• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lembu dalam perspektif umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan Gresik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lembu dalam perspektif umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan Gresik."

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBU DALAM PRESPEKTIF UMAT HINDU DI PURA

PENATARAN LUHUR MEDANG KAMULAN

GRESIK

Skripsi

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

LUTFIYANTI ANDROMEDA

NIM: E02213016

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Andromeda, Lutfiyanti, 2017. Lembu Dalam Prespektif Ajaran Agama Hindu Di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan Gresik. Studi Agama-agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ajaran agama Hindu terhadap lembu dan aplikasi ajaran terhadap lembu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan bentuk penelitian field research. Subjek penelitian ini adalah umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan. Dari penelitian ini akan diperoleh data berupa data verbal yang kemudian dianalisis menggunakan metode analisis reflektif.

Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi bagaimana ajaran agama Hindu dipura Penataran Luhur Medang Kamulan dan bagaimana implikasi ajaran penghormatan terhadap lembu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ajaran penghormatan terhadap binatang lembu telah berakulturasi dengan budaya lokal. Dalam agama Hindu lembu adalah binatang yang sakral dan dipuja, sedangkan budaya lokal menganggap lembu sebagai binatang yang dekat dengan manusia karena membantu manusia dalam melakukan pekerjaan. Bagi umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan, lembu merupakan binatang yang mengandung banyak mitologi-mitologi, seperti mitologi bahwa dalam tubuh lembu merupakan persemayaman para dewa dan lembu merupakan simbol alam semesta. Berdasar pada keyakinan yang diajarkan oleh para leluhur maka umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan menghormati binatang lembu dengan cara meletakan patung lembu di sebelah arca Sang Hyang Iswara dan berpantangan mengkonsumsi daging lembu.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PESETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI... iii

PERYATAAN KEASLIAN... iv

BAB II AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS A. Profan dan Sakral 1. Pengertian Profan dan Sakral... 21

2. Konsep Profan dan Sakral... 23

3. Wujud Profan dan Sakral... 25

B. Hierophany 1. Pengertian Hieropany... 28

2. Proses Hieropany... 29

(8)

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gresik

1. Geografis Gresik... 33

2. Demografis Gresik... 34

3. Agama di Wilayah Gresik... 35

B. Agama Hindu di Gresik 1. Sejarah Masuknya Agama Hindu... 38

2. Penyebaran Agama Hindu... 40

3. Masuknya Agama Hindu di Desa Mondoluku Wringinanom... 41

C. Pura Penataran Luhur Medang Kamulan 1. Sejarah Pura Penataran Luhur Medang Kamulan... 43

2. Agama Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan... 45

3. Ajaran terhadap Alam Semesta dan Sesama Mahluk Hidup... 46

D. Respon Masyarakat tentang Lembu dan Implementasi... 49

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA A. Ajaran Agama Hindu tentang Penghormatan kepada Lembu... 51

B. Implentasi Penghormataan kepada Lembu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan... 57

C. Relevansi Teori Profan dan Sakral Mircea Elliade dengan Penghormatan Lembu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan... 60 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 62

B. Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA... 64

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Secara umum banyak pandangan tentang agama Hindu diantaranya, agama Hindu dianggap sebagai agama pagan yang dianut oleh penduduk India. Agama Hindu merupakan sebuah agama yang memadukan nilai-nilai rohani dan etika. Selain itu, agama ini pun memiliki konsep politeisme, yaitu bertuhan banyak. Setiap tuhan dalam agama Hindu memiliki kinerja dan tugasnya masing-masing. Umat Hindu juga menyakini setiap tempat, perbuatan, dan fenomena memiliki Tuhan.1

Akan tetapi dalam pandangan umat Hindu, Hindu adalah agama monoteisme yang mana hal itu tercantum di beberapa kitab suci agama Hindu,

“Ekam Evaditiyam”

“Dialah yang Maha Esa tak ada yang lain”

(Chandogya Upanishad 6:2:1) “Na casya kasuj janita na cadhipah”

“Dialah yang tidak memiliki ibu bapak dan tidak memiliki tuan”

(Svetasvatara Upanisads 6:9) “Na tasya pratima asti”

“Tidak ada yang serupa denganNya”

(Svetasvatara Upanishads 4:19)2

1 Sami ibn Abdillah ibn Ahmad al-Maghluts,

Atlas Agama-agama, terj. Fuad Syaifuddin

Nur (Jakarta: Almahira, 2001), 483. 2Zakir Naik,

Konsep Tuhan Dalam Agama-agama Besar Dunia (t.k.: al-hasananin, t.th.),

(10)

2

Ketiga ayat tersebut menjelaskan bahwa Tuhan merupakan dzat yang tunggal dan manusia tidak mampu untuk menggambarkan Tuhan dalam bentuk apapun. Dalam Rig Weda ayat 164:46 dan dalam ayat lain disebutkan bahwa Tuhan diberi gelar Brahman yang berarti Sang pencipta dan Wisnu yang artinya Sang Pemelihara, kedua nama tersebut hanya merujuk pada satu Tuhan.3

Hinduisme adalah suatu agama pembebasan. Ia memperkenalkan kebebasan mutlak terhadap kemampuan berpikir dan perasaan manusia dengan memandang pertanyaan-pertanyaan semacam itu sebagai hakekat dari Tuhan, jiwa, penciptaan, bentuk pemujaan dan tujuan kehidupan ini. Hinduisme tidak bersandar pada penerimaan suatu doktrin tertentu. Ia tidak memaksa siapa pun untuk menerima dogma-dogma atau bentuk pemujaan tertentu. Ia memperkenalkan setiap orang untuk merenungkan, menyelidiki, mencari dan memikirkannya. Oleh karena itu, segala macam keyakinan agama, bermacam-macam bentuk pemujaan atau sadhana, dan berbermacam-macam-bermacam-macam ritual serta adat yang berbeda, memperoleh tempat terhormat secara berdampingan dengan Hinduisme dan dibudidayakan serta dikembangkan dalam hubungan yang selaras satu dengan yang lainnya.4

Hinduisme termasuk agama yang tertua dari agama-agama besar yang masih berkembang sekarang. Dipandang dari sudut ini, Hinduisme merupakan agama yang langkah, karena sampai sekarang agama-agama lainnya seperti agama

3Ibid,. 8.

(11)

3

Mesir dan Yunani yang kualitasnya tidak berkurang dari agama Hindu, sudah lama tidak ada.5

Agama Hindu muncul sekitar tahun 1800 SM di India, tetapi dasar berdirinya tidak pasti. Riwayat yang diketahui paling dini terdapat pada peradabaan lembah Sungai Indus.6 Bangsa Arya yang membawa suatu kepercayaan dan ajaran mengenai Weda masuk ke India Utara pada abad 1500 SM, mereka masuk melalui celah-celah Khaibar di sebelah Barat laut. Sebelum bangsa Arya masuk ke India Utara, disana telah terdapat sebuah peradaban dari bangsa Drawida yang merupakan penduduk asli India. Bangsa Drawida merupakan bangsa yang telah mempercayai akan adanya dewa-dewi dalam benda yang berwujud di alam semesta.

Kedua kepercayaan tersebut berasimilasi yang kemudian muncullah sebuah peradaban baru yaitu peradaban agama Hindu. Pada abad ke 750 SM hingga abad 500 SM pusat peradabaan agama Hindu di Punjab dekat sungai Sindhu perpindah ke lembah Gangga.7 Dari perpindahan tersebut agama Hindu mulai berkembang dan menyebar. Penyebaran itu tidak hanya di wilayah India saja melainkan hingga ke negara-negara lain.

Agama Hindu masuk ke Indonesia sebelum abad ke 5 M hal itu dilihat dengan adanya prasasti dan candi-candi yang bercirikan agama Hindu. Saat itu masyarakat Indonesia masih menganut sistem kepercayaan animisme dan dinamisme. Setelah agama Hindu masuk terjadi akulturasi antara keduanya.

5Zakiah Darajat, Perbandingan Agama (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 99.

6 Michael Keene, Agama-agama Dunia (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 10.

(12)

4

Dalam perjalanannya agama Hindu berkembang sambil terbagi-bagi, sehingga agama ini memiliki ciri-ciri yang bermacam-macam yang oleh penganutnya kadang-kadang diutamakan dan kadang-kadang tidak diindahkan sama sekali. Dengan berpangkal kepada Weda-weda yang mengandung adat istiadat dan gagasan salah satu atau beberapa suku bangsa, agama Hindu sudah berguling-guling terus sepanjang abad hingga kini, sebagai satu bola salju yang semakin lama semakin besar karena menyerap semua adat-istiadat dan gagasan-gagasan bangsa, yang dijumpai dalam dirinya, tak ada satu pun yang ditolak. Ia meliputi segala sesuatu dan menyesuaikan diri dengan segala sesuatu. Tiap gagasan dapat memperoleh umpan dari padanya. Ia memiliki aspek-aspek yang rohani dan yang jasmani, yang berlaku bagi umum dan yang berlaku bagi beberapa orang saja, yang subjektif dan objektif , yang akali dan tak-akali, yang murni dan yang tak murni.8

Agama ini dapat diumpamakan sebagai suatu tubuh yang sangat besar, memiliki segi yang sangat banyak sekali tanpa teratur. Satu segi bagi hal-hal yang praktis, yang lain lagi bagi hal-hal-hal-hal yang melulu bersifat pertapaan dan yang lain lagi bagi nafsani, yang bersifat falsafah yang subjektif.9

Salah satu dari ajaran Hindu yang bersifat falsafah subjektif adalah pemujaan kepada binatang. Sejak zaman purba banyak orang Hindu yang meninggalkan hidup ramai untuk menyendiri atau bertapa di hutan-hutan, agar mereka dapat bersemedi di tengah-tengah suasana yang tenang dan damai.

8Harun Hadiwijono,

Agama Hindu dan Budha (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1997),

(13)

5

Mereka hidup dekat sekali dengan alam dan dengan penghuni hutan, binatang-binatang. Bagi mereka binatang bukanlah makhluk yang bodoh, yang hanya terdorong oleh naluri saja, melainkan makhluk yang cerdas dan berprikemanusiaan. Oleh karena itu hampir diseluruh kesusastraan India binatang-binatang mempunyai peranan yang penting. Terlebih pada zaman Ramayana, di mana binatang dianggap sebagai titisan dewa. Sebelum Wisnu menjelma sebagai Rama, telah diputuskan bahwa para dewa dan makhluk surgawi lainnya akan menjelma sebagai kera. Dan yang dipandang paling berkuasa adalah Hanuman.

Binatang lain yang dipuja adalah lembu atau sapi. Tidak diketahui kapan lembu mulai dipuja. Sebab pada zaman purba agaknya lembu tidak dipandang sebagai binatang yang suci. Tetapi sekarang lembu adalah binatang yang tersuci. Segala sesuatu yang keluar dari padanya dianggap suci, hingga pada kotoran dan kencingnya. Lembu dipandang sebagai penjelmaan dewa, dan dianggap sama dengan kasta Brahmana. Lembu jantan, Nandi, dipandang suci juga sebab menjadi kendaraan Siwa.

Binatang lain yang dipandang suci adalah ular. Ada banyak cerita tentang ular seperti cerita mengenai Raja ular, Ananta atau Sesa, ular berkepala seribu yang dipandang sebagai ranjang Wisnu. Dewa Siwa menghias dirinya dengan banyak ular, misalnya ular dipakai sebagai benang suci yang dikalungkan atau ikat pinggang. Demikian juga rambut diikat dengan ular serta gelang ular di tangan dan kakinya.10

(14)

6

Ajaran agama Hindu mengenai pemujaan kepada binatang saat ini tidak ditekankan, hal itu dikarenakan proses akulturasi agama Hindu dengan budaya setempat. Namun ajaran mengenai penghormatan kepada binatang lembu agaknya masih dipegang teguh karena dalam kitab suci Weda lembu dianggap sebagai binatang yang terhormat dan memiliki arti alam semesta.

Di pura Penataran Luhur Medang Kamulan ajaran mengenai hewan lembu yang dianggap suci dan dihormati masih diajarkan. Mereka menganggap bahwa lembu jantan adalah kendaraan Dewa Siwa. Hewan lembu atau yang dikenal dengan nama Nandhi ini sangat setia kepada Dewa Siwa. Selain itu dalam tubuh lembu bersemayam tiga puluh tiga dewa yang menjaga keseimbangan alam semesta ini.

Pura Penataran Luhur Medang Kamulan yang terletak di Dusun Buku Desa Mondoluku Kecamatan Wringinanom Kabupaten Gresik berdiri sejak tahun 1960. Pura ini sudah dipakai kegiatan persembahyangan dengan menggunakan sarana dan prasarana apa adanya oleh umat setempat.11 Walaupun berada di lingkungan mayoritas muslim namun ajaran Wedatama tetap saja tidak ditinggalkan. Dalam kegiatan peribadataan dan keseharian mereka sangat menghormati ciptaan Sang Hyang Widi. Mereka tidak ingin membunuh hewan terutama hewan berkaki empat, seperti lembu. Mereka tidak membunuh hewan berkaki empat untuk dikonsumsi atau dikurbankan dalam upacara karena mereka

(15)

7

tahu bahwa setiap yang hidup akan mengalami reinkarnasi. Sebagaimana yang diajarkan dalam Panca Sradha yang selalu mereka terapkan.

Pura Penataran Luhur Medang Kamulan ini terletak di mayoritas muslim, namun mereka tetap bisa menjalankan ajaran agama tanpa merasa terusik. Mereka sangat menghargai proses kurban yang dilakukan oleh umat muslim karena mereka menganggap bahwa ritual agama memang dilakukan dengan cara agama masing-masing yang berbeda namun tujuannya hanya satu untuk Sang Pencipta.

Berdasarkan alasan diatas, maka skripsi ini menganggakat tema tentang lembu dalam prespektif agama Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan.

B.Rumusan Masalah

Dari judul dan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka perumusan masalah yang di kembangkan dalam penelitian skripsi ini adalah:

1. Bagaimana ajaran agama Hindu mengenai penghormatan kepada lembu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan?

(16)

8

C.Tujuan

Berdasar pada uraian perumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui ajaran agama Hindu mengenai penghormatan kepada

lembu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan.

2. Untuk mengetahui implementasi ajaran agama Hindu terhadap lembu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan.

D.Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan khasanah pengetahuan tentang benda yang dianggap sakral.

b. Sebagai refrensi dalam belajar studi agama-agama seperti mempelajari matakuliah ilmu perbandingan agama, fenomenologi agama dan lain sebagainya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat dan Pemerintah

(17)

9

b) Dapat membantu untuk meningkatkan toleransi sesama umat beragama.

b. Bagi Agama Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan

a) Dapat menginformasikan kepada masyarakat dan peneliti tentang ajaran penghormatan terhadap lembu.

b) Dapat mensosialisasikan dan berdialog mengenai penghormatan kepada lembu.

E.Penegasan Judul

Penelitian ini berjudul studi tentang lembu dalam prespektif umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan. Untuk menghindari kesalah pahaman, penyalah gunaan pengertian dan interpretasi yang keliru, maka penulis tegaskan bahwa maksud judul diatas adalah mengenai makna lembu atau sapi bagi umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan. Adapun Penjelasan sebagai berikut:

Lembu : Merupakan binatang mamalia yang suka makan rumput.

Prespektif : Cara melukiskan suatu benda dan lain-lain pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi dan sudut pandang.12

Agama Hindu : Agama yang memadukan nilai-nilai rohani dan etika.

12 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian pendidikan dan

kebudayaan. Kamus Bahasa Indonesia untuk pelajar (Jakarta, Badan Pengembangan dan

(18)

10

Pura Penataran Luhur : Merupakan pura yang terletak di Desa Mondoluku Wringinanom Kab. Gresrik.

Gresik : Sebuah kabupaten yang terletak di Jawa Timur yang memiliki luas 1.191,25 km².

Peneliti memilih judul studi tentang lembu prespektif umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan karena kita tahu bahwa masing-masing agama memiliki ajaran mengenai suatu benda yang dianggap suci dan memiliki makna tertentu. Benda tersebut akan dihormati dan ajaran mengenai penghormatan itu selalu diajarkan sebagai wujud dan penghormatan mereka terhadap benda tersebut. Maka ajaran tersebut akan selalu diterapkan, dari uraian singkat tersebut maka peneliti membahas mengenai lembu dalam prespektif ajaran agama Hindu.

F. Tinjauan Pustaka

Peneliti fokus pada ajaran tentang lembu persepektif umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan. Dalam mencari tahu ajaran dan makna lembu bagi agama Hindu telah banyak buku dan artikel mengenai ajaran dan makna lembu, seperti:

(19)

11

suci, binatang yang agung dan ibu dari segala binatang. Pantangan tersebut bukan karena mengharamkanya namum karena rasa hormat kepada lembu tersebut. Jika rasa hormat itu ada, lantas kenapa lembu harus dimakan. Dalam buku ini juga dijelaskan pantangan menyakiti dan membunuh, ini dalam kaitanya sujud bhakti kepada Ida Bhatara Siwa.13

Kedua, Buku dari Ahmad Shalaby, Agama-agama Besar di India, membahas tentang agama-agama di India yang salah satunya adalah agama Hindu. Dalam buku ini dibahas mengenai kepercayaan dan ajaran agama Hindu.14

Ketiga, Buku dari Sami ibn Abdillah ibn Ahmad al-Maghluts, Athlas

al-Adyan, membahas mengenai agama-agama dunia diantaranya agama Hindu. Dalam buku ini dijelaskan dari munculnya agama Hindu, kepercayaan agama Hindu hingga doa kepada lembu dalam tradisi Hindu.15

Keempat, Buku dari Zainul Arifin, Hinduisme-Buddhisme, membahas tentang agama Hindu mulai sejarah lahirnya agama Hindu, pokok ajaran agama Hindu dan aliran agama Hindu yang didalamnya terdapat ajaran pemujaan terhadap binatang.16

Kelima, Skripsi dari Made Widana, Rasionalitas di Balik Perlakuan

Masyarakat Terhadap Hewan Kerbau di Desa Tenganan Pegringsingan,

13Damaryasa, Keagungan sapi menurut Weda (Bali: Pustaka manikgeni, 2009).

14Ahmad Shalaby, Perbandingan Agama: Agama-agama besar di India (Jakarta: Bumi

Aksara, 2001), 18.

15Sami ibn Abdillah ibn Ahmad al-Maghluts, Atlas Agama-agama, terj. Fuad Syaifuddin

Nur (Jakarta: Almahira, 2001), 483.

(20)

12

Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali, membahas mengenai sikap masyarakat desa tenganan yang sangat menghormati hewan kerbau.17

Skripsi ini membahas mengenai hewan lembu atau sapi dalam prespektif agama Hindu. Jika beberapa buku menjelaskan mengenai agama Hindu yang memuja binatang maka disini saya akan menguraikan mengenai hewan lembu yang dianggap hewan suci yang dihormati bukan dipuja.

Skripsi ini memiliki kesamaan dengan skripsi oleh Made Widana yang menjelaskan jika Masyarakat Hindu sangat menjaga alam semesta dan menerapkan konsep ahimsa yang tidak melakukan kekerasan kepada semua ciptaan Sang Hyang Widi.

G.Kajian Teori

Mircea Elliade dalam meneliti sejarah agama, Elliade tidak meneliti sejarah agama dari asal muasalnya hingga titik tertentu seperti ilmuwan lainnya. Namun yang dikaji dari awal sejarahnya hingga agama itu dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dari cara meneliti agama tersebut Elliade memunculkan sebuah teori mengenai Fenomenologi yang membahas tentang fenomena agama dalam keseharian.

Salah satu teori fenomenologi yang dimunculkan oleh Mircea Elliade adalah teori profan dan sacral. Jika kebanyakan menganggap bahwa yang

17Made Wiana, “

Rasionalitas di Balik Perlakuan Masyarakat Terhadap Hewan Kerbau di Desa Tenganan Pegringsingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem”

(21)

13

bersifat profan itu hanya mahkluk saja dan yang bersifat sakral adalah Tuhan. Bagi Mircea Elliade suatu benda yang biasa saja seperti batu, hewan, pohon dan lain sebaginya bisa menjadi benda sakral dengan melalui proses

hierophany. Proses perubahan suatu esensi makna dari yang bersifat profan menuju esensi yang bersifat sakral. Proses hierophany itu terjadi karena adanya keyakinan terhadap benda dan pengalaman keagamaan yang terjadi pada umat beragama. Pengalaman keagamaan dan kereligiusan merekalah yang digunakan untuk mengetahui nilai kesakralan sebuah benda. Dari pengalaman keagamaan terhadap suatu benda yang sakral tersebut maka menjadikan sebuah benda itu dibuat simbol dan dianggap sakral.

Mitos merupakan penampilan penciptaan, bagaimana segala sesuatu dijadikan dan mulai ada. Mitos mengandaikan suatu ontologi dan hanya berbicara mengenai realitas, yakni apa yang sesungguhnya terjadi. Eliade mengartikan “realitas mitos” sebagai “kenyataan yang suci”. Kesucian sebagai satu-satunya kenyataan tertinggi. Bagi masyarakat primitive, mitos merupakan suatu sejarah suci yang terjadi pada waktu permulaan yang mnyingkap tentang aktivitas supranatural hingga kini. Manusia beragama yakin dengan adanya Yang Suci menampakkan diri (bisa lewat binatang, tumbuhan, gunung dan lain-lain).18

Dari kajian teori tersebut, peneliti dapat mengetahui perubahan sifat benda yang awalnya bersifat profan menjadi bersifat sakral. Dalam kajian ini

18Wiwik Setiyani, Bahan Ajar Studi Praktek Keagamaan (Yogyakarta: Interpena, 2014),

(22)

14

lembu yang hanya bersifat profan bisa menjadi sakral bagi agama Hindu. Hal itu dikarenakan adanya proses hierophany. Peneliti menggunakan teori ini untuk memperkuat argumen mengenai ajaran agama Hindu terhadap penghormatan kepada bintang khususnya binatang lembu atau sapi.

Peneliti memilih teori diatas karena teori tersebut dianggap sesuai dengan tema penelitian yang diangkat. Jika peneliti menggunakan teori

totemisme yang menjelaskan tentang pemujaan terhadap binatang akan terjadi kesalah pahaman antara pihak peneliti dan narasumber.

H.Metode Penelitian

Agar data yang ditulis dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, maka diperlukan metode tertentu dalam melakukan penelitian. Dengan adanya metode maka diharapkan suatu penelitian lebih terarah dan mudah dikaji. Adapun metode yang dipakai dalam penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

(23)

15

2. Pendekatan Penelitian

Untuk menggali atau mendapatkan data-data dalam penelitian ini, maka pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Pendekatan Teologi.

Untuk meneliti bagaimana makna dan ajaran mengenai binatang (lembu) maka peneliti menggunakan pendekatan teologis karena pendekatan teologis cenderung normatif dan subjektif terhadap agama. Dalam mengkaji ajaran lembu bagi agama Hindu penulis menggunakan pendekatan teologis karena pendekatan ini mampu memaparkan ajaran-ajaran dan konsep dalam agama Hindu.

b. Pendekatan Filosofi.

(24)

16

3. Data dan Sumber data

Dalam data kualitatif, data disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam angka.19 Data verbal berupa gambaran umum mengenai objek penelitian diperoleh secara langsung oleh peneliti. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah:

a. Jero Sepuh LMK Arya Kadek Sumanila (selaku ketua Pura Penataran Luhur Medang Kamulan), Jero Sepuh istri (selaku istri dari keuta Pura Penataran Luhur Medang Kamulan) dan jamaah di pura, data yang akan diperoleh melalui wawancara dengan pihak pengelola dan jamaah di pura adalah berupa uraian dan penjelasan mengenai aplikasi ajaran penghormatan kepada lembu.

b. Kitab suci Weda dan dokumen-dokumen tertulis. Data yang akan diperoleh melalui dokumentasi tersebut berupa ayat dan penjelasan yang digunakan untuk memperkuat dan menguraikan data hasil wawancara.

4. Metode pengumpulan data

Teknik pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan penting yang harus dilakukan peneliti dalam melakukan suatu penelitian. Tujuan dari suatu penelitian adalah untuk mendapatkan data, karena data merupakan bahan pokok untuk penelitian guna mencari kebenaran dari masalah yang sedang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(25)

17

a. Observasi.

Dengan cara terjun langsung ke lapangan, dimana seorang peneliti akan terjun langsung ke lapangan untuk melakukan observasi.20 Selain itu dengan menggunakan metode observasi peneliti harus melakukan sebuah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi ini menggunakan observasi partisipasi, dimana peneliti akan terlibat langsung dengan kegiatan sehari-hari dengan sumber yang akan penulis teliti untuk menghasilkan sebuah data.21 Dengan menggunakan metode ini peneliti bisa mengetahui aplikasi ajaran agama Hindu mengenai lembu.

b. Wawancara (Interview).

Dalam hal ini peneliti menggunakan sebuah wawancara yang terstruktur, dimana seorang pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaannya yang akan diajukan untuk mendapatkan sebuah jawaban.22 Metode ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara mendalam pada informan yang mana informan tersebut sudah diseleksi atau dipilih terlebih dahulu.23

Dalam melakukan sebuah wawancara ada tekniknya, diantaranya; wawancara pembicara formal, dengan menggunakan pendekatan petunjuk umum wawancara, yang kedua bisa dengan

20Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 5.

21Suharsini Ari Kunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka

Cipta, 2002), 134.

22 Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 138.

(26)

18

teknik wawancara terbuka. Disini peneliti dianjurkan untuk menggunakan wawancara secara mendalam. Yang artinya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam dalam artian harus fokus pada pokok suatu permasalahan. Sehingga dengan sebuah wawancara yang secara mendalam ini peneliti bisa mengumpulkan data semaksimal mungkin.

Ada juga dengan wawancara terstruktur, dimana seorang peneliti menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam melakukan sebuah wawancara, peneliti harus mampu menciptakan hubungan yang baik sehingga informan bersedia bekerja sama, dan informan merasa bebas berbicara dan dapat memberikan sebuah informasi yang sebenarnya.24 Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut peneliti bertugas menanyakan tentang ajaran dan makna lembu bagi agama Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan. c. Dokumentasi.

Dalam melaksanakan metode dokumentasi peneliti harus menyelidiki benda-benda tertulis.25 Metode ini biasanya digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insane, sumber ini terdiri dari dokumen rekaman. Dari rekaman tersebut peneliti membuat pertanyaan yang khususnya dari individu atau organisasi dengan tujuan membuktikan adanya peristiwa tersebut.26 Metode dokumentasi

24 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek (Jakarta:Rineka

Cipta, 2002), 203. 25 Ibid., 149.

(27)

19

ini digunakan untuk menunjang sebuah data-data yang telah didapat oleh peneliti sebelumnya, yaitu saat peneliti melakukan metode observasi dan wawancara. Dari sinilah peneliti mengambil foto-foto aktivitas peribadatan dan ritual.

5. Analisis data

Setelah semua data terkumpul, maka langka berikutnya adalah pengelolahan dan analisa data. Yang di maksud dengan analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi. Dengan cara mengorganisirkan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh dirinya sendiri atau orang lain. Dalam menganalisis data yang telah diperoleh peneliti menggunakan metode analisis reflektif yaitu menggabungkan antara analisis deduktif dan analisis induktif.

I. Sistematika Pembahasan

(28)

20

Bab I, merupakan pendahuluan yang menggambarkan seluruh penelitian ini. Bab ini tercantum beberapa subbab, yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai, penegasan judul, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II, merupakan pembahasan yang berisikan studi teoritis. Dalam bab ini tercantum subbab yang berisi teori dari Mircea Elliade mengenai profan dan sakral. Bab ini digunakan untuk menguatkan penelitian mengenai lembu prespektif agama Hindu.

Bab III, merupakan pembahasan yang berisikan gambaran umum objek penelitian. Dalam bab ini tercantum beberapa subbab, yaitu Gresik yang meliputi sejarah dan agama yang ada di wilyah Gresik, Umat Hindu yang meliputi sejarah masuk agama Hindu dan penyebaran agama Hindu di Gresik, dan yang terakhir berisi tentang gambaran umum Pura Penataran Luhur.

Bab IV, merupakan pembahasan yang berisikan mengenai penyajian analisis data. Dalam bab ini terdapat beberapa subbab yaitu penyajian data dan analisis data. analisis data meliputi ajaran agama Hindu tentang penghormatan kepada lembu dan aplikasi penghormataan kepada lembu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan.

(29)

21

BAB II

AGAMA DALAM PRESPEKTIF FILOSOFIS

A.Profan dan Sakral

1. Pengertian Profan dan Sakral

Profan adalah sesuatu yang biasa, yang bersifat umum dan dianggap tidak penting. Sedangakan sakral adalah sesuatu yang dianggap suci dan dihormati. Sakral merupakan suatu hal yang lebih mudah untuk dirasakan daripada dilukiskan, sehingga pengertian sakral lebih mudah dipahami melalui pengalaman. Dalam pengertian yang lebih sempit sakral atau yang kudus merupakan sesuatu yang suci dan dilindungi, khususnya dilindungi oleh agama dari pencemaran, pelanggaran dan tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran agama.1 Sakral dalam agama berfungsi melontarkan pernyataan khusus mengenai suatu zat suci yang muncul dan menampakkan diri.2

Pengertian tentang profan dan sakral tidak hanya terbatas pada agama, melainkan banyak objek yang memiliki arti profan dan sakral. Objek-objek itu bisa saja pada pohon, batu dan binatang. Jika kesakralan itu terdapat pada suatu benda, maka pengertian sakral itu adalah suatu benda yang didalamnya

1Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, terj. Driyarkara (Yogyakarta: kanisius,

1995), 87.

2 Roland Robertson, Agama: Dalam Analisa dan interpretasi sosiologis, terj.Achmad

(30)

22

mengandung zat yang suci yang didalamnya mengandung pengertian misteri namun mengagungkan.

Dalam kehidupan bangsa primitif, yang sakral adalah lebih dari yang profan, penuh kehati-hatian dan penuh tuntunan akan rasa hormat. Orang primitif sadar bahwa yang kudus (sakral) adalah sesuatu yang berbeda dengan yang lain. Mereka yakin akan adanya zat yang suci di dalam sesuatu yang mereka anggap sakral yang membuat mereka mensucikannya.3

Di dalam masyarakat, terdapat pandangan yang berbeda-beda mengenai pengertian profan dan sakral. Mereka memiliki keyakinan jika yang sakral atau yang suci itu ada di dunia dan di surga. Misalnya orang Hindu yang menghormati lembu dan orang Islam yang mensucikan Hajar Aswad di Mekah. Bagi mereka semua itu adalah benda-benda nyata di dunia yang disucikan dan dapat diraba.4

Di samping itu yang sakral ada yang tidak tampak dan tidak dapat diraba. Bagi mereka wujud yang suci ialah Tuhan, Yesus Kristus, Budha Gautama, yang diagungkan, dikagumi dan dipuja oleh penganutnya.5

3 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, terj. Driyarkara (Yogyakarta: kanisius,

1995), 100.

4 Zakiah Darajat, Perbandingan Agama (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 167.

(31)

23

2. Konsep Profan dan Sakral

Pemikiran Mircea Elliade mengenai profan dan sakral berbeda dengan pemikiran Emile Durkheim. Bagi Elliade, agama berpusat pada yang sakral, sehingga yang sakral mengandung kekuatan supranatural sedangkan Emile Durkhiem mengartikan profan dan sakral berdasar kacamata sosial,

“Yang sakral menurut Durkhiem adalah masalah sosial yang berkaitan dengan

individu, sedangkan yang profan adalah sebaliknya, yaitu segala sesuatu yang hanya berkaitan dengan sebaliknya, yaitu segala sesuatu yang hanya berkaitan dengan unsur-unsur individu. Yang sakral memang kelihatan sebagai sesuatu yang gaib, namun sebenarnya dia adalah bagian permukaan yang dari hal yang jauh lebih dalam lagi. Tujuan utama simbol sebenarnya sangat sederhana, yaitu membuat masyarakat agar selalu memenuhi tanggung jawab sosial yang mereka dengan jalan simbolisasi klan

sebagai totem mereka”.6

Durkhiem tidak percaya pada yang supranatural sebagai sumber dari agama. Menurutnya, ada suatu kekuatan moral yang superior yang memberi inspirasi kepada pengikut, dan kekuatan itu adalah masyarakat, bukan Tuhan. Masyarakat adalah sebuah kekuatan yang besar dari kesakralan itu sendiri. Sehingga disini yang dianggap sakral adalah hal-hal yang sosial, sedangkan yang profan adalah hal yang berkaitan dengan individu.

Kata profan dan sakral yang dijabarkan oleh Elliade merujuk pada pemikiran Durkhiem, namun dalam mengartikan agama bertolak belakang dengannya. Konsep pemikiran Elliade mengikuti Rudolf Otto yang menggunakan konsep sakral dalam ruang lingkup pengalaman individu. Keduanya berpendapat bahwa agama timbul karena adanya kesadaraan manusia terhadap yang memiliki

6 Daniel L. Pals, Dekonstruksi Kebenaran; Kritik Tujuh Teori Agama, terj. Inyiak

(32)

24

kekuatan supranatural (pengalaman keagamaan). Bahwa alam semesta ini tidak kekal (profan) dan ada alam lain yang kekal (sakral).7

Menurut Otto, pengalaman religius “numinous” (dari kata latin,

Numen yang berarti spirit atau realitas ilahi). Perasaan numinous yang tidak rasional adalah unsur pokok dalam pengalaman religius, dengan objeknya yaitu

mysterium tremendum et fascinans yang artinya hal misterius yang secara bersamaan sangat agung dan menakutkkan yang menimbulkan rasa kagum atau takut. Pengalaman ini tidak bisa ditangkap oleh unsur yang rasional.8

“Dia yakin timbulnya perasaan kagum yang terhadap Yang Numinous ini sangat unik dan oleh karenanya tidak bisa direduksi. Perasaan ini berbeda dengan perasaan lain ketika berjumpa dengan hal yang juga indah dan menakjubkan, walaupun perasaan itu mirip dengan perasaan berjumpa dengan Yang Numinous. Dalam getaraan perasaan lain sehingga kita terbawa kepada titik emosi terdalam dalam hati, dan itulah yang kita sebut dengan agama”9

Agama timbul karena adanya kesadaraan manusia bahwa dibalik alam semesta (profan) ada yang lain yang abadi (sakral). Manusia dapat berhubungan dengan realitas yang sakral karena manusia sadar akan keberadaan yang sakral. Manusia sadar bahwa yang sakral menunjukkan dirinya kepada manusia dengan wujud benda-benda yang ada di dunia.

7 Daniel L. Pals, Dekonstruksi Kebenaran

(33)

25

3. Wujud Profan dan Sakral

Menurut Mircea Elliade, ia menempatkkan yang sakral dalam hubungan dengan ruang dan waktu, mitos dan simbol, dan benda alam.

a. Ruang dan waktu.

Manusia religius sadar akan adanya pembedaan diantara sela-sela dari waktu suci dan ruang suci. Ruang dan waktu tidak selalu homogen, yang memiliki arti bahwa ada waktu sakral yang hanya berlangsung saat perayaan atau waktu-waktu khusus yang memiliki makna religius. Sedangkan waktu dan ruang profan adalah waktu yang terjadi sehari-hari. Menurut Elliade, perbedaan mendasar adalah jika waktu sakral diceritakan oleh mitos-mitos dan dapat dihadirkan dari masa lampau ke masa sekarang melalui perayaan. Sedangkan waktu profan tidak dapat dihadirkan lagi.10

b. Mitos dan Simbol.

Mitos merupakan penampilan penciptaan, bagaimana segala sesuatu dijadikan dan mulai ada. Mitos mengandaikan suatu ontology dan hanya berbicara mengenai realitas, yakni apa yang sesungguhnya terjadi. Eliade mengartikan “realitas mitos” sebagai “kenyataan yang suci”.

Kesucian sebagai satu-satunya kenyataan tertinggi. Bagi masyarakat

10 Mansyuri, “Revivalisme Agama: Sebuah Telaah Fenomelonogi Tentang

Kekerasa Agama Bernuansa Agama Dari Tinjauna Mircea Elliade Dalam The

Myth Of The Etrnal Return” (Tesis tidak diterbitkan, Program Studi Filsafat

(34)

26

primitiv, mitos merupakan suatu sejarah suci yang terjadi pada waktu permulaan yang menyingkap tentang aktivitas supranatural hingga kini.11

Menurut Elliade, mitos adalah tindakan dewa atau peristiwa luar biasa yang membawa kita kembali ke awal dari segala sesuatu. Mitos merupakan salah satu dari tiga bentuk ekspresi keagamaan yaitu, ucapan sakral, tindakan sakral dan tempat sakral. Mitos berfungsi untuk mengisahkan suatu sejarah yang sakral, menceritakan suatu peristiwa yang terjadi dalam waktu primodial atau waktu awal.

Untuk menggambarkan hakikat yang sakral dapat ditemukan dalam simbol atau mitos. Mitos adalah simbol dalam bentuk yang sedikit lebih

complicated, yaitu mitos adalah simbol yang diletakkan dalam bentuk cerita. Sehingga mitos bukan hanya suatu gambaran atau tanda, ia adalah serangkaian gambaran yang dikemukakan dalam bentuk cerita yang mengandung pesan.12

Manusia bisa mengetahui yang sakral, melalui simbol. Simbol merupakan suatu cara untuk dapat sampai pada pengenalan akan yang sakral dan yang transenden. Simbol mengambil bagian dalam sifat sakral dan kemudian dipandang sebagai suatu unsur yang sakral dalam seluruh konsepsi tentang alam semesta.

11Wiwik Setiyani, Bahan Ajar Studi Praktek Keagamaan (Yogyakarta: Interpena, 2014),

175.

12Mansyuri, “Revivalisme Agama: Sebuah Telaah Fenomelonogi Tentang Kekerasa

Agama Bernuansa Agama Dari Tinjauna Mircea Elliade Dalam The Myth Of The Etrnal

Return” (Tesis tidak diterbitkan, Program Studi Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan

(35)

27

Mercia Elliade menegaskan bahwa simbol merupakan cara pengenalan yang bersifat khas religius. Simbol-simbol yang dipakai dalam upacara berfungsi sebagai alat komunikasi, menyuarakan pesan-pesan ajaran yang berkaitan dengan etos dan pandangan hidup, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh adanya upacara tersebut.13

Simbol berfungsi sebagai mediator manusia untuk berhubungan dengan yang sakral. Sebab, manusia tidak mendekati yang sakral secara langsung, karena sakral itu transenden. Sedangkan manusia itu adalah mahluk yang terkait di dalam duniannya. Manusia bisa mengenal yang sakral melalui simbol. Dengan demikian, simbol merupakan suatu cara untuk dapat sampai pada pengenalan terhadap yang sakral dan transenden.

Simbol dan mitos memberi daya tarik pada imajinasi, yang sering hidup di atas ide yang beroposisi biner. Keduanya memikat orang sepenuhnya. Dan sebagaimana dalam kepribadian, semua jenis dorongan yang saling bersebrangan menyatu, maka di dalam pengalaman keagamaan, hal-hal yang berlawanan seperti yang sakral dan yang profan dapat bertemu. Dengan memanifestasikan yang sakral, kedua-duanya tetap dalam dirinya sendiri danmenjadi sesuatu yang lain. Hal itu tetap menjadi suatu obyek belaka terhadap pengalaman profan, tapi hal itu diubah ke dalam sebuah realitas adi-kodrati dalam pengalaman manusia religius, yaitu yang natural (profan) menjadi yang supernatural (sakral). Yang oleh

(36)

28

Elliade disebut sebagai “dialektika yang sakral” yaitu pemasukan yang

supernatural ke objek-objek yang natural atau sebaliknya.14

c. Benda alam.

Manusia yang religius menganggap bahwa alam semesta dipenuhi dengan nilai religius. Karena alam semesta merupakan penciptaan dari yang religius (supranatural) sehingga dipenuhi dengan kesakralan. Segala sesuatu yang di alam semesta bisa menjadi sakral dan merupakan manifestasi dari yang sakral.

Benda-benda seperti batu, pohon, bulan, matahari dan binatang merupakan manifestasi dari yang suci dan merupakan bahan (simbol) bagi pembangunan mitos. Upacan suci (mitos) tersebut merupakan suatu rahasia ajaib dan diluar pemikiran manusia.15

B.Hierophany

1. Pengertian Hieropanhy

Hierophany berasal dari bahasa Yunani hieros dan phaineien yang berarti “penampakan yang sakral”. Hierophany merupakan suatu perwujudan dari

yang suci atau penampakaan diri dari yang sakral. Hierophany juga berarti manifestasi dari yang sakral.16

Dalam pengertian Hierophany, Rachmat Subagya meyebutkan bahwa paham Hierophany adalah suatu anggapan jika Tuhan menjelma di dunia dengan

14 Ibid,.31-32.

15 Zakiah Darajat, Perbandingan Agama (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 177.

(37)

29

tidak melalui sebuah perantara, tetapi ia hadir ditengah manusia dengan sendirinya. Namun nyatanya hal itu sulit diterima terutama bagi masyarakat primitif, karena yang suci dalam wujud alam dipuja oleh mereka.17

Dalam sejarah agama, dari agama primitif hingga agama-agama besar dunia terdapat banyak sekali Hierophany sebagai manifestasi daripada yang sakral. Yang sakral menampakkan diri pada suatu benda bisa berupa batu, pohon, binatang atau juga manusia.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dari pengertian Hierophany adalah bahwa proses Hierophany bukan karena bentuknya, tetapi juga karena berbeda asal-usulnya. Ada yang datangnya dari pendeta atau rakyat. Ada yang berwujud pepatah, fragmen atau suatu teks.18

2. Proses Hierophany

Dalam proses Hierophany, sesuatu dianggap menjadi sakral karena adanya sesuatu yang lain dari biasanya, bisa karena bentuknya yang berbeda dengan yang lain, kemanjurannya yang kuat atau karena kekuatannya. Sesuatu yang tidak biasa dan kemanjurannya yang pada suatu ketika itu akan dihormati dan diagungkan.19

Proses hierophany dianggap berharga karena dapat menimbulkan perasaan suci dan karena dapat menimbulkan sikap dari perasaan suci. Elliade mengatakan bahwa, dalam proses hierophany terdapat perjumpaan dengan yang

17 Ibid,.172.

(38)

30

sakral. Seseorang merasa disentuh oleh sesuatu yang nir-duniawi. Tanda-tanda orang yang mengalami perjumpaan diantaranya, mereka merasa sedang menyentuh satu realitas yang belum pernah dikenal sebelumnya, yaitu suatu dimensi dari eksistensi yang maha kuat, sangat berbeda dan merupakan realitas abadi yang tidak ada bandingannya.20

Menurut Mircea Elliade, umat manusia tidak akan menemukan jawaban terhadap benda-benda sakral. Karena bukan dari benda-benda tersebut yang merupakan tanda dari kesakralan, tetapi dari berbagai sikap dan perasaan manusia yang memperkuat kesakralan benda-benda tersebut. Dengan demikian kesakralan akan terwujud karena adanya sikap mental yang didukung oleh perasaan.21

Penyucian pada benda sakral tidak tertuju pada benda tersebut, namun sebenarnya terletak pada perasaan.22 Karena adanya perasaan kagum itulah yang membuat manusia terdorong untuk menghormati, mensucikan dan menganggap benda tersebut sebagai benda tabu. Benda itu tidak boleh didekati, disentuh atau dimakan, kecuali dalam keadaan tertentu atau oleh orang-orang tertentu yang diberi kekuasaan.

20 Daniel L. Pals, Dekonstruksi Kebenaran; Kritik Tujuh Teori Agama, terj. Inyiak

Ridwan Muzir (Yogyakarta: IRCiSoD, 2001), 261.

21 Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2007), 85.

(39)

31

C.Teori Mircea Elliade

Menurut Mircea Elliade, semua benda bisa saja menjadi sakral karena adanya suatu proses yang disebut dengan proses hierophany. Proses hierophany itulah yang membuat seseorang merasa bahwa dirinya telah tersentuh dengan sesuatu nir-duniawi yang kemudian dia merasa bahwa memiliki suatu pengalaman yang luar biasa dan mengangungkan.

Dari proses itulah semua benda yang bersifat profan bisa saja berubah menjadi sakral. Pengalaman keagamaan seseorang mampu memperkuat keyakinan seseorang terhadap agamanya, pengalamaan itu akan menjadi landasan bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar.

Teori profane dan sakral itu memuncullkan suatu teori baru yaitu teori simbol . Dari pengalaman terhadap benda sacral tadi menjadikan suatu benda itu dibuat simbol dan dianggap sangat sakral dan menimbulkan mitos.

Disini Lembu yang dianggap suci bagi umat Hindu sebenarnya sama dengan lembu pada umumnya. Namun karena adanya perasaaan kagum terhadap lembu itulah yang membuat umat Hindu menghormati dan berpantangan untuk mengkonsumsi daging lembu. Berdasar teori Mircea Elliade diatas, lembu dianggap suci bukan dari lembu tersebut yang merupakan tanda dari kesakralan, tetapi dari berbagai sikap dan perasaan manusia yang memperkuat kesakralan lembu tersebut.

(40)

32

sehingga mereka tidak mungkin merusak alam semesta dengan cara menyembelih lembu. Selain itu lembu yang mencukupi kebutuhan di dunia, yang memberi banyak manfaat dalam setiap kehidupan.

(41)

33

BAB III

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A.Gresik

1. Letak Geografis Gresik

Gresik terletak di Pantai Utara Pulau Jawa tepatnya di sebelah barat laut Kota Surabaya. Luas wilayah Kabupaten Gresik adalah 1.191,25 km² yang terbagi dalam 18 Kecamatan dan terdiri dari 330 Desa dan 26 Kelurahan. Wilayah Kabupaten Gresik terletak antara 112° sampai 113° Bujur Timur dan 7° sampai 8° Lintang Selatan.

Wilayah Gresik merupakan dataran rendah dengan ketinggian 2 sampai 12 meter diatas permukaan air laut, kecuali Kecamatan Panceng yang mempunyai ketinggian 25 meter diatas permukaan air laut. Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, dengan panjang pantai ±140 km². Kabupaten Gresik juga berdekatan dengan kabupaten atau kota yang tergabung dalam Gerbang Kertasusila, yaitu Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan.

Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Gresik meliputi:

(42)

34

Sebelah Timur: berbatasan dengan Selat Madura dan Kota Surabaya

Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo dan Mojokerto

Sebelah Barat: berbatasan dengan Kabupaten Lamongan

Gambar 3.1 peta wilayah Gresik

2. Demografis Gresik

(43)

35

Gresik pada tahun 2016 sebanyak 1.303.773 yang terdiri dari 655.363 penduduk laki-laki dan 648.410 penduduk perempuan.

Kepadatan penduduk di Kabupaten Gresik tahun 2016 mencapai 1.094 jiwa/km² dengan rata-rata jumlah penduduk setiap rumah tangga ada 4 orang. Kepadatan Penduduk di 18 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk tertinggi terletak di kecamatan Gresik dengan kepadatan sebesar 15.692 jiwa/km² dan terendah di Kecamatan Tambak sebesar 484 jiwa/Km². Sementara itu jumlah keluarga pada tahun 2016 sebanyak 366.554 keluarga.1

3. Agama di Wilayah Gresik

Agama mayoritas di wilayah Gresik adalah agama Islam. Hal itu bisa dilihat dari sejarah kota Gresik yang sangat erat kaitannya dengan sejarah perkembangan agama Islam di wilayah Jawa. Adanya prasasti “Batu Nisan” Fatimah binti Maimun di Leran pada abad ke XI, membuktikan bahwa penyebaran agama Islam berpusat di wilayah Gresik. Pada abad XIV tercatat dalam sejarah penyebaran agama di Nusantara bahwasanya kota Gresik digunakan sebagai salah satu pintu gerbang masuknya agama Islam di Jawa.2 Maka wajar jika mayoritas penduduk kota Gresik adalah Islam. Nuansa budaya Islam sangat mudah dikenali dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kota Gresik memiliki

1Badan Pusat Statistik Kabupaten Gresik,

Gresik Dalam Angka 2016 (Gresik: BPS

Kabupaten Gresik, 2016), 35.

2 Tim Penyusun, Gresik Dalam Sebuah Prespektif Sejarah (Gresik : PemKab. Gresik,

(44)

36

semboyan “Gresik BerhiasIman” dan dikenal dengan sebutan kota Santri. Dengan

semboyan demikian tidak berarti kota Gresik menolak keberadaan agama lain.

Tabel 3.1

Jumlah penduduk menurut Kecamatan dan agama yang dianut di Kabupaten Gresik

No Kecamatan Islam Kristen Katolik Hindu Budha

Lain-lain

1 Wringinanom 71 623 598 73 33 12 11

2 Driyorejo 99 022 3 005 837 104 134 7

3 Kedamean 62 459 243 91 19 10 53

4 Menganti 116 437 2 183 540 1 623 97 53

5 Cerme 77 888 450 62 26 4 53

6 Benjeng 65 603 468 51 3 5 23

7 Balongpanggang 58 354 194 17 5 16 0

8 Duduksampeyan 50 939 3 20 3 4 0

9 Kebomas 101 178 1 637 619 111 135 12

10 Gresik 84 775 1 236 590 49 281 3

11 Manyar 109 786 998 281 88 52 0

12 Bungah 67 038 16 0 6 0 0

13 Sidayu 43 556 8 2 1 1 0

14 Dukun 67 140 3 0 0 0 0

15 Panceng 52 030 5 0 1 0 0

(45)

37

17 Sangkapura 69 645 2 0 1 3 0

18 Tambak 38 110 0 0 0 0 0

Jumlah 1 286 493 11 051 3187 2 073 754 215

Sumber: Gresik Dalam Angka

Agama-agama resmi seperti Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu juga ikut serta menghiasi kota Gresik. Walapun mayoritas beragama Islam namun sikap toleransi antar umat beragama sangat kuat, mereka menghargai dan menjalankan ibadah masing-masing dengan aman dan tenang. Tempat peribadatan masing-masing agama juga disediakan dikota Gresik, sehingga setiap pemeluk agama dapat menjalakan tuntunan agama mereka dengan aman dan tenang.

Tabel 3.2

Tempat Peribadatan Menurut kecamatan di Kabupaten Gresik

No Kecamatan

Tempat Peribadatan

Masjid Langgar

Gereja Katolik

Gereja Kristen

Pura Vihara

1 Wringinanom 79 280 1 - 1 -

2 Driyorejo 85 298 5 - - -

3 Kedamean 64 87 - - - -

4 Menganti 102 228 1 - 4 -

(46)

38

6 Benjeng 81 171 - - - -

7 Balongpanggang 101 112 - - - -

8 Duduksampeyan 47 99 - - - -

9 Kebomas 63 225 - - - -

10 Gresik 34 167 6 - 1 1

11 Manyar 67 163 - - - -

12 Bungah 57 177 1 - - -

13 Sidayu 29 109 - - - -

14 Dukun 57 167 - - - -

15 Panceng 39 99 - - - -

16 Ujungpangkah 29 126 - - - -

17 Sangkapura 78 275 - - - -

18 Tambak 45 138 - - - -

Jumlah 1 131 3 034 15 - 6 1

Sumber: Gresik Dalam Angka

B.Agama Hindu di Gresik

1. Sejarah Masuknya Agama Hindu

(47)

39

Kalimantan Timur. Dan yang kedua prasasti Ciaruten, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak yang ditemukan di Jawa Barat.3

Pada tahun 732 M agama Hindu mulai masuk ke wilayah Jawa Tengah, dan pada tahun 760 M agama Hindu mulai masuk ke wilayah Jawa Timur tepatnya di dekat kota Malang. Kerajaan Hindu yang pertama adalah kerajaan Kanjuruhan yang diperintah oleh Raja Sima yang menganut sekte Siwa, namun kerajaan ini tidak bertahan lama dan tidak tersebar luas hanya sebatas kota Malang saja.

Sejarah masuknya agama Hindu di Jawa Timur terutama di wilayah Gresik tidak terlepas dari sejarah perkembangan kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu Jawa yang menganut sekte Hindu Siwa yang berkuasa pada tahun 1293-1528 Masehi.4 Pusat kerajaan ini adalah Mojokerto, namun kekuasaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara terutama Jawa Timur.

Seluruh wilayah Jawa Timur merupakan kekuasaannya, terutama daerah-daerah pesisir pantai utara Jawa Timur seperti Tuban, Sidayu dan Gresik. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang berpengaruh saat itu. Salah satu wilayah yang sangat berpengaruh adalah Gresik pada tahun 1387 Masehi dikenal sebagai kekuasaan Majapahit, hal ini atas dasar piagam Karang Bogem.5 Pesisir pantai Gresik merupakan wilayah kekuasaan Majapahit yang digunakan untuk pintu keluar masuk kerajaan.

3 Moch. Dasim Mathar, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama (Yogyakarta:

Interfidei, 2003), 7. 4 Ibid,.8.

5 Mustakin, Mengenal Sejarah dan Budaya Masyarakat Gresik (Gresik: Dinas P&K Kab.

(48)

40

Bersamaan dengan digunakannya Gresik sebagai pintu keluar masuk kerajaan, maka agama Hindu mulai masuk ke seluruh wilayah Gresik dan menyebar hingga kepedalaman. Ajaran dan budaya-budaya agama Hindu mulai mengakar pada masyarakat Gresik. Mereka mulai memeluk agama Hindu dan mereka memiliki corak kebudayan Hindu yang sangat tinggi. Hal itu dibuktikkan dengan banyaknya bangunan suci yang sangat diagungkan saat itu.

Agama Hindu yang menyebar di wilayah Gresik mudah diterima oleh masyarakat Gresik, karena sebelum memeluk agama Hindu mereka telah memeluk kepercayaan animisme dan dinamisme. Pola kepercayaan yang dianut saat itu memiliki kemiripan dengan agama Hindu yang masuk. Sehingga agama Hindu yang masuk mengalami akulturasi dengan kepercayaan masyarakat Gresik.

2. Penyebaran Agama Hindu

(49)

41

Akibat dari keadaan itu, membuat para pedagang dari Arab yang membawa ajaran agama Islam mulai masuk. Penduduk Gresik yang pada awalnya telah memeluk agama Hindu mulai berganti memeluk agama Islam sehingga eksistensi agama Hindu mulai berkurang. Hingga saat ini agama Islam masih mendominasi di wilayah Gresik.

Agama Hindu saat ini tersebar di 15 kecamatan di wilayah Gresik meliputi kecamatan Wringinanom, Driyorejo, Kedamean, Menganti, Cerme, Benjeng, Balongpanggang, Duduk Sampeyan, Kebomas, Gresik, Manyar, Bungah, Sidayu, Panceng, dan Sangkapura. Wilayah yang paling banyak penganutnya adalah kecamatan Menganti, dengan jumlah sekitar seribu umat Hindu. Agama Hindu di Menganti mayoritas etnis Jawa dan Madura sedangkan agama Hindu di Gresik dan Kebomas mayoritas etnis Bali.

Walaupun Agama Hindu hanya tersebar pada wilayah-wilayah tertentu dan berada ditengah agama mayoritas, tidak membuat semangat keimanan umat Hindu pudar. Agama Hindu tetap bertahan dengan segala upaya yang ada. Adanya PHDI kabupaten Gresik yang diresmikan pada tahun 1985 membuat agama Hindu mulai mendapatkan tempat lagi di masyarakat. Mereka bebas beribadah di Pura yang ada dan menjalakkan kegiataan kegamaan dengan tenang.

3. Masuknya Agama Hindu di Desa Mondoluku Wringinanom

(50)

42

Mondoluku ini berbatasan langsung dengan dengan kabupaten Mojokerto dan sebelah Utaranya berbatasan langsung dengan kecamatan Kedamean.

Agama Hindu di desa Mondoluku ada sejak zaman kerajaan Majapahit, agama yang dibawa oleh para leluhur ini berkembang seiring masa kejayaan Majapahit. Agama Hindu merupakan agama penduduk desa Mondoluku sebelum masuknya agama Islam. Masyarakat menjalankan ajaran-ajaran Hindu yang telah diakulturasikan dengan budaya mereka. Namun setelah kerajaan Majapahit runtuh dan penyebaran agama Islam mulai masuk hingga ke pedalaman membuat umat Hindu di tanah Jawa pindah ke Bali. Dan akibatnya agama Hindu di Mondoluku mulai punah.

Penduduk Mondoluku mulai memeluk agama Islam dan hanya beberapa yang memeluk agama Hindu. Salah satu faktor yang membuat bertahannya agama Hindu di Mondoluku adalah karena letak desa yang berbasatan langsung dengan wilayah pusat Majapahit yaitu Mojokerto. Sehingga ajaran dan pengaruh agama Hindu masih cukup kuat.

Penduduk yang memeluk agama Hindu memiliki keyakinan bahwa tanah yang mereka gunakan merupakan warisan leluhur yang harus dijaga. Mereka menetap di desa Mondoluku namun tidak ingin meyebarkan agama, mereka hanya ingin menjaga tanah mereka. Dengan keyakinan yang kuat akhirnya mereka mampu mendirikan pura yang diyakini merupakan tempat persemayaman leluhur sebelum mereka.6

(51)

43

C.Pura Penataran Luhur Medang Kamulan

1. Sejarah Pura Penataran Luhur Medang Kamulan

Sejarah adanya Pura di Desa Mondoluku ini sejak tahun 1960. Pura ini sudah dipakai kegiatan persembahyangan dengan menggunakan sarana dan prasarana apa adanya oleh umat setempat. Dengan keyakinan yang sepenuh hati, umat Hindu di Mondoluku mendirikan Sanggar Pemujan dengan cara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Hingga pada tahun 1980 dengan swadaya masyarakat Umat Hindu yang berjumlah 75 kepala keluarga membuat tempat sembahyang dengan membeli lahan seluas kurang lebih 612 m² dari tanah warga setempat.

Adapun cikal bakal berdirinya Pura Penataran Luhur Medang Kamulan adalah adanya Pura yang mereka sebut dengan pura Setia Dharma Bakti. Pura ini dibangun sebagai sanggar pemujaan yang berpindah-pindah tempat. Pura Setia Dharma Bakhti ini merupakan tempat bagi mereka untuk selalu melaksanakan kebajikan (Dharma) dan melakukan kegiatan Yadnya (Bhakti).

Seiring berjalannya waktu, Pura Setia Dharma Bakti ini tidak cukup terawat dan umat Hindu di Mondoluku hampir habis. Kegiatan peribadatan tidak dilakukan seperti awal berdirinya sanggar pemujaan tersebut. Hal itu membuat eksistensi pura hampir terancam dan tanah pura hampir dipralina.

(52)

44

keyakinan yang kuat akhirnya Bpk Kadek Sumanila bersama umat Mondoluku melakukan renovasi pura dan melaksanakan pembinaan umat yang bertujuan untuk menguatkan keyakinan mereka kembali.

Pada saat itu juga tercetuslah nama Medang Kamulan Medang Kamulan oleh Bpk Kadek Sumanila, yang memiliki arti Sthananya para lelehur. Semua leluhur Nusantara dari peradaban Kerajaan Majapahit sampai dengan Kerajaan Mataram Kuno (Medang Kamulan).

Adapun pelinggih tersebut adalah Padma Candi, Gedong Lingga Kamulan, Penglurah Sakti, Arca Ken Dedes, Petirtan Tri Utama Suci, Dewa Ganesa, Hyang Panji Medang Kamulan Nusantara Sejati, Tri Suci Maha Rsi (Rsi Agastya, Rsi Markendya dan Mpu Kuturan), Lingga Yoni, Surya Majapahit, Hyang Semar dan Beji Sumber Kahuripan Sendang Kamulyan.

Gedong Lingga Kamulan merupakan tempat pemujaan kepada Leluhur dan Roh Suci yang disebut dengan Bethara. Didalamnya terdapat Rong Tiga yaitu Bapanta ring Tengen, Ibunta ring Kiwa, Matemahan Sang Hyang Iswara ring Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa roh-roh orang suci zaman dulu yang menyatu dengan Sang Hyang Tunggal yaitu Kamulan Sakti Kamimitan. Disebut juga Ida Bathara Dalem Medang Kamulan (Rsi Agastya atau Ranghyang Dimaraja Manu atau Aji Saka.7

(53)

45

2. Agama Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan

Pura Penataran Luhur merupakan pura yang menerapkan konsep Jawa. Adapun aliran yang dianut di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan adalah aliran Hindu Jawi dengan sekte Siwa. Secara umum agama Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan merupakan agama Hindu yang telah berakulturasi dengan budaya setempat. Menurut Bpk Kadek Sumila, agama Hindu di Pura Penataran Luhur adalah agama Hindu dengan sistem Desa Kala Patra yaitu agama yang telah menyesuaikan dengan budaya lokal suatu wilayah.

Ajaran agama Hindu yang ada berakulturasi dengan budaya lokal, sehingga membuat ajaran-ajaran tersebut mudah untuk dipahami masyarakat khususnya umat hindu di Desa Mondoluku. Selain itu karena agama Hindu di Pura Penataran Luhur merupakan agama Hindu yang bernuansakan Jawa, membuat masyarakat tidak menolak adanya umat Hindu dan pura di Mondoluku. Menurut bapak kadek Sumila, semua orang boleh berdoa di dalam Pura karena pura ini dibangun tidak hanya untuk persembahyangan umat Hindu kepada tuhan, namun juga merupakan tempat persemayaman leluhur.

Dalam Pura terdapat Gedong Lingga Kamulan merupakan tempat pemujaan kepada Leluhur dan Roh Suci yang disebut dengan Bethara. Didalamnya terdapat Rong Tiga yaitu Bapanta ring Tengen, Ibunta ring Kiwa, Matemahan Sang Hyang Iswara ring Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa roh-roh orang suci zaman dulu yang menyatu dengan Sang Hyang Tunggal. 8

8

(54)

46

Dari pola bangunan pura menunjukkan bahwa agama Hindu di pura tersebut sangat menghormati para leluhur mereka, dan mereka meyakini jika tempat mereka tinggal sekarang di jaga oleh arawah para leluhur yang telah bersatu dengan Sang Hyang Tunggal. Berdasar dari keyakinan dan ajaran-ajaran agama, membuat umat Hindu di pura Penataran Luhur sangat menjaga dan menghormati tempat mereka tinggal.9

Karena konsep agama Hindu di pura Penataran Luhur yang telah berakultuarsi dengan budaya lokal dan menegakkan ajaran untuk menghormati para leluhur, membuat semua banyak orang berdatangan untuk mendoakan para leluhur. Banyak umat Hindu yang berasal dari Bali yang datang untuk berdoa. Mereka beranggapan bahwa leluhur mereka berasal dari tanah Jawa dan bersemayam disana, sehingga membuat umat Hindu Bali berdatangan untuk mendoakan para leluhur.

3. Ajaran terhadap Alam Semesta dan Sesama Mahluk Hidup

Agama Hindu merupakan agama yang memadukan nilai-nilai rohani dan etika. Selain itu, bagi umat Hindu setiap tempat, perbuatan, dan fenomena tidak lepas dari pandangan Tuhan dan menganggap bahwa alam semesta ini adalah jelmaan dari yang sakral. Umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan juga menyakini setiap tempat, perbuatan, dan fenomena merupakan persemayanan dari Tuhan. Sehingga umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan sangat menjaga dan melindungi alam semesta.

(55)

47

Alam semesta merupakan gabungan atom-atom (Paramanu) yang abadi, yang tak berubah-ubah, tanpa penyebab, yang keberadaannya lepas dari pemikiran manusia. Alam semesta merupakan modifikasi dari unsur-unsur fisik yaitu tanah (prathiwȋ), air (ápah), api (tejas), dan udara (wáyu). Dalam filsafat nyáya mengakui 9 objek yang menyusun alam semesta yaitu tanah, air, api, udara, ether, waktu, ruang, pikiran dan sang diri (atman).10

Pada filsafat Waȋsesika, susunan alam dunia dipengaruhi oleh pengumpulan atom-atom, yang tak terhitung jumlahnya dan kekal. Secara kekal mereka mengumpul, bercerai berai dan hancur kembali oleh daya dari Adrsta. Atom didefiniskan sebagai sesuatu yang terkecil, tak terlihat, terbagi, tak dapat dirubah dan tak dapat diamati. Setiap atom memiliki inti kekalnya sendiri. Dalam kosmologinya, batasan mengenai keberadaan atom abadi berdampingan dengan roh abadi bersifat dualistik dan tidak secara positif memisahkan hubungan yang pasti antara roh dan materi.11

Brahman merupakan penyebab efisien, karena daya-daya cit dan acit Nya dalam wujudnya yang halus ia menampakkan diri sebagai alam semesta. Dan Brahman merupakan penyebab efisien, karena ia menyebabkan penyatuan dari roh pribadi dengan karma dan buah perbuatannya masing-masing.12 Alam semesta bukanlah tidak nyata atau khayalan, tetapi merupakan perwujudan nyata dari Brahman.

10Sri Swami Sivananda, Intisari Ajaran Hindu (Surabaya: Paramita, 1993), 174.

(56)

48

Karena alam semesta yang ada ini merupakan perwujudan dari yang sakral maka umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan sangat mengharagai dan menjaga kelestarian alam. Mereka yakin jiwa setiap materi yang ada di alam semesta ini merupkan perwujudan dari yang sakral, dan digunakan sebagai simbol untuk melambangkan adanya kekuatan yang tertinggi.

Selain kepercayaan terhadap perwujudan alam semesta, Umat Hindu menjaga dan menghargai mahluk hidup karena adanya konsep ahimsa. Ahimsa atau tanpa kekerasan merupakan kebajikan yang sangat penting. Pelaksanaan

ahimsa harus ada dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Pelaksanaan ahimsa, bukanlah suatu kelemahan namun suatu sikap kepahlawanan yang tertinggi. Pelaksanaannya menuntut kesabaran yang besar, penahanan nafsu dan daya tahan, kekuatan spiritual batin yang tak terbatas dan daya kehendak yang besar.13

Dengan melakukan konsep ahimsa berarti ia mengembangkan kasih sayang kosmos pada tingkatan yang tertinggi. Umat Hindu di Pura Penataran Luhur Medang Kamulan sangat menghargai ciptaan Tuhan dengan sangat baik, konsep ahimsa selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka yakin jika suatu perbutan yang tidak berlandaskan pada konsep ahimsa, maka suatu karma dari perbuatan mereka akan ia terima.

Dalam Konsep Hindu ada yang disebut dengan Panca Srada Hindu Dharma yaitu Brahma tattwa, Atma tattwa, karmapala tattwa, purnabhawa tattwa dan moksa tattwa. Bagi mereka dalam konsep tersebut mengandung ajaran-ajaran agar selalu berbuat baik. Terutama dalam karamapala tattwa, bahwa semua

(57)

49

perbuatan yang dilakukan akan memperoleh hasil. Jika mereka berbuat baik maka akan mendaptkan balasan baik dan jika mereka berbuat buruk, merusak alam dan saling membenci sesama mahluk hidup, maka mereka kelak bisa terlahir kembali dalam derajat yang lebih rendah dan susah untuk mencapai tingkatan moksa.

Menurut Jro Sepu Istri, jika kita (umat manusia) hendaknya saling mengasihi sesama mahluk entah itu hewan, tumbuhan dan manusia. Karena semua mahluk merupakan ciptaan Tuhan yang satu, kita semua sama dimata-Nya. Semua manusia adalah sama, walaupun ada berbagai agama dan kepercayaan. Kita semua hanya menyembah kepada yang satu yaitu Tuhan kita semua. Menurutnya, hewan-hewan bukan lain adalah reikarnasi dari kita sehingga kita juga harus menyayanginya terutama hewan berkaki empat. Karena kita tidak tau setelah kematian kita, kita akan terlahir kembali menjadi apa, bisa manusia, hewan atau tumbuhan.14

D.Respon Masyarakat tentang Lembu dan Implementasinya

Masyarakat di sekitar Pura Penataran Luhur, khususnya umat Hindu menganggap bahwa lembu adalah adalah binatang yang mereka hormati. Mereka menjaga ajaran tersebut dengan keyakinan mereka masing-masing. Mereka menganggap bahwa dengan menghormati lembu mereka akan merasa lebih dekat dengan maha pencipta.

14 Jero Sepuh Istri,

Gambar

Gambar 3.1 peta wilayah Gresik
Tabel 3.1
 Tabel 3.2

Referensi

Dokumen terkait