• Tidak ada hasil yang ditemukan

sejarah perkembangan falsafah sejarah ilmu politik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "sejarah perkembangan falsafah sejarah ilmu politik"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas.

Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan.Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Maka untuk itu agar kita dapat mengenal sejarah tentang Ilmu politik yang kami sajikan dalam bentuk makalah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah Ilmu politik pada zaman Sebelum Masehi?

2. Bagaimana perkembangan ilmu politik pada zaman Sesudah Masehi? 3. Bagaimana perkembangan Ilmu politik di Indonesia?

C. Tujuan penulisan

1. untuk mengetahui bagaimana politik hukum pertama kali dikenal 2. untuk mengetahui perkembangan politik hukum di era modren

BAB II

PEMBAHASAN

(2)

Politik hukum merupakan cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar dan ruang lingkup yang sudah jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya, karena baru lahir pada akhir abad ke-19. Pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, anthropologi. Dalam perkemangan ini mereka saling mempengaruhi.

Padahal secara embrio yang lebih luas dan berorganitas, pembahasan tentang negara sudah ada sejak 450sM di Yunani Kuno. Seorang ahli sejarah Herodutus(480-430sM), maupun filsuf-filsuf ternama Yunani seperti Plato(427-347sM) karya-karyanya politeia (tentang politik), kriton (tentang ketaatan terhadap hukum), dan Aristoteles ( 384-332sM) sudah banyak bericara tentang politik.1

Filsafat politik tidak berawal dari ilmu pengetahuan, melainkan bertolok dari pemakaian akal sehat dalam tujuan-tujuan manusia. Mulailah paradigma rasional menggantikan pandangan dunia yang lebih irasional dan mistik yang hidup sebelumnya,seperti dewa-dewa.

Kemudian, ilmu pengetahuan mengantikan hal itu yang tidak terduga sebelumnya melalui keteraturan. Keteraturan tidak lagi berasal dari paradigma mistik, melainkan paradigma ilmiah. Orang Yunani mulai menyingkirkan peranan para dewa dengan objek rasional seperti halnya atom temuan Democritus(460-370sM).yang merupakan bahan dasar dunia yang tidak dapat diperkecil, tidak bertahan lama bahkan meluas kehidupan sosial.

Demikianlah awal tradisi intelektual bangsa yunani, tidak sekaligus menerima ilmu analisis ilmu pengetahuan, namun mereka menerima analisis moral. Di sini Scorates (469-399sM) merupakan orang pertama yang menyadari bahwa ilmu alam tidak memberikan penjelasan memadai untuk perilaku manusia. Karena itu wajar jika dalam ilmu pengetahuan kuno belum mampu memberikan rumusan teori. Begitu pun dalam ilmu politik, munculnya slogan”filsafat politik dibatasi etika” itulah sebabnya pada dekade ini, politik merupakan suatu fungsi antara penguasa dan yang dikuasa, baik pemerintah yang dijalankan satu orang ataupun beberapa orang. Yang penting setiap pemerintah mampu mendatangkan kebajikan. Dengan demikian, model politik klasik sebelum plato, cukup terdiri atas penguasa dan yang dikuasai, cara dan tujuan. Dalam paradigma politik waktu ituyang terpenting adalah

(3)

bagaimana untuk mencari keselarasan atau keseimbangan antara penguasa dan dikuasai seagaimana untuk tujuan bersama.

Pada zaman plato dalam bukunya Politea, menyatakan negara itu seperti tubuh yang berkembang dari beberapa individu yang terorganisasi. Adapun bentuk-bentuk itu antara lain :

a. Aristokrasi : kekuasaan dipegang para cendekiawan/pintar yang diutamakan keadilan dan kepentingan bersama.

b. Timokrasi : sekelompok penguasa (elit) yang lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya dan karena itu tidak adil.

c. Oligarchie : kekuasaan negara dipegang kaum hartawan (konglomerat) dan berkembanglah kepemilikan swasta.

d. Demokrasi : pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan kepentingan umum diutamakan, disamping kebebasan/kemerdekaan.

e. Tyrani : pemerintahan dipegang seorang dan biasanya tidak adil dan mementingkan dirinya atau keluarganya.

Para filosof pada zaman ini berusaha mencari esensi keadilan dan kebaikan, juga mempertimbangkan masalah-masalah esensial lainnya seperti pemerintahan yang baik, kedaulatan, kewajiban negara terhadap warga negara dan sebaliknya. Beberapa pusat kebudayaan Asia seperti India dan Cina, telah terkumpul beberapa karya tulis bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul dalam kesusasteraan Dharmasatra dan Arthasastra, berasal kira-kira dari tahun 500 S.M. Begitupun filsuf cina kuno Kung Fu-Tze/ Confusius ( 551-479sM), Meng-Tse(Mencius), dan Lie-Tze(350sM) seorang perintis legalitas telah banyak berbicara tantang politik.2 Ada banyak sekali tokoh-tokoh yang memliki pemikiran yang menggugah dunia di Timur. Mereka muncul dari beberapa Negara yang mempunyai kebudayaan dan agama yang berbeda seperti Islam, Cina dan India. Tapi budaya dan agama itu juga yang menjadi persamaan ciri dari tokoh-tokoh ini. Karena dasar-dasar pemikiran politik mereka masih sangat dipengaruhi ajaran agama, dan warisan budaya mereka masing.3 Untuk lebih jelasnya bisa kita lihat dan bandingkan perbedaan dan persamaan tersebut dalam penjelasan singkat berikut:

2 Miriam Budiardjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.1.

(4)

1. Al- Farabi - Dalam pemikiran politik al-farabi terlihat jelas dilandasi oleh filsafat kenabian, dalam hal ini al-farabi dapat tergolong filosof politik yang idealistic. Al-farabi memang memfokuskan perhatiannya pada pemimpin atau kepala Negara serta kaitannya dengan system pemerintahan.4

2. Al – Mawardi - Bila al-farabi bersifat idealistic dan mengutamakan pemikiran politiknya tentang kualitas pemimpin, maka Al-Mawarbi cenderung lebih realistic dan berorientasi pada masalah konstitusi kenegaraan. Al-Mawardi ternyata lebih dulu memperkenalkan kontrak social pada awal abad XI M, dan baru lima abad kemudian bermunculan teori kontrak social di Barat

3. Ibnu khaldun - Ibnu khaldun mengemukan bahwa system politik itu sangat diperlukan untuk terwujudnya stabilitas, dan nuansa politik tersebut amat relevan dengan kondisi manusia sebagai makhluk social-politik. Pemimpin tidak harus memiliki jarak jauh dengan rakyat. Konsep kepemimpinan primusinterpares ternyata telah diperkenalkan oleh Ibnu khaldun.

4. Confucius - Dari berbagai pemikran Confucius atau Kong Hu Cu, terutama yang berkaitan dengan politik lebih menekankan bagaimana menjadi penguasa, pemerintah dan pejabat yang baik yaitu yang mengutamakan kepentingan rakyat. Rakayta sangatlah penting mengingat banyak rakyat yang menjadi korban ambisi dan kepentingan penguasa. Confucius juga meyakini adanya tuhan yang disebut Tien. Dan dekat dengan alam sebagaimana pemikir Cina lainnya. Denganbegitu dalam setiap pemikirannya mengenai pemerintahan adalah tempat tinggal yang nyaman dan aman bagi segenap rakyat tanpa terkecuali.

5. Lao Tzu - Dalam teori politik Lao Tzu, penganut Taonisme sepakat dengan kaum Confucianisme, bahwa Negara idaman ialah Negara yang dikepalai manusia bijaksana. Hanya manusia bijaksanalah yang dapat dan seharusnya memerintah. Tetapi perbedaan diantar kedua mazhab tersebut adalah bahwa menurut kaum Conficianisme , bila seorang manusia bijaksana menjadi penguasa ia seharusnya berbuat banyak bagi rakyatnya, sedangkan menurut kaum Taonisme, kewajiban

(5)

penguasa bijaksana bukan berbuat banyak tapi meniadakan perbuatan apapun. Menurut Lao Tzu, kesulitan-kesulitan yang terjadi di dunia bukan disebabkan banyak hal yang belum di kerjakan, melainkan karena terlalau banyak hal yang telah di kerjakan5

6. Mahatma Gandhi - Mohandas Karamchad Gandhi, seorang pemikir politik di India dan pejuang yang memerdekan India. Membacaa karya India dan buku pengetahuan, hukum, pemerintah, dan tentang Tuhan merupakan favoritnya. Ahimsa (tidak melukai) ajaran Gandhi yang terkenal, ajaran ahimsa adalah dasar dan pedoman untuk bertindak. Tujuannya untuk menegakkan kebenaran. Ciri ahimsa adalah penyesuaian dan pembaharuan yang tiada henti. Ada 3 bentuk tindakan bersifat ahimsa yaitu, non co operation, ketidakpatuhan sipil, dan puasa. Yang paling utama adalah non co-operation dimaksudkan menolka untuk mengambil bagian dalam system yang tidak adil. Tuhannya adalah untuk perubahan struktur masyarakat yang tidak adil, yang membuat orang menderita.

B. Perkembangan Ilmu politik di Zaman Romawi

Pada zaman ini yang terkenal dengan Romawi Kuno memerikan sumbangan yang berharga bagi ilmu politik antara lain: bidang hukum, yurisprudensi, dan administrasi negara. Bidang tersebut didasarkan atas perspektif mengenai kesamaan manusia, persaudaraan setiap orang , ketuhanan dan keunikan nilai individu yang bagaimanapun rendahnya, mempercayai cahaya tuhan menjiwai seluruh semesta. Filsafat demokrasi dengan asumsinya tentang rasionalitas, moralitas dan persamaan serta konsepnya tentang hukum alam dan hak-hak alamiah, banyak menurun dari faham stoic dan cicero, yang memadukan filsafat stoic kedalam pemikiran barat.6

C. Perkembangan Ilmu politik pada Abad Pertengahan

Kemudian selama abad pertengahan, Negara menjadi kurang penting dibandingkan gereja, yang bisa memaksakan kekuasaanya pada raja dan memecat para pangeran dan mengatur kebijakan umum. Dibawah dominasi intelektual dan politik gereja Kristen, pemikiran politik pada abad pertengahan peratama-tama berurusan dan untuk menjawab persoalan mengenai yang seharusnya (nilai), bukan pertanayaan tentang yang ada (fakta). Hal

5 Lan, Fu Yu, Sejarah Ringkas Filsafat Cina (Sejak Confucius samapai Han Fei Tzu), (Yogyakarta: Liberty, 1990), hlm. 80.

(6)

itu juga berbeda dengan paradigma teokratis, dimana ide hukum alam kehukum manusiawi. Akan tetapi dunia kristen menampilkan kembali pandangan dunia agama. Santo agustinus (354-430) merupakan tokoh pertama yang menegaskan politikus theokratis dan ada Thomas Aquinas (1225-1274) yang memberikan gambaran pentingnya hokum sebagai roda penggerak kehidupan kemasyarakatan.

Pada akhir abad pertengahan dua prinsip penting yang muncul mendorong transisi kemasa pencerahan yang dimulai abad ke-16.

1. bahwa penguasa atau raja merupakan wakil rakyat, dengan lingkup kekuasaan yang ditentukan oleh konstitusi yang sifatnya terbatas.

2. bahwa komunitas politik bukan terdiri dari hak-hak pribadi semua individu, melainkan hak-hak dewan perwakilan. Rakyat diwakili bukan dalam kedudukan perorangan mereka, tetapi dalam kedudukan politik sebagai warga negara (Apter, 1996: 74). Sebuah dewan perwakilan menjalankan pengawasan terhadap penguasa. Hal ini merupakan dasar hak-hak individu dan perwakilan.

Dalam hal ini terdapat peristiwa penting, diantaranya kemenangan kerajaan atas gereja dalam perjuangan besar antara raja dan paus. Kemudian ketika visi sintesa paham Kristen abad pertengahan yang domain merosot, para penguasa menjadi makin asyik untuk mempertahankan kekuasaan yang menjadi tujuan dalam dirinya sendiri. Paradigma teokratis akhirnya tergeser oleh suatu persekutuan sekuler antara raja dan sebagian filosof politik baru yang akhirnya digantikan oleh pencerahan. Sejak itu hak-hak rakyat bukan kekuasaan penguasa dan cara-cara melindunginya menjadi perhatian utama politik. Pemecahan universal haruslah pemerintahan perwakilan, yan dikenal dengan demokrasi politik (Apter, 1996: 76).7

D. Sejarah perkembangan Ilmu politik pada permulaan Zaman Modren

Tokoh utama pada transisi ini adalah Niccolo Machiavelli (1469-1527). Dia-lah yang merasa jemu dengan pertengkaran-pertengakaran doktrin, dan ia membuka jalan bagi pemikir kekuasaan yang sekuler.

Machiaveli percaya bahwa rezim-rezim masuk kedua tipe, yaitu “kepangeranan” (principality) dan “republik”. Dalam The Prince, ia memberikan nasihat tentang bagaimana mendapatkan dan mempertahankan sebuah kepangeranan. Untuk melakukannya seorang

(7)

penguasa bijak hendaknya mengikuti jalur yang dikedepankan berdasarkan kebutuhan, kejayaan, dan kebaikan negara. Hanya dengan memadukan machismo, semangat keprajuritan, dan pertimbangan politik, seseorang penguasa barulah dapat memenuhi kewajibannya kepada negara dan mencapai keabadian sejarah (Losco dan William, 2005: 561).8

Sebaliknya Machiavelli mengalihkan perhatiannya dalam Discourses (Sebuah komentar tentang sejarah Roma yang ditulis Livius), menekankan tentang penciptaan, penjagaan, dan renovasi sebuah pemerintahan republik yang demokrasi. Perhatian utamanya adalah untuk menunjukkan bagaimana pemerintahan-pemerintahan republik dapat mendorong stabilitas dan kebebasan sambil menghindari pengaruh-pengaruh korupsi yang membuat lemah bagi negara. Sebab bagi Machiavelli, kejayaan (baik pangeran maupun republik) merupakan ambisi politik definitif yang dikejar dalam batas-batas yang ditentukan oleh akal, kearifan, nasib baik, dan kebutuhan (Losco dan William, 2005: 562).

Jika Machiavelli menandai gerakan menjauhi filsafat agama sebagai suatu dogma politik dan membukakan jalan kepada dua penerus cemerlang. Pertama adalah Thomas Hobbes (1558-1674) di mana filsafat materialismenya merupakan jembatan yang menguhubungkan ilmu pengetahuan dan mekanika, serta yang lokgikanya sama bagus dan rapuhnya seperti logika lain yang dapat ditemukan dalam pemikiran politik. Kedua, adalah Jean Jaques Rousseau, tokoh yang berusaha mendefinisikan kembali kepribadian moral dalam komunitas moral (Apter, 1996: 78-79).

Dalam buku Leviathan (1651), Hobbes bertolak dari pengembangan pengertian negara yang jauh berbeda dengan pengertian negara pada abad pertengahan. Mereka terpaku asyik dengan komunitas organis orang bijaksana merupakan kepala negara, rokhaniawan⎯ merupakan jantungnya, sementara berbagai organ yang berguna lainnya berkelompok membentuk keluarga atau rumahtangga dalam persaudaraan komunitas yang mencakup keseluruhan (Gierke: 1950).

Lain halnya bagi Hobbes, tidak ada komunitas alamiah yang bertindak sebagai kekuatan hidup yang segera terwujud, kecuali suatu ciptaan yang “khayal”. Komunitas itu tercipta karena manusia sebagai makhluk yang memiliki nafsu mempunyai imajinasi, kemampuan berbicara, dan terutama kemampuan bernalar. Namun nalar bisa salah, sehingga secara abstrak masyarakat tidak dapat bergantung padanya. Ia menganologikan “seperti ilmu hitung, manusia yang tidak

cakap, pasti keliru dan para professor sendiri-pun mungkin acapkali salah (Hobbes, dalam Oxford, 1909).

(8)

Selain itu karena manusia juga mempunyai segala macam sifat yang tidak begitu “terpuji” seperti; marah, sedih, serakah, maka akibatnya adalah terjadi situasi alamiah kearah konflik, yang menimbulkan kekacauan. Untuk mencegah kekacauan itu, pertimbangan-pertimbangan pribadi harus mengalah kepada otoritas. Tetapi bagaimana orang dapat dibujuk untuk mengumpulkan kekuasaan mereka dan menyerahkannya kepada penguasa? Mereka akan melakukannya hanya bila mereka memperoleh sejumlah manfaat darinya. Manfaat apa ? Suatu keadaan yang tertib atau teratur. Bagi Hobbes ketertiban merupakan sasaran tertinggi, suatu hal yang dapat dipahami leh orang yang rasional dan suatu manfaat yang nyata serta dirasakan langsung. Di sinilah peran Hobbes merupakan orang yang pertama yang dapat mendefinisikan dan mengubah kepentingan pribadi dalam keuntungan publik (Apte, 1996: 80).

Ia memastikan bahwa nilai yang ditentukan orang pada dirinya itu berbeda bagi setiap orang. Memang, orang tidak dapat menentukan “harga’ diri mereka, tetapi nilai sesungguhnya seseorang akan diukur oleh pendapat orang lain mengenai harga diri orang tersebut. Maka dari itu kompensasi akan bervariasi, bahkan akan menimbulkan konflik juga mengingat tiadanya asas tunggal bagi pergantian yang disepakati bersama. Nafsu-nafsu kuat akan diikutsertakan. Orangorang yang besar kepala, penakut, ambisius, dan masa bodoh akan menceburkan dalam konflik yang sia-sia. Di sinilah kebijaksanaan tertinggi adalah menyerahkan wewenang kepada kekuasaan itu. Namun alternatifnya juga adalah kekacauan.

E. Sejarah perkembangan Ilmu politik pada Zaman Modren

Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II.

Di atas telah disebutkan bahwa tokoh cemerlang lain pada masa pencerahan adalah Jean Jaques Roussea, yang mewakili sudut pandang alternatif dan memberikan kekuasaan yang besar kepada komunitas sebagai satu keseluruhan. Tetapi antara Hobbes dan Rousseau terdapat dua orang lain:

(9)

membentuk negara. Oleh karena itu negara harus mendistribusi kekuasaan kepada lembaga: legislatif, eksekutif dan yudikatif dan federatif. Dalam hal bentuk negara Locke membagi atas: Monarki, Aristokrasi dan Demokrasi. Tujuan negara yang dikehendaki Locke yaitu untuk kebaikan umat manusia melalui kegiatan kewajiban negara memelihara dan menjamin hak-hak asasi manusia. Dan pada akhirnya Hobbes dan Locke memiliki perbedaan dalam hal teori perjanjian sosial.

2. Montesquieu (1689-1755) Montesquieu terkenal dengan dunia ilmu pengetahuan tentang negara, hukum dan kemudian dia mengemukakan State of Nature yang diartikan dalam keadaan alamiah kualitas hidup manusia rendah. Teori politik Trias Politika yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan landasan pembangunan teori demokrasi dalam sistem politik yang menekankan adanya Chek and Balance terhadap mekanisme pembagian kekuasaan. Demokrasi yang dibentuk yaitu demokrasi liberal yang masih mengalami kekurangan. Untuk memantapkan dan menyempurnakan teori demokrasi liberal maka dibutuhkan berbagai unsur-unsur demokrasi liberal untuk mengukuhkan Montesquieu sebagai pencetus demokrasi liberal.

F. Sejarah perkembangan Ilmu politik pada abad ke-19- 20

Di Negara-negara benua Eropa sendiri bahasan mengenai politik pada abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena itu ilmu politik hanya berfokus pada negara. Selain ilmu hukum, pengaruh ilmu sejarah dan filsafat pada ilmu politik masih terasa sampai perang Dunia II.

Di Amerika Serikat terjadi perkembangan berbeda, karena ada keinginan untuk membebaskan diri dari tekanan yuridis, dan lebih mendasarkan diri pada pengumpulan data empiris. Perkembangan selanjutnya bersamaan dengan perkembangan sosiologi dan psikologi, sehingga dua cabang ilmu tersebut sangat mempengaruhi ilmu politik. Perkembangan selanjutnya berjalan dengan cepat, dapat dilihat dengan didirikannya American Political Science Association (APSA) pada 1904.9

Ilmu politik masa kini telah berkembang dari berbagi bidang studi yang berkaitan termasuk sejarah, filsafat, hokum dan ekonomi. Ditinjau dari tahap perkembangannya sebagai ilmu, memang tidak dapat disangkal bahwa ilmu politik agak tertinggal dibelakang jika dibandingkan dengan ilmu lainnya, seperti ilmu ekonomi yang mengalami kemajuan yang pesat seiring denagn era “revolusi industry” pertengahan abad XVIII.

Sesudah perang dunia ke II perkembangan ilmu politik semakin pesat. Di Negara Belanda, dimana waktu itu penelitian mengenai Negara dimonopoli oleh Fakultas Hukum,

(10)

didirikan Faculteit der Sociale Wetenschappen pada tahun1947 di Amsterdam. Akan tetapi, oleh karena pendidikan tinggi ilmu Hukum sangat maju, tidaklah mengherankan apabila pada permulaan perkembangannya, ilmu politik di Indonesia terpengaruh kuat oleh ilmu itu. Akan tetapi dewasa ini konsep-konsep ilmu politik yang berangsur-angsu mulai di kenal.

Pesatnya perkembangan ilmu politik sesuda perang dunia ke II tersebut juga disebabkan karena mendapat dorongan kuat dari beberapa badan internasional, terutam UNESCO(United Nations Educational Scientific and Cultural Organization). Terdorong oleh tidak adanya keseragaman dalam terminology dalam ilmu politik, UNESCO dalam tahun 1948 menyelenggarakan suatu survey mengenai kedudukan ilmu politik dalam kira-kira 30 negara. Proyek ini dipimpin oleh W. Ebenstein dari Princeton University Amerika Serikat kemudian di bahas oleh beberapa ahli dalam suatu pertemuan di Paris dan menghasilkan buku “Contemporary Political Science”.10

Selanjutnya UNESCO bersama International Political Science Association (IPSA) yang mencakup kira-kira ssepuluh negara, diantaranya negara Barat, di samping India, Meksiko, dan Polandia. Pada tahun 1952 hasil penelitian ini dibahas di suatu konferensi di Cambridge, Inggris dan hasilnya disusun oleh W. A. Robson dari London School of Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of Political Science. Buku ini diterbitkan oleh UNESCO untuk pengajaran beberapa ilmu social (termasuk ekonomi, antropologi budaya, dan kriminologi) di perguruan tinggi. Kedua karya ini ditujukan untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa-masa berikutnya ilmu-ilmu sosial banyak memanfaatkan penemuan-penemuan dari antropologi, sosiologi, psikologi, dan ekonomi, dan dengan demikian ilmu politik dapat meningkatkan mutunya dengan banyak mengambil model dari cabang ilmu sosial lainnya. Berkat hal ini, wajah ilmu politik telah banyak berubah dan ilmu politik menjadi ilmu yang penting dipelajari untuk mengerti tentang politik.

G. Sejarah perkembangan Ilmu politik di indonesia

Di Indonesia sendiri terdapat beberapa karya yang membahas masalah sejarah dan kenegaraan seperti yang ditulis dalam buku Negarakertagama dan Babad Tanah Jawi pada abad 13-15 M. Di Indonesia sendiri didirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, seperti di Universitas Riau, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (seperti pada Universitas Gajah Mada, Yogyakarta) atau Fakultas ilmu-ilmu Sosial (seperti pada Universitas Indonesia, Jakarta) dimana ilmu politik merupakan Departemen tersendiri. Akan tetapi, oleh karena pendidikan

(11)

tinggi ilmu Hukum sangat maju, tidaklah mengherankan apabila pada permulaan perkembangannya, ilmu politik di Indonesia terpengaruh kuat oleh ilmu itu. Akan tetapi dewasa ini konsep-konsep ilmu politik yang berangsur-angsu mulai di kenal.Perkembangan awal ilmu politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum, karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju pada saat itu.

a. Periode Demokrasi Liberal

(12)

Presiden dalam Sidang Istimewa MPR yang prosedurnya tidak mudah.Akibat belum dibentuknya lembaga-lembaga Negara konstitusional, maka pemusatan kekuasaan terletak di tangan Presiden berdasarkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Pengalihan kekuasaan ini menimbulkan opini bahwa Indonesia merupakan Negara fasis atau nazi yang dipimpin olehFuhrer/Duce, sehingga munculah gerakan parlementeris. Pada tanggal 7 Oktober lahir satu memorandum yang ditandatangani 50 orang anggota KNIP yang isinya mendesak presiden agar mengunakan kekuasaan istimewanya untuk segera membentuk MPR, dan sebelum MPR itu terbentuk hendaknya anggota-anggota KNIP dianggap sebagai MPR. Menindaklanjuti memorandum itu pada tanggal 16 Oktober 1945 KNIP mengusulkan kepada pemerintah agar diserahi kekuasaan legislatif, kekuasaan menetapkan GBHN, dan dibentuk BP-KNIP.Pemerintah yang diwakili Moh.Hatta menyetujuinya dengan dikeluarkannya “Maklumat Wakil Presiden No. X tahun 1945”. Perubahan sistem kabinet dari Quasi Predensial ke Parlementer dengan dikeluarkannya Maklumat pemerintah 14 November 1945, dengan ini Presiden kehilangan kedudukannya sebagai Kepala Pemerintahan, serta Presiden hanya berfungsi sebagai Kepala Negara atau Kepala Konstitusional. Yang sebelumnya dikeluarkan Maklumat 3 November 1945 yang berisi harapan pemerintah agar aliran-aliran dalam masyarakat membentuk parpolnya sebelum dilangsungkan Pemilu Januari 1946.

Perubahan ini mengakibatkan bergesernya konfigurasi Politik keaarah yang lebih Pluralistik atau liberal, tetapi tidak diikuti dengan perubahan UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis, hanya praktek ketatanegaraan saja.

Kedatangan Belanda untuk melucuti tentara Jepang dan mengambil kekuasaannya kembali, pada saat kedatangnnya Belanda menyadari darah rakyat Indonesia yang telah berevolusi, yang tidak dapat dikalahkan dengan perang konvesional biasa, maka Belanda melakukan Politik Pecah Belah atau devide et impera. atas rekayasa Belanda, maka Negara Indonesia terpecah belah dari negara kesatuan (unitaris) menjadi Negara federal (serikat). Rekayasa dilakukan bersamaan dengan Agresi Militer I dan Agresi Militer II.Penyerangan ini menyita perhatian PBB sehingga menawarkan kedua belah pihak untuk mengadakan KMB yang dihadiri BFO.Seperti diketahui, karena kehendak rakyat Inndonesia susunan federasi tidak berlangsung lama.

(13)

didahului dengan penandatannganan Piagan Persetujuan antara Republik Indonesia Serikat dengan Repunblik Indonesia pada tannggal 19 Mei 1950 yanng kemudian diberi dasar hokum dengan dikeluarkannya UU federal No. 7 Tahun 1950. Menurut Wilopo dengan berlakunya UUDS 1950, maka secara konstitusional Indonesia mengannut system demokrasi parlemennter penuh baik dalam arti pemberian dasar dalam konstitusi maupun praktik ketatanegaraannnya. Secara konsitusional penganutan atas system parlementer dicantumkan dalam Pasal 83 yanng mennentukan bahwa Presiden dan wakil Presiden tidak dapat digangu-gugat dalam penyelenggaraan pemerintahann, tetapi yang harus bertanggungjawab dalam menteri-menteri, baik secara bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagian-bagiannnnya sendiri. Secara praktis konfigurasi liberal demokratis ini ditandai oleh dominannya parlemen dalam spectrum politik, sehingga selama kurun waktu berlakunya UUDS 1950 yang terjadi adalah instabilitas pemerintahan karena pemerintah serinng kali dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi. Demokrasi liberal dengan system banyak partai yang menjadi salah satu sendi ketatanegaraan pada periode ini telah mengalami kegagalan untuk mengkombinasikan secara optimum dua niali, yakni jaminann dan penghargaan terhadap hak-hak rakyat unntuk turut serta dalam proses pembuatan keputusan denngan jalan memilih wakil-wakil secara bebas serta tingkat stabilitas politik sebagai syarat bagi aktivitas bureaucratic power unntuk mencapai tujuan Negara.

b. Periode Demokrasi Terpimpin

Akibat dari instabilitas politik dan pemerintahan yang timbul maka berakhirlah sistem politik liberal dengan dikeluarkannya “Dekrit Presiden 5 Juli 1959” yang isinya:

1. Bubarkan konstituante

2. Berlakukan kembali UUD 1945 sebagai ganti UUDS 1950

(14)

tersebut memberikan kemungkinan bagi masuknya perwakilan kepentingan dalam MPR sehinngga angkatan Darat dapat berperann didalamnya. Sedangkan soekarno, mendukung karena dengan diberlakukan kembali UUd 1945 membuka peluang tampilnya Kabinet Presidensial yang kuat. Konfigurasi politik pada era demokrasi terpemimpinan ditandai oleh tarik tambang antara tiga kekuatan politik utama, yaitu: Soekarnno, Anngkatan Darat, PKI. Soekarno memerlukan PKI untuk mengahadapi kekuatan Angkatan Darat, PKI memerlukan PKI untuk menndapatkan perlindungan daei presidenn dalam melawann Angkatannn Darat, sedangkan Angkatan Darat membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan legitimasi bagi keterlibatannnya di dalam politik. Seperti yang tertuanng dalam Tap MPRS No. VIII/MPRS/1965, mengenai pengambilan keputusan berdasarkan “musyawarah untuk mufakat”, apabila mufakat bulat tidak dapat dicapai, maka keputusan tenntang masalah yang dimusyawarahkan itu diserahkann kepada pimpinan utnuk menentukannya. Tetapi mekanisnme pengambilan keputusan dalam semua proses politik lebih didominasi oleh Soekarno. Dari uraian di atas dapat memberikan kualifikasi bahwa konfigurasi pada era demokrasi terpimpin adalah otoriter, sentralistik, dann di tanngan Presiden Soekarno.Afan Gahar menyebutkan, dengan kondisi kepartaian seperti ini, maka dapat dikatakan pada demokrasi terpimpin itu di Indonesia sebenarnya tidak ada system kepartaian. Bahkan DPR yang dibentuk melalui pemilu 1955 dibubarkan oleh presiden pada tahun 1960, Karena menolak rancangan APBN yang dibuat oleh pemerintah. Melaui Penpres No. 4 Tahun 1960 membentuk DPR-GR yang anggotanya diangkat oleh Soekarno.Berbalik denngann posisi DPR dan partai-partai posisi eksekutif pada era demokrasi terpimpin sangat kuat.Gagasan-gagasan politiknya menggunakan Dewan Pertimbangann Agung dimana dalam UUD 1945 merupakan council of state. Dewan yang sederajat dengan eksekutif dan diberi peran besar dalam bidang pemerintahan serta berwenang mutlak memberikan pertimbangan lebih dulu bagi setiap rancangan UU yang akan disampaikan oleh DPR dipimpin oleh Soekarno.

c. Era Orde Baru

(15)

S/PKI, pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front Pancasila.Dalam kondisi ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada tanggal 10 Januari 1966 para demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura yang isinya:

1. pembubaran PKI,

2. pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, 3. penurunan harga.

Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan melalui Ketetapan MPRS No.IX/ MPRS/1966 tanggal 21 Juni 1966.Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa langkah strategis berikut.

1. Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan membubarkan PKI termasuk ormas-ormasnya.

2. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam G 30 S/PKI.

3. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh PKI dan unsur-unsur komunis

Ketika pemerintahan orde baru ini naik ke pentas politik nasional, Negara Indonesia sedang menghadapi krisis luar bias di bidang politik dan ekonomi. Pemerintah orde baru bertekad mengoreksi penyimpangan politik yang terjadi pada era orde lama dengan pemulihan tata tertib politik berdasarkann pancasila sekaligus meletakkan program rehabilitasi dan konsolidasi ekonomi.

d. Era setelah Reformasi

(16)

Indonesia serta berbagai lapisan masyarakat. Gerakan ini berhasil menumbangkan orde baru dan rezim kepemimpinan Soeharto.

e. Era Kepemimpinan Habibie

Pengangkatan BJ. Habibie dalam Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang.Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor-Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.

f. Era Kepemimpinan Gusdur

Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan Gus dur memenangkan pemilihan presiden tahun 1999 yang pada saat itu masih dipilih oleh MPR walaupun sebenarnya partai pemenang pemilu adalah partai Megawati Soekarno Putri yakni PDIP. PDIP berhasil meraih 35 % suara namun adanya politik poros tengah yang digagas oleh Amien Rais berhasil memenangkan Gus Dur dan pada saat itu juga megwati dipilih oleh Gus Dur sendiri sebagai wakil presiden. Masa pemerintahan Abdurrahman Wahid diwarnai dengan gerakan-gerakan separatisme yang makin berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR. Serta kandasnya kasus korupsi yang melibatkan rezim Soeharto serta masalah yang lebih modern yakni adanya serang teroris dikedubes luar negeri. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi dan ketidak kompetenan. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati Soekarnoputri.

g. Era Kepemimpinan MEGAWATI SOEKARNO PUTRI

(17)

Megawati yang merupakan anak dari Presiden terdahulu yakni Soekarno pada awalnya diharapkan dapat memberikan perubahan namun seirng sikapnya yang dingin dan jarang memberikan suatu paparan tentang politiknya dianggap lembek oleh masyarakat. Dan serangan teroris semakin sering terjadi pada masa pemerintahan ini.

Namun satu hal yang sangat berarti pada masa pemerintahan ini adalah keberanian megawati untuk menyetujui pemilihan Presidan Republik Indonesia secra langsung oleh rakyat. Pemilihan langsung dilaksanakan pada pemilu tahun 2004 dan Susilo Bambang Yudhuyono keluar sebagi pemenangnya.

h. Era Kepemimpinan SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

(18)

BAB III PENUTUPAN A. Kesimpulan

Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau kepolitikan. Politik merupakan usaha untuk mecapai kehidupan yang lebih baik. Di Indonesia kita mengenal pepatah gemah ripah loh jinawi, orang yunani kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good life. Bahwa politik dalam suatu Negara (state) berkaitan dengan masalah kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan publik (public policy), dan alokasi atau distribusi (allocation or distribution).

Sejarah ringkas perkembangan ilmu politik dapat kita pahami menurut pembabakan sejarah yang dimulai dan sudah ditemukan dalam literature klasik Yunani kuno, kemudian pada awal abad pertengahan, kemudian ditengah abad pertengahan, kemudian abad pencerahan, dan kemudian abad Modern.

Sampai abad ini ilmu politik sebagai salah satu disiplin dari ilmu-imu sosial telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak kelahirannya, maka apabila kita tinjau tentang sejarah perkembangan ilmu politik perkembangan ilmu politik terbagi pada tiga periode yaitu, periode tradisional, behavioralisme (pendekatan perilaku) dan post behavioralisme (pendekatan pasca perilaku).

B. Saran

Perkembangan ilmu politik akan tarus dianamis seiring dengan perkembangn gejala atau perubahan social dalam masyarakat, oleh karena itu sebagai mahasiswa kita harus benyak belajar tentang politik yang baik agar dapat diperguankan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat dan bernegara.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalahMenggambarkan strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh LAC Salatiga dalam membangun brand awareness danmenjelaskan faktor-faktor yang

3. Memberikan pengetahuan dalam merencanakan, melaksanakan pembelajaran yang berkaitan dengan metode dan media yang digunakan. Memberikan pengalaman bagi mahasiswa

a) Uji coba ekstraksi ciri GLCM (Grey Level Co-ocurence Matrix) dengan JST Pengaturan jaringan syaraf tiruan percobaan ini dapat dilihat pada tabel 1:.. Node pada hidden layer

Membaca sebagi suatu keterampilan berbahasa. Retrievied

PERANAN MAGIS JANGJAWOKAN NYADARKEUN DALAM SENI TRADISI REAK HELARAN DI KECAMATAN CIBIRU KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dari hasil survey diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan kadar GDS pada pasien diabetes mellitus di

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(Lembaran Negara

Parameter berat kering tajuk kurang dapat menggam-barkan respon salinitas jika diamati pada stadia bibit, sehingga perlu dilakukan penelitian pada stadia pertumbuhan