SKRIPSI Oleh Riska Nurhayati NIM. C02213065
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
SURABAYA
vi ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) tentang
“Analisis Hukum Islam dan Hukum Perdata terhadap Utang Piutang Emas di
Kebomas Gresik”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah
mengenai bagaimana praktik utang piutang emas di Kebomas Gresik dan bagaimana analisis hukum Islam dan hukum perdata terhadap utang piutang emas di Kebomas Gresik.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik deskriptif analisis, yaitu pembahasan dimulai dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan tentang praktik utang piutang emas di Kebomas Gresik. Kemudian data dianalisis menggunakan hukum Islam yakni qard{ dan dengan menggunakan hukum perdata yakni tentang pinjam meminjam yang terdapat dalam buku ketiga BW terhadap praktik utang piutang emas di Kebomas Gresik.
Penelitian ini menghasilkan bahwa praktik utang piutang emas, yakni Bu Emi sebagai pihak kreditur memberikan pinjaman kepada debitur berupa emas. Debitur datang kepada Bu Emi (kreditur) meminta pinjaman berupa uang, namun kreditur memberikan pinjamannya berupa emas yang senilai dengan uang yang dibutuhkan oleh debitur. Tetapi Bu Emi memberikan persyaratan bahwa ketika membayar utang harus berupa uang yang jumlah nominalnya sudah disepakati ketika melakukan transaksi utang piutang. Kemudian untuk jangka waktu pengembaliannya Bu Emi memberikan angsuran selama 10 kali angsuran, atau debitur bisa juga mengajukan waktu pembayaran sesuai yang diinginkan dan mendapat persetujuan dari kreditur.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan, praktik utang piutang emas di Kebomas Gresik menurut hukum islam adalah sah karena kreditur dan debitur telah memenuhi syarat dan rukun qard{ dan juga sebagian jumhur ulama membolehkan mengembalikan utang dengan objek yang berbeda dengan syarat harus senilai. Sedangkan menurut hukum perdata praktik utang piutang emas tersebut telah memenuhi syarat dan rukun utang piutang namun dalam pengembaliannya dilarang karena objek utang piutangnya telah berubah.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Kajian Pustaka ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 11
G. Definisi Operasional ... 12
H. Metode Penelitian ... 13
x
BAB II LANDASAN TEORI ... 22
A. Hutang Piutang Menurut Hukum Islam ... 22
1. Definisi Hutang Piutang (Qard{) ... 22
2. Dasar Hukum Hutang Piutang (Qard{) ... 24
3. Rukun dan Syarat Hutang Piutang (Qard{) ... 27
4. Teknik Pembayaran Hutang Menurut Jumhur Ulama ... 31
5. Pengembalian Manfaat dalam Hutang Piutang (Qard{) ... 32
6. Hikmah dan Manfaat Disyariatkan Qard{ ... 35
B. Hutang Piutang Menurut Hukum Perdata ... 35
1. Definisi Hutang Piutang ... 35
2. Dasar Hukum Hutang Piutang ... 36
3. Syarat Hutang Piutang ... 37
4. Pembayaran Hutang Menurut Hukum Perdata ... 40
BAB III PELAKSANAAN HUTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK ... 42
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42
1. Sejarah Kelurahan ... 42
2. Letak dan Kondisi Geografis ... 42
3. Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi ... 43
4. Sarana Pendidikan dan Tingkat Pendidikan Penduduk ... 45
5. Struktur Pemerintahan Kelurahan ... 46
B. Pelaksanaan Hutang Piutang Emas di Kebomas Gresik ... 48
xi
2. Teknik Pemberian Piutang Emas ... 54
3. Proses Hutang Piutang Emas ... 56
4. Pelaksanaan Hutang Piutang Emas ... 57
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA TERHADAP HUTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK ... 61
A. Analisis terhadap Praktik Hutang Piutang Emas di Kebomas Gresik ... 61
B. Analisis Hukum Islam dan Hukum Perdata terhadap Praktik Hutang Piutang Emas di Kebomas Gresik ... 64
BAB V PENUTUP ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, di mana
mereka hidup saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Tak ada seorangpun yang bisa memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan
orang lain. Dan untuk bisa memenuhi kebutuhan itulah mereka
bekerjasama dengan cara bermuamalah. Mua>malah adalah interaksi atau
hubungan timbal balik manusia dengan empat pihak, yaitu dengan Allah
SWT, dengan sesama manusia, dengan lingkungan dan dengan dirinya
sendiri.
Dalam kaitannya dengan mua>malah, Islam mengatur segala
bentuk perilaku manusia dalam berhubungan dengan sesamanya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun ruang lingkup mua>malah salah
satu diantaranya adalah praktik utang piutang yang sering terjadi di
tengah-tengah masyarakat dan bahkan juga dilakukan di kehidupan
sehari-hari.
Utang piutang merupakan transaksi yang sering dilakukan oleh
manusia, karena manusia mengalami pasang surut dalam kehidupannya.
Sebagaimana yang telah di firmankan oleh Allah dalam al-Qur’an surat
َ وَ تَ ع
َ واَ ن
َ واَ
َ عَ ل
ى
ََ لا
َرِب
ََ و
َ تلا
َ قَ و
ى
َ
ىلص ََ وَ ل
ََ تَ ع
َ واَ ن
َ واَ
َ عَ ل
ى
َ
َِ لا
َِ ث
ََ وَ لا
َ عَ د
َ وَِنا
َ
جََ و
َ تاَ ق
َ اوَ
َ لا
َ
ىلصََِإ
َ ن
َ
َ لا
َ
َ ش
َِدَ ي
َ دَا
َ لَِع
َ ق
َِبا
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.1
Ayat di atas menjelaskan bahwa perbuatan atau aktifitas yang
mempunyai tujuan untuk membantu orang lain yang sedang
membutuhkan pertolongan dan sangat dianjurkan, karena memberikan
hikmah bagi orang yang membutuhkan khususnya utang piutang.
Transaksi utang piutang diharapkan bertujuan untuk memberikan
kemudahan dalam urusan menusia itu sendiri serta memberikan jalan
keluar dari himpitan masalah yang menyelimuti. Semua itu dilakukan
semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan untuk
mendapatkan ridha Nya.
Utang-piutang dapat dikatakan sebagai transaksi yang bersifat
sukarela tapi mempunyai nilai tanggung jawab untuk penggantiannya,
sebab kreditur2 dalam memberikan utangnya mempunyai hak untuk
meminta kembali dari debitur sesuai waktu yang telah disepakati oleh
kreditur dan debitur.
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’a Terje ah I do esia (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007), 65.
2
Utang piutang dimaksudkan untuk kebaikan dan kemaslahatan
untuk menghilangkan kesulitan dan penderitaan sesama. Debitur3 dalam
hal ini adalah orang yang memanfaatkan untuk mengatasi kesulitan
keuangan dalam memenuhi kebutuhannya, dan kreditur menetapkan
jangka waktu kepada debitur untuk menggunakan pinjamannya sampai
waktu yang di perjanjikan. Jadi, debitur mempunyai kewajiban untuk
mengembalikan pinjamannya kepada kreditur.
Burgerlijk Wetboek atau KUHPerdata dalam buku ketiga Pasal
1754 menerangkan perihal tentang pinjam meminjam, secara definitif
tidak menunjukkan apa yang dimaksud dengan utang, tetapi terdapat
istilah lain yaitu pinjam meminjam, adapun isinya sebagai berikut:
Pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang
yang menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula.4
Islam juga membolehkan utang piutang atau pinjam meminjam
dengan catatan sesuai syari’at Islam dan tidak bertentangan dengan
al-Qur’an maupun as-Sunnah. Adapun definisi utang piutang adalah
memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan
3
Debitur adalah orang yang menerima pinjaman dari kreditur dimana dia mempunyai kewajiban untuk mengembalikannya dengan nilai yang sama. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), 199.
4 R. Subekti dan R. Tjiptosudibyo,
membayar yang sama pula.5 Bukanlah merupakan suatu persoalan apabila
pinjam meminjam tersebut berupa barang ataupun benda. Misalnya:
pinjam uang Rp. 50.000 kembali uang Rp. 50.000, emas 5 gram kembali
emas 5 gram, dan sebagainya, sesuai dengan jumlah, macam, dan
ukurannya, sebab barang atau benda akan dapat seperti semula atau
paling tidak mendekati seperti semula.
Seperti juga pendapat fuqaha, bahwa utang piutang wajib
dikembalikan sesuai dengan jumlah penerimaan sewaktu mengadakan
akad tanpa menambah atau menguranginya,6 karena tambahan atau
memberikan biaya tertentu yang dibebankan kepada debitur tanpa
memancing pernyataan adanya riba,7 sedangkan riba diharamkan dalam
al-Qur’an.
Transaksi utang emas dengan pembayaran uang dilakukan
sebagian besar masyarakat Kelurahan Kebomas. Kondisi ini sudah
berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Mereka berutang kepada
salah satu warga (pemilik emas) yang bernama Bu Emi, karena berutang
pada Bu Emi tidak membutuhkan syarat-syarat administratif yang rumit
seperti berutang pada bank, koperasi atau instansi lain, namun hanya
berdasarkan atas kepercayaan para pihak. Adapun transaksi utang piutang
emas di Kebomas adalah pihak kreditur atau Bu Emi sebagai pemilik
5
Chairuman P, dan Suhrawardi KL, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 136.
6
Kamil Musa, Ahkam Al-Mu’a alah (Bairut: Ar-Risalah, 1415 H/ 1994 M), 273.
7
emas memberikan emas senilai uang yang dibutuhkan oleh debitur, di
mana Bu Emi akan mematok harga emas sesuai dengan salah satu toko
emas yang ada di Gresik yaitu Toko Emas Rama, yang mana toko emas
tersebut telah melakukan kerjasama dengan Bu Emi.8
Dalam memberikan emas, Bu Emi tidak pernah memberikan surat
emas tersebut kalau penerima utang berniat akan menjual emas nya lagi,
tetapi kalau penerima utang berniat untuk menyimpan emas tersebut
maka Bu Emi akan memberikan surat emas tersebut. Rata-rata sebagian
besar masyarakat kebomas berutang untuk modal usaha, mereka diberi
emas dengan berat per gram nya sesuai uang yang diinginkan.9
Adapun mekanisme transaksi utang-piutang yang terjadi di
kebomas yaitu: bu anisa membutuhkan uang sebesar Rp. 5.000.000 untuk
modal usaha berjualan soto, kemudian Bu Emi akan memberikan emas
seberat 10 gram yang mana misal nilai emas di Toko Emas Rama pada
saat itu per gram nya Rp. 420.000, kemudian Bu Emi akan melakukan
kesepakatan pengembalian dengan uang sebesar Rp. 7.500.000 dengan
cara bu anisa akan membayar angsuran sebesar Rp. 750.000 setiap satu
kali angsuran selama 10 kali angsuran.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas mengenai transaksi
utang piutang emas di Desa Kebomas menimbulkan banyak persoalan
yang perlu dikaji. Persoalan yang harus digaris bawahi adalah utang
piutang emas yang dibayar dengan uang dengan tambahan pembayaran
8 Emi,
Wawancara, Gresik, 09 November 2016.
9
sebesar 50% dari jumlah utang. Maka peneliti merasa perlu untuk
melakukan penelitian lebih lanjut, agar jelas hukumnya dari transaksi
utang piutang tersebut, dengan fokus kajian utang piutang dibayar dengan
uang yang selanjutnya dianalisis dalam tinjauan hukum Islam dan hukum
Perdata.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat beberapa
masalah dalam penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
1. Konsep utang emas dibayar dengan uang yang sesuai dengan hukum
Islam dan hukum perdata.
2. Praktik utang emas dibayar dengan uang di Kebomas Gresik.
3. Utang emas dibayar dengan uang yang tidak sesuai dengan hukum
Islam dan hukum perdata.
4. Tambahan pengembalian uang yang tidak sesuai harga emas di
pasaran.
5. Pandangan hukum Islam dan hukum perdata terhadap sistem utang
emas dengan pengembalian uang di Kebomas Gresik.
Untuk penelitian yang lebih terfokus pada judul, maka penyusun
1. Praktik utang piutang emas dibayar dengan uang di Kebomas
Gresik.
2. Pandangan hukum Islam dan hukum perdata terhadap sistem
utang emas dibayar dengan uang di Kebomas Gresik.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut ada beberapa
pokok permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana praktik utang piutang emas di Kebomas Gresik ?
2. Bagaimanakah analisis hukum Islam dan hukum perdata terhadap
praktik utang piutang emas di Kebomas Gresik ?
D. Kajian Pustaka
Sepanjang penyusun menelaah beberapa buku dan karya tulis baik
berupa skripsi yang membahas tentang utang emas yang dikembalikan ke
benda lain khususnya uang, belum menemukan objek kajian yang sama
dengan apa yang penyusun teliti.
Adapun beberapa tulisan ilmiah yang mengkaji masalah
utang-piutang yang dapat dijadikan reverensi oleh penyusun, diantaranya: karya
Kamil Musa “ahkam al-Mu’amalah” buku ini menjelaskan bahwa pada
prinsipnya utang harus dibayarkan sesuai dengan wujud barang yang
dipinjam selama tidak ditentukan lain pada waktu aqad utang-piutang
suatu barang dan ketika dilakukan pembayaran diganti dengan barang lain
yang tidak sejenis asalkan dengan ketentuan bahwa yang dijadikan
sebagai barang pengganti mempunyai nilai yang sama dan pihak piutang
mau menerima ganti barang tersebut.10
Kamil Musa dalam bukunya yang sama menjelaskan, jika terjadi
perubahan pada nilai barang yang dipinjamkan maka menurut Abu Yusuf
dan Muhammad bin Hasan, kreditur tetap berhak pada barang yang
sama.11
Ahmad Azhar Basyir, dalam bukunya “Hukum Islam Tentang
Riba, Utang-Piutang dan Gadai” menejlaskan tentang diperbolehkannya
mengadakan syarat-syarat utang-piutang selama tidak bertentangan
dengan hukum Islam, yaitu: syarat-syarat tersebut bukan merupakan
tambahan atas prosentase tertentu dari objek yang diutangkan. Akan
tetapi dalam buku tersebut tidak menjelaskan utang yang dikembalikan
ke benda lain.12
As-Sayyid Abdul A’la Al-Maududi dalam karya “Riba” alih
bahasa oleh Isando menjadi “bicara tentang bunga dan riba”, menjelaskan
tentang bahayanya riba dari segi akhlak, moralitas agama, sosial maupun
bagi sistem perekonomian. Buku ini juga menjelaskan pandangan Islam
tentang riba, batasan-batasan tentang aktifitas transaksi keuangan yang
berkenaan dengan hukum-hukum syari’ah mengenai pengharaman riba
10
Kamil Musa, Ahkam al-Mu’a alah (Bairut: Ar-Risalah, 1415 H/ 1994 M), 273.
11
Ibid, 274.
12 Ahmad Azhar Basyir,
dan juga mengenai aturan-aturan Islam dalam aktifitas perekonomian
manusia yang berlaku setelah penghapusan riba dan sistemnya.
Adapun karya ilmiah yang membahas tentang utang dengan akad
ke benda lain dan adanya syarat tertentu, penyusun menemui beberapa
namun untuk objek kajian nya berbeda, diantaranya:
Siti Munasiroh Munzalis dengan judul Analisis ‘Urf Terhadap
Tradisi Utang Pupuk Urea Dibayar Dengan Uang: Studi Kasus Di Desa
Laju Kidul Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban, tahun 2016. Skripsi
ini lebih fokus membahas tentang tradisi utang piutang pupuk urea
dibayar dengan uang. Setelah penulis telusuri bahwa dari penelitian ini
adalah debitur berutang pupuk urea kepada kreditur untuk memenuhi
kebutuhan keluarga sehari-hari, kebutuhan biaya pendidikan, dan
kebutuhan untuk sawah. Kemudian pihak kreditur akan memberikan
syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh debitur. Debitur harus
membayar pupuk urea sebesar Rp. 350.000 per karung, dengan jangka
waktu pengembaliannya 3 bulan yang harus dibayar lunas.13
Arifatus Sabilatun Najah dengan judul Analisis Hukum Islam
Terhadap Akad Utang Piutang Uang Dengan Pelunasan Barang Di Desa
Kedungringin Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan, tahun 2015 yang
menyatakan bahwa skripsi ini lebih fokus kepada utang uang yang
dibayar dengan barang, awalnya seorang penjual ikan mengirim ikan
13
kepada pembeli setiap sepuluh hari sekali dengan pembayaran kontan
ataupun ditangguhkan. Karena pembeli tidak mampu membayar ikan
tersebut sampai beberapa kali pengiriman, akhirnya praktik jual beli ikan
berubah menjadi transaksi utang piutang. Ketika debitur tidak mampu
lagi membayar tagihan pembayaran ikan maka debitur bisa menawarkan
barang dengan syarat harga barang yang ditawarkan harus lebih tinggi
dari jumlah utang. 14
Dewi Firdaus dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pembayaran Utang Dengan Mempekerjakan Debitur Di Dusun Jeruk
Kidul Desa Mabung Kecamatan Baron Kabupaten Nganjuk, tahun 2016.
Skripsi ini membahas tentang utang piutang yang dibayar dengan jasa,
fokus pembahasannya adalah praktik pembayaran utang dengan
mempekerjakan debitur dimana ketika debitur tidak mampu melunasi
utangnya maka debitur harus bersedia bekerja kepada kreditur, di mana
gaji dari bekerja kepada kreditur akan dipotong setiap bulannya untuk
melunasi utang uang yang belum terbayar.15
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji, maka tujuan dari
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
14
Arifatus Sa ilatu Najah Analisis Hukum Islam Terhadap Akad Utang Piutang Uang Dengan
Pelu asa Bara g Di Desa Kedu gri gi Ke a ata Beji Ka upate Pasurua (Skripsi IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2015).
15Dewi Firdaus
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembayaran Utang Dengan Mempekerjakan
1. Untuk mengetahui boleh tidaknya praktek utang piutang emas di
Kebomas Gresik.
2. Untuk mengetahui landasan utang piutang emas dengan analisis
hukum Islam dan hukum perdata.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dengan tercapainya tujuan di atas, diharapkan hasil penelitian ini
dapat memberi manfaat tersebut bisa bersifat teoritis dan praktis. Untuk
penelitian kualitatif, manfaat penelitian bersifat teoritis yaitu untuk
pengembangan ilmu, namun juga tidak menolak manfaat praktisnya untuk
memecahkan masalah. Bila peneiti kualitatif dapat menemukan teori,
maka akan berguna untuk menjelaskan suatu permasalahan. Manfaat
penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini penyusun berharap dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam transaksi utang piutang emas
dengan pengembalian uang untuk masyarakat Desa Kebomas
Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik.
2. Manfaat praktis, penelitan ini penyusun berharap dapat dijadikan
sebagai kontribusi terhadap khasanah pengetahuan Hukum Islam dan
G. Definisi Operasional
Untuk mengetahui gambaran-gambaran mengenai judul dalam
penelitian ini, maka penyusun mendefinisikan secara jelas maksud dan
tujuan dari judul tersebut:
Analisis Hukum Islam : Pandangan Hukum Islam dalam menyikapi
segala permasalahan untuk mengatasi
peraturan dan ketentuan yang berkenaan
dengan kehidupan manusia yang berdasarkan
al-Qur’an dan Hadits serta Ijma’ para ulama’
bila diperlukan, jika permasalahan tersebut
tidak dijelaskan dalam al-Qur’an dan
Hadits,16 yang difokuskan pada utang
piutang emas yang dibayar dengan uang.
Hukum Perdata : Suatu peraturan yang mengatur tentang
hal-hal yang sangat ecensial bagi kebebasan
individu, seperti orang dan keluarganya, hak
milik dan perikatan. Pada buku ketiga
KUHPerdata menerangkan perihal tentang
perikatan, khususnya pada Pasal 1754 yang
fokus menerangkan perihal tentang
pinjam-meminjam. Pinjam meminjam ialah
perjanjian dengan mana pihak yang satu
16
memberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah tertentu barang-barang yang
menghabiskan karena pemakaian, dengan
syarat bahwa pihak yang belakangan ini
akan mengembalikan sejumlah yang sama
dari macam dan keadaan yang sama pula.
Utang Piutang : Pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan.17 Utang-piutang
yang dimaksud adalah utang-piutang emas
yang dibayar dengan uang, dengan selisih
nilai antara eams dengan uang yang
dibayarkan kurang lebih 50%, yang akan
diangsur selama 10 kali angsuran tanpa batas
waktu yang pasti.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebagai
prosedur penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Menurut Bogdan dan Taylor, mendefinisikan metodologi penelitian
17Muha ad Syafi’i A to io,
kualitatif sebagai prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.18
1. Data yang Dikumpulkan
a. Data Primer
1) Bentuk akad utang piutang emas.
2) Data tentang praktek utang piutang emas.
3) Teknik pembayaran utang emas.
4) Standart perhitungan harga emas.
b. Data Sekunder
1) Data tentang teori utang piutang.
2) Data tentang objek penelitian.
3) Profil objek penelitian.
2. Sumber Data
Sumber data ini adalah data yang di dapat dari tempat, orang atau
benda yang dapat memberikan suatu data sebagai penyusunan
informasi bagi penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
dua jenis data, yaitu:
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber yang langsung berkaitan
dengan obyek penelitian.19 Penyusun dalam penelitian ini
menggunakan, antara lain:
18
1. Pemilik emas, sebagai pihak pemberi utang (kreditur).
2. Masyarakat Desa Kebomas, sebagai pihak yang
berutang (debitur).
b. Sumber Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak didapatkan secara
langsung oleh peneliti tetapi diperoleh dari orang lain atau
pihak lain. Data diperoleh atau dikumpulkan dari
sumber-sumber yang telah ada, yang berupa dokumen-dokumen,
buku-buku yang menunjang yang di dalamnya mengandung teori
Qardh/ utang piutang. Sumber data sekunder dalam skripsi ini
diperoleh dari:
1. Data Monografi desa dari Kantor Kelurahan Kebomas.
2. Profil desa dari Kantor Kelurahan Kebomas.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam usaha pengumpulan data serta keterangan yang diperlukan
oleh penelitian ini adalah peneliti menggunakan metode pengumpulan
data sebagai berikut:
a. Pengamatan (observasi)
Observasi adalah kegiatan memperhatikan secara akurat,
mempercatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Peneliti
melakukan kunjungan lapangan yakni ke Desa Kebomas untuk
19
memastikan transaksi utang piutang emas yang dilakukan oleh
para pihak.20
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada
suatu masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab
lisan. Wawancara mendalam dilakukan terhadap sumber
informasi yang dianggap memiliki kompetensi dalam masalah
yang diteliti. Dengan demikian dapat diperoleh informasi yang
lebih mendalam mengenai objek yang diteliti.21 Peneliti
melakukan wawancara langsung dengan Bu Emi (pemilik
emas) yang memberikan utang dan juga wawancara dengan
Toko Emas Rama yang melakukan kerjasama dengan Bu Emi.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, dan lain
sebagainya.22 Dokumen dalam pengertian lain merupakan
catatan peristiwa yang sudah berlalu, bukti surat perjanjian
kerja sama. Dengan adanya dokumentasi dalam suatu
penelitian maka dapat meningkatkan keabsahan dan penelitian
20
Masruhan, Metode Penelitian Hukum (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 222.
21
Ibid, 238.
22 Suharsimi Arikunto
akan lebih terjamin, karena peneliti betul-betul melakukan
penelitian ke lapangan secara langsung.23
4. Teknik Pengelolaan Data
Setelah data berhasil dihimpun dari lapangan atau penelitian,
peneliti menggunakan teknik pengelolaan data dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Editing
Yaitu pemeriksaan kembali semua data yang diperoleh
terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna,
keselarasan antara data yang ada dan relevansi penelitian.
Dalam hal ini peneliti mengambil data-data yang akan
dianalisis dengan rumusan masalah dan melakukan validasi
ulang terkait data yang diperoleh peneliti dengan fakta yang
terjadi di lapangan.24 Peneliti melakukan pemeriksaan kembali
terkait data utang piutang emas yang dibayar dengan uang di
Desa Kebomas, untuk kemudian dianalisis dan disesuaikan
dengan fakta terkait transaksi utang piutang emas di Kebomas.
b. Organizing
Menyusun kembali data-data yang telah didapat dalam
penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang
sudah direncanakan dengan rumusan masalah secara
sistematis. Peneliti melakukan pengelompokan data yang
23 Sugiyono,
Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D (Bandung: CV Alfabeta, 2008), 240.
24
dibutuhkan untuk dianalisis dan menyusun data-data tersebut
dengan sistematis untuk memudahkan peneliti dalam
menganalisis data.25 Setelah memperoleh data-data yang
dibutuhkan, peneliti menyusun data tentang transaksi utang
piutang emas di Kebomas secara sistematis.
c. Analising
Pada tahapan ini peneliti menganalisis data-data yang
telah diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan
mengenai kebenaran fakta yang ditemukan, yang akhirnya
merupakan sebuah jwaban dari rumusan masalah.26
Peneliti melakukan analisis data tentang utang piutang
emas di Kebomas dengan menggunakan tinjauan hukum Islam
dan hukum Perdata, sehingga nantinya akan diperoleh
kesimpulan mengenai kebenaran dari boleh tidaknya transaksi
utang piutang emas di Kebomas.
5. Teknik Analisis Data
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan praktek utang
piutang emas dengan pembayaran uang di Desa Kebomas Kecamatan
Kebomas Kabupaten Gresik, dimana penelitian ini dimulai dari proses
transaksi utang piutang emas, akad yag digunakan saat transaksi,
hingga proses pembayaran yang dialihkan menjadi uang.
25 Ibid, 245. 26
Maka dalam penelitian ini ini peneliti menggunakan tekhnik
analisis data secara deskriptif analisis yaitu penelitian ini bertujan
untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-banyaknya dari
suatu fenomena.27 Teknik analisis deskriptif data yang didapat
disampaikan dengan cara menggambarkan kondisi obyektif dari obyek
penelitian dan kemudian diuraikan dalam bentuk kalimat atau suatu
pernyataan berdasarkan data primer dan data sekunder. Menjelaskan
gambaran data tentang praktek utang piutang emas dengan
pembayaran uang di Desa Kebomas Kecamatan Kebomas Kabupaten
Gresik, dan selanjutnya akan memaparkan mengenai tinjauan
hukumnya berdasarkan teori Qardh dan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata khususnya pada buku ketiga.
Adapun analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
a. Memahami seluruh data yang telah didapatkan oleh peneliti
data berbagai sumber, yakni: wawancara, pengamatan yang
telah dicatatkan dalam catatan lapangan.
b. Mengadakan reduksi data (memilah sesuai dengan fokus
penelitian) yag dilakukan dengan jalan membuat abstraksi,
membuat rangkuman dengan mempertahankan inti, proses dan
pernyataan yang ada dari narasumber.
27 Hary Wijaya, M. Jaelani,
c. Memeriksa keabsahan data dengan melakukan penafsiran
dalam mengolah data sementara menjadi teori yang subtantif.
Metode analisis ini juga peneliti gunakan untuk mendapatkan
suatu gambaran yang jelas berkenaan dengan permasalahan
yang diteliti, yakni pemahaman mengenai praktek utang
piutang emas yang dilakukan masyarakat kebomas.
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan ini bertujuan agar penyusunan penelitian
terarah sesuai dengan bidang kajian untuk mempermudah pembahasan,
dalam penelitian ini terbagi atas lima bab, dari kelima bab tersebut terdiri
dari sub bab, dimana antara bab satu dengan bab yang lain saling
berkaitan sehingga penyusunan skripsi ini merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisah-pisah. Di bawah ini diuraikan sistematika
pembahasan dalam skripsi ini.
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, identifikasi, batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, definisi operasional, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,
metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, merupakan bagian dari landasan teori, dalam bab ini
memuat pengertian Qardh/ utang piutang, rukun dan syarat-syarat utang
piutang (Al-Qard), aqad dalam utang piutang, dasar hukum utang piutang,
berdasarkan hukum Islam dan hukum perdata, bertujuan untuk
mengomentari pelaksanaan utang piutang yang terjadi di Kebomas
Gresik.
Bab ketiga berisi gambaran umum objek penelitian, bentuk akad
utang piutang emas, praktik utang piutang emas, standart pembayaran,
teknik pembayaran utang emas.
Bab empat, berisikan tentang analisis hukum Islam dan hukum
perdata terhadap praktek utang piutang emas di Kebomas Gresik dan
kerangka teori yang dipakai, maka untuk mengetahui akan boleh
tidaknya utang emas dibayar dengan uang. Hal ini dilakukan untuk
menemukan persamaan serta perbedaan baik dalam Hukum Islam maupun
Hukum perdata.
Bab lima, bab ini merupakan penutup yang mana penyusun akan
mengambil suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dan saran-saran
22 BAB II
LANDASAN TEORI
A. HUTANG PIUTANG MENURUT HUKUM ISLAM
1. Definisi Hutang Piutang (Qard{)
Secara bahasa qard{ berarti al-qat{‘ yang artinya potongan
karena harta orang yang memberikan pinjaman (kreditur) diberikan
kepada orang yang meminjam (debitur).1
Secara terminologi qard{ adalah memberikan harta kepada
orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya di
kemudian hari.2
Secara istilah, menurut Hanafiyah qard{ adalah harta yang
memiliki kesepadanan yang diberikan untuk ditagih kembali atau
dengan kata lain, suatu transaksi yang dimaksudkan untuk
memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain
untuk dikembalikan yang sepadan dengan itu.3
Sayid Sabiq memberikan definisi qard{ sebagai berikut:
ُٰضْر قلا
ٰ
ٰ وُٰ
ُٰلا مْلا
ٰ
يِذلا
ٰ
ِٰهْيِطْعُ ي
ٰ
ِٰرْقُمْلا
ُٰض
ٰ
ُٰضِ َْقُمْلِل
ٰ
ٰدُر يِل
ٰ
هُلْ ثِم
ٰ
ِٰهْي لِإ
ٰ
ٰ دِْع
ٰ
ِٰهِت رْدُق
ٰ
ِٰهْي ل ع
ٰ
“Al-qard} adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang (muqrid})
kepada penerima hutang (muqtarid}) untuk kemudian dikembalikan
1
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2011), 373.
2
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana prenada Media Grup, 2013), 333.
3
kepadanya (muqrid}) sepeti yang diterimanya, ketika ia telah mampu
membayarnya”.4
Sedangkan dalam bukunya Syafi’i Antonio disebutkan bahwa,
al-Qard{ adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih
atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan.5
Menurut Fatwa MUI, al-Qard{ adalah pinjaman yang diberikan
kepada nasabah (muqtarid{) yang memerlukan dengan ketentuan
nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada
waktu yang telah disepakati bersama.6
Sedangkan pengertian qard{ menurut Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES) adalah penyediaan dana atau tagihan antar
lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau
cicilan dalam jangka waktu tertentu.7 Definisi yang dikemukakan
dalam KHES bersifat aplikatif dalam akad pinjam-meminjam (hutang
piutang) antara nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah.8
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian qard{ adalah pemberian harta kepada orang lain yang
4
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), 273.
5
Muha ad Syafi’i A to io, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 131.
6Fatwa Dewa Syari’ah Nasio al NO: 1 /DSN
-MUI/IV/2001.
7 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 20 Ayat 36. 8
membutuhkan, yang harus dikembalikan dengan barang yang
sepadan, atau dengan nilai yang sama.
2. Dasar Hukum Hutang Piutang (Qard{)
Transaksi qard} diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan
hadits Rasulullah saw dan ijma ulama>. Sungguhpun demikian, Allah
Swt mengajarkan kepada kita agar meminjamkan sesuatu bagi
“agama Allah”.
a) Al-Qur’an
Landasan hukum disyariatkannya qard{ berdasarkan
al-Qur’an adalah sebagai berikut:
Firman Allah dalam surat alhadi>d ayat 11:
ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰٰٰ ٰ
“siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.”9
Diperkuat lagi dengan firman Allah surat al-Baqarah ayat
245: ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰ ٰٰ ٰ
“siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman
yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”10
9 Depaetemen Agama RI, al-Qur’a da Terje ah ya (Jakarta: Indah Press, 1994), 902. 10
Allah menyebut amal shaleh sebagai pinjaman, karena
hakekat orang yang beramal shaleh menginginkan imbalannya di
hari akhirat, begitu juga halnya orang yang memberikan
pinjaman mengharap gantinya.
b) Al-Hadis
Islam menganjurkan dan menyukai orang yang
meminjamkan (qard}), dan membolehkan bagi orang yang
diberikan qard}, serta tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang
makruh, karena dia menerima harta untuk dimanfaatkan dalam
upaya memenuhi kebutuhan hidupnya dan peminjam tersebut
mengembalikan harta seperti semula.11
Anjuran diperbolehkannya qard} selain dalam al-Qur’an
diatas, juga terdapat dalam al-Hadits, yaitu sebagai berikut:
Dalam Hadits Ibnu Mas’ud:
ٰ عْٰن
ِٰٰاْٰب
ُٰنٰ
ٰ مْٰس
ُٰعْٰو
ٍٰدٰ
ٰ اٰن
ٰ
ٰ لا
ِِٰ
ٰ
ٰ ص
ىل
ٰ
ُٰلا
ٰ
ِٰهْي ل ع
ٰٰ و
ٰ
ٰ مل س
ٰٰ ق
ٰ لا
ٰ
ٰ:
ا مٰ
نِم
ٰ
ٍٰمِلْسُم
ٰ
ُٰضِرْقُ ي
ٰ
اًمِلْسُم
ٰ
اًضْر ق
ٰ
ِْٰن تر م
ٰ
ِّٰا
ٰ
ٰ نا ك
ٰ
ا هِت ق د ص ك
ٰ
ًٰةر م
“Dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “tidak ada
seorang muslim yang menukarkan kepada seorang muslim qard}
dua kali, kecuali seperti sedekah satu kali”12
Dari hadis diatas dapat dipahami bahwa qard} merupakan
perbuatan yang dianjurkan, yang akan diberi imbalan oleh Allah.
Dalam hadis dijelaskan bahwa memberikan hutang atau pinjaman
11 Sayyid Sabiq,
Fiqih Sunnah Jilid 4 (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 181.
dua kali nilainya sama dengan memberikan sedekah satu kali. Ini
berarti bahwa qard} merupakan perbuatan yang sangat terpuji
karena bisa meringankan beban orang lain.
Dari Anas juga meriwayatkan anjuran untuk memberikan
pinjaman kepada orang lain.
ْٰن ع
ٰ
ِٰس ن أ
ٰ
ِٰنْب
ٰ
ٍٰكِلا م
ٰ
ٰ لا ق
ٰ لا ق
ٰ
ُٰلوُس ر
ٰ
ِٰهللا
ٰ
ىل ص
ٰ
ُٰهللا
ٰ
ِٰهْي ل ع
ٰ
ٰ مل س و
ٰ
ُٰتْي أ ر
ٰ
ٰ ة لْ ي ل
ٰ
ٰ يِرْسُأ
ٰ
ِّٰ
ٰ
ى ل ع
ٰ
ِٰبا ب
ٰ
ِٰة ْْا
ٰ
اًبوُتْك م
:
ٰ
ُٰة ق دصلا
ٰ
رْش عِب
ٰٰ أ
ا َِا ثْم
ٰ
ُٰضْر قْلا و
ٰ
ٰ ة يِنا م ثِب
ٰ
ٰ ر ش ع
ٰ
ُٰتْلُق ف
ٰا ي
ٰ
ُٰليِِْْج
ٰ
ا م
ٰ
ُٰلا ب
ٰ
ِٰضْر قْلا
ٰ
ُٰل ضْف أ
ٰ
ْٰنِم
ٰ
ِٰة ق دصلا
ٰ
ٰ لا ق
ٰ
ٰن ِِ
ٰ
ٰ لِئاسلا
ٰ
ُٰل أْس ي
ٰ
ُٰ دِْع و
ٰ
ُٰضِرْق تْسُمْلا و
ٰ
ٰ ّٰ
ُٰضِرْق تْس ي
ٰ
ِّٰإ
ٰ
ْٰنِم
ٰ
ٍٰة جا ح
Anas bin Malik ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: “Pada malam aku diisrakan aku melihat di
atas pintu surga tertulis 'Sedekah akan dikalikan menjadi sepuluh kali lipat, dan memberi pinjaman dengan delapan belas kali
lipat'. Maka aku pun bertanya: “Wahai Jibril, apa sebabnya
memberi hutang lebih utama ketimbang sedekah?” Jibril menjawab: “Karena saat seorang peminta meminta, (terkadang)
ia masih memiliki (harta), sementara orang yang meminta pinjaman, ia tidak meminta pinjaman kecuali karena ada
butuh.”13
Pemberian hutang termasuk kebaikan dalam agama karena
sangat dibutuhkan oleh orang yang kesulitan, susah dan
mempunyai kebutuhan yang sangat mendesak.
c) Ijma’ Ulama>
Selain dasar hukum yang berasal dari al-Qur’an dan Hadits
Rasulullah, para ulama telah menyepakati bahwa qard} boleh
untuk dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia
yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya.
13Kutu ut Tis’
Tidak ada seorangpun yang memiliki segala barang yang ia
butuhkan. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu
bagian dari kehidupan di dunia ini, dan Islam adalah agama yang
sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.14
3. Rukun dan Syarat Hutang Piutang (Qard{)
Wahbah al-Zuh}aili> menjelaskan bahwa secara garis besar ada
empat syarat yang harus dipenuhi dalam akad qard}, yaitu:15
a. Akad qard} dilakukan dengan s}ighat ijab dan qabul atau bentuk
lain yang dapat menggantikannya, seperti mua>t}ah (akad dengan
tindakan/saling memberi dan saling mengerti);
b. Kedua belah pihak yang terlibat akad harus cakap hukum
(berakal, baligh dan tanpa paksaan). Berdasarkan syarat ini, maka
qard} sebagai akad tabarru’ (berderma/sosial), maka akad qard}
yang dilakukan anak kecil, orang gila, orang bodoh atau orang
yang dipaksa, maka hukumnya tidak sah;
c. Menurut kalangan H}anafiyah, harta yang dipinjamkan haruslah
harta yang ada padanannya dipasaran, atau padanan nilainya
(mithli), sementara menurut jumhur ulama>, harta yang
dipinjamkan dalam qard} dapat berupa harta apa saja yang dapat
diperjual-belikan kecuali manusia;
14 Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah “Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial” (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2010), 301.
d. Ukuran, jumlah, jenis dan kualitas harta yang dipinjamkan harus
jelas agar mudah untuk dikembalikan. Hal ini untuk menghindari
perselisihan diantara para pihak yang melakukan akad qard}.
Sedangkan rukun dan syarat qard} menurut jumhur fuqaha>
adalah :16
a. ‘Aqidayn
Yang dimaksud dengan ‘aqidayn (dua pihak yang melakukan
transaksi) adalah pemberi hutang (muqrid}) dan penerima hutang
(muqtarid){. Keduanya mempunyai syarat berikut:
1) Cakap melakukan tindakan hukum;
2) Cakap melakukan tindakan hukum;
3) Merdeka;
4) Baligh;
5) Berakal sehat;
6) Tidak ada paksaan.
b. S}ighat (ija>b dan qabu>l)
Yang dimaksud dengan s}ighat adalah ija>b dan qabu>l. Tidak
ada perbedaan diantara fuqaha bahwa ija>b itu sah dengan lafaz{
hutang dan dengan semua lafaz} yang menunjukkan maknanya,
seperti kata “aku memberimu utang”, atau “aku mengutangimu”.
16
Demikian pula qabu>l sah dengan semua lafaz{ yang
menunjukkan kerelaan, seperti “aku berutang” atau “aku
menerima”, atau “aku ridha” dan lain sebagainya.
Adapun dalam melakukan ija>b dan qabu>l terdapat beberapa
syarat yang harus dipenuhi, diantaranya:
1) Lafadz ija>b dan qabu>l dilakukan dalam satu majelis.
Maksudnya orang yang melakukan akad hutang piutang ketika
melafadzkan ija>b dan qabu>l harus berada di tempat yang sama.
2) Lafadz ija>b dan qabu>l bersambung. Maksudnya ketika muqrid
mengucapkan lafadz ijab, maka muqtarid juga langsung
mengucapkan lafadz qabul.
Dalam melakukan ija>b dan qabu>l terdapat beberapa macam
bentuk s}ighat ‘aqad qard{, yaitu: (a) Lisan / ucapan, (b) Tulisan, (c)
Isyarat, (d) Kebiasaan.
c. Ma’qud ‘alai>h (Objek utang piutang)
Objek utang piutang dapat berupa uang atau benda yang
mempunyai persamaan. ‘Aisyah pernah mengatakan pada Nabi
S.A.W: “Wahai Rasulullah, tetangga-tetangga kita biasa berutang
roti, dan biasa pula mereka kembalikan, kadang-kadang lebih dan
itu terjadi karena merupakan kebutuhan orang banyak, tidak
dimaksudkan untuk memberi kelebihan”.17
Untuk sahnya perjanjian utang piutang, obyek harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:18
1) Merupakan benda bernilai yang mempunyai persamaan dan
penggunaannya mengakibatkan musnahnya benda utang.
2) Dapat dimiliki.
3) Dapat diserahkan kepada pihak yang berhutang.
4) Telah ada pada waktu perjanjian dilakukan.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa akad qard} dibenarkan
pada harta mithli yaitu harta yang satuan barangnya tidak berbeda
yang mengakibatkan perbedaan nilainya, seperti barang-barang
yang ditakar, ditimbang, dijual satuan dengan ukuran yang tidak
jauh berbeda antara yang satu dengan yang lain (seperti kelapa,
telur, dan kertas satu ukuran) dan yang di ukur seperti kain.19
Menurut ijtihad Imam Muhammad dan Madzhab selain
Hanafiyah berpendapat, boleh juga qard} pada roti, baik di jual
secara timbangan atau satuan, karena roti merupakan kebutuhan
khalayak orang banyak.20 Berdalil pada hadits, Aisyah yang
mengatakan, “Wahai Rasulullah sesungguhnya para tetanggga
17
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang, Gadai (Bandung: PT
Al-Ma’arif, 1 3 , 3 .
18
Ibid, 38-39.
19 Wahbah Az-Zuhaili,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2011), 376-377.
20
mengqirad}kan roti dan khamiir dan mereka mengembalikannya
lebih dan kurang. “Rasulullah menjawab: “tidak mengapa.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk dalam (etika) berteman
sesama manusia yang bukan dimaksudkan riba fadhal”.21
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat
bahwa diperbolehkan melakukan qard} atas semua benda yang bisa
dijadikan objek akad salam, baik itu barang yang ditakar dan
ditimbang seperti emas, perak dan makanan, maupun dari harta
qimiyyat (harta yang dihitung berdasarkan nilainya) seperti
barang-barang dagangan, binatang, dan juga barang-barang yang
dijual satuan.
Dari sini, menurut jumhur ulama, akad qard} sah dilangsungkan
pada setiap benda yang boleh diperjualbelikan kecuali budak
wanita karena akan mengakibatkan adanya pinjam-meminjam
kehormatan.
Mereka juga melarang qard} manfaat, seperti seorang pada hari
ini mendiami rumah temannya dan besoknya teman tersebut
mendiami rumahnya, tetapi Ibn Taimiyah membolehkannya.22
4. Teknik Pembayaran Hutang Menurut Jumhur Ulama
Ulama Fiqih sepakat bahwa qard} harus dibayar di tempat
terjadinya akad secara sempurna. Namun demikian, boleh
21 Sayyid sabiq,
Fikih Sunnah 12 Ba du g: Al a’arif, 1 , 142.
22Ra h ad Syafe’i,
membayarnya di tempat lain apabila tidak ada keharusan untuk
membawanya atau memindahkannya, juga tidak ada halangan di
jalan. Sebaliknya, jika terdapat halangan apabila membayar di tempat
lain, muqrid tidak perlu menyerahkannya.23
Sedangkan waktu pengembalian qard} menurut jumhur ulama,
selain Malikiyah mengatakan bahwa waktu pengembalian harta
pengganti adalah kapan saja terserah kehendak si pemberi pinjaman,
setelah peminjam menerima pinjamannya, karena qard} merupakan
akad yang tidak mengenal waktu. Sedangkan menurut Malikiyah,
waktu pengembalian itu adalah ketika sampai pada batas waktu
pembayaran yang sudah ditentukan di awal, karena mereka
berpendapat bahwa qard} bisa dibatasi dengan waktu.24
5. Pengembalian Manfaat dalam Hutang piutang (Qard})
Menurut pendapat paling unggul dari ulama H}anafiyah, setiap
qard} pada benda yang mendatangkan manfaat diharamkan jika
memakai syarat. Akan tetapi, dibolehkan jika tidak disyaratkan
kemanfaatan atau tidak diketahui adanya manfaat pada qard}.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa muqrid} tidak boleh
memanfaatkan harta muqtarid}, seperti naik kendaraan atau makan di
rumah muqtarid}, jika dimaksudkan untuk membayar utang muqrid},
23 Ibid, 156. 24
bukan sebagai penghormatan. Begitu pula dilarang memberikan
hadiah kepada muqrid}, jika dimaksudkan untuk menyicil hutang.
Ulama Syafi’iyah dan H}anabilah melarang qard} terhadap
sesuatu yang mendatangkan kemanfaatan, seperti memberikan qard}
agar mendapat sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak sebab qard}
dimaksudkan sebagai akad kasih sayang, kemanfaatan atau
mendekatkan hubungan kekeluargaan.
Pengambilan manfaat dalam hutang piutang hukumnya haram,
apabila hal itu disyaratkan atau ditetapkan dalam perjanjian. Sesuai
dengan hadits Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Harits
bin Abu Usamah:
ا بِرٰ وُه فًٰة ع فْ مٰر جٍٰضْر قٰلُك
ٰ
“semua hutang yang menarik manfaat (keuntungan), maka ia termasuk riba”.25
Namun demikian, jika tidak disyaratkan atau tidak
dimaksudkan untuk mengambil yang lebih baik, maka qard}
dibolehkan. Tidak dimakruhkan bagi muqrid} untuk mengambilnya,
sesuai dengan hadist:
“Dari Abu Hurairah ia berkata: “Rasulullah SAW berutang seekor
unta, kemudian beliau membayarnya dengan seekor unta yang lebih baik daripada unta yang diutangnya, dan beliau bersabda: sebaik-baik kamu sekalian adalah orang yang paling baik dalam membayar
utang.”26
25 Ibnu Hajar al-Asqalany,
Syarah Bulughul Maram (Surabaya: Halim Jaya, 2001), 503.
Para ulama juga sepakat bahwa persyaratan memberikan
tambahan diluar pinjaman untuk kreditur hukumnya haram dan
termasuk riba, baik tambahan nilai, seperti: memberikan pinjaman
Rp.100.000,- dengan syarat pengembalian Rp. 110.000,- atau
tambahan kwalitas, seperti: memberikan pinjaman mata uang rupiah
dengan syarat pengembalian dalam bentuk mata uang dolar, maupun
tambahan jasa, seperti: memberikan pinjaman uang kepada seseorang
dengan syarat dia meminjamkan mobilnya kepada pemberi pinjaman
selama 1 minggu.
Karena tujuan utama transaksi qard} adalah belas kasihan dan
mengharap ganjaran dari Allah, maka bila pihak kreditur memberikan
persyaratan tambahan dari nilai pinjaman hilanglah tujuan asal
transaksi ini, yang membuat transaksi ini menjadi tidak sah, serta
akad qard} berubah menjadi transaksi untuk mengejar laba.
Ibnu Abdul Barr berkata, “setiap nilai tambah diluar pinjaman
walau dalam bentuk jasa yang diberikan kepada kreditur adalah riba,
sekalipun segenggam makanan ternak dan hukumnya haram jika
disyaratkan dalam akad”. Ibnu Munzir berkata, “para ulama sepakat
bahwa persyaratan yang dibuat oleh pihak pemberi pinjaman agar
penerima pinjaman memberikan nilai tambah atau hibah atas
pinjaman adalah riba”.27
27 Yusuf Al Subaily,
6. Hikmah dan Manfaat Disyariatkan Qard{
Hikmah disyariatkannya qard{ yaitu:
a. Melaksanakan kehendak Allah agar kaum muslimin saling
menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
b. Menguatkan ikatan persaudaraan dengan cara mengulurkan
bantuan kepada orang yang membutuhkan dan mengalami
kesulitan serta meringankan beban orang yang tengah dilanda
kesulitan.28
B. HUTANG PIUTANG MENURUT HUKUM PERDATA
1. Definisi Hutang Piutang
Buku ketiga KUHPerdata menerangkan perihal tentang
perikatan (verbintenis) yang di dalamnya mengandung pengertian
perjanjian, kadang-kadang disebut pula dengan istilah Hukum
Perutangan atau Hukum Tuntut-menuntut.29
Disebut hukum perutangan karena di dalamnya mengatur satu
pihak sebagai pihak berutang atau debitur, sedangkan di pihak lain
sebagai pihak berpiutang atau kreditur. Disebut Hukum
Tuntut-menuntut karena di dalamnya terdapat pengertian satu pihak yaitu
28
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013), 336.
29
pihak berpiutang (kreditur) menuntut sesuatu kepada pihak si
berutang (debitur).30
Definisi hutang piutang menurut hukum perdata terdapat dalam buku ketiga pasal 1754 yang berbunyi pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Hutang Piutang menurut Hartono soerjopraktijo adalah suatu
perjanjian dimana pihak yang satu (kreditur) melepaskan atau
menyerahkan ke pihak lainnya (debitur) suatu jumlah uang tertentu
atau jumlah barang yang sama, yang jenis dan keadaannya sama.
2. Dasar Hukum Hutang Piutang
Dasar hukum hutang piutang menurut hukum perdata atau
burgerlijk wetboek terdapat dalam buku ketiga pasal 1754 yang
berbunyi pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu
barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian, dengan syarat bahwa
pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama
dari macam dan keadaan yang sama pula.
Seandainya debitur wanprestasi, maka kreditur berhak untuk
menuntutnya di pengadilan. Akibat hukum debitur ada empat macam,
yaitu:31
30
a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah
diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata).
b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut
pemutusan/ pembatalan melalui hakim (Pasal 1266
KUHPerdata).
c. Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih
kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat 2
KUHPerdata).
d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat
dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti
kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata)
e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di
muka Pengadilan Negri, dan debitur dinyatakan bersalah.
3. Syarat Hutang Piutang
Menurut Prof. Subekti, SH, bahwa suatu perjanjian harus
dianggap lahir pada waktu tercapainya kesepakatan antara kedua
belah pihak.32 Hutang Piutang dianggap sah secara hukum apabila
dibuat suatu perjanjian, yakni perjanjian yang berdasarkan hukum
yang diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain:
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
31 Abdulkadir Muhammad
, Hukum Perdata Indonesia (Bandung: PT Citra Karya Abadi, 2000), 204.
32
c. Suatu hal tertentu yang diperjanjikan;
d. Suatu sebab yang halal artinya tidak dilarang.
Apabila tidak memenuhi 4 poin di atas maka perjanjian dapat
dibatalkan dan/atau batal demi hukum. Syarat pertama dan kedua
menyangkut subyek, sedangkan syarat yang ketiga dan keempat
mengenai obyek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan,
penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan mengenai
subyek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara
apabila cacat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi,
maka perjanjian batal demi hukum.
Dari uraian di atas, maka penyelesaian hukum terkait hutang
piutang dibuat atas dasar perjanjian. Perjanjian menerbitkan
perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuk
perjanjian berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau dengan tertulis. Perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu
prestasi. Prestasi ialah sesuatu yang dapat di tuntut, jadi pihak
kreditur menuntut prestasi kepada pihak debitur. Prestasi itu harus
memenuhi 4 syarat:33
33
a. Prestasi itu haruslah ditetapkan terlebih dahulu (bepaald), atau
dapat ditetapkan (bepaaldbaar).
b. Kreditur atau orang ketiga harus berkepentingan supaya debitur
memberikan prestasi yang ditetapkan.
c. Prestasi itu harus diperbolehkan. Artinya prestasi tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban
umum.
d. Prestasi itu harus memungkinkan dan obyektip.
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, prestasi itu dibagi dalam 3
macam:34
a. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (Pasal 1237 KUHPerdata)
b. Prestasi untuk melakukan atau berbuat sesuatu (Pasal 1239
KUHPerdata)
c. Prestasi untuk tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu (Pasal
1239 KUHPerdata)
Apabila seseorang telah ditetapkan prestasinya sesuai dengan
perjanjian itu, maka kewajiban pihak tersebut untuk melaksanakan
atau mentaatinya. Apabila orang tersebut tidak melaksanakan sesuatu
atau tidak memenuhi prestasi itu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, maka disebut wanprestasi.
34
4. Pembayaran Hutang Menurut Hukum Perdata
Maksud pembayaran ialah pelaksanaan perjanjian secara
sukarela dan bebas serta tidak dengan paksaan. Alat pembayaran
dapat diserahkan berupa:35
a. Uang
b. Barang
Pasal 1382 KUHPerd menjelaskan mengenai pembayaran. Pembayaran adalah tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapapun yang berkepentingan, seperti orang yang turut berutang atau penanggung utang. Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ia bertindak atas namanya sendiri.
Pihak ketiga yang melakukan pembayaran utang dari si
berutang itu dapat bersikap:
a. Ia bertindak membayar atas nama si berutang.
b. Ia bertindak atas namanya sendiri, tetapi ia tidak menggantikan
hak-hak si berpiutang.
Apabila pihak ketiga bertindak membayar atas nama si
berutang, maka perikatan hapus dan dalam hal ini terjadi hak si
berpiutang beralih kepada pihak ketiga itu. Pasal 1393 KUHPerd
mengatur tentang tempat pembayaran, yaitu dengan beberapa
kemungkinan:
a. Dilakukan di tempat sesuai dengan isi perjanjian.
35
b. Kalau tempat perjanjian tidak ditetapkan oleh pihak-pihak dalam
isi perjanjian maka terlihat sifat Hukum Tambahan
(aanvullendsrecht) dilakukan pembayaran dengan kemungkinan:
1) Di tempat barang berada pada waktu perjanjian dibuat.
2) Atau dilakukan di tempat tinggal si berpiutang, selama pihak
si berpiutang mempunyai tempat tinggal yang jelas.
3) Atau kalau tempat tinggal berpiutang tidak jelas, dilakukan
di tempat tinggal berutang.
c. Berdasarkan praktek sehari-hari diperhatikan pula faktor
kebiasaan.
d. Di dalam hal pengecualian, dapat pula undang-undang yang
menetapkan sendiri, contohnya seperti pembayaran surat wesel
menurut pasal 137 KUHD ditetapkan pembayaran pada hari yang
telah ditentukan waktunya, pada hari jatuh (hari bayar) di tempat
42 BAB III
PELAKSANAAN UTANG PIUTANG EMAS DI KEBOMAS GRESIK
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Kelurahan
Kelurahan Kebomas terletak di Kecamatan Kebomas
Kabupaten Gresik. Penduduk Kelurahan Kebomas mayoritas seorang
karyawan swasta, namun banyak juga masyarakat yang berwirausaha.
Seperti contoh salah satu program P4K adalah mengelola jamu
tradisional dengan harapan dapat meningkatkan kondisi
perekonomian masyarakat setempat, dan juga meningkatkan sumber
daya manusia khususnya di Kelurahan Kebomas. Kelurahan Kebomas
dipimpin oleh seorang lurah (kepala desa).
2. Letak dan Kondisi Geografis
Batas-batas umum administratif pemerintahan Kelurahan
Kebomas Kecamatan Kebomas Gresik sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kelurahan Ngipik Sebelah Timur : Kelurahan Tlogopatut
Sebelah Selatan : Kelurahan Kawisanyar Sebelah Barat : Desa Randu Agung
Dilihat dari topografi dan kantor tanah, Kelurahan Kebomas
Kecamatan Kebomas secara umum berupa dataran rendah yang
dengan suhu rata-rata berkisar antara 300 s/d 350 Celcius. Kelurahan
Kebomas terdiri dari 16 (enam belas) Rukun Tetangga (RT) dan 5
(Lima) RukunWarga (RW). Orbitasi dan waktu tempuh dari ibukota
Kecamatan 500 m dengan waktu tempuh 5 s/d 10 menit dan dari
ibukota kabupaten 4 km dengan waktu tempuh 20-40 menit.
Dilihat dari Kondisi Geografis dan Demografis, Kelurahan
Kebomas adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Kebomas yang
mempunyai luas wilayah 166,339 Ha dengan jumlah penduduk
Kecamatan sebanyak 4860 jiwa yang terdiri dari 2481 laki-laki dan
2379 perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 1303 KK.
3. Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi
Dari segi kependudukan masyarakat Kecamatan Kebomas
memiliki jumlah penduduk 4860 jiwa dengan rincian sebagaimana
[image:52.595.148.514.313.545.2]keterangan berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Usia Penduduk Laki-Laki Perempuan
Usia 0-16 tahun 820 jiwa 847 jiwa
Usia 17 tahun ke atas 1661 jiwa 1532 jiwa
jumlah 2481 jiwa 2379 jiwa
Sumber Data: Sekretariat Kecamatan Kebomas Tahun 2016
Berdasarkan data di atas telah jelas bahwa di Kecamatan
Kebomas Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumah
Penduduk Kelurahan Kebomas terdiri dari berbagai Suku/ Ras
[image:53.595.165.513.205.523.2]dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.2
Suku/ Ras Penduduk Kelurahan Kebomas Kecamatan Kebomas
Suku/ Ras Jumlah
Jawa 4111 orang
Madura 200 orang
Sunda 0 orang
Aceh 0 orang
Batak 8 orang
Bali 5 orang
Banjar 0 orang
Sumber Data: Sekretariat Kecamatan Kebomas Tahun 2016
Berdasarkan data di atas mayoritas penduduk Kelurahan
Kebomas Kecamatan Kebomas adalah suku jawa asli, namun ada
beberapa suku-suku dari daerah lain yang juga berdomisili di
Kelurahan Kebomas, seperti suku Madura, Aceh, Bali, dan juga suku
Batak.
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Kebomas Kecamatan
Kebomas terdiri dari berbagai macam dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.3
Mata Pencaharian Penduduk Kelurahan Kebomas Kecamatan Kebomas
Pekerjaan Jumlah
Petani 0 orang
Buruh Tani 0 orang
Pedagang 75 orang
PNS 41 orang
TNI/ Polri 9 orang
Karyawan Swasta 625 orang
Wirausaha Lainnya 25 orang
[image:53.595.169.514.618.749.2]Berdasarkan tabel di atas maka mayoritas profesi penduduk
Kecamatan Kebomas adalah sebagai karyawan swasta, dan memang
di Kecamatan ini lebih banyak orang menjadi karyawan swasta di
karenakan banyaknya pabrik yang berdiri di Kabupaten dan Kota
Gresik. Salah satunya adalah Semen Indonesia, dimana sebagian
besar penduduk Kecamatan Kebomas menggantungkan hidupnya
dengan mengharapkan bisa bekerja sebagai karyawan swasta di
pabrik Semen Indonesia, karena memang itulah pekerjaan yang bisa
diandalkan bagi penduduk yang dirasa pendidikannya rendah.
Dilihat dari segi ekonomi penduduk Kecamatan Kebomas
adalah masuk kategori menengah kebawah, karena mayoritas
penduduknya berprofesi sebagai karyawan swasta. Sementara di
zaman kehidupan sekarang ini sangat bergantung pada uang, karena
dengan adanya uang segala biaya hidup di antaranya kebutuhan
pangan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya dapat terpenuhi olehnya.
Dikarenakan sulitnya persyaratan untuk menjadi karyawan di Semen
Indonesia maka sebagian penduduk berinisiatif untuk membuka usaha
dengan modal berhutang kepada salah satu warga yang mampu
memberikan pinjaman.
4. Sarana Pendidikan dan Tingkat Pendidikan Penduduk
Sarana pendidikan merupakan sarana yang terpenting dalam
setiap daerah, karena dengan memiliki sarana pendidikan penduduk
Adanya sarana pendidikan mampu untuk merubah rendahnya pola
pikir di dalam sebuah masyarakat, karena itu sarana pendidikan dapat
meninggikan taraf kehidupan masyarakat untuk lebih baik lagi.
Penduduk Kecamatan Kebomas memiliki beberapa tingkat
pendidikan, beberapa rincian penduduk berdasarkan tingkat
[image:55.595.158.512.226.536.2]pendidikan adalah:
Tabel 3.4
Tingkat Pendidikan Penduduk Kecamatan Kebomas
Tingkat Pendidikan Jumlah
Tidak tamat sekolah 97 orang
SD 823 orang
SMP 641 orang
SMA 581 orang
S1 177 orang
S2 35 orang
Sumber Data: Sekretariat Kecamatan Kebomas Tahun 2016
Berdasarkan tabel di atas tingkat pendidikan penduduk
Kelurahan Kebomas tergolong baik, karena sudah banyak penduduk
yang melakukan program pemerintah yang menggelar wajib belajar 9
(sembilan) tahun, meskipun sebagian besar masih lulusan SD namun
tingkat kelulusan SMA sudah lumayan tinggi. Dan juga ada sebagian
penduduk yang sudah meneruskan jenjang pendidikan S1 bahkan
sampai jenjang pendidikan S2.
5. Struktur Pemerintahan Kelurahan
Kelurahan Kebomas memiliki pemerintahan yang sudah