• Tidak ada hasil yang ditemukan

TESIS : Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik GuruPintar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TESIS : Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik GuruPintar"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Posisi Guru Abad Ke-21

Hakikat pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlakmulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. (pasal 1 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2003).

Sedangkan Fungsi Pendidikan Nasional:Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003, tertulis: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.Sedangkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang tertulis dalam pasal yang sama (pasal 3) dengan tujuan pendidikan nasional, tertulis : “... bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

(2)

hakikat dan tujuan pendidikan nasional seperti yang dikehendaki undang-undang tersebut di atas. Tetapi sayang sejak proklamasi sistem persekolahan kita belum sepenuhnya diberi kemampuan untuk berperan sebagai pusat pembudayaan tetapi tidak lebih dari tempat untuk “mendengar, mencatat, dan menghafal”. Suatu tradisi sekolah yang dijaman penjajahan merupakan tradisinya sekolahuntuk kaum pribumi, yaitu Sekolah Desa, dan bukan tradisi sekolah yang melahirkan Sukarno, Hatta, Syahrir, dan para “Founding Fathers” sebagai pemikir dan pembaharu.

Memasuki abad ke-21 kita memiliki UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang dalam pandangan Soedijarto memuat filosofi pendidikan yang memungkinkan sekolah dapat berperanan sebagai pusat pembudayaan dan mendudukkan guru untuk berperanan ikut “moulding the craracters and mind of the young generation”.

Secara umum untuk menerjemahkan sekolah sebagai pusat pembudayaan dan membangun peradaban, maka posisi guru sangat strategis untuk memainkan peran dan tugas keprofesionalan untuk turut memodeling seluruh potensi peserta didik dari berbagai latar belakang, suku, ras, budaya dan agama peserta didik.

Hal tersebut di atas oleh Soedijarto dalam materi perkuliahan dapat dijelaskan sebagai “the learning proses” yaitu:

1. Guru harus memiliki kemampuan merencanakan pembelajaran (membuat SAP, GBPP dan sebagainya).

2. Guru harus memiliki kemampuan mengembangkan pembelajaran (konten, isi, materi).

(3)

5. Guru harus memiliki kemampuan mendiagnosis (membimbing, mendidik, mengarahkan, memetakan, memberikan resep terhadap kelemahan dan kelebihan para peserta didik).

Berangkat dari the learning proses tersebut di atas, diharapkan sekolah sebagai wahana proses pembudayaan dalam proses transformasi budaya (mencerdaskan kehidupan bangsa).

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru.

Jika diamati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.

(4)

Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.

Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being

to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and

psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Sejalan dengan itu Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the

consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of

(5)

pekerjaan. Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Selanjutnya dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion-reference effective and/or superior performance in a job

or situation”.

(6)

Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.Menurut Syah (2000:230), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di atas kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.

Menurut pendapat Spencer (1993) dalam Somantri (2004), Kompetensi adalah karakteristik dasar manusia yang dari bukti-bukti pengalaman nyata ditemukan mempengaruhi, atau dapat dignakan untuk memperkirakan prestasi kerja di tempat kerja atau kemampuan mengatasi persoalan pada suatu sitasi tertentu.

Pendapat lain tentang kompetensi dikemukakan oleh Djojonegoro (1996), kompetensi adalah kemampuan nyata yang diperlihatkan seseorang menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk memecahkan berbagai persoalan hidupnya secara kreatif, inovatif dan bertanggung jawab.

(7)

Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, Broke dan Stone (1995), dalam Mulyasa (2008 : 25) mengemukakan Bahwa Kompetensi guru sebagai … descriptive of qualitative of nature of teacher appears to be entirely meaningful… Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang harkat perilaku guru yang penuh arti. Sementara Charles (1994) mengemukakan bahwa : competency as rational performance whinch satisfactorily meets the objective for a desired condition

(kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk diharapkan).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa : “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, Keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati,dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”.

Dari uraian tersebut, Nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan; kompetensi guru merujuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.

Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak hanya dapat diamati, tetapi mencakup sesuatu yang tidak kasat mata.

Standar kompetensi dapat dimanfaatkan oleh beberapa organisasi/lembaga/ institsi yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia, sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Untuk institusi pendidikan dan pelatihan; memberikan informasi untuk pengembangan program dan kurikulum, sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelatihan, penilaian dan sertifikasi.

Bloom menyatakan, bahwa dalam proses pembelajaran manusia dikenal dalam tiga aspek yaitu : aspek pengetahuan (cognitive), aspek keterampilan (Psychomotor) dan aspek sikap atau nilai-nilai (affective).

(8)

(comprehension), menerapkan konsep dalam situasi-situasi baru (application), menganalisis yaitu mengenali adanya susunan dan keterkaitan antara bagian-bagian dari suatu (analysis), mensintesa yaitu menyusun unsur-unsur menjadi konsep baru (synthesis), sampai mampu menimbang baik buruk nilai sebuah konsep (evaluation).

Jabaran aspek Psychomotor memiliki beberapa sub aspek seperti; mampu melaksanakan suatu kegiatan dengan petunjuk inderawi (perception), kesediaan bertindak secara mental, fisik dan emosi, tindakan yang masih belajar (guided response), tindakan yang sudah terkuasai (mechanism), tindakan yang sudah otomatis diluar sadar (compex response), menyesuaikan tindakan untuk keperluan khusus (adaptation), menciptakan tindakan baru yang lebih baik (origination).

Jabaran aspek sikap dapat dibagi atas beberapa sub aspek yaitu ; kesiapan dan kesediaan menyimak (receiving phenomena), ikut serta secara aktif (responding to phenomena ), pembentukan nilai dalam diri seseorang dari sekedar ikut sampai bersedia secara penuh, menyusun nilai-nilai dalam prioritas (organization), dan memiliki sistem nilai yang sudah baku (charactersation) .

Dengan demikian dapatlah disepakati bahwa standar kompetensi merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang kompetensi yang diperlukan pada suatu bidang pekerjaan oleh seluruh stakeholder di bidangnya. Dengan pernyataan lain yang dimaksud dengan standar kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai denan unjuk kerja yang dipersyaratkan. Yang secara umum memuat kompetensi kunci (keterampilan umum) yang diperlukan agar kriteria unjuk kerja tercapai pada tingkatan kinerja yang dipersyaratkan untuk peran/fungsi pada suatu pekerjaan.

(9)

Ada beberapa pedoman implementasi kurikulum yang perlu disiapkan dan diperlukan guru, menurut Ghufron (2005 : 89) antara lain : pedoman penyusunan silabus, pembelajaran, sistem penilaian, dan lain-lain. Setiap pedoman memuat tata cara perancangan, implementasi dan evaluasi kegiatan. Dalam jurnal penelitian Sugiarto (2003 : 117) menyatakan kualitas hasil belajar berkualitas menuntut pengelolaan pembelajaran yang juga berkualitas. Guru dituntut untuk memiliki sekurang-kurangnya tiga kompetensi pokok yaitu kemampuan merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Dari penelitian Sutama (2005 : 153 - 154) menuturkan di dalam kompetensi guru dalam pembelajaran tersebut terdapat aspek-aspek; (1) terampil menyusun rencana pengajaran, (2) menyusun program pembelajaran, (3) terampil melaksanakan prosedur mengajar, (4) terampil mengelola pembelajaran, (5) mengembangkan teknik dan media pembelajaran, (6) terampil melakukan evaluasi pembelajaran, (7) mampu menganalisis penilaian hasil belajar, (8) mampu memecahkan kesulitan pembelajaran, dan (9) mampu menganalisis kebijakan Diknas.

Kompetensi (competency) didefinisikan dengan berbagai cara, namun pada dasarnya kompetensi merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja, yang diharapkan bisa dicapai seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Sementara itu, menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.

(10)

dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action,

behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”

Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.

Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.

Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan..

Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :

1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.

2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.

(11)

pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani

Sebagai pembanding, dari National Board for Profesional Teaching Skill (2002) telah merumuskan standar kompetensi bagi guru di Amerika, yang menjadi dasar bagi guru untuk mendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan What Teachers Should Know and Be Able to Do, didalamnya terdiri dari lima proposisi utama, yaitu:

1. Teachers are Committed to Students and Their Learning yang mencakup : (a) penghargaan guru terhadap perbedaan individual siswa, (b) pemahaman guru tentang perkembangan belajar siswa, (c) perlakuan guru terhadap seluruh siswa secara adil, dan (d) misi guru dalam memperluas cakrawala berfikir siswa. 2. Teachers Know the Subjects They Teach and How to Teach Those Subjects to

Students mencakup : (a) apresiasi guru tentang pemahaman materi mata pelajaran untuk dikreasikan, disusun dan dihubungkan dengan mata pelajaran lain, (b) kemampuan guru untuk menyampaikan materi pelajaran (c) mengembangkan usaha untuk memperoleh pengetahuan dengan berbagai cara (multiple path).

3. Teachers are Responsible for Managing and Monitoring Student Learning mencakup: (a) penggunaan berbagai metode dalam pencapaian tujuan pembelajaran, (b) menyusun proses pembelajaran dalam berbagai setting kelompok (group setting), kemampuan untuk memberikan ganjaran (reward) atas keberhasilan siswa, (c) menilai kemajuan siswa secara teratur, dan (d) kesadaran akan tujuan utama pembelajaran.

(12)

melakukan berbagai riset tentang pendidikan untuk meningkatkan praktek pembelajaran.

5. Teachers are Members of Learning Communities mencakup : (a) guru memberikan kontribusi terhadap efektivitas sekolah melalui kolaborasi dengan kalangan profesional lainnya, (b) guru bekerja sama dengan tua orang siswa, (c) guru dapat menarik keuntungan dari berbagai sumber daya masyarakat.

Secara esensial, ketiga pendapat di atas tidak menunjukkan adanya perbedaan yang prinsipil. Letak perbedaannya hanya pada cara pengelompokkannya. Isi rincian kompetensi pedagodik yang disampaikan oleh Depdiknas, menurut Raka Joni sudah teramu dalam kompetensi profesional. Sementara dari NBPTS tidak mengenal adanya pengelompokan jenis kompetensi, tetapi langsung memaparkan tentang aspek-aspek kemampuan yang seyogyanya dikuasai guru.

(13)

harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya secara terus menerus.

Menurut PP RI No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, pendidik adalah agen pembelajatan yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.

1. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara subtantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.

3. Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.

4. Kompetensi Sosial

(14)

didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Keempat rumpun kompetensi tersebut mencerminkan standar kompetensi pendidik/guru yang masih bersifat umum dan perlu dikemas dengan menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang beriman dan bertaqwa, dan sebagai warga negara Indonesia yang memiliki kesadaran akan pentingnya memperkuat identitas dan semangat kebangsaan, sikap demokratis dan tanggung jawab. Menurut Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen pasal 10 ayat (1) kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

1. Kompetensi Pedagogik

(15)

pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan waktu.Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup: merumuskan tujuan, menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian penguasaan tujuan.

a. Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar

Melaksanakan proses belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan ini kemampuan yang di tuntut adalah keaktifan guru menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan belajar mengajar dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

(16)

(1) menggunakan metode belajar, media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2) mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3) berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode mengajar, dan (5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar. Hal serupa dikemukakan oleh Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan: (1) memotivasi siswa belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8) melaksanakan hasil penilaian belajar.Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar menyangkut pengelolaan pembelajaran, dalam menyampaikan materi pelajaran harus dilakukan secara terencana dan sistematis, sehingga tujuan pengajaran dapat dikuasai oleh siswa secara efektif dan efisien.

(17)

menyimpulkan pelajaran, (10) memberikan umpan balik, (11) melaksanakan penilaian, dan (12) menggunakan waktu.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melaksanakan proses belajar mengajar merupakan sesuatu kegiatan dimana berlangsung hubungan antara manusia, dengan tujuan membantu perkembangan dan menolong keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Pada dasarnya melaksanakan proses belajar mengajar adalah menciptakan lingkungan dan suasana yang dapat menimbulkan perubahan struktur kognitif para siswa.

b. Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar

Menurut Sutisna (1993:212), penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan. Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang telah ditetapkan. Commite dalam Wirawan (2002:22) menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap upaya manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan, sedangkan evaluasi yang salah akan merugikan pendidikan.

(18)

tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut hasil belajar siswa.

Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian belajar peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran, (2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda, (3) mampu memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu mengklasifikasi hasil-hasil penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian, (8) mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, (10) mampu menyimpulkan dari hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program tindak lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13) mampu mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan (16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut hasil penilaian.Berdasarkan uraian di atas kompetensi pedagogik tercermin dari indikator (1) kemampuan merencanakan program belajar mengajar, (2) kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan (3) kemampuan melakukan penilaian.

2. Kompetensi Pribadi

(19)

sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya).Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).

Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang prematur dalam pengamatan dan pengenalan.

(20)

pengetahuan tentang estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri pribadi. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan personal guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indikator (1) sikap, dan (2) keteladanan.

3. Kompetensi Profesional

Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam”. Surya (2003:138) mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.

(21)

kemampuan dalam hal (1) mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya, (2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4) mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu menumbuhkan motivasi peserta didik. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran yang terkini atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.

(22)

menciptakan karya seni, (13) mengikuti pelatihan terakreditasi, (14) mengikuti pendidikan kualifikasi, dan (15) mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.Pemahaman wawasan meliputi (1) memahami visi dan misi, (2) memahami hubungan pendidikan dengan pengajaran, (3) memahami konsep pendidikan dasar dan menengah, (4) memahami fungsi sekolah, (5) mengidentifikasi permasalahan umum pendidikan dalam hal proses dan hasil belajar, (6) membangun sistem yang menunjukkan keterkaitan pendidikan dan luar sekolah.Penguasaan bahan kajian akademik meliputi (1) memahami struktur pengetahuan, (2) menguasai substansi materi, (3) menguasai substansi kekuasaan sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan siswa.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi profesional guru tercermin dari indikator (1) kemampuan penguasaan materi pelajaran, (2) kemampuan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) kemampuan pengembangan profesi, dan (4) pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan.

4. Kompetensi Sosial

(23)

Gumelar dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher Education, menjelaskan kompetensi sosial guru adalah salah satu daya atau kemampuan guru untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik, membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.

Untuk dapat melaksanakan peran sosial kemasyarakatan, guru harus memiliki kompetensi (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, dan kecakapan saja, tetapi juga harus beritikad baik sehingga hal ini bertautan dengan norma yang dijadikan landasan dalam melaksanakan tugasnya, (2) pertimbangan sebelum memilih jabatan guru, dan (3) mempunyai program yang menjurus untuk meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru.

Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.Berdasarkan uraian di atas, kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator (1) interaksi guru dengan siswa, (2) interaksi guru dengan kepala sekolah, (3) interaksi guru dengan rekan kerja, (4) interaksi guru dengan orang tua siswa, dan (5) interaksi guru dengan masyarakat.

(24)

Untuk dapat mengenal dan memahami secara mendalam tentang kompetensi serta ciri atau karakteristik yang melatarbelakanginya, berikut ini akan dikemukakan beberapa karakteristik kompetensi menurut para pakar, dan pandangan mereka.

Menurut pendapat Somantri (2004), karakteristik kompetensi meliputi lima aspek yaitu

1. Motif, yaitu apa yang mendorong perilaku yang mengarah dan dipilih untuk melakukan kegiatan atau tujuan tertentu.

2. Sifat atau ciri bawaan, meliputi ciri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat tetap terhadap situasi atau informasi.

3. Konsep diri, meliputi sikap, nilai atau self image dari orang-orang.

4. Pengetahuan , yaitu informasi yang dimiliki orang-orang khususnya pada bidang yang spesifik.

5. Keterampilan, yaitu kemampuan untuk mengerjakan atau melaksanakan tugas-tugas fisik dan mental tertentu.

Pendapat lain yang dikemukakan oleh Lazarus (1985), karakteristik kompetensi meliputi aspek fisik, psikhis, dan kontribusi kedua aspek tertentu untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu pula. Dikaitkan dengan lima karakteristik yang dikemukakan Somantri seperti tersebut di atas, tampak bahwa Lazarus mengemukakan karakteristik kompetensi bersifat umum, tetapi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan Somantri diatas.

E. Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Individu

(25)

kesungguhan hati, kesetiaan terhadap visi pribadi atau impian yang ingin diwujudkan, dan bantuan orang lain.

Menurut Mulyasa, (2008: 187-192) uji kompetensi guru, baik secara teoritis maupun secara praktis memiliki manfaat yang sangat penting, terutama dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan melalui peningkatan kualitas guru. Yakni ;

1. Sebagai alat untuk mengembangkan standar kemampuan professional guru. Berdasarkan hasil uji dapat diketahui kemampuan rata-rata para guru, aspek mana yang perlu ditingkatkan, dan siapa yang perlu mendapat pembinaan secara kontinyu, serta siapa yang telah mencapai standar kemampuan minimal.

2. Merupakan alat seleksi penerimaan guru.

Banyaknya calon guru mengakibatkan perlunya seleksi penerimaan guru untuk memilih guru sesuai dengan kebutuhan. Untuk keperluan tersebut perlu ditetapkan kriteria secara umum kompetensi-kompetensi dasar yang perlu dipenuhi sebagai syarat untuk menjadi guru.

3. Untuk mengelompokan guru.

Berdasarkan hasil uji kompetensi, guru-guru dapat dikelompokan berdasarkan hasilnya, misalnya kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok kurang sehingga perhatian dan pembinaan dapat meningkatkan kompetensinya.

4. Sebagai bahan acuan dalam mengembangkan kurikulum

Keberhasilan pendidikan tercermin dalam kualitas pembelajaran, dan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal ini harus dijadikan acuan oleh lembaga yang mempersiapkan calon guru atau calon tenaga kependidikan, karena keberhasilan tersebut terletak pada berbagai komponen dalm proses pendidikan di lembaga pendidikan.

5. Merupakan alat pembinaan guru.

(26)

yang memenuhi syarat diharapkan berhasil dalam mengemban tugas dan fungsinya, dan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

6. Mendorong kegiatan dan hasil belajar

Kegiatan pembelajaran, dan hasil belajar peserta didik tidak saja ditentukan oleh manajemen sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana pembelajaran, tetapi sebagian besar ditentukan oleh guru. Oleh karena itu, uji kompetensi guru akan mendorong terciptanya kegiatan dan hasil belajar yang optimal, karena guru yang teruji kompetensinya akan senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan pembelajaran.

Secara garis besar terdapat dua elemen kompetensi guru yaitu dari kondisi internal dan kondisi eksternal. Dari laporan penelitian Sutama (2005:160) menyatakan, kondisi internal guru dapat berupa kemampuan, kecakapan interpersonal, serta kecakapan teknis. Sedangkan kondisi eksternal berupa kondisikondisi yang berada di luar kendali guru. Menurut Slamet (1991) disebutkan bahwa salah satu elemen yang memberi sumbangan besar terhadap sekolah yang efektif adalah guru yang berkualitas yaitu guru yang bermutu dan beretos kerja andal.

(27)

seseorang terhadap peristiwa sekililingnya yang direkonstruksi dan dikonsolidasikannya. Pengalaman tidak selalu tergantung pada masa kerja atau usia seseorang.

Dari jurnal penelitian Sugiarto (2003:122) dinyatakan bahwa untuk memperoleh kemampuan guru mengelola pembelajaran yang tinggi, harus didukung oleh motivasi kerja, etos kerja, pengalaman mengajar yang banyak, jenis dan lama penataran yang banyak dan tingkat pendidikan yang tinggi. Dari penelitian Sutama (2005:157–158) ditemukan bahwa partisipasi aktif dalam MGMP dapat meningkatkan kinerja atau kompetensi guru. Sedangkan dari penelitian Djumali (2005:42) dinyatakan bahwa faktor penghasilan merupakan faktor utama bagi peningkatan kinerja atau kompetensi guru. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi guru dalam pembelajaran. Menurut peneliti, ada beberapa faktor yang strategis dalam arti sangat dominan mempengaruhi kompetensi guru yang dapat diamati dan diukur, serta secara umum dimiliki dan dilakukan guru, antara lain : etos kerja, pengalaman mengajar, pendidikan, kesejahteraan, status kepegawaian, beban mengajar, keterlibatan dalam MGMP, dan sarana prasarana sekolah.

F. Standar Kompetensi Guru Geografi Pada Sekolah Menengah

(28)

jawab profesional harus memiliki ciri-ciri; menguasai substansi bidang tertentu secara mendalam dan luas, dapat melaksanakan pembelajaran dan penilaian yang mendidik, berkepribadian, dan memiliki komitmen dan perhatian terhadap perkembangan peserta didik maupun berjiwa inovatif dan adaptif terhadap perubahan pendidikan.

Substansi bidang studi dan konteks pembelajaran selalu berkembang dan berubah menurut dimensi ruang dan waktu, oleh karenanya dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya. Untuk itu, guru memiliki kemampuan untuk menggali informasi kependidikan dan bidang studi dari berbagai sumber, termasuk dari sumber elektronik dan pertemuan ilmiah, serta melakukan kajian atau penelitian untuk menunjang pembelajaran yang mendidik.

Kompetensi bagi guru Geografi adalah kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung-jawab, yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pendidikan dan pembelajaran Geografi. Jika mengacu kepada empat kompetensi bagi Guru, maka kompetensi yang spesifik dan terkait dengan tugas guru Geografi adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.

Kompetensi pedagogik bagi guru Geografi adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran Geografi, dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

(29)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru ditegaskan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Di dalam permendiknas tersebut dirinci kompetensi inti guru dan kompetensi guru dalam mata pelajaran adalah sebagai berikut :

a. Kompetensi Pedagodik

1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual

1.1 Memahami karakteristik peserta didik yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya

1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 1.3 Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang

diampu

1.4 Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik 2.1 Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang

mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu

3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu 3.1 Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

(30)

3.3 Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu.

3.4 Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran

3.5 Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik

3.6 Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian 4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik

4.1. Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik. 4.2. Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran.

4.3. Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan

4.4. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memperhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan 4.5. Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan

karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh

4.6. Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang

5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.

5.1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran yang diampu.

(31)

6.1 Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi secara optimal.

6.2. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya

7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

7.1.Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulisan, dan/atau bentuk lain.

7.2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik untuk ambil bagian dalam permainan melalui bujukan dan contoh, (b) ajakan kepada peserta didik untuk ambil bagian, (c) respons peserta didik terhadap ajakan guru, dan (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya.

8.Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

8.1 Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.

8.2. Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu 8.3. Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar 8.4. Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.5. Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara

berkesinam-bungan dengan mengunakan berbagai instrumen.

(32)

9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran 9.1. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan

ketuntasan belajar

9.2. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan

9.3. Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan.

9.4. Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. 10.1. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

10.2 Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu

10.3. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.

b. Kompetensi Kepribadian

11. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.

11.1. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender.

(33)

12. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.

12.1. Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi.

12.2. Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia.

12.3. Berperilaku yang dapat diteladan oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.

13.Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa

13.1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil

13.2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.

14. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri

14.1. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi. 14.2.Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri.

14.3. Bekerja mandiri secara profesional. 15.Menjunjung tinggi kode etik profesi guru

15.1.Memahami kode etik profesi guru.

15.2. Menerapkan kode etik profesi guru. Berperilaku sesuai dengan kode etik profesi guru

c. Kompetensi Sosial

16. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi

(34)

16.2.Tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi

17. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyaraka

17.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara santun, empatik dan efektif.

17.2. Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara santun, empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan peserta didik.

17.3.Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.

18. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.

18.1. Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan efektivitas sebagai pendidik.

18.2.Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan

19. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain

(35)

19.2.Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas profesi sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain.

d. Kompetensi Profesional

20. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu

21. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.

21.1 Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu. 21.2.Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. 21.3.Memahami tujuan pembelajaran yang diampu.

22. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif

22.1. Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.

22.2. Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik

23. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif

23.1.Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus.

23.2.Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan. 23.3.Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan keprofesionalan. 23.4.Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.

24.Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri 24.1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi. 24.2. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan

(36)

G. Kinerja Guru

1. Pengertian Kinerja

Secara etimologis, kinerja (Performance) berarti unjuk kerja (Badudu, 1994:34). Kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, 1994:503).

Mitchel (1987:474) mengemukakan suatu rumusan bahwa kinerja (performace) dibentuk oleh motivasi (motivation) dan kecakapan (ability).

Prestasi kerja atau penampilan kerja (performance) menurut Nanang Fattah (1996:19) adalah sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.

Musyawarah dan Mukaram (1999:103) mengemukakan bahwa unjuk kerja adalah pencapaian prestasi seseorang berkenaan dengan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.

Penilaian prestasi kerja menurut Amirullah dan Rindyah (2002:137) merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Prawirosentono (1999:2) merumuskan pengertian perfomance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

(37)

masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Apabila merujuk kepada pendapat tersebut, maka kinerja guru merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam melakukan tugas dan kewajiban.

2. Penilaian Kinerja Guru

Menurut Schuler dan Jackson (1999:3) penilaian kinerja (performance appreisal) mengacu pada suatu sistem formal berstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran.

Penilaian kinerja menurut Prawirosentono (1999:217) adalah suatu proses penilaian formal atas hasil kerja seseorang karyawan yang dilaksanakan oleh seorang penilai, dimana hasilnya disampailkan kepada karyawan itu sendiri, dimasukan ke dalam file dokumen pegawai.

Sedangkan Gary (1997:2) mendefinisikan penilaian kerja sebagai prosedur apa saja yang meliputi (1) penetapan standar kinerja; (2) penilaian kinerja aktual karyawan dalam berhubungan dengan standar-standar ini; (3) memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau terus berkinerja lebih tinggi lagi.

(38)

Dengan demikian berdasarkan pengertian mengenai penilaian kinerja tersebut di atas, maka penilaian kinerja guru dapat dirumuskan sebagai suatu proses secara formal dan tersetuktur yang dilaksanakan oleh pihak penilai sebagai umpan balik bagi para guru dalam melaksanakan tugasnya dan sebagai bahan informasi bagi lembaga pendidikan yang bersangkutan.

3. Proses Penilaian Kinerja

Gary (1997:3) mengemukakan bahwa penilaian kinerja terdiri dari tiga langkah, yaitu: mendefinisikan pekerjaan, menilai kinerja, dan memberikan impan balik.

Sedangkan Schuler dan Jackson (1999:11) berpendapat bahwa dalam penilaian kinerja terdiri dari tiga jenis kriteria kinerja, yaitu:

a. Kriteria berdasarkan sifat, yaitu memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan, loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi, dan keterampilan memimpin. Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa yang dicapai atau tudak dicapai seseorang dalam pekerjaannya.

b. Kriteria berdasarkan perilaku, yaitu terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria ini penting bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan atar personal.

c. Kriteria berdasarkan hasil, yaitu terfokus pada apa yang dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria ini sering dikritik karena meninggalkan aspek kritis pekerjaan yang penting, seperti kualitas.

Dalam melakukan proses penilaian unjuk kerja menurut Mondy dan Neo (1990) yang dikutif olek Marwansyah dan Mukaram (2000:108) mengemukakan ada lima langkah dalam proses Penilaian Unjuk Kerja (PUK), yaitu:

(39)

b. Menentukan tugas-tugas yang harus dijalankan dalam pekerjaan (analisis jabatan). Jika analisis jabatan sudah dilakukan, pada tahap ini cukup dilakukan upaya untuk memutakhirkan atau melengkapi informasi hasil analisis jabatan.

c. Memeriksa tugas-tugas yang dijalani. Pada tiap tahap ini, penilaian memeriksa tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tiap-tiap pekerja dengan berpedoman pada deskripsi jabatan.

d. Menilai unjuk kerja. Setelah memeriksa tugas-tugas, penilai memberikan nilai untuk tiap-tiap unsur jabatan yang diperiksa atau diamati.

e. Membicarakan hasil penilaian dengan karyawan. Pada tahap terakhir ini, penilai hendaknya menyampaikan dan mendiskusikan hasil penilaian kepada kar yawan yang dinilai. Karyawan yang dinilai dapat mengklarifikasikan hasil nilai dan bila perlu bisa mengajukan keberatan atas hasil penilaian.

Untuk kepentingan proses penilaian kinerja, maka penilai seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kesempatan untuk benar-benar mengamati perilaku secara langsung. Menurut Marwansyah dan Mukaram (2000:108) bahwa ada beberapa kemungkinan tentang siapa yang dapat melakukan penilaian kerja, yaitu; atasan langsung, bawahan, rekan kerja, penilaian kelompok, penilaian oleh diri sendiri, dan kombinasi.

Sedang menurut Schuler dan Jachson (1999:15) mengemukkakan bahwa sumber-sumber dan penilaian kinerja dapat diperoleh penilaian karyawan yang sendiri (bersangkutan), rekan sejawat atau anggota tim, bawahan, pelanggan, dan melalui hasil pantauan komputer.

(40)

Penilaian kinerja sangat bermanfaat besar terutama untuk pencapaian tujuan suatu organisasi, dan penerapan waktu penilaiannya harus dilakukan sesuai dengan periode yang telah ditentukan. Schuler dan Jackson (1999:14) mengemukakan bahwa untuk pengukuran kinerja harus mencerminkan pertimbangan strategis. Sehingga penerapan waktu untuk penilaian kinerja ini dapat melalui dua aspek, yaitu menurut lamanya siklus dan tanggal penilaian.

Adapun penerapan waktu penilaian berdasarkan siklus terdiridari:

a. Tipe siklus reguler, yaitu peninjauan kinerja formal dengan interval enam bulan sampai satu tahun.

b. Periode evaluasi berdasarkan rentang waktu pekerjaan yang dialami., yaitu lama waktu yang dibutuhkan untuk mengenali tingkat kinerja seseorang yang sedang melaksanakan pekerjaan.

c. Periode evaluasi berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk tujuan komunikasi dan evaluasi, fokusnya harus pada kinerja karyawan saat ini selama satu periode kinerja.

Selanjutnya untuk melakukan penilaian kinerja, Schuler dan Jackson (1999:20) mengemukakan bahwa penilaian kinerja ini dapat dilKUKn melalui format sebagai berikut:

a. Penilaian yang Mengacu Pada Norma. Format kerja yang mengacu pada norma dapat dilakukan melalui: (1) Rangking Langsung, (2) Rangking Alternatif, (3) Perbandingan Berpasangan, (4) Metode Distribusi Paksaan.

b. Format Standar Absolut. Format ini memungkinkan penilai mengevaluasi kinerja dalam kaitannya dengan kriteria tertentu, dengan konsekuensi format ini dapat memberi rating yang sama persis kepada dua orang atau dua unit. Format Standar Absolut terdiri dari: (1) Skala Rating Grafik, (2) Skala Rating Bobot Menurut Prilaku, (3) Skala Standar Campuran, (4) Skala Pengamatan Perilaku.

(41)

Sasaran, (2) Pendekatan Standar Kinerja, (3) Pendekatan Indeks Langsung, (4) Catatan Prestasi.

d. Format Penilaian Kinerja Baru. Format penilaian ini disesuaikan dengan keperluan suatu organisasi, dan merupakan hasil usaha identifikasi persoalan dan karakteristik dalan suatu organisasi.

Sedangkan menurut Amirullah dan Rindyah (2002:137-138) mengemukakan bahwa dalam melakukan penilain prestasi kerja, kriteria utama dalam memilih metode penilaian prestasi kerja adalah terpenuhinya kriteria reliabilitas dan validitas. Menurutnya kedua kriteria tersebut yang sangat penting yang harus terpenuhi untuk menjamin legalitas dari hasil peniaian. Dan untuk penggunaan metode dalam penilain prestasi kerja ini, ada beberapa metode yang bisa digunakan yaitu: (1) Skala Penilaian Grafis (graphic rating scale), (2) metode pemangkatan (rangking methods), (3) Cheklist yang berbobot (weighted checlists), dan (4) ceriteria yang menjelaskan (descriptive essays).

4. Tujuan dan Kegunaan Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan proses melalui nama organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi kerja karyawan. Menurut Handoko (1996:135-137) “Bahwa dalam sebuah organisasi para karyawan memerlukan umpan balik upaya-upaya mereka”. Salah satu kegiatan yang dapat memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan pekerjaan mereka adalah dengan melakukan penilaian prestasi kerja (performance appraisal). Adapun kegunaannya menurut Handoko adalah sebagai berikut:

(42)

b. Penyesuaian-penyesuaian Kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan kompensasi lainnya.

c. Keputusan-keputusan Penempatan. Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap pestasi kerja masa lalu.

d. Kebutuhan-kebutuhan Latihan dan Pengembangan. Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

e. Perencanaan dan Pengembangan Karier. Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti. f. Penyimpangan-penyimpangan Proses Staffing. Prestasi kerja yang baik atau jelek

mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia. g. Ketidak akuratan Informasional. Prestasi kerja yang jelek mungkin menujukan

kesalahan-kesalan dalam informasi analisis jabatan rencana-rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia. Menggantungkan diri pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia yang diambil tidak tepat.

h. Kesalahan-kesalahan Desain Pekerjaan. Prestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam mendesain pekerjaan. Penilaian prestsi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

i. Kesempatan Kerja yang Adil. Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

j. Tantangan-tantangan Eksternal. Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan demikian pihak yang berwenang dalam penilain mungkin dapat menawarkan bantuan.

(43)

Tujuan umum sistem penilain unjuk kerja adalah: (1) untuk meningkatkan unjuk kerja karyawan dengan cara membant mereka agar dapat menyadari dan menggunakan seluruh potensi mereka dalam mewujudkan tujuan-tujuan organisasi, dan (2) untuk memberikan informasi kepada karyawan dan manajer sebagai dasar untuk mengembil keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan.

Schuler dan Jackson (1999:3-4) mengemukakan tujuan dan pentingnya penilain kinerja dan mengidentifikasinya menjadi dua puluh macam tujuan informasi kinerja yang dikelompokan dalam empat katagori yaitu sebagai berikut:

a. Evaluasi yang menentukan perbandingan antar orang, meliputi: i. Administrasi gaji

b. Pengembangan yang menekankan perubahan-perubahan dalam diri seseorang dengan berjalannya waktu, meliputi:

xii. Evaluasi pencapaian sasaran oleh individu, tim atau unit usaha strategis xiii. Perencanaan sumberdaya manusia xix. Pemenuhan persyaratan legal manajemen sumber daya manusia

xx. Kriteria unjuk pengujian validitas

Penilaian kinerja menurrut Tohari (2002:249) memiliki manfaat antara lain adalah: 1) program Perbaikan, 2) Promosi, 3) Kompensasi, 4) Pelatihan dan Pengembangan, 5) Replacement, 6) Desain Pekerjaan, 7) Menghilangkan Kecemburuan Sosial, 8) Kompetisi (menumbuhkan persaingan yang sehat diantara karyawan).

(44)

Dalam melakukan kinerja karyawan biasanya ada beberapa kendala dan hambatan. Sejalan dengan hal tersebut ada beberapa pendapat para ahli diantaranya Gary (1997:20) yang mengemukakan bahwa ada lima masalah utama yang dapat merusak alat penilaian seperti pada skala penilain grafik, yaitu; (1) Standar yang tidak jelas, (2) Efek halo, (3) Kecenderungan central, (4) Terlalu longgar atau terlalu keras (dari pihak penyedia), (5) Prasangka (bias).

Begitu juga menurut Marwansyah daanMukaram (1999:10) mengemukakan bahwa masalah-masalah yang timbul dalam penilaian unjuk kerja adalah: (1) Kurang Objektif, (2) Kesalahan “Halo” (Hallo Error), Penilaian terlalu Longgar (Leniency), Penilaian terlalu Ketat (Strictness), (4) Kecenderungan memberikan Nilai Tengah (Central Tendency), (5) Bias Perilaku Terbaru (Recent Behavior Bias).

Handoko (2000:140) mengemukakan bahwa penilain sering tidak berhasil untuk tidak melibatkan emosionalnya dalam menilai prestasi kerja karyawan. Hal tersebut menyebabkan evolusi menjadi bias. Berbagai bias penilaian yang paling umum terjadi adalah: (1) Halo effect, (2) Kesalahan Kecenderungan terpusat, (3) Bias terlalu lunak atau terlalu keras, (4) Prasangka pribadi, (5) Pengaruh kesan terakhir. Sedangkan menurut Tohari (2002:251-254) mengemukakan bahwa kendala atau hambatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja adalah: (1) Hallo effect, (2) tidak serius, (3) Recency effect, (4) Kolusi dan nepotisme.

(45)

melalui pemberian latihan bagi para penilai, umpan balik, dan pemilihan tehnik-tehnik menilaian kinerja secara tepat.

H. Pengaruh Kompetensi Guru Terhadap Kinerja Guru.

Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru. Sejalan pendapat Epon Ningrum, dalam tulisannya “Pemetaan Kualifikasi Kompetensi Guru Geografi bagi peningkatan Profesionalitas” ( http://blog.tp.ac.id/ ) Guru adalah menjadi salah satu komponen pembelajaran yang harus memenuhi standar tenaga pendidik, yakni memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1) dan atau D4. Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai agen pembelajaran harus memiliki empat kompetensi yakni: Kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi kepribadian, dan Kompetensi Sosial. Mereka merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.

(46)

masyarakat. Untuk peningkatan kompetensi profesional guru geografi diperlukan sikap professional.

Dwi , Kurniawam (2011) dalam skripsi Pengaruh Kompetensi Profesional Dan Produktivitas Guru Terhadap Hasil Belajar Siswa Program Keahlian Teknik Kendaraan Ringan Di SMK N 2 Klaten menyatakan hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) tingkat kompetensi profesional guru berada pada kategori yang tinggi, sebanyak 3 guru atau 42,9% memiliki kompetensi profesional yang tinggi dan 4 guru atau 57,1% memilki kompetensi profesional yang sangat tinggi; (2) tingkat produkivitas guru seluruhnya atau 100% terkategorisasi dalam kelompok yang sangat inggi; (3) hasil belajar siswa kategori tinggi sebanyak 14,3% dan sebanyak 85,7 berada dalam kategori sangat tinggi; (4) ada pengaruh dari kompetensi profesional terhadap hasil belajar siswa, hal ini dibuktikan dengan perbedaan rata-rata hasil belajar siswa, yaitu sebesar 8,004 untuk kelompok kompetensi profesional sangat tinggi dan 7,611 untuk kelompok kompetensi profesional tinggi; (5) ada pengaruh dari produktivitas guru terhadap hasil belajar siswa, hal ini dibuktikan dengan rerata hasil belajar siswa yang sudah tergolong tinggi yang diajar oleh guru dengan tingkat produktivitas yang sangat tinggi pula.

Menurut Nawawi dalam Ahmad Barizi (2009:142) : Guru adalah orang yang pekerjaanya mengajar atau memberikan pelajaran disekolah atau didalam kelas. Secara lebih khusus guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak didik mencapai pendewasaan masing-masing.

(47)

menyampaikan materi pengetahuan (mata pelajaran) tertentu, akan tetapi guru adalah anggota masyarakat yang harus ikut dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang yang dewasa dan guru merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus berperan secara aktif serta menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional. Patut diakui dan diterima bahwa berhubung posisi guru yang sentral dalam penyelenggaraan sistem persekolahan umumnya dan khususnya kaitannya dengan tugas guru. Tugas dan tangung jawab tersebut erat kaitanya dengan kompetensi yang disyaratkan untuk memangku profesi guru. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 2006 tentang guru bahwa “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesiannya”. Kompetensi mengajar guru harus sesuai dengan tuntutan standart tugas yang diemban sehingga dapat memberikan efek positif demi tercapainya tujuan pembelajaran seperti sikap siswa, ketrampilan siswa dan perubahan prestasi belajar.

(48)

yang harus dicerminkan dalam kehidupannya adalah sikap bersabar menghadapi suatu persoalan, disiplin dalam menunaikan tugas, jujur dalam menyelesaikan pekerjaan, bersikap adil kepada semua orang, tidak pilih kasih, mampu menjalin kerjasama dengan orang lain, gembira memberikan pertolongan kepada orang lain, menunjukkan kepedulian sosial yang tinggi, dan lain-lain; (4) sehat jasmani. Kesehatan fisik atau jasmani sangat diperlukan karena membantu kelancaran guru dalam mengabdikan diri untuk mengajar, mendidik, dan memberikan bimbingan kepada para peserta didik. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan pendidikan, karena Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berpotensi untuk mendidik dan dididik.

Menurut penelitian Sudarmaji (2002 : 60).” …….Banyak faktor yang menentukan suatu sekolah menjadi berkualitas tinggi, tetapi berbagai penelitian tentang keefektifan mengajar guru, dapat disimpulkan bahwa guru mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap pencapaian belajar siswa. Hal ini dapat dipahami karena guru merupakan sumber daya yang aktif, sedang sumber daya yang lain bersifat pasif. Sebaik-baik kurikulum, fasilitas, sarana prasarana pembelajaran, tetapi tingkat kualitas gurunya rendah, akan sulit mendapatkan hasil pendidikan yang berkualitas tinggi. Pendeknya guru merupakan “proxy utama” terhadap keberhasilan pendidikan.”

(49)

satu dengan yang lainnya saling menyesuaikan dan menunjang dalam pencapaian tujuan belajar bagi anak didik.

Kehadiran seorang guru dalam proses belajar mengajar tidak dapat digantikan fungsinya oleh radio, mesin, tape recorder, ataupun oleh komputer yang paling modern sekalipun masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang diharapkan merupakan hasil proses pengajaran, akan tetapi tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut dan guru masih tetap memegang peranan penting (Nana Sudjana, 1998:12).

Dari konsep di atas, jelaslah bahwa kompetensi guru adalah suatu unsur yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa. Dengan demikian kompetensi guru merupakan salah satu unsur yang tidak bisa diabaikan dalam pengelolaan proses interaksi belajar mengajar.

Kinerja (job performance) dipengaruhi oleh dimensi manusia yang menjadi penentu dalam kinerja. Sutermeister menjelaskan: "The human contribution to productivity, or employees job performance are considered to result from: (1) Ability;

(2) Motivation "(Sutermeister, 1976: 11). Dalam penjelasan selanjutnya, Sutermeister mengemukakan:

"Ability is deemed to result of knowledge and skill. Knowledge, in turn is effected by education, experience, training and interest. Skill is effected by aptitude and personality, as well as by education, experience, trainig, and interest "(Sutermeister, 1976: 11).

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan susut pengeringan pada ekstrak merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam standardisasi tumbuhan yang berkhasiat obat dengan tujuan dapat

Dari pengujian aktivitas antioksidan (Tabel 2) diperoleh bahwa isolat 1 yang lebih banyak mengandung gugus -OH memiliki aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dibanding

Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengelompokan masyarakat Negeri/Desa Tuhaha berdasarkan tinggalan arkeologis secara kontekstual budaya memiliki hubungan interaksi

Apabila Penerima Beasiswa Luar Negeri yang melaksanakan Cuti Akademik karena pandemi COVID-19 hendak kembali ke Indonesia, Penerima Beasiswa tersebut wajib memperoleh

Jenis penelitian deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen

Pada Tahun 2010 pemerintah juga menyalurkan beasiswa yang berasal dari dana APBN dengan beasiswa yang sama yaitu beasiswa BKM (bantuan khusus murid) yang

(3) Dalam menjalankan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Ketua dibantu pengelola keuangan Sekolah Tinggi wajib menatausahakan dan mempertanggungjawabkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana komitmen afektif pada perubahan dipengaruhi oleh penilaian karyawan atas komunikasi dan partisipasi, serta