• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelidikan Batubara Daerah Ayawasi Dan Sekitarnya Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyelidikan Batubara Daerah Ayawasi Dan Sekitarnya Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH AYAWASI DAN SEKITARNYA KABUPATEN SORONG SELATAN, PROVINSI PAPUA BARAT

Eko Budi Cahyono Kelompok Kerja Energi Fosil

S A R I

Penyelidikan batubara di daerah Ayawasi dan sekitarya, Kabupaten Sorong Selatan,

Provinsi Papua Barat dilakukan dalam rangka pencarian potensi bahan galian

khususnya batubara di wilayah Indonesia Bagian Timur. Pelaksanaan kegiatan

penyelidikan batubara dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder berupa

pencarian data dan informasi mengenai daerah yang bersangkutan, baik dari informasi

dari pemerintah setempat, data pendukung geologis, penyelidik terdahulu dan segala

informasi yang menunjang. Sedangkan penyelidikan di lapangan sebagai bentuk

kegiatan primer dengan cara pencarian singkapan batubara dan mendapatkan

informasi dari pemerintah serta penduduk setempat.

Secara umum geologi daerah peyelidikan termasuk ke dalam Cekungan Salawati dan

Bintuni, dimana cekungan tersebut menempati bagian tengah kepala burung dari

Provinsi Papua. Secara stratigrafi, formasi pembawa batubara adalah Formasi

Steenkool (tersier) dan Formasi Ainim (pra-tersier). Hasil penyelidikan di lapangan dan

analisa korelasi sebaran batubara, sebaran lapisan batubara yang didapatkan berada

pada Formasi Steenkool, sedangkan pada Formasi Ainim, batubara tidak ditemukan.

Secara stratigrafi regional, formasi batuan di sekitarnya meliputi (dari tua ke muda):

Formasi Kemum, Formasi Aisyasur, Formasi Aimau, Formasi Aifat, Formasi Ainim,

Formasi Tipuma, Formasi Jass, Formasi Puragi, Formasi Faumai, Formasi Sirga,

Batugamping Klamogun, Batugamping Kais, Formasi Sekau, Formasi Klasefet,

Formasi Klasaman, Formasi Steenkool, Konglomerat Upa, Endapan Danau, Endapan

Alluvium dan Undak Alluvium (Menurut C.J. Pigram dan U. Sukanta,1979)

Singkapan batubara dari hasil penyelidikan di lapangan didapatkan sebanyak 3 buah

yang tersebar pada Formasi Steenkool dengan arah umum strike singkapan batubara

(2)

didapatkan nilai kalori batubara sebesar 5.282 – 5.482 kal/gr (adb), dimana batubara

merupakan katagori jenis kualitas rendah – sedang.

Sumber daya batubara berdasarkan standar SNI, tidak termasuk dalam klasifikasi,

mengingat ketebalan batubara di bawah 1 meter. Sehingga sumber daya yang dihitung

bukan berdasarkan standar SNI, tetapi untuk kepetingan kajian geologi dan informasi

poensi wilayah yang bersangkutan. Dari penghitungan sumber daya didapatkan

(3)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam rangka peningkatan pembangunan di wilayah Indonesia bagian Timur, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat, pemerintah mulai melakukan penyelidikan untuk mencari potensi dan sumberdaya energi di wilayah Indonesia bagian timur dalam rangka pemenuhan komoditi tersebut, baik bagi kepentingan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

Maksud dan Tujuan

Maksud dilakukannya penyelidikan batubara di daerah yang diusulkan adalah untuk mendapatkan data berupa lokasi sebaran formasi yang diduga mengandung endapan batubara, mendapatkan data kedudukan lapisan batubara tersebut terhadap batuan lainnya, arah jurus dan kemiringan lapisan batubara dan menentukan lingkungan pengendapan.

Sedangkan tujuannya adalah menentukan lokasi-lokasi singkapan batubara dan melokalisir daerah yang dianggap prospek untuk dapat dikembangkan lebih lanjut serta dapat mengetahui sumber daya batubara.

Lokasi Daerah Penyelidikan

Secara administratif, letak Kabupaten Sorong Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sorong di utara dan barat, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Manokwari, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Maluku. Kabupaten Sorong Selatan secara

administratif terbagi ke dalam 10 Distrik/Kecamatan (Gambar 1), yaitu : Inanwatan beribukota Inanwatan, Kokoda beribukota Tarof, Aifat Timur beribukota Aisa, Aifat beribukota Kumurkek, Aitinyo beribukota Aitinyo, Moswaren beribukota Muswaren, Teminabuan beribukota Teminabuan, Ayamaru beribukota Ayamaru, Sawiat beribukota

Untuk mencapai lokasi penyelidikan dapat ditempuh melalui jalan udara dari Jakarta menuju Sorong, kemudian dilanjutkan menuju ibukota Kabupaten Sorong Selatan, yaitu kota Teminabuhan dengan melewati jalan darat selama kurang lebih 8 jam atau mengunakan transportasi udara berupa pesawat kecil jenis Twin-Otter dengan waktu tempuh lebih kurang selama 1 jam. Kemudian selanjutnya untuk menuju daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan jalan darat menuju Kampung Bori, daerah Ayawasi dan sekitarnya. Sebagai catatan, saat penyelidikan dilaksanakan, transportasi laut reguler sudah tidak ada lagi dari kota Sorong menuju Teminabuhan.

Telah disebutkan di atas bahwa secara administratif lokasi penyelidikan berada di wilayah Distrik Aifat, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat. Dan secara geografis berada pada 1o 00’ – 1o 15’ LS dan 132o 30’ – 132o 45’ BT (Gambar 2)

Demografi dan Keadaan Lingkungan

(4)

diapit dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Suhu udara rata-rata dalam 19 tahun terakhir 1985 s/d 2008 tertinggi mencapai 32oC dan terendah 27oC dengan tingkat kelembaban udara rata-rata pertahun 80,5%. Curah hujan daerah ini cukup tinggi terutama pada bulan September sampai dengan Oktober. Komposisi penduduk masih relatif homogen, heterogen hanya pada ibukota kabupaten. Prosentase penduduk asli Papua sekitar 90%, sisanya adalah pendatang dari suku Bugis Makasar, Buton, Ambon, Jawa, dan suku-suku lainnya

Berdasarkan karakteristik wilayah, Kabupaten Sorong Selatan terbagi atas tiga kawasan, yaitu kawasan perbukitan atau dataran tinggi, kawasan dataran rendah serta kawasan payau. Luas dataran tinggi baik yang berupa pegunungan maupun lereng-lereng mencapai 65% dari keseluruhan wilayahnya. Wilayah ini biasanya masih berupa daerah pedalaman dan tersebar di distrik-distrik Ayamaru, Ayamaru Utara, Mare, Aifat, Aifat Timur, Sawiat dan sebagian Aitinyo. Sedangkan 35% wilayah yang lain terdiri dari dataran rendah, air payau dan pantai. Dataran rendah meliputi Distrik Teminabuan, Distrik Seremuk, Wayer, Moswaren dan sebagian Aitinyo. Sedangkan Distrik Inanwatan, Kais, Kokoda dan sebagaian Seremuk merupakan dataran payau.

Luas hutan di Kabupaten Sorong Selatan ± 13.805 Km2 yang meliputi hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi. Hutan-hutan tersebut tergolong dalam

hutan tropis, yang kaya akan flora dan faunanya.

Dari potensi perikanan, Kabupaten Sorong Selatan adalah wilayah yang sangat kaya dengan potensi perikanan. Karakteristik topografi wilayah mebuat sektor perikanan di kabupaten ini berkembang baik perikanan air tawar, air payau maupun perikanan laut.

Dilihat dari sektor pertambangan dan energi, Kabupaten Sorong Selatan merupakan daerah yang memiliki potensi pertambangan yang melimpah dan cukup menjanjikan. Potensi yang telah berhasil dieksplorasi adalah minyak dan gas bumi di Distrik Inanwatan.

Waktu Penyelidikan

Pelaksana kegiatan ini telah dilakukan oleh personil Pusat Sumber Daya Geologi, terdiri atas ahli geologi, asisten geologi, preparator, surveyor, dengan waktu pelaksanaan selama 45 hari termasuk waktu perjalanan, pengurusan surat dan administrasi kerja di lapangan.

Pelaksana dan Peralatan

Petugas pelaksanaan penyelidikan ini seluruhnya berjumlah 6 orang, dimana seluruhnya dari Pusat Sumber Daya Geologi.

Beberapa peralatan lapangan yang digunakan selama penyelidikan batubara dapat dilihat sebagai berikut :

(5)

ƒ GPS (Global Positioning System)12

ƒ Bahan-bahan penunjang lapangan lainnya

GEOLOGI UMUM

Daerah penyelidikan menurut kerangka tatanan tektonik termasuk ke dalam Cekungan Salawati dan Cekungan Bintuni, dimana cekungan tersebut menempati bagian tengah kepala burung dari Provinsi Papua.

Cekungan Salawati dan Bintuni terbentuk karena graben yang dikontrol oleh struktur yang terbentuk Zaman Miosen. Kedua cekungan ini dibatasi oleh sesar Sorong dan di bagian selatan dibatasi oleh zona subduction (Cokcroft, dkk. 1984).

Stratigrafi Regional

Menurut C.J. Pigram dan U. Sukanta (1979), urutan batuan pengisi cekungan adalah sebagai berikut (dari tua ke muda) ; Formasi Kemum, Formasi Aisyasur, Formasi Aimau, Formasi Aifat, Formasi Ainim, Formasi Tipuma, Formasi Jass, Formasi Puragi, Formasi Faumai, Formasi Sirga, Batugamping Klamogun, Batugamping Kais, Formasi Sekau, Formasi Klasefet, Formasi Klasaman, Formasi Steenkool, Konglomerat Upa, Endapan Danau, Endapan Alluvium dan Undak Alluvium. Untuk Geologi Regional

dapat dilihat pada Gambar 3 dan urutan stratigrafi dapat dilihat pada Gambar 4.

Struktur Geologi Regional

Secara umum struktur geologi regional yang berkembang di Kabupaten Sorong Selatan merupakan perlipatan sinklin dan antiklin yang berarah barat laut – tenggara, dengan singkapan batubara tertua menempati wilayah timur laut. Beberapa struktur sesar ditemukan memotong batuan sedimen tersier, sedangkan batuan pra-tersier tersingkap ke permukaan kemungkinan sebagai akibat adanya sesar naik.

Indikasi Endapan Batubara

(6)

sedikit ditemukan dan penyebarannya. Dimana formasi ini berumur pra-tersier (Perm), dan mempunyai ciri fisik di lapangan berupa serpih lanauan, batupasir, greywacke, dan batulanau, dengan sisipan titpis batubara.

Dari indikasi dan data peneliti sebelumnya, maka pada penyelidikan saat ini, peneliti melanjutkan penyelidikan batubara di daerah Ayawasi, guna melihat kemenerusan adanya informasi lapangan akan sebaran batubara tersebut di atas. Indikasi dari peta geologi regional dan formasi batuan di sekitar daerah penyelidikan cukup memungkinkan ditemukannya singkapan batubara di daerah Ayawasi dan sekitarnya

KEGIATAN PENYELIDIKAN

Penyelidikan Lapangan

Mengingat penyelidikan ini dalam taraf survai tinjau (pendahuluan), maka metoda tahapan pelaksanaan penyelidikan lapangan dapat dibagi dua, terdiri atas, sebagai berikut :

Pengumpulan Data Sekunder

Sebelum kegiatan lapangan dilakukan, terlebih dahulu yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder berupa laporan-laporan penyelidikan terdahulu, terutama terhadap penyelidik terdahulu yang telah melakukan kegiatan eksplorasi batubara di sekitar daerah peyelidikan.

Secara rinci beberapa kegiatan pegumpulan data sekunder dapat diuraikan sebagai berikut.

ƒ Melakukan pencarian informasi data batubara baik dari sumber yang ada di pemerintah pusat atau dari perusahaan lokal setempat

ƒ Studi literatur dari laporan terdahulu mengenai potensi sumber daya batubara

ƒ Koordinasi dengan dinas pemerintah terkait untuk mencari data dan informasi tentang potensi ekonomis dan keadaaan wilayah daerah penyelidikan

ƒ Evaluasi peta geologi regional untuk melihat sebaran formasi batuan, formasi pembawa batubara, struktur geologi regional dan lain sebagainya, berdasarkan kondisi geologi setempat

Beberapa data sekunder lainnya yang dapat dijadikan referensi adalah dari laporan penyelidik terdahulu di sekitar daerah penyelidikan, seperti penyelidikan batubara di daerah Ayata dan sekitarnya (Suryana, Asep. Dkk, 1992), Lembar Peta Geologi daerah Teminabuhan oleh Pigram, C.J. and Sukanta, U. 1979, dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G), Indonesia. Informasi lainnya di sekitar wilayah penyelidikan, baik dari instansi pemerintah, swasta, masyarakat, dan sebagainya. Semua data dan informasi tersebut di atas dijadikan bahan pertimbangan dalam menunjang seluruh kegiatan penyelidikan.

Pengumpulan Data Primer

(7)

berlangsung terdapat beberapa kegiatan antara lain :

• Mencari lokasi singkapan-singkapan batubara berdasarkan informasi yang pernah didapatkan, kemudian mengembangkan informasi tersebut berdasarkan temuan yang didapatkan dilapangan

• Dilakukan pengukuran kududukan dan tebal lapisan kemudian dilakukan pemerian terhadap singkapan tersebut, dan diplotkan pada peta dasar/peta topografi sekala 1 : 50.000

• Pengamatan pada formasi pembawa batubara yang berguna untuk mengetahui pola sebaran lapisan batuan dan batubara yang terdapat di daerah penyelidikan

• Dokumentasi singkapan

Selama kegiatan di lapangan didapatkan tiga lokasi singkapan batubara, dimana secara uraian dapat dilihat pada tabel singkapan (Tabel 1).

Secara megaskopis umumnya kenampakan batubara adalah kompak, hitam-kecoklatan, kilap kusam dan ringan, sebagian ada lapisan pengotor lempung, pyrit dan silicified.

Pengambilan sampel dilakukan dari hasil menyusuri anak-anak sungai dan informasi dari penduduk sekitar, singkapan yang ditemukan di lapangan diukur arah jurus dan kemiringannya, pengukuran koordinat posisi singkapan yang ditemukan dan di pengeplotan titik singkapan pada peta kerja. Dari hasil singkapan yang didapatkan, diperoleh rata-rata ketebalan

singkapan batubara yang relatif tipis, hanya berkisar 10-15 cm.

Berdasarkan dari data singkapan batubara di atas, secara megaskopis singkapan batubara berada di Formasi Steenkool, dengan ciri fisik umum berwarna hitam agak coklat, kompak, banded, pengotor lempung dan setempat terdapat mineral pyrit. Pada beberapa tempat terdapat lempung karbonan, sebaran batubara di lapangan tidak menerus, spotting dengan ketebalan singkapan kurang dari 1 meter.

Analisis Laboratorium

Analisa conto kualitas batubara di laboratorium untuk mengetahui nilai kalori, kandungan sulfur, kandungan abu dan lain sebagainya. Conto batubara yang dianalisis sebanyak 3 buah, dengan kode 01, BR-02 dan BR-03.

(8)

Pengolahan Data

Dalam peta geologi dan sebaran batubara hasil penyelidikan lapangan (Gmbar 5) dapat dilihat bahwa singkapan-singkapan batubara dijumpai pada Formasi Steenkool, dimana Formasi Steenkool ini sebelumnya tidak ada pada peta geologi regional yang telah diterbitkan oleh P3G. Sehingga perlu adanya perubahan dan penambahan batas area formasi pembawa batubara, yaitu Formasi Steenkool. Penambahan batas Formasi Steenkool ini karena ditemukannya singkapan batubara di area yang bersangkutan. Dan Formasi Steenkool merupakan salah satu formasi lapisan pembawa batubara “ Coal Bearing Formation “ yang berumur Pliosen.

Selanjutnya tahapan pengolahan data adalah mengkorelasikan titik singkapan yang telah ditemukan dengan lokasi lainnya dalam peta geologi, dan membuat sebaran lapisan batubara. Setelah mengetahui hasil korelasi lapisan batubara, di dalam peta geologi tersebut dibuat model/penampang dari peta geologi yang mewakili semua formasi batuan, terutama formasi pembawa batubara yang didalamnya terdapat singkapan batubara yang telah ditemukan di lapangan.

HASIL PENYELIDIKAN

Geologi Daerah Penyelidikan

Secara umum geologi daerah penyelidikan termasuk ke dalam Cekungan Salawati dan Bintuni, yang disusun oleh sedimen tersier dan pra-tersier. Pada daerah penyelidikan ini terdapat sebuah sungai utama, yaitu sungai anak Kamundan bagian hulu yang

mengalir dari barat laut hingga ke selatan dari daerah penyelidikan. Nampak seolah-olah di dalam peta topografi sungai ini memisahkan antara satuan batuan tersier di sebelah barat dan satuan batuan pra-tersier di sebelah timur. Batuan pra-tersier pada daerah penyelidikan terdiri atas Formasi Steenkool, Batugamping Kais, Formasi Sirga dan Batugamping Faumai. Sedangakan batuan pra-tersier, terdiri atas Formasi Jaas, Formasi Tipuma, Formasi Ainim, Batulumpur Aifat, Formasi Aimau, Formasi Aisasjur, dan Formasi Kemum.

Morfologi Daerah Penyelidikan

Satuan morfologi daerah penyelidikan terdiri atas perbukitan terjal-bergelombang dan morfologi dataran.

Satuan Morfologi Perbukitan Terjal Bergelombang tersebar di bagian timur daerah penyelidikan dengan menempati sekitar 70 % dari seluruh luas daerah penyelidikan, dan batuan dibawah satuan morfologi ini umumnya terdiri dari susunan batuan keras pra-tersier.

Satuan Morfologi Dataran, menempati 30 % dari daerah penyelidikan, menempati bagian barat dari daerah penyelidikan. Terdiri atas batuan lunak yang tersusun atas batuan sedimen tersier.

(9)

mengalir di daerah penyelidikan dengan lebar hingga mencapai 100 m, seperti sungai Kemum dan Anak Kemundan. Sungai tersebut mengalir kearah Selatan daerah penyelidikan dan selanjutnya bermuara ke Sungai Kamundan.

Stratigrafi Daerah Penyelidikan

Stratigrafi daerah penyelidikan di bagian barat ditempati oleh satuan batuan tersier, seperti Formasi Steenkool, Batugamping Kais, Formasi Sirga dan Batugamping Faumai. Sedangakan di bagian tengah dan barat didominasi oleh satuan batuan pra-tersier, yang terdiri atas Formasi Jass, Formasi Tipuma, Formasi Ainim, Batulumpur Aifat, Formasi Aimau, Formasi Aisasjur dan Formasi Kemum. Kelompok formasi batuan pra-tersier ini umumnya mempunyai morfologi perbukitan terjal bergelombang. Hal ini dicirikan dari peta kontur topografi yang rapat dan kenampakan kondisi morfologi di lapangan berupa perbukitan tinggi yang mempunyai kemiringan berkisar 60 o - 70o. Formasi Steenkool dan Ainim merupakan formasi pembawa batubara. Tabel stratigarfi daerah penyelidikan dapat dilihat pada gambar 6.

Adapun mengenai rincian susunan stratigrafi daerah penyelidikan tersebut di atas, dapat diuraian sebagai berikut :

Formasi Steenkool, merupakan formasi pembawa batubara, dimana kenampakan di lapangan dicirikan oleh adanya batulempung pasiran, batu lumpur mikaan-gampingan, batupasir, dan sedikit konglomerat, serta adanya lapisan tipis batubara. Umur formasi ini adalah Miosen

Akhir-Pleistosen. Arah sebaran batubara adalah Baratlaut – Tenggara. Hasil korelasi dan interpretasi singkapan, didapatkan 3 buah lapisan batubara, dengan ketebalan 10 – 15 cm. Lapisan batubara ini ditemukan dari penemuan tiga buah singkapan di lapangan, di sekitar kampung Bori, sebelah barat daerah penyelidikan. Kemiringan singkapan batubara berkisar antara 21 o - 24o.

Batugamping Kais, merupakan satuan batuan yang terletak di bagian barat daerah penyelidikan, dengan kenampakan di lapangan berupa campuran boundstone, grainstone, packestone dan wackestone,

dan berumur Miosen Awal – Akhir.

Formasi Sirga, merupakan satuan batuan tersier di bawah batugamping kais, dengan kenampakan batuan di lapangan berupa batulanau, batulumpur gampingan, sedikit konglomerat, dan berumur Oligosen-Miosen.

Batugamping Faumai, merupakan satuan batuan tersier berupa Grainstone, wackestone dan batugamping pasiran, dengan umur Eosen-Oligosen.

Formasi Jaas, merupakan satuan batuan pra-tersier berupa batulumpur gampingan, batupasir dan batulanau, yang berumur Kapur.

(10)

Formasi Ainim, merupakan satuan batuan pra-tersier yang terdiri atas serpih lanauan, batupasir, greywacke, yang berumur Perm Akhir. Formasi ini diindikasikan adanya batubara, tetapi di lapangan tidak ditemukan adanya batubara.

Formasi Aifat, merupakan satuan batuan pra-tersier berupa batulumpur gampingan, batunapal, batupasir yang berumur Perm.

Formasi Aimau, satuan batuan ini dicirikan dengan adanya konglomerat, batupasir, serpih, greywacke, yang berumur Perm Awal.

Formasi Aisasjur, merupakan satuan batuan pra-tersier berupa greywacke, batupasir, batulanau, sabak yang diperkirakan berumur Devon.

Formasi Kemum, merupakan satuan batuan pra-tersier yang berumur paling tua di daerah penyelidikan, berupa batusabak, filit, greywacke, batupasir kuarsa yang diperkirakan berumur Silur-Devon.

STRUKTUR GEOLOGI

Strukur geologi yaang berkembang di daerah penyelidikan adalah monoklin, dimana menempati di bagian barat dari daerah penyelidikan, dan secara umum berada pada formasi batuan tersier. Struktur ini mungkin disebabkan akibat sesar yang terjadi selama Pliosen-Pleistoesen. Sementara di bagian timur, hanya diindikasikan adanya rekahan/sesar-sesar minor pada batuan pre-tersier.

Potensi Endapan Batubara

Berdasarkan dari data hasil singkapan batubara di lapangan, secara fisik dan megaskopis mempunyai kesamaan ciri fisik/megaskopis dengan endapan batubara pada Formasi Steenkool di wilayah bagian Selatan daerah penyelidikan. Sebaran endapan batubara ini tersebar secara spot-spot di sekitar Kampung Bori, Ayawasi. Dimana kampung ini merupakan desa yang paling jauh dari akses jalan wilayah dan merupakan desa yang terdekat di daerah Ayawasi, dimana singkapan batubara ditemukan. Sedangkan batubara pada Formasi Ainim tidak ditemukan di sekitar lokasi penyelidikan. Oleh sebab itu sebaran batubara hanya didapatkan pada Formasi Steenkool saja. Sebaran ini secara lateral tidak cukup luas dan panjang, dan kemiringan didapatkan tiga lapisan batubara.

(11)

daya batubara di wilayah ini. Dengan catatan bahwa kriteria sumber daya batubara tidak termasuk dalam SNI yang telah diterbitkan oleh BSN.

Dalam penghitungan sumberdaya batubara pada tabel 3, didapatkan total sumberdaya batubara sebesar 162.583 ton, dengan batasan kedalaman mencapai 50 meter. Dan panjang lapisan lateral searah strike dibatasi sejauh 500 meter.

Dalam penghitungan sum Prospek Pemanfaatan dan

Pengembangan Batubara

Dari hasil analisa kualitatif secara kimiawi, nilai kalori endapan batubara adalah 5.282 – 5.482 kal/gr (adb). Nilai ini menunjukkan bahwa rank batubara tersebut adalah ‘low – medium’. Demikian pula dari kandungan

total moisture (ar) cukup tinggi berkisar dari 44,38 – 46.72% dan kandungan zat terbang, antara 38,63 – 39,60%. Berdasarkan hal tersebut di atas secara kualitas batubara di daerah penyelidikan merupakan batubara kualitas rendah – sedang. Oleh sebab itu peningkatan kadar kalori perlu adanya pencampuran/blending dengan batubara yang mempunyai kualitas yang lebih tinggi, agar rank batubara semakin tinggi. Dan hal ini perlu pengelolaan dan teknologi lebih lanjut sebagai upaya dalam hal peningkatan nilai kualitas rank batubara.

Dalam segi sumber daya batubara yang didapatkan, masih kurang besar. Demikian pula dari segi kemenerusan sebaran batubara, selama di lapangan tidak kami temukan singkapan yang berada secara lateral kemenerusannya dan sangat

terbatas. Namun perlu kiranya untuk mencari beberapa singkapan di sekitar daerah penyelidikan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kegiatan penyelidikan batubara di Ayawasi adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui akan adanya potensi keberadaaan batubara di wilayah ini. Sehingga kegiatan ini dapat menambah informasi terhadap potensi daerah setempat dan pengembangan wilayah secara umumnya. Dari semua uraian yang telah di sebutkan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1) Secara umum geologi daerah penyelidikan termasuk ke dalam Cekungan Salawati dan Bintuni, dimana morfologi daerah penyelidikan terdiri atas 70 % morfologi perbukitan terjal dan selebihnya adalah morfologi dataran.

2) Geologi daerah penyelidikan secara umum terdiri dari Formasi Steenkool, Batugamping Kais, Formasi Sirga, dan Batuan Pra-Tersier yang terdiri atas Formasi Jass, Formasi Tipuma, Formasi Ainim, Batulumpur Aifat, Formasi Aimau, Formasi Aisasjur dan Formasi Kemum. Formasi Steenkool merupakan formasi pembawa batubara, sedangkan batubara pada Formasi Ainim tidak ditemukan di lapangan. 3) Hasil lapangan mendapakan 3 titik

singkapan batubara dengan ketebalan lapisan batubara cukup tipis, berkisar antara 0,1 – 0,15 meter.

(12)

bahwa batubara di daerah penyelidikan merupakan katagori batubara rendah – sedang dengan nilai kalori sebesar 5.282 – 5.482 kal/gr (adb)

5) Perhitungan sumber daya untuk keperluan informatif dan kajian geologi (bukan dalam klasifikasi berdasarkan SNI), didapatkan sebesar 162.583 ton.

Kemudian saran yang dapat dikemukakan pada laporan pendahuluan ini adalah sebagai berikut :

1) Mengingat kondisi geografis daerah penyelidikan sangat komplek, baik secara morfologi, sarana dan prasarana yang menunjang, minimnya informasi singkapan batubara, dan lain sebagainya, maka perlu adanya kajian yang lebih detil dan komplek lagi. Sehingga tercapainya sasaran yang diinginkan.

2) Perlu adanya informasi data dukung yang lebih dari daerah yang bersangkutan, khususnya pihak PEMDA terkait, dan informasi masyarakat lokal setempat.

DAFTAR PUSTAKA

1) Cockroft, P.J. Gamber, D.A. and Hermawan, H.M. (1984), Fracture Ditection in Slawati Basin of Irian Jaya,

Proc. Indon. Petrol. Assoc,Thirteenth Ann. Conven, p. 125-150.

2) Pigram, C.J. and Panggabean, H. (1981), Pre-Tertiary Geology of Western Irian Jaya and Misol Island,

Implications of the Tectonic Development of Eastern Indonesia Proc. Indon. Petrol. Assoc,Tenth Ann.

Conven, p. 385-38.

3) Pigram, C.J. and Sukanta, U. (1979), Geology Lembar Taminabuhan, Irian

Jaya, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi, Indonesia.

Suryana, Asep dkk. (1992), Publikasi Khusus – Potensi Endapan Batubara

Daerah Ayata, Aisa, Kamat, Kecamatan

Ayawasi, Kabupaten Sorong, Propinsi Irian

(13)

No. Kode Lintang Bujur Strike/ Dip

Tebal

(m) Lokasi 1. BR-01 1O 11’ 17,9’’ 132O 32’ 21,9’’ 152/21 0,15 Hulu S. Ara

2. BR-02 1O 11’ 57,8’’ 132O 32’ 10,5’’ 149/21 0,10 S. Ara

3. BR-03 1O 12’ 53,1’’ 132O 32’ 15,1’’ 158/24 0,12 Sungai Era

Tabel 1. Singkapan Batubara di Daerah Penyelidikan

Seam

ANALISA Kode

Conto

Total Moisture

(%)

Volatile Matter (%)

FC (%)

Abu (%)

Total Sulfur

(%)

Nilai Kalori (cal/gr)

1 BR-01 40,19 38,84 42,44 7,80 3,57 5415

2 BR-02 37,94 39,60 42,53 7,49 3,41 5482

3 BR-03 39,55 38,63 42,49 8,88 4,44 5282

Tabel 2. Analisa Kimia Batubara di Daerah Penyelidikan

Seam Tebal (m)

Dip

(α) Sin α

Lebar

(m) Pjg (m)

BJ (Ton/m3

)

Sumber Daya Batubara (ton)

1 0,15 21 0,36

50

2348

1.37

67.016

2 0,10 21 0,36 2441 46.447

3 0,12 24 0,41 2450 49.120

(14)

Lokasi Daerah Penyelidikan

Gambar 1. Peta Distrik Kabupaten Sorong Selatan

Lokasi Daerah Penyelidikan

(15)
(16)
(17)
(18)

Gambar

Tabel 1.  Singkapan Batubara di Daerah Penyelidikan
Gambar 2. Peta Lokasi Daerah Ayawasi dan Sekitarnya
Gambar 3. Peta Geologi Daerah Penyelidikan
Gambar 4. Stratigrafi Regional Daerah Penyelidikan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Secara regional daerah penyelidikan merupakan bagian dari Cekungan Kutai, dimana formasi yang menempati daerah penyelidikan merupakan batuan sedimen Tersier (Peta Geologi

Daerah inventarisasi secara geologi termasuk ke dalam Cekungan Kutai yang tersusun oleh seri batuan sedimen Tersier dari Formasi Marah, Formasi Batuiayau, Formasi Wahau dan Formai

Indikasi batubara di daerah penyelidikan ini di tunjukkan oleh adanya suatu lapisan yang mendukung pembentukan batubara, lapisan tersebut mengisi formasi Amasing, dengan

Untuk menyesuaikan hasil penyelidikan dengan peta geologi regional dari Ratman dan Atmawinata (1993), penyebaran Formasi Toraja di daerah Bonehau dan

Daerah inventarisasi secara geologi termasuk ke dalam Cekungan Kutai yang tersusun oleh seri batuan sedimen Tersier dari Formasi Marah, Formasi Batuiayau, Formasi Wahau dan Formai

Pemetaan geologi batubara dilakukan untuk mengetahui pola penyebaran, jumlah lapisan, dimensi dan bentuk geometris dari lapisan batubara di daerah penyelidikan, sehingga

• Litologi daerah panas bumi Massepe terdiri dari batuan vulkanik, sedimen dan endapan permukaan yang membentuk morfologi perbukitan bergelombang lemah-terjal, perbukitan kubah

Berdasarkan pada peta geologi yang dikeluarkan oleh P3G, daerah penyelidikan tersusun oleh formasi batuan dengan urutan dari tua ke muda yaitu Batuan Gunungapi Nyaan, Formasi