• Tidak ada hasil yang ditemukan

TREN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DALAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TREN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DALAM"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

148

TREN KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DALAM DUNIA

PENDIDIKAN

Oleh: Ari Yanto Universitas Majalengka

ari.thea86@gmail.com

Abstrak

Berbagai jenis kekerasan diterima oleh anak-anak, seperti kekerasan verbal, fisik, mental maupun pelecehan seksual. Ironisnya pelaku kekerasan terhadap anak biasanya adalah orang yang memiliki hubungan dekat dengan si anak, seperti keluarga, guru maupun teman sepermainannya atau sebayanya sendiri. Tentunya ini juga memicu trauma pada anak, misalnya menolak pergi ke sekolah setelah tubuhnya dihajar oleh gurunya sendiri.Kondisi ini amatlah memprihatinkan, namun bukan berarti tidak ada penyelesaiannya. Perlu koordinasi yang tepat di lingkungan sekitar anak terutama pada lingkungan keluarga untuk mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan, menyeleksi tayangan televisi maupun memberikan perlindungan serta kasih sayang agar anak tersebut tidak menjadi anak yang suka melakukan kekerasan nantinya. Tentunya kita semua tidak ingin negeri ini dipimpin oleh pemimpin bangsa yang menyelesaikan kekerasan terhadap rakyatnya.Melihat kejadian kasus kekerasan seksual pada anak dilihat sangat ironis sekali, dimana moral dan agama itu tidak lagi menjadi pedoman dalam keluarga. Sehingga banyak terjadi dimana-mana kekerasan seksual terutama terhadap anak. ini disebabkan oleh lemahnya pendidikan moral dan agama yang diajarkan oleh orang tua didalam keluarga. Orang tua seharusnya berperan penting dalam mendidik anak khususnya tentang akhlak dan moral.Keluarga merupakan struktur terkecil dari lingkungan sosial, yang mana didalamnya ada orang tua yang mempunyai peranan penting dalam mendidik dan membimbing anak dari segi moral dan agama. Dengan bimbingan orangtua diharapkan segi moral dan agama anak lebih baik sehingga mampu mengatasi penyimpangan moral dan agama seperti kekerasan seksual pada anak tersebut. Kemudian orang tua membekali pengetahuan dan nilai-nilai yang betul, yang mana pengetahuan itu adalah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan setelah dewasa, pengetahuan ini diberikan kepada anak sejak usia muda pada umur 12-16 tahun, hubungan seksual ini hanya diperbolehkan pada usia 21 tahun dengan ikatan pernikahan.

Kata kunci: kekerasan seksual, dunia pendidikan

A. Latar Belakang

Anak adalah tumpuan dan harapan orang tua. Anak jugalah yang akan menjadi penerus bangsa ini. Sedianya, wajib dilindungi maupun diberikan kasih sayang. Namun fakta berbicara lain. Maraknya kasus kekerasan pada anak sejak beberapa tahun ini seolah membalikkan pendapat bahwa anak perlu dilindungi. Begitu banyak anak yang menjadi korban kekerasan keluarga, lingkungan maupun masyarakat dewasa ini.Pasal 28b ayat 2 menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Namun apakah pasal tersebut sudah dilaksanakan dengan benar? Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia masih jauh dari kondisi yang disebutkan dalam pasal tersebut.

(2)

149 menolak pergi ke sekolah setelah tubuhnya dihajar ole gurunya sendiri.Kondisi ini amatlah memprihatinkan, namun bukan berarti tidak ada penyelesaiannya. Perlu koordinasi yang tepat di lingkungan sekitar anak terutama pada lingkungan keluarga untuk mendidik anak tanpa menggunakan kekerasan, menyeleksi tayangan televisi maupun memberikan perlindungan serta kasih sayang agar anak tersebut tidak menjadi anak yang suka melakukan kekerasan nantinya. Tentunya kita semua tidak ingin negeri ini dipimpin oleh pemimpin bangsa yang menyelesaikan kekerasan terhadap rakyatnya.

Ada beberapa fakta yang membuktikan bahwa kekerasan itu terjadi terhadap anak yaitu Berdasarkan data Komnas Perlindungan Anak (PA) dalam TRIBUNNEWS.commenyatakan bahwa disemester awal tahun 2013 kekerasan yang terjadi kepada anak-anak terus meningkat sampai akhir tahun."Komnas Anak menetapkan tahun 2013 ini sebagai kondisi darurat nasional kejahatan seksual terhadap anak. Berdasarkan data kasus yang dipantau pusat data dan informasi Komnas Anak dari bulan Januari sampai Juni 2013 ada 1132 kasus dan akan meningkat sampai penghujung tahun,"Data dirinci lebih lanjut sebagai berikut yaitu, kasus kekerasan pada anak yang dibagi menjadi tiga kategori dengan rincian kekerasan fisik 294 kasus (28 persen), psikis 303 kasus (20 persen) dan paling besar kekerasan seksual sebanyak 535 (52 persen).Dan ternyata kekerasan seksual lah yang menempati posisi atau urutan pertama. Sehingga menurut Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait Kasus kekerasan seksual anak ini ternyata menjadi tren dan berada di ranking pertama. Melihat data dan kejadian seperti itu tidak terlihat adanya perlindungan terhadap anak umumnya dari pemerintah khususnya dari keluarga itu sendiri. Sehingga kejadian kekerasan seksual ini tidak jauh beda dengan tahun kemarin malahan lebih meningkat.

Selain itu laporan yang dilansir oleh salah satu stasiun televisi yaitu Metro TV adalah kekeresan seksual terhadap anak dimulai dari tahun 2010 sebanyak 48% 2011 sebanyak 52% 2012 sebanyak 62% dan sampai ke tahun 2013 terus meningkat dan kekerasan seksual ini tidak mengenal usia bahkan jenis kelamin sekalipun.Ini merupakan bukti nyata yang harus diterima bahwa ancaman terhadap anak tidak pernah surut. Ini menjadikan angka yang sangat memprihatinkan sehingga kekerasan seksual ini masuk kedalam fase darurat.

294 303

535

Data ini diambil dari Komnas Perlindungan Anak (PA) dalam TRIBUNNEWS.com

Data Kekerasan Anak

Bulan Januari-Juni 2013

(3)

150 Melihat kejadian kasus ini dilihat sangat ironis sekali, dimana moral dan agama itu tidak lagi menjadi pedoman dalam keluarga. Sehingga banyak terjadi dimana-mana kekerasan seksual terutama terhadap anak. ini disebabkan oleh lemahnya pendidikan moral dan agama yang diajarkan oleh orang tua didalam keluarga. Orang tua seharusnya berperan penting dalam mendidik anak khususnya tentang akhlak dan moral. Dimana pendidikan moral dan agama tersebut harus diberikan kepada anak sejak dini hingga beranjak remaja karena pendidikan agama dan moral merupakan pondasi awal pendidikan dasar yang harus diberikan oleh keluarga supaya anak mendapatkan pembekalan pengetahuan dan nilai-nilai yang betul sehingga tidak terjadi lagi kekerasan terutama seksual pada anak baik dikeluarga, sekolah, dan lingkungannya.

B. Pembahasan

Seperti dua sisi koin yang berlawanan, kehidupan seksual pun tidak ada terlepas dari keadaan normal dan keadaan yang menyimpang. Seseorang yang memiliki ketertarikan seksual pada obyek yang tidak umum disebut dengan parafilia. Orang yang menderita parafilia ini bisa dijelaskan oleh 4 teori yakni teori biologis (adanya perbedaan dalam struktur otak, kimia otak, bagian-bagian otak dan hormon), teori perkembangan (adanya potensi erotis umum yang dapat melekat pada hampir semua hal sejak kita lahir), teori perilaku (pengkondisian pada kenikmatan seksual) dan teori sosiologis (menelaah cara masyarakat membentuk perilaku tertentu).

Ada berbagai macam dari parafilia salah satunya yang menarik adalah sadism yang mengacu kepada kekerasan yang sengaja dilakukan, baik secara fisik atau psikis terhadap orang lain dalam ketergugahan seksual dan orgasme. Sedangkan sadomasochism adalah aktivitas seksual dimana salah satu pasangan beperan sebagai dominan dan yang lain berperan sebagai

yang patuh atau “budak”.

Menurut Michael Crosby, lingkaran kekerasan merupakan buah dari setiap paksaan yang mengakibatkan luka. Paksaan dan luka itu bisa bersifat fisik ataupun psikis, personal ataupun komunal, dan psikologis ataupun sosiologis.Tiga kata saja, tragis dan ironis. Memalukan sekali di negeri yang katanya cinta damai ini seakan kekerasan telah menjadi infotainment yang hampir setiap hari disuguhkan oleh media dalam berbagai kemasan menarik. Kemasan-nya yang menarik itu nampaknya justru semakin mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan baru dalam bentuk yang lebih inovatif.

48%

52% 62%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

Data ini diambil dari Metro TV

Kekerasan Seksual Anak

2010

2011

(4)

151 Menurut Saifullah (2008) penyebab terjadinya kekerasan seksual dan fisik di pesantren dapat dicari dari salah satu faktor berikut: Pertama, pesantren pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan lembaga pendidikan lain seperti sekolah. Keterbatasan sarana dan fasilitas pendukung penginapan seringkali membuat para santri harus tidur berdesakan dan mandi bersama-sama, tidak ada wilayah privat di pesantren. Interaksi fisik antar santri terjadi dalam interaksi tinggi. Pada waktu bersamaan, mayoritas santri sedang mengalami masa-masa pubertas. Mereka sedang asyik mencari tahu tentang fungsi dan perkembangan alat-alat reproduksinya. Dengan demikian tidak heran jika mereka saling memperhatikan atau membandingkan antara organ vital miliknya dengan teman-temannya. Bahkan ketika bergurau topik pembahasan pun mengarah pada seksualita. Keterbatasan sarana dan fasilitas ini juga memicu terjadinya kekerasan fisik karena perebutan wilayah kekuasaan' oleh raja-raja kecil.

Kedua, peraturan di pesantren dalam hal pergaulan antara santri dengan santriwati atau antara santri dengan dunia luar cukup ketat. Pembatasan secara fisik untuk berinteraksi dengan lawan jenis berpotensi memicu santri tidak menemukan penyaluran dan membuat orientasi seksualnya sedikit menyimpang. Hal ini didukung dengan interaksi intens dengan sesama jenis. Ibarat kata pepatah, tak ada tali akar pun jadi. Ketiga, kekerasan seksual seringkali dipicu karena seorang whistle blower. Sangat mungkin dari ratusan santri, satu atau dua orang memang memiliki kelainan orientasi seksual. Terlebih untuk masuk pesantren belum ada test masuk. Sehingga semua orang bebas masuk asal membayar biaya administrasi. Para pelajar dari keluarga broken home dan anak-anak nakal pun seringkali dititipkan ke pesantren agar insaf. Keempat, di pesantren juga terdapat materi pelajaran seksualita dengan merujuk pada literatur dari kitab-kitab kuning. Pelajaran ini sejatinya khusus untuk santri dan santriwati senior. Namun, santri-santri junior juga sering menyamar untuk mengikuti pengajian yang digelar tengah malam ini. Tidak menutup kemungkinan kekerasan fisik dan seksual juga dilakukan oleh para staf pengajar. Pasalnya, di pesantren dituntut adanya ketaatan penuh.

Orang tua sangat berperan penting dalam hal pembentukan kepribadian anak. Baik buruknya kepribadian anak yaitu perkembangan moral di masa yang akan datang bergantung dari pendidikan dan bimbingan orang tua. Maka dari itu sangat jelas sekali peran penting dari keduanya.

Istilah moral berasal dari kata latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moaralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral (yusuf. 2004:132). Menurut Agustin (2013:54) moralitas atu moral adalah istilah yang berasal dari bahasa latin: mos (jamak:moses) yang berarti cara hidup atau kebiasaan. Sehingga nilai-nilai moral itu, seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanaan, memelihara kebersihan, larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi.

Selain itu perkembangan beragama seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu :

1) Faktor Pembawaan (internal)

Pada hakikatnya manusia mempunyai fitrah (pembawaan) beragama. Manusia yang baru lahir baik dalam zaman primitif, bersahaja, sudah modern menurut fitrah kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keimanan kepada Tuhan atau percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta.

Keyakinan bahwa manusia memiliki fitrah atau kepercayaankepada Tuhan didasarkan kepada firman Allah yaitu : Surat Al-Araf ayat 172, Surat Ar-Rum ayat 30, dan Surat Asy-Syamsu ayat 8.

(5)

152 Faktor lingkungan adalah faktor perangsang atau stimulus berkembangnya fitrah beragama dengan sebaik-baiknya. Lingkungan itu baik di keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Ada 1 teori yakni blaming the victim dimana teori ini mengatakan seseorang yang diperkosa merupakan kesalahan dirinya sendiri entah berkaitan dengan penampilannnya yang mencolok dan menarik perhatian, sikapnya yang agresif atau berjalan sendirian ditempat yang rentan akan tindak pemerkosaan. Saya secara pribadi tidak setuju terhadap teori ini karena korban pemerkosaan sudah cukup dilucuti oleh perilaku yang diterimanya dan kita sebagai orang yang berpendidikan seharusnya tidak secara mudah menyalahkan korban pemerkosaan. Hal yang seharusnya kita lakukan adalah membantunya menata hidupnya kembali dan membuang pemikiran korban akan kehancursn dunianya setelah kasus pemerkosaan terjadi pada dirinya.

Mereka adalah manusia yang perlu diberikan bantuan secara psikologis bukan orang yang patut diberikan cemoohan atau pengucilan. Satu hal yang saya yakini adalah setiap orang bertindak didasari sebuah alasan terlepas dari alasan mereka yang negatif atau positif. kita sebagai calon psikolog nantinya harus menelisik lebih jauh tentang hal tersebut. Stop blaming the victim and make a better perceptions for her/ his about their future are our jobs.

1. Tren Kekerasan Seksual Pada Anak Dalam Dunia Pendidikan

Kekerasan seksual pada anak pada saat ini sangat menyedihkan sekali, kita melihat dibeberapa media Televisi dan media cetak banyak kita temui kasus yang serupa dimana kekerasan seksual tersebut menjamur diberbagai daerah. Kasus kekerasan seksual ini terjadi pada anak usia 6-18 tahun. Dan dimana usia-usia anak tersebut masih mengenyam pendidikan formal baik dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Dan ternyata pelakunya itu tidak jauh dari orang terdekat dari anak tersebut diantaranya seperti didalam keluarga (orang tua), sekolah (oknum guru), dan lingkungan sekitar (teman sebaya).

Kasus kekerasan seksual ini didasarkan fakta dari berbagai sumber seperti Komnas Perlindungan Anak (PA) dalam TRIBUNNEWS.com yang menyatakan bahwakasus kekerasan pada anak yang dibagi menjadi tiga kategori dengan rincian kekerasan fisik 294 kasus (28 persen), psikis 303 kasus (20 persen) dan paling besar kekerasan seksual sebanyak 535 (52 persen).Dan ternyata kekerasan seksual yang menempati posisi atau urutan pertama.Kemudian data selanjutnya diambil dari salah satu stasiun televisi yaitu Metro TV adalah kekeresan seksual terhadap anak dimulai dari tahun 2010 sebanyak 48% 2011 sebanyak 52% 2012 sebanyak 62% dan sampai ke tahun 2013 terus meningkat dan kekerasan seksual ini tidak mengenal usia bahkan jenis kelamin sekalipun.

Melihat dari data diatas bahwa kasus-kasus kekerasan seksual yang menimpa anak terus meningkat dan tindakan dari para pelakunya ini tidak mengalami efek jera dari segi hukuman. Sedangkan menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002 menjelaskan bahwa “Ancaman hukuman maksimal 15 tahun bagi orang dewasa yang melakukan tindakan seksual pada anak-anak”. Akan tetapi kenyataannya tidak seperti itu, justru para pelaku tindakan kekerasan seksual tersebut dihukum maksimal 9 tahun. Sehingga tidak mempunyai dampak efek jera bagi para pelakunya dan tidak membuat orang takut. Sehingga timbul sebuah pertanyaan “Ada apakah dengan perundang-undangan di negara kita???”

(6)

153 kemudian dari segi moral dan agama si pelaku kurang mengetahui adab-adab pada peraturan moral dan agama yang mana si pelaku tidak bisa melampiaskan hasrat nafsunya yang negatif ke arah yang lebih positif.

Didalam dunia pendidikan anak-anak yang mengalami kekerasan seksual tersebut mengalami dampak yang begitu besar, seperti anak tidak mau lagi melanjutkan sekolahnya, memiliki beban mental yang sangat berat, berubah yang dulunya ceria menjadi pendiam, menutup diri dari lingkungan. Sehingga anak itu susah untuk maju menggapai masa depan yang gemilang dan seharusnya si anak itu bisa meraihnya dengan mudah. Kemudian dampak bagi si pelaku kekerasan seksual ini tidak mengalami dampak yang begitu besar bagi dirinya bahkan banyak pelaku-pelaku kekerasan seksual yang menjamur diberbagai daerah baik dikota maupun diperdesaan. Dikarenakan salah satunya, lemahnya hukuman yang didapak si pelaku melalui perundang-undangan yang ada di negara kita.

Contoh kasusnya adalah pekan sekitar Februari 2010 terungkap kasus kelainan seksual lainnya di Palembang. Pengidap kelainan seksual di Palembang ini bernama Purnama. Ia diduga mengidap sadisme seksual. Purnama akan memperoleh kepuasan jika dalam melakukan hubungan seksual diawali dengan menyakiti atau menyiksa terlebih dahulu pasangannya.

Menurut pengakuan korban (istri Purnama), selama bertahun-tahun sebelum disetubuhi, dirinya dicambuk, kemaluannya disiram dengan minuman keras (miras), bahkan belakangan kerap ditodong dengan senjata api. Dalam area sadism, Purnama melakukan perilaku flagellation yaitu menyerang partner, biasanya dengan mencambuk. Selain itu Purnama juga diduga mengalami kelainan yakni triolisme (penderita kelainan seksual yang akan memperoleh kepuasan jika saat melakukan hubungan seksual dengan pasangannya dilihat oleh orang lain). Pengakuan dari istrinya mengatakan Purnama sering membawa perempuan lain ke rumah, menyuruh istri dan keempat anaknya menonton perbuatan mesumnya tanpa rasa malu. Kalau istri dan anak-anaknya melawan, Purnama akan menodongkan pistol. Sehingga membuat istri dan anak-anaknya menjadi ketakutan. Penderita seksual ini merupakan salah satu dari sekian banyak penyimpangan ekspresi seksual yang terjadi.

Selain penyimpangan ekspresi seksual, yang tidak kalah maraknya adalah kasus pemerkosaan yang biasanya dialami oleh wanita walaupun tidak menutup kemungkinan untuk para pria. Di sebuah negera yang rentan akan kasus pemerkosaan, dibuatlah sebuah komdom untuk wanita. Para wanita dinegara tersebut disuruh memakai kondom ini setiap hari ini untuk menjaga dirinya dari tindak pemerkosaan. Kondom ini berfungsi ketika wanita diperkosa, penis dari laki-laki yang melakukan penetrasi akan terjepit dalam vagina perempuan dan tidak bisa keluar lagi bila tidak diberikan suntikan relaksasi. Hal ini akan memudahkan untuk para penegak hukum dalam mengidentifikasi pelaku pemerkosa.

2. Solusi

Keluarga merupakan struktur terkecil dari lingkungan sosial, yang mana didalamnya ada orang tua yang mempunyai peranan penting dalam mendidik dan membimbing anak dari segi moral dan agama. Dengan bimbingan orangtua diharapkan segi moral dan agama anak lebih baik sehingga mampu mengatasi penyimpangan moral dan agama seperti kekerasan seksual pada anak tersebut. Kemudian orang tua membekali pengetahuan dan nilai-nilai yang betul, yang mana pengetahuan itu adalah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan setelah dewasa, pengetahuan ini diberikan kepada anak sejak usia muda pada umur 12-16 tahun, hubungan seksual ini hanya diperbolehkan pada usia 21 tahun dengan ikatan pernikahan.

Dan kepada anak-anak yang sudah mengalami tindakan kekerasan seksual itu harus mendapatkan penanganan secara khusus baik dari keluarga maupun pemerintah, si anak mendapatkan terapi-terapi secara khusus yang dapat meningkatkan kepercayaan diri lagi.

(7)

154 Salah satu upaya pencegahan penyimpangan sosial adalah dilakukan dengan kontrol sosial. Tujuan kontrol sosial adalah mengendalikan perilaku individu. Kontrol sosial dapat dilakukan dengan tindakan sebagai berikut:

1. Kasih Sayang (Attachement)

Kasih sayang menjadi sumber utama kekuatan yang muncul dari hasil sosialisasi di dalam keluarga.

2. Tanggung Jawab (Commitment)

Tanggung jawab yang kuat pada aturan dapat memberikan kerangka kesadaran tentang masa depan. Bentuk komitmen ini, antara lain adanya kesadaran bahwa masa depan pelaku tindakan menyimpang akan suram.

3. Keterlibatan Atau Partisipasi (Involvement)

Dengan munculnya kesadaran mengakibatkan individu terdorong berprilaku partisipatif dan terlibat dalam ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan masyarakat. Keterlibatan seseorang tersebut akan mengurangi peluang seseorang untuk melakukan pelanggaran hukum.

4. Kepercayaan (Believe)

Kepercayaan terhadap norma-norma dan aturan sosial dalam masyarakat yang telah tertanam kuat pada diri seseorang berarti kepatuhan masyarakat terhadap peraturan itu akan makin kuat juga.

b. Kontrol sosial memiliki jenis sanksi yaitu: 1. Sanksi Fisik

Sanksi fisik dapat berupa dipenjara, dicambuk, dan diikat. 2. Sanksi Psikologis

Sanksi psikologis dapat berupa dicemooh, diasingkan, dicopot dari jabatannya. 3. Sanksi Ekonimi

Sanksi ekonomi dapat berupa denda dan penyitaan harta kekayaan.

C. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Dari kasus yang dijelaskan diatas peran orang tua dan pemerintah dalam pendidikan moral dan agama yang benar membantu dalam penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dilingkungan sekitar seperti kekerasan seksual pada anak.

2. Saran a. Orang tua

Orang tua yang baik akan selalu mengawasi dan mendidik anaknya dalam belajar dan pergaulannya sehari-hari.

b. Pemerintah

Pemerintah harus mampu memberikan perlindungan yang lebih terhadap anak dan pemerintah juga bisa konsisten terhadap peraturan yang dibuat dalam perundang-undangan yang berlaku di negara kita.

D. REFERENSI

http://www.tribunnews.com/nasional/2013/07/18/sampai-akhir-2013-tren-kekerasan-seksual-anak-meningkat

http://majalahfaktaonline.blogspot.com/2013/01/2013-tahun-darurat-kekerasan-seksual.html Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosda

(8)

155 Nurihsan,Juntika & Mubiar Agustin. 2011. Dinamika Perkembangan Anak Dan Remaja

Tinjauan Psikologi, Pendidikan, Dan Bimbingan. Bandung: Refika Aditama

Lickona, Thomas. 2013. Educating For Character (Mendidik Untuk Membentuk Karakter). Jakarta: Bumi Aksara

Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Kencana

Yusuf LN, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Zulkifli. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Darajat, Zakiah. 1971. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia. Jakarta : Bulan Bintang Sarwono, Sarlito W. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Danim, Sudarwan. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta

http://bbawor.blogspot.com/2008/08/peran-orang-tua-dalam-pendidikan-anak_19.html http://bbawor.blogspot.com/2010/03/kenakalan-remaja.html

http://rudidw.blogspot.com/2012/09/teori-kekerasan.html

Referensi

Dokumen terkait

Diintegrasikan dengan masalah sebelumnya, kegiatan pengabdian masyarakat ini diarahkan pada pelatihan pengelolaan keuangan syari’ah untuk ibu-ibu majelis ta’lim yang

Analisis persentase tingkat penyebaran klorofil-a secara temporal di bagian selatan Selat Makassar tahun 2009 dan 2010 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi

Berdasarkan hasil hipotesis statistik, baik secara parsial maupun simultan komitmen organisasional dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap peningkat kinerja

Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan korelasi tidak nyata positif antara tinggi tanaman, jumlah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemerintah dalam memprediksi fluktuasi harga beras di masa depan agar dapat dijaga kestabilannya

Apabila pencairan MLD sebelum Tanggal Jatuh Tempo atas permohonan Nasabah tidak dapat dihindari, maka Bank tidak menjamin pengembalian pokok sebesar 100% dan Nasabah wajib

Hasil peneltian (Tabel 1) menunjukkan bahwa rata-rata kadar air bervariasi mulai dari bagian pangkal sampai ke bagian ujung, sedangkan rata-rata kerapatan cenderung meningkat dari

Sedangkan, skor maksimal yang diharapkan (Tsh) adalah 208. Jadi, berdasarkan perhitungan review ahli I secara keseluruhan tersebut dapat disimpulkan bahwa produk modul ajar MRL