PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 06 TAHUN 2006
TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH YANG ASPIRATIF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANJAR,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan Otonomi Daerah, maka
daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan;
b. bahwa untuk fungsi mengatur daerah diwujudkan dengan
membentuk peraturan daerah yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah;
c. bahwa dalam rangka pembentukan perda dimaksud huruf b,
maka masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan, pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf b dan c diatas, maka
perlu dibentuk Peraturan Daerah Tentang Pembentukan Peraturan Daerah Yang Aspiratif.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 Tentang Penetapan
Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Di Kalimantan Sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Susunan Dan
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pembinaan Dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 Tentang
Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4417);
8. Keputusan Presiden Nomor 184 Tahun 1998 Tentang Tata
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang;
9. Peraturan Daerah Kabupaten Banjar Nomor 16 Tahun 2000
Tentang Kewenangan (Lembaran Daerah Kabupaten Banjar Tahun 2000 Nomor 19 Seri D Nomor Seri 19, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Banjar Nomor 10).
Dengan Persetujuan Bersama;
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR Dan
BUPATI BANJAR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN
DAERAH YANG ASPIRATIF
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banjar selanjutnya disebut
DPRD adalah Badan Legislatif Daerah Kabupaten Banjar.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati Dan Perangkat Daerah Sebagai Unsur
Penyelenggara Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar.
3. Bupati adalah Bupati Banjar.
4. Rancangan Peraturan Daerah selanjutnya disebut Raperda adalah
Rancangan Peraturan Daerah Yang Diajukan DPRD Atau Bupati.
5. Peraturan Daerah selanjutnya disebut Perda adalah Produk Hukum hasil
kesepakatan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan.
6. Aspiratif adalah harapan dan keinginan masyarakat berkenaan dengan
7. Prtisipasi adalah ke ikut sertaan dalam proses pembentukan Peraturan Daerah mulai penyiapan, pembahasan dan penetapan Peraturan Daerah.
8. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Adalah APBD Kabupaten Banjar.
9. Masyarakat adalah pihak-pihak atau kelompok yang memiliki kompetensi
terhadap Rancangan Peraturan Daerah.
BAB II
ASAS DAN PRINSIF PEMBENTUKAN PERDA ASPIRATIF Asas Pembentukan Perda
Pasal 2
Perda dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang meliputi :
a. Kejelasan Tujuan;
b. Kelembagaan Atau Organ Pembentuk Yang Tepat;
c. Kesesuaian Antara Jenis Dan Materi Muatan;
d. Dapat Dilaksanakan;
e. Kedayagunaan Dan Keberhasilgunaan;
f. Kejelasan Rumusan; dan
g. Keterbukaan.
Asas Materi Muatan Perda
Pasal 3
Materi muatan perda mengandung asas :
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan
e. Kenusantaraan;
f. Bhinneka Tunggal Ika;
g. Keadilan;
h. Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum Dan Pemerintahan;
i. Ketertiban Dan Kepastian Hukum; dan/atau
j. Keseimbangan , Keserasian dan Keselarasan.
Prinsip Perda Yang Aspiratif
Pasal 4
a. Pembentukan Perda merupakan kewenangan DPRD bersama dengan Bupati.
b. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka penyiapan, pembahasan dan penetapan Raperda.
c. Prakarsa yang berasal dari elemen masyarakat merupakan hak legal yang
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 5
Maksud dan tujuan dari pembentukan Perda yang Aspiratif :
1. Untuk membantu DPRD dalam pembentukan Perda.
d. Sebagai perwujudan hak masyarakat berperan serta dalam penyiapan,
pembahasan dan penetapan Raperda.
2. Sebagai perwujudan kewajiban anggota DPRD menyerap, menghimpun,
menampung dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat.
BAB IV
PERSIAPAN RAPERDA
Pasal 6
(1)Raperda berasal dari DPRD atau Bupati.
(2)Perda yang aspiratif dapat terjadi dari hasil partisipasi masyarakat atau
penyerapan aspirasi masyarakat oleh DPRD.
Pasal 7
(1)Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada
Bupati.
(2)Raperda yang disiapkan oleh Bupati disampaikan dengan surat pengantar
kepada DPRD oleh Bupati.
Pasal 8
(1)Penyebarluasan Raperda yang berasal dari DPRD dilakukan oleh Sekertariat
DPRD.
(2)Penyebarluasan Raperda yang berasal dari Bupati dilakukan oleh Sekertariat
Daerah.
Partisipasi Masyarakat
Pasal 9
Dalam mempersiapkan materi raperda DPRD harus :
a. Melibatkan masyarakat sejak dari dalam penyiapan, pembahasan sampai
penetapan Raperda.
b. Menjadikan opini dan tanggapan masyarakat sebagai bahan pertimbangan
dalam merumuskan materi Raperda.
c. Penyediaan layanan informasi dan komunikasi tentang proses dan hasil dari
aspirasi masyarakat yang diberikan oleh masyarakat.
Pasal 10
Bentuk partisipasi dapat dilakukan melalui :
1. Forum dengar pendapat dengan DPRD.
Penyerapan Aspirasi
Pasal 11
Dalam menyerap aspirasi masyarakat dpat dilakukan :
1. Anggota DPRD sesuai dengan daerah pemilihannya masing-masing
mengoptimalkan penyerapan aspirasi masyarakat.
2. DPRD mensosialisasikan Program Legislasi Daerah.
3. Seminar-seminar, diskusi khusus, konsultasi, kunjungan dan kegiatan lain.
Pasal 12
Agar partisipasi masyarakat berjalan efektif, maka tatacara keikutsertaan masyarakat diatur sebagai berikut :
1. DPRD menyampaikan pengumuman kepada masyarakat tentang adanya
Raperda.
2. Tenggang waktu pengumuman minimal seminggu dari jadwal pembahasan
awal di DPRD.
BAB V
PEMBAHASAN RAPERDA
Pasal 13
(1)Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama Bupati;
(2)Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
tingkat-tingkat pembicaraan yang telah diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
Pasal 14
Pembahasan raperda di DPRD dapat mengikutsertakan masyarakat dengan cara:
a. Mengagendakan rapat dengar pendapat dengan masyarakat terhadap Raperda
yang dibahas.
b. Menyediakan informasi dalam bentuk tertulis terhadap Raperda yang
dibahas.
BAB VI
PENETAPAN RAPERDA
Pasal 15
(1)Raperda yang disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh
Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Perda.
(2)Penyampaian Raperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Pasal 16
Pada proses penetapan raperda, DPRD dapat :
a. Membuka kesempatan rapat dengar pendapat dengan masyarakat
sehubungan dengan Raperda yang sudah selesai dibahas.
b. Menyampaikan informasi kepada masyarakat terhadap Raperda yang siap
BAB VII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 17
Barang siapa dengan sengaja menghalang-halangi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan Perda diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Pasal 18
Pejabat Badan Publik yang sengaja menghalang-halangi partisipasi masyarakat dalam pembentukan perda selain diancam dengan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil dapat pula dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pasal 15 diatas.
Pasal 19
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 15 Peraturan Daerah ini digolongkan sebagai pelanggaran.
BAB VIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 20
(1)Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
(2)Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah :
a.Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b.Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang atau
badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c.Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan,
sehubungan dengan tindak pidana;
d.Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa indentitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e.
h.Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
k.Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan yang mengatur hal yang sama masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 23
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banjar.
Ditetapkan di Martapura
pada tanggal 26 Januari 2006
BUPATI BANJAR,
ttd
H. G. KHAIRUL SALEH
Diundangkan di Martapura pada tanggal 27 Januari 2006
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANJAR,
ttd
H. YUSNI ANANI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJAR TAHUN 2006 NOMOR 06 SERI E NOMOR SERI 04
Salinan sesuai dengan aslinya :
KEPALA BAGIAN HUKUM,
ttd