• Tidak ada hasil yang ditemukan

M01867

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " M01867"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Optimasi Kadar Bioetanol Kulit Bawang Putih Ditinjau dari Nisbah

Ko-Kultur Ragi dan Pengadukan

Valeri Stefania1, A.Ign Kristijanto2, Sri Hartini3

1Mahasiswa Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW, Salatiga, Indonesia

2,3 Dosen Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW, Salatiga, Indonesia

Abstrak. Produksi bioetanol sebagai sumber energi dari biomassa lignoselulosa merupakan salah

satu alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan kerusakan lingkungan. Tujuan

penelitian adalah menghasilkan bioetanol dengan kadar optimal dari kulit bawang putih ditinjau dari

pengadukan dan nisbah ko-kultur ragi, serta interaksi antar keduanya. Fermentasi dilakukan dalam

waktu 3 hari dengan berbagai nisbah ko-kultur ragi tape dan ragi roti dengan pengadukan dan tanpa

pengadukan. Data dianalisis dengan rancangan perlakuan faktorial (4x2) dan Rancangan Acak Kelompok

(RAK) dengan 4 kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah nisbah ko-kultur ragi tape dan ragi roti yang

terdiri dari 4 aras yaitu 7,5%:7,5% ; 10%:5% ; 15%:5% dan 20%:5%. Sebagai faktor kedua adalah

dilakukan pengadukan dan tanpa pengadukan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan nisbah ragi tape 15% : ragi roti 5% dengan

pengadukan menghasilkan kadar bioetanol optimal pada suhu ruang sebesar 7,428 ± 0,072 %.

.

Kata kunci. bioetanol, kulit bawang putih, nisbah ragi, pengadukan.

1.

Pendahuluan

Menurut Dewan Energi Nasional (2014), 96% kebutuhan energi nasional masih

ditopang oleh energi fosil yaitu minyak bumi, gas alam dan batu bara yang masing-masing

menyumbang 48% ; 18% ; dan 30%, 4% sisanya adalah dengan tenaga air dan panas bumi.

Pemerintah mendukung usaha ketergantungan energi pada bahan bakar fosil dan memberikan

perhatian serius dalam pengembangan biofuel dengan menerbitkan Instruksi Presiden No.1

Tahun 2006 (Perpres, 2006). Salah satu biofuel yang ramah lingkungan adalah bioetanol.

Sekarang ini, bioetanol generasi kedua lebih dikembangkan sehingga dapat menghindari

persaingan dengan bahan pangan.

Kulit bawang putih merupakan limbah industri dan pertanian yang belum

termanfaatkan secara maksimal terutama dalam potensinya sebagai sumber energi alternatif.

(2)

Badan Pusat Statistik (BPS) produksi bawang putih di Indonesia mencapai 16,9 ton, menurut

Anonim (2006) bagian yang dapat dikonsumsi sebesar 88%, dengan demikian terdapat 12%

atau setara dengan 2,028 ton limbah, termasuk didalamnya adalah kulit bawang yang belum

termanfaatkan secara maksimal. Penelitian mengenai kandungan kulit bawang putih yang

dapat dijadikan bahan baku bioetanol dilakukan oleh Sugave (2014), dimana terdapat 26,58%

karbohidrat total, 18,62% selulosa dan 0,4% protein. Kandungan karbohidrat dan selulosa dari

bawang putih dapat dihidrolisis menjadi glukosa yang jika di fermentasikan akan menjadi

etanol.

Arnata dan Anggreni (2013) melakukan penelitian pada ubi kayu dengan menggunakan

teknik ko-kultur, kadar etanol tertinggi pada proses fermentasi didapat dengan pemberian 5%

ragi tape untuk 1 hari pertama dan dilanjutkan dengan pemberian kultur 5% Saccaromyces

cerevisiae untuk 2 hari berikutnya. Tingkat efisiensi fermentasi cukup tinggi yaitu 52,94% dan

menghasilkan etanol 11%, hasil ini lebih besar dibanding menggunakan S.cerevisiae saja (4,2%)

maupun dengan ragi tape saja (3,07%).

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan bioetanol optimal dari kulit bawang putih

ditinjau dari pengadukan dan nisbah ko-kultur ragi, dan interaksi antara keduanya.

2.

Metode Penelitian

2.1.

Bahan dan Piranti

Kulit bawang putih diperoleh dari pabrik kacang di Pati, sedangkan ragi tape dan ragi roti

dibeli dari pasar Salatiga, dan molase.

Bahan kimiawi yang digunakan adalah NaOH PA (Merck), HCl PA (Merck), NB dan reagensia

DNS.

Piranti yang digunakan antara lain drying cabinet, autoclave TOMY SS-240, inkubator

Autonics TC45, magneticstirrer, spektrofotometer Optizen 2120 UV-Vis, 1 set peralatan distilasi, alkoholmeter.

2.2.

Metode

Delignifikasi Kulit Bawang Putih (Sukumaran et al., 2009 yang dimodifikasi)

Serbuk kulit bawang putih dideliginifikasi dengan NaOH 15% (1:10) (b/v) dalam autoclave

1210C selama 15 menit kemudian dibilas sampai pH netral lalu dikeringkan dalam drying

cabinet 500C selama 24 jam.

Hidrolisis Selulosa (Yonas dkk.,2013 yang dimodifikasi)

(3)

dalam refluks dengan suhu 1000C selama 120 menit.

Fermentasi Bioetanol

Substrat hasil hidrolisis dinetralkan sampai pH 4,7 lalu ditambah molase dan akuades

dengan perbandingan substrat:molase:akuades (6:2:2).

Larutan difermentasi dengan nisbah ragi tape:ragi roti (% v/v) 7,5:7,5 ; 10;5 ; 15:5 ; 20;5

dengan penambahan ragi tape terlebih dahulu pada 24 jam pertama dilanjutkan dengan ragi

roti sampai 72 jam. Semua nisbah diberi perlakuan pengadukan dan tanpa pengadukan

Destilasi Bioetanol

Larutan didestilasi untuk mendapat larutan etanol yang lebih murni dan kadar etanol

diukur dengan alkoholmeter.

3.

Hasil dan Pembahasan

3.1. Pengaruh Nisbah Ko-Kultur Ragi Terhadap Kadar Bioetanol

Purata kadar bioetanol (dalam % ± SE) pada berbagai nisbah ragi tape dan ragi roti berkisar antara 4,690 ± 0,545 % sampai 6,894 ± 0,272 % (Tabel 1).

Tabel 1. Purata Kadar Bioetanol ( dalam % ± SE ) Antar Berbagai Nisbah Ragi Tape dan Ragi Roti.

Ragi Tape : Ragi Roti (%)

7,5 : 7,5 10 : 5 15 : 5 20 : 5

Purata ± SE 4,768 ± 0,145 5,715 ± 0,222 6,894 ± 0,272 4,690 ± 0,545

W = 0,143 (a) (b) (c) (a)

Keterangan : *W = BNJ 5%

*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak

berbeda secara bermakna sedangkan angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama

menunjukkan antar perlakuan berbeda bermakna. Keterangan ini juga berlaku untuk

Tabel 2.

Tabel 1 menunjukkan bahwa peningkatan ragi tape sampai 15% dalam nisbah ko-kultur

meningkatkan kadar etanol. Kadar optimal dihasilkan oleh nisbah ragi tape 15% dan ragi roti 5% yaitu 6,894 ± 0,272 %. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arnata dan Anggreni (2013) dengan bahan dasar ubi kayu, nisbah ragi tape 5% dan ragi roti 5% menghasilkan etanol dengan kadar 11%. Penurunan kadar etanol lebih dari ragi tape 15% diduga disebabkan glukosa pada substrat yang difermentasi sudah tidak lagi mencukupi untuk dikonversi menjadi etanol.

3.2.Pengaruh Pengadukan Terhadap Kadar Bioetanol

(4)

Tabel 2. Purata Kadar Bioetanol ( dalam % ± SE ) Antar Adanya Pengadukan dan Tanpa

Tabel 2 menunjukkan bahwa pengadukan meningkatkan kadar etanol. Kadar etanol lebih besar

dihasilkan dengan adanya pengadukan yaitu 5,950 ± 0,431 %. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Idral dkk (2012) dengan bahan dasar ampas sagu, pengadukan 180 rpm menghasilkan etanol dengan kadar 7,69%. Adanya pengadukan berfungsi untuk meratakan kontak sel dan substrat, menjaga agar mikroorganisme tidak mengendap di bawah dan meratakan temperatur sehingga ragi dapat bekerja lebih optimal.(Kurniawan dkk., 2011)

3.3. Interaksi Berbagai Nisbah Ko-Kultur Ragi dan Pengadukan Terhadap Kadar Bioetanol

Purata kadar bioetanol dalam ( % ± SE ) hasil interaksi antar berbagai nisbah ko-kultur ragi dan pengadukan berkisar antara 4,188 ± 0,157 % sampai 7,428 ± 0,072 % (Tabel 3).

Tabel 3. Purata Kadar Bioetanol ( %±SE ) Hasil Interaksi Berbagai Nisbah Ko-kultur Ragi dan

*Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama baik pada baris maupun lajur yang sama

menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna sebaliknya angka-angka

yang diikuti oleh huruf yang tidak sama antar baris atau lajur yang sama menunjukkan

antar perlakuan berbeda bermakna.

Tabel 3 menunjukkan kadar etanol antar nisbah akan meningkat sejalan dengan

(5)

dikonversi menjadi etanol.

Adanya pengadukan berfungsi untuk meratakan kontak sel dan substrat, menjaga agar mikroorganisme tidak mengendap di bawah dan meratakan temperatur sehingga ragi dapat bekerja lebih optimal.(Kurniawan dkk., 2011)

4.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Kadar bioetanol paling maksimal diperoleh pada nisbah ragi tape 15% : ragi roti 55 yaitu sebesar 6,894 ± 0,272 %.

2. Kadar bioetanol paling maksimal diperoleh dengan adanya pengadukan yaitu sebesar 5,950 ± 0,431%.

3. Kadar bioetanol ditinjau dari interaksi nisbah ko-kultur ragi dan pengadukan diperoleh pada interaksi nisbah ragi tape 15% dan ragi roti 5% dan dengan pengadukan yaitu sebesar 7,428 ± 0,072%

Referensi

Anonim. 2006. Khasiat dan Pengelolaan Bawang (Teori dan Praktek). UNIMAS:ebookpangan.

Arnata, I Wayan., dan A.A.M. Dewi Anggreni., 2013. Rekayasa Bioproses Produksi Bioetanol dari Ubi

Kayu dengan Teknik Ko-Kultur Ragi Tape dan Saccharomyces. AGROINTEK Volume 7, No.1

BPS.2014. Tabel Output Dinamis. http://www.bps.go.id/ diunduh pada 30 Juni 2015 pukul 20.00 WIB

Dewan Energi Nasional, 2014. Outlook Energi Indonesia. Jakarta: Dewan Energi Nasional

Idral, D De., Marniati Salim., dan Elida Mardiah., 2012. Pembuatan Bioetanol dari Ampas Sagu dengan

Proses Hidrolisis Asam dan Menggunakan Saccharomyces. Jurnal Kimia Unand, Volume 1

Nomor1

Kurniawan, S., Juhanda, S., Syamsudin, R., & Lukman, M.A. (2011). Pengaruh Jenis dan Kecepatan

Pengaduk pada Fermentasi Etanol Secara Sinambung dalam Bioreaktor Tangki Berpengaduk

Sel Tertambat. Jurnal STU, ISSN: 1693-1750.

Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi

Nasional. Jakarta: Deputi Sekretaris Kabinet Indonesia

Sugave, D., 2014. Characterization of Garlic Skin And Its Evaluation As Biomaterial.

National Institute of Technology Rourkela

Sukumaran, R.K., Singhania, R.R., Mathew, G.M., & Pandey, A. (2009). Cellulase Production Using

Biomass Feed Stock and its Application in Lignocellulose Saccharification for Bioethanol

Production. Renewable Energy 34 (2) : 421-424.

(6)

Gambar

Tabel 1. Purata Kadar Bioetanol ( dalam % ± SE ) Antar Berbagai Nisbah Ragi Tape dan Ragi Roti

Referensi

Dokumen terkait

Jenis kayu daun lebar memiliki karakteristik kadar lignin yang rendah dengan nisbah siringil-guaiasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan lignin dari jenis kayu

Pemberian ekstrak betalukan dari Saccharomyces cerevisiae isolat ragi roti, ragi tape dan beta glukan standar dengan dosis 1 mg/kgBB/hari mampu menekan kadar kolesterol darah

1) Dengan menggunakan ragi roti kadar bioetanol yang dihasilkan lebih baik yaitu sebesar 6,1277% dibanding ragi tape yang hanya menghasilkan kadar bioetanol sebesar 5,2897%.

penelitian yang dilakukan pada beberapa lokasi di Kabupaten Serdang Bedagai diperoleh 7 genotip tanaman ubi kayu, yaitu Ubi kayu Malaysia, Ubi kayu roti, Ubi

Keragaman Sumber daya genetik empat varietas ubi kayu lokal yaitu ubi kayu putih kubang, ubi kayu merah kubang, ubi kayu roti dan ubi kayu jambi adalah sumber keragaman ubi kayu

penelitian yang dilakukan pada beberapa lokasi di Kabupaten Serdang Bedagai diperoleh 7 genotip tanaman ubi kayu, yaitu Ubi kayu Malaysia, Ubi kayu roti, Ubi

1) Dengan menggunakan ragi roti kadar bioetanol yang dihasilkan lebih baik yaitu sebesar 6,1277% dibanding ragi tape yang hanya menghasilkan kadar bioetanol sebesar 5,2897%. 2)

Jenis kayu daun lebar memiliki karakteristik kadar lignin yang rendah dengan nisbah siringil-guaiasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan lignin dari jenis kayu