan di

(4)

junjung tinggi, yaitu tidak berbuat yang buruk kepada orang lain melalui ajaran kayika dan manacika parisudha, serta tidak menyakiti perasaan orang lain dengan tidak berkata kasar melauli ajaran wacika parisudha.

Melaui ketiga ajaran Agama Hindu ini yangmengajrkan kita tentang nilai kemanusiaan maka akan muncul SDM yang berkualitas, karena tidak ada saling menjatuh kan diantar manusia, melainkan saling bahu membahu bersama membangun kehidupan.

3. Nilai berkaitan dengan lingkungan hidup.

Nilai yang paling penting dalam dewasa ini adalah nilai yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Sejak dulu Agama Hindu sudah mempunyai konsep dasar tentang isu lingkungan hidup.

Konsep-konsep ini temuat dalam ajaran Tri Hita Karana, lebih tepatnya ajaran Tri Hita Karan bagian palemahan.

Palemahan dalam ajaran Tri Hita Karana memiliki arti kewajiban manusia untuk menjaga hubungan yang baik dengan lingkungan. Bagaimana pun pintarnya manusia dalam menjalankan sebuah usaha, jika tidak memperhatikan lingkungna sama saja artinya dengan ia membunuh dirinya sendiri. Oleh karena itu untuk menciptakan SDM yang berkualitas Agama Hindu memberikan ajaran pelemahan ini.

Dengan menjalankan ketiga nilai ini (nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai yang berkaitan dengan lingkungan hidup), sesuai dengan ajaran Agama Hindu astngkare akan tercipta SDM yang berkualitas.

2.2 Konsep Pendidikan Agama Hindu Konsep pendidikan Agama Hindu memerlukan strukturisasi. Depdiknas dalam dokumen Renstranya menyatakan Visi pendidikan di Indonesia pada tahun 2025 menghasilkan Insan Kamil/Insan Paripurna yaitu insan indonesia cerdas dan kompetitif. Insan kamil dideskripsikan sebagai insan cerdas spiritual beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul. Cerdas emosional beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya.

Cerdas sosial beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang membina dan memupuk hubungan timbal balik, demokratis, empatik dan simpatik, menjunjung tinggi hak asasi manusia, ceria dan percaya diri, menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara, serta berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. Cerdas kinestetik beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdaya-tahan, sigap, terampil, dan trengginas sebagai aktualisasi insan adiraga. Kompetitif dengan ciri-ciri berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan, bersemangat juang tinggi, mandiri, pantang menyerah, pembangun dan pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan, inovatif dan menjadi agen perubahan, produktif, sadar mutu, berorientasi global, dan pembelajar sepanjang hayat.

(5)

Manfaat pendidikan sangat terkait dengan upaya pengembangan sumberdaya manusia (SDM) yang potensial dan fungsional untuk mengangkat kesejahteraan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan seharusnya melatih anak didik mengenal dan merebut peluang. Agar terlatih mengenal dan merebut peluang, pendidikan dilakukan dengan menggunakan gejala kehidupan nyata sebagai bahan kajian dalam proses pembelajaran mereka sehari-hari sebagai pendidikan kontekstual. Wujud kehidupan bangsa yang cerdas adalah tatanan masyarakat yang terhindar dari semua bentuk kemiskinan dan kebodohan kehidupan baik pribadi maupun kehidupan bersama, maju, sejahtera lahir bathin. Untuk itu Pendidikan harus fungsional mempunyai makna bagi siswa maupun masyarakat, nyata dalam kehidupan sehari-hari. Mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan setiap siswa secara wajar menuju manusia dewasa berbudaya.

Rumusan tujuan pendidikan nasional disarikan sebagai proses membentuk manusia seutuhnya. Banyak dan luas persepsi tentang manusia seutuhnya karena konsepsinya berbeda-beda.

Filsafat Hindu menyatakan struktur manusia seutuhnya dapat dibagi menjadi lima lapis materi yang membungkus Atman. Atman adalah inti dari kepribadian itu.

1. Food sheath (Anna-maya kosa)

Mendidik lapis anna maya kosa sangat penting untuk membangun tubuh yang kuat sehat. Disisi ini banyak persoalan kajian yang bisa diangkat misalnya tentang makanan satwika, makanan tamasika, puasa, gizi, kesehatan, penyakit, doa persembahan, bahan pangan dan seterusnya.

2. Vital-Air sheath

Ada lima kemampuan yang berfungsi di dalam diri Anda. Mereka sesuai dengan lima fungsi fisiologis. Mereka disebut lima prana. Bersama-sama mereka membentuk selubung udara-vital. Mereka diberi nama itu karena berhubungan langsung dengan udara yang Anda hirup.

Kemampuan persepsi (prana): adalah berfungsinya panca indera sebagai penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan peraba. (Panca Indria:

penglihatan, pendengaran, pembauan, perasaan lidah, sentuhan kulit. Kelima indra ini merupakan bagian vital yang harus dikembangkan melalui pendidikan.

Perlu latihan melihat, mendengarkan, membau, mengecap, dan merasakan.

3. Mental sheath

Selubung mental adalah pikiran. Pikiran terdiri dari nafsu / nafsu dan emosi / perasaan emosi, perasaan dan gerak hati.

Ini penuh dengan suka dan tidak suka.

Selubung-mental mengontrol selubung udara dan makanan yang vital. Misalnya, ketika pikiran terganggu / tidak terganggu maka fungsi fisiologis (pranas) dan badan fisik terpengaruh

4. Intellectual sheath

Selubung intelektual adalah intelek / intelek / kepandaian. Berfungsi sebagai berpikir, merefleksikan, menalar, membeda-bedakan, menilai, dll. Ia menganalisis dan membedakan / membedakan antara pasangan yang berlawanan. Ini mengontrol tiga selubung di atas.

5. Bliss sheath

Selubung kebahagiaan / kebahagiaan hanya terdiri dari Vasana.

Saat Anda tertidur lelap, yaitu tidur tanpa mimpi, Anda berada dalam selubung kebahagiaan. Ketika Anda melewati selubung kebahagiaan dan pindah ke

(6)

selubung lain, Anda mengalami / mengalami mimpi dan kondisi kesadaran terjaga. Oleh karena itu, Vasana tidak terwujud dalam tidur nyenyak sementara wujud itu terwujud dalam bentuk pikiran dalam mimpi dan tindakan dalam keadaan terjaga. Akibatnya Anda mengalami gangguan mental / agitasi / asutan, baik besar maupun kecil, selama Anda tetap dalam kondisi mimpi dan terjaga.

Bagaimanapun anda memasuki keadaan tidur lelap semua kegelisahan mental anda berhenti / berhenti dan anda mengalami tidak terganggu / tak terganggu kedamaian dan kebahagiaan. Oleh karena itu, selubung ini disebut selubung kebahagiaan. Tapi kebahagiaan yang dialami dalam tidur nyenyak itu relatif.

Jangan bingung dengan kebahagiaan mutlak dari Realisasi Diri.

Lima selubung yang disebutkan di atas juga dapat diklasifikasikan dalam tiga pos berbeda yaitu. badan kasar / badan kasar, badan halus / badan halus dan badan penyebab / badan penyebab. Selubung makanan dan bagian kasar dari selubung udara-vital secara bersama-sama merupakan badan kotor. Bagian halus dari selubung udara-vital yang dikombinasikan dengan selubung mental dan intelektual membentuk tubuh halus.

Sementara tubuh kasar terdiri dari materi kasar, tubuh halus terdiri dari nafsu, keinginan, emosi, perasaan dan pikiran.

Selubung kebahagiaan adalah tubuh kausal yang terdiri dari Vasanas saja.

Tubuh kausal Anda adalah gudang dari semua kesan dan energi terpendam di dalam diri Anda, semua Vasana Anda.

Ketika materi tersembunyi dalam tubuh kausal ini mengekspresikan dirinya sebagai perasaan dan pikiran, ia mengambil bentuk tubuh halus Anda.

Materi yang sama bekerja sebagai

persepsi dan tindakan dalam tubuh kasar.

Biarlah tubuh kausal ditanamkan dengan sugesti kesehatan, tubuh halus akan menghibur pikiran sehat dan tubuh kasar pasti sehat. Biarlah tubuh kausal dipenuhi dengan sugesti ketuhanan, tubuh halus akan bersuka ria dalam pemikiran ketuhanan, manusia pasti saleh. Pria adalah arsitek kepribadiannya sendiri karena tubuh kausalnya sendirilah yang bertanggung jawab atas perilaku, gerakan, dan lingkungannya.

2.3 Pendidikan Panca Maya Kosa Filsafat Panca Maya Kosa sangat baik digunakan untuk merumuskan konsep Pendidikan Agama Hindu dalam tinjauan mikro. Selanjutnya konsep Tri Hita karana ditambahkan untuk melihat penataan konsep Pendidikan Agama Hindu secara makro. Meletakkan pendidikan bagi manusia yang harus mermanfaat bagi alam lingkungan dan kebaktian kepada Tuhan. Disamping pendidikan kecakapan hidup masalah lain yang sering didiskusikan dalam dunia pendidikan adalah masalah tujuh kecerdasan dari Gardner. Ketujuh

kecerdasan itu ada pada tabel di bawah.

Diskusi ini muncul karena indikasi dehumanisasi pendidikan. Kita bangga hanya jika anak kita mendapat nilai matematika 10 mata pelajaran yang lain nilai 5 tidak apa-apa. Akibatnya praktek- praktek pendidikan kita mengutamakan empat mata pelajaran yang UNas-kan.

Pendidikan agama tidak penting asal jalan saja cukup. Karenanya perlu persamaan persepsi diantara kita para orang tua. Ada kesadaran Pendidikan Agama Hindu selama ini dirasakan masih berada dipermukaan (surface) belum memasuki kedalaman (deep) dan kesuksesan (achieving) yang berarti bagi

(7)

anak-anak Hindu. Pada kebanyakan diantara kita merasa mengalami kesulitan mengembangkan/menemukan metodologi belajar agama Hindu. Learning gaps (ketidakbersambungan pembelajaran) sangat disadari terjadi dalam pendidikan pada umumnya termasuk dalam pendidikan Agama Hindu.

Ketidakbersambungan pembelajaran terjadi diantara fakta, pemaknaan, kompetensi, motivasi, tindakan/perilaku, penyesuaian sikap. Pembelajaran yang jatuh mengedepankan Fakta ditandai dengan banyaknya materi ajar yang harus dikonsumsi anak didik dalam bentuk hafalan, bersifat abstrak, jauh dari konteks kehidupannya. Anak didik menjadi sangat sarat beban akibatnya pendidikan agama Hindu membebani, tidak menyenangkan, kurang dirasakan maknanya bagi anak didik. Pendidik perlu mengkaji lebih jauh tentang pendidikan berbasis kompetensi, pembelajaran kontekstual, pembelajaran aktif sebagaimana Wiswamitra mengantarkan pelajaran kepada Rama, Laksamana dan teman temannya.

Pendidikan agama Hindu idealnya mampu mengembangkan potensi anak didik berbasis tujuh kecerdasan untuk membentuk tindakan/perilaku yang didasari motivasi tinggi, kompetensi, pemaknaan,dan fakta dalam menjalankan tiga kerangka dasar agama Hindu (Upacara, Susila, Filsafat).

Perkembangan selanjutnya pendidikan agama Hindu diharapkan berkemampuan melakukan penyesuaian sikap pada domain yang benar (tidak asal menyesuaikan sikap) mengikuti cara orang lain, kagum dengan milik orang lain, menjelek-jelekkan tradisi agama Hindu sendiri, melakukan judgment praktek-praktek agama Hindu tanpa dasar pemahaman teori yang kuat.

Rekonstruksi Pendidikan agama Hindu dirasa sangat perlu dilakukan dalam rangka memaksimalkan potensi anak didik sebagai human creators menemukan realitas (reality invented) kehidupannya ditengah-tengah masyarakat, memiliki kemapanan iman/Sradha. Untuk itu perlu pemikiran- pemikiran bersama dalam bentuk tulisan bahan kajian. Tulisan dibuat terbuka berangkat dari permasalahan yang dianggap penting, perkembangan fakta- fakta, isu-isu sentral, perubahan budaya, perkembangan teknologi dan masalah ikutannya kemudian diarahkan untuk membangun kecerdasan anak. Kajian teoritik bisa dikombinasikan antara teori umum dan filsafat sastra-sastra Hindu sebagai rujukan yang memperkuat bahwa WEDA adalah sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan “Apa yang ada dalam Weda belum tentu ada ditempat lain, Apa yang ada di tempat lain pasti ada dalam WEDA”.

2.4 Peranan Pendidikan Agama Hindu dalam Membangun Karakter Generasi Muda

Pandangan bahwa agama adalah alat untuk mencapai kemulian manusia, dan menjadikan manusia bersifat dewata atau menjadi manusia yang dewasa sudah sangat tegas dalam Hindu. Dlam pelaksanaan keagamaan, tidak bias terlepas dari Tri Kerangka Dasar Agama Hindu meliputi (1) Tattva(filsafat), Susila (etika), dan Acara Agama(Upacara dan Upakara) (Titib,2007:25;Sura 2006:1).

Apabila dipahami, diahyati dan dilaksanakan akan menjadikan umat Hindu memiliki kepribadian yang baik dan mulia. Hal ini berarti bahwa agama hindu tidak saja mendidik secara fisik, visual semata, namun secara seimbang

(8)

melalui jasmani dan rohani. Sekala dan niskala unuk memperoleh keseimbangan.

Sehingga manusia Hindu memiliki kepribadian yang mulia, atau maupun karaakter Dewa.

Konsep penting lainnya yang perlu ditekankan dalaam pendidikan agama Hindu yang menjadi salah satu penekanan dalam ajaran Susila adalah Tri Kaya Parisudha, yaitu manacika (pikiran yang baik dan suci), wacika (perkataan yang baik dan jujur), kayika (berlaksana yang baik dan benar). Lebih lanjut menurut agama Hindu juga banyak diuraiakan bagaimana membetuk pribadi yang berkarakter yang bias diacu oleh guru pendidikan agama Hindu, sebagaimana diuraiakan oleh Soebadrdjo (1992; 75) yang disebut Catur vidya meliputi : (1) anwiksaki, memiliki wawasan dan kadar keimanan yang kualitatif; (2) Vedatrayi, menghayati dan mengamalkan nilai nilai religious Hindu secara utuh dan segar; (3) vartha, senantiasa mengembangkan diri dengan melalui peningkatan budaya kerja.

Berkarya penuh kreatif dan inovatif; (4) dandha, berpartisipasi secaara aktif demi terciptakan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Hidup sebagai manusia pada hakekatnya sangat utama sangat utama, dalam kitab Sarascamuscaya, sloka 4 dijelaska:

Apan ikang dadi wwang, utama juga ya, nimittaning mangkana,

wenang ye tumulung awaknyasangkeng sengsara,

makasadhanang subhakarma,

hinganing kotamaning dadi wwang ika‘

artinya:

Sesungguhnya menjelma sebagai manusia ini adalah suatu hal yang utama, karena hanya manusialah yang dapat menolong dirinya sendiri dari kesengsaraan, yaitu dengan jalan berbuatbaik, itulah

keuntungan menjelma menjadi manusia (Sudharta,2009:5).

Agama adalah inner power atau tenaga dalam bagi pemeluknya dalam berbagai tantangan hidup (Agastia, 2006:7). Agama dengan jelas telah memeberikan karakter hidup bagi manusia, yang sesungguhnya merupakan persoalan paling mendasar paling mendasar bagi manusia. Hakekat tujuan hidup dalam agama hindu diformulasikan dengan kalimat. Moksartham jagathitayaca iti Dharma. Tujuan hidup adalah untuk mencapai jagathita dan moksa. Hal ini kemudian dijabarkan dalam ajaran Catur Purusa Artha, yaitu:

Dharma, Artha, Kama, Moksa. Tujuan hidup ini kemudian menjiwai tatanan social yang disebut Catur Asrama (brahmacari, grhasta, vanaprastha, dan sannyasa) dan Catur Warna, yaitu:

Brahmana,

Ksatriya,Vaisya, Sudra).

Dengan demikian agama Hindu dengan jelas dan tegas menetapkan hakekat tujuan hidup seta jalan untuk mencapainya, termasuk tatanan masyarakat sebagai sarana untuk mencapainya demi mewujudkan manusia yang berkarakter dewa, baik dan mulia.

Maka agama Hindu tidak saja dapat memberikan wawasan dan visi yang jelas bagi umat dalam menghadapi kehidupan, tetapi juga akan membangun integritas bagi pemeluknya.

2.4 Revitalisasi Pendidikan Agama Hindu di Sekolah

Pendidikan agama sudah sebagai pendidikan yang terpenting dalam kurikulum pendidikan nasional dan sudah dilaksanakan mulai dari jenjang pendidikan paling rendah (tingkat dasar)

(9)

hingga ke jenjang pendidikan tinggi.

Menurut Putu Sudira (2012:6) mengemukakan ada enam upaya untuk merevitalisasikan pendidikan agama Hindu sebagai berikut :

1. Upaya untuk mendapatkan model pembelajaran Pendidikan AgamaHindu dengan pendekatan dimensi konsukuensial

Pola pendekatan pembelajaran yang menekankan pada peranan dan fungsi agama hindu sebagai motivator dan sumber inspirasi dalam berperilaku keseharian sesuai dengan svaDharma siswa sebagai anak bangsa. Siswa dilatih dan dibiasakan mempraktekan dan merasakan manfaat pengalaman ajaran agama Hindu dalam kehidupan seharihari.

2. Upaya untuk mendapatkan model pembelajaran PAH dengan pendekatan dimensi imperesial Pola pendekatan pembelajaran menyangkut penumbuhan dan pengembangan intensitas perasaanperasaan dan pengalaman religious siswa dalam bentuk upaya- upaya menghadirkan Tuhan dalam kesadaran siswa disetiap saat dan disetiap tempat. Siswa dilatih untuk merasakan Tuhan Maha Ada, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan Maha Pencipta. Dengan demikian siswa terlatih berbuat jujur, tidak sombong, tidak penakut, tidak rendah diri, tidak cemas, dan berkeyakinan Tuhan memberi perlindungan pada dirinya.

3. Upaya untuk mendapatkan model pembelajaran PAH dengan pendekatan dimensi idiologis

Pendekatan pembelajaran yang berkaitan dengan tingkat keyakinan atau sraddha siswa pada kebenaran ajaran agama Hindu. Siswa dibangun

kesadarannya agar menghayati Panca Sraddha yaitu keyakinan terhadap adanya Brahman atau Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, percaya dengan adanya Atman, Karmaphala, Punarbhawa, dan Moksa.

4. Upaya untuk mendapatkan model pembelajaran Pendidikan Agama Hindu dengan pendekatan dimensi Ritualistik

Pola pendekatan pembelajaran yang berkaitan dengan tingkat kepatuhan siswa dalam menjalankan ritual-ritual agama Hindu. Siswa dilatih untuk menjalankan ritual Puja Tri Sandya setiap har, meditasi, melakukan yadnya sesa dan aktif mengikuti kegiatan Upacara seperti persembahyangan purnama tilem, hari raya Galungan Kuningan, nyepi, Pagerwesi, Saraswati, dan piodalan lainya.

5. Upaya untuk mendapatkan model pembelajaran Pendidikan Agama Hindu dengan pendekatan dimensi intelektual

Pola pendekatan pembelajaran yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai ajaran-ajaran agama Hindu berkaitan dengan Sraddha, Susila, Yajna, Kitab Suci, Alam Semesta, Budaya, dan Sejarah Perkembangan Agama Hindu.

6. Upaya untuk mendapatkan model penilaian penjapaian belajar mengajar yang menggambarkan tingkat kompetensi siswa berkarakter Hinduis.

Banyak hal dapat dianalisis terkait dengan ketidakefektifan pendidikan agama Hindu di sekolah. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendidikan agama Hindu di sekolah

(10)

harus direvitalisasi agar benar-benar memiliki daya vital yang dapat menghasilkan lulusan sekolah seperti diuraikan di atas. Dalam Pasal 28 PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ditegaskan bahwa semua pendidik, termasuk guru agama, harus memiliki empat kompetensi pokok, yaitu komponen pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi profesionalisme, dan kompetensi social. Permendiknas RI No. 16 Tahun 2007 tentang standar kompetensi akademik dan Kompetensi Guru kemudian memerinci empat kompetensi guru tersebut dengan detail melalui lampirannya.

Jadi, revitalisasi pendidikan agama Hindu di skolah harus dimulai dari penyediaan guru agama Hindu yang kompeten, yaitu yang memiliki empat kompetensi pokok seperti diatas, untuk keberhasilan pemebelajaran pendidikan agama Hindu, guru agama Hindu juga harus menguasai metododlogi pembelajaran yang baik dan komperhensif serta didukung oleh sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai.

SIMPULAN

Pendidikan agama Hindu memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk karakter manusia. Dalam pelaksanaan keagamaan, tidak bias terlepas dari Tri Kerangka Dasar Agama Hindu. Apabila dihayati dipahami dan dilaksanakan akan menjadikan umat Hindu memiliki kepribadian yang baik dan mulia. Selain itu banyak ajaran agama hindu yang dapat membentuk karakter manusia diantaranya Tri Kaya Parisudha, Catur Marga, Catur Vidya, dan Catur

Asrama. Revitalisasi pendidikan agama di sekolah harus diupayakan dami tujuan yang diharapkan. Untuk membenahi karakter harus dimulai dari penanaman nilai-nilai etika moral yang bersumber dari ajaran agama. Penyelenggaraan pendidikan karakter melalui pendidikan Agama Hindu akan berjalan maksimal apabila ada sinergi antara guru, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dengan begitu nilai-nilai yang ada dapat diterima dengan baik karena pembelajaran tidak terpaku dalam materi saja namun lebih bersifat aktif.

DAFTAR PUSTAKA

Damiati, Zuchdi.2008 Humanisasi Pendidikan.jakarta: PT Bumi.

Gunawan, Heri.2012.Pendidikan Krakter(Konsep dan implementasi).

Bandu. Alfabeta

Hidayahtullah, M.Furqon. 2010.

Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa. Sukarta:Yuma Pustaka

Lickona, Thomas. 2013. Pendidikan Karakter (panduan Lengkap mendidik siswa menjadi pintar dan baik). Bandung: Nusa Media.

Mustari, Mohamad. 2011. Nilai karakter refleksi untuk pendidikan karakter.Yogyakarta: LaksBang PRESSIndo.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan.

Sudartha, Tjok Rai. 2009. Sārasamuccaya (Smerti Nusantara). Surabaya:

Paramita.

Sudira, Putu. 2013. Revitalisasi Pembelajaran Agama Hindu.

Makalah: UNY

Referensi

Dokumen terkait

 Untuk  pemesanan,  langsung  menghubungi  pihak   hotel  dengan  menyebutkan  diri  sebagai  peserta  Rakernas

Information sharing dapat membantu perusahaan dalam memperbaiki efisiensi dan efektivitas rantai pasokan dan merupakan faktor yang paling penting untuk mencapai koordinasi

Adapun Produksi Kehutanan pada tahun 2008 yang dihimpun melalui KPH Pekalongan Timur dan Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pekalongan adalah sebagai

Bantalan pada alat uji dibagi atas dua bagian, yaitu bantalan 1 dan bantalan 2 yang berada pada bagian 1, bantalan 1 merupakan bantalan yang mengalami

Pada pasal 5 (ayat 1) dikatakan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan bentuk pengembangan pegawai yang mendorong terhadap peningkatan kerja. Selanjutnya pada ayat

Kelainan tersebut dapat menimbulkan resiko berupa masuknya air dan timbulnya oksigen pada belitan, dan tentunya meningkatnya moisture pada minyak isolasi dan kertas

Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan penelitian terdahulu, serta tinjauan pustaka yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis: “Diduga bahwa Pendapatan

dalam pelaksanaannya. Berdasarkan kendala yang dihadapi dan berbagai permasalahan yang muncul dalam pembahasan di sidang- sidang UNCOPUOS, dianalisis bentuk upaya perubahan