• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERDA 19 TAHUN 2008 Paul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERDA 19 TAHUN 2008 Paul"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

TAHUN 2008 - 2028

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TIMOR TENGAH UTARA,

Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 11 Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka Pemerintah Daerah diberi kewenangan dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah Kabupaten;

b. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, seimbang dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketertiban keamanan pembangunan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah Kabupaten;

c. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang wilayah merupakan acuan bagi pengarahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, , perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2008-2028;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824);

(2)

2

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3029);

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

7. Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3062);

8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hukum Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319);

9. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

10. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3427); 11. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);

12. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);

13. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 14. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalulintas Dan

Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);

15. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3481);

16. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);

17. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);

(3)

3

19. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);

20. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

21. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

22. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 886, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

23. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);

24. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4226);

25. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

26. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

27. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);

28. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

29. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

30. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

(4)

4

32. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442);

33. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

34. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3516);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan hak dan kewajiban sera bentuk dan tata cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3660);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3721);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3776);

42. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Perencanaan dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);

43. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

44. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

(5)

5

46. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146);

47. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4211).

48. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

49. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453);

50. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

51. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

52. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

53. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1997 tentang Penetapan Propinsi Lampung dan Nusa Tenggara Timur Sebagai Daerah Asal sekaligus Sebagai Daerah Transmigrasi;

54. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 423/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur seluas 1.809.990 Ha;

55. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 147 Tahun 2000 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

56. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);

57. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional;

58. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhan Nasional;

59. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 375/KTPSM/M/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang Penetapan Status Panjang Ruas Jaringan

60. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan;

61. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah;

62. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;

63. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah ;

(6)

6

65. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 9 Tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2005 Nomor 099 Seri E Nomor 058);

66. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008 Nomor 005 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 004);

67. Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Nomor 37 Tahun 2001 tentang Penyidik Pegawai Negri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (Lembaran Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2001 Nomor 37, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Nomor 37);

68. Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pemekaran 15 Kecamatan Kabupaten Timor Tengah Utara (Lembaran Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2007 Nomor 8, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Nomor 8);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

dan

BUPATI TIMOR TENGAH UTARA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA TAHUN 2008 – 2028.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Timor Tengah Utara.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara. 3. Bupati adalah Bupati Timor Tengah Utara.

4. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah Badan penyelenggaraan penataan ruang daerah.

5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. 6. Tata Ruang Wilayah adalah wujud struktural dan pola pemanfataan ruang wilayah

(7)

7

7. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan

prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.

8. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. 9. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

10. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.

11. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.

12. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat

13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

14. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

15. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rancana tata ruang.

16. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

17. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 18. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional selanjutnya disingkat RTRWN adalah Arahan

Kebijakan dan Strategi Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional yang menjadi Pedoman bagi Penataan Ruang Wilayah Provinsi.

19. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi selanjutnya disingkat RTRWP adalah Arahan kebijakan dan strategis Pemanfaatan Ruang Wilayah Daerah yang menjadi pedoman bagi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

20. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRWK adalah hasil perencanaan tata ruang yang memperhatikan arahan struktur dan pola kebijakan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dan berisi pokok-pokok kebijaksanaan dan strategi penataan ruang-ruang wilayah darat, laut/pesisir menurut kewenangan yang dimiliki.

21. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

22. Wilayah Pengembangan selanjutnya disingkat WP adalah penetapan wilayah pembangunan berdasarkan daya dukung dan daya tampung sumberdaya alam.

23. Sistem Wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.

24. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan.

25. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

26. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

(8)

8

28. Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.

29. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

30. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

31. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

32. Kawasan Prioritas adalah kawasan yang dapat berperan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan dan atau keseimbangan pengembangan wilayah serta keseimbangan ekosistem wilayah itu sendiri dengan kawasan sekitarnya serta dapat mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah nasional.

33. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

34. Kawasan Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok mempertahankan, mengamankan, mengawetkan keaneka ragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

35. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. 36. Kawasan Hutan Produksi Tetap adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

memproduksi hasil hutan.

37. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.

38. Daerah Aliran Sungai selanjutnya disingkat DAS adalah suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curahan hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui sungai utama ke laut atau bentang alam lainnya.

39. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

40. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya 41. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah kota atau pusat

kegiatan yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat pengelolaan, simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional atau beberapa Propinsi.

42. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah Kawasan Perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan Kawasan Perbatasan Negara

43. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengelolaan dan simpul transportasi untuk satu Propinsi yang melayani beberapa Kabupaten dan atau Kota.

(9)

9

45. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJP

Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten untuk periode 20 (dua puluh) tahun. yang memuat visi, misi, arah dan strategi pembangunan Kabupaten yang mengacu kepada RPJP Propinsi dan RPJP Nasional.

46. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP yang memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program satuan kerja perangkat daerah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

47. Sistem Pusat-pusat Permukiman adalah tata pengaturan dan pemanfaatan ruang yang memberi peluang bertumbuh kembangnya kegiatan-kegiatan permukiman beserta aktivitas penunjangnya yang terkonsentrasi dan tertata untuk efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang, sumberdaya lainnya dan seluruh prasarana/sarana terbangun. 48. Sistem Sarana dan Prasarana adalah tata pengaturan dan pemanfaatan ruang yang

memberi peluang bertumbuhnya pengembangan sarana dan prasarana wilayah yang memadai dan sesuai bagi penunjang kegiatan yang memungkinkan tercapainya efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang dan seluruh prasarana/sarana.

49. Masyarakat adalah orang, seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum.

50. Peran serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.

51. Penatagunaan Lahan adalah pola tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagai wujud kegiatan baik yang bersifat alami maupun buatan manusia.

52. Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria yang selanjutnya disingkat NSPK adalah aturan, bentuk dan ukuran yang dipergunakan sebagai kriteria teknis dalam penyelenggaraan penataan ruang daerah.

53. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan Penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah.

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN

STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu

Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 2

Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten adalah :

a. terwujudnya integritas pemanfaatan ruang di darat, laut dan udara;

b. terwujudnya kualitas pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

c. terwujudnya keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah serta antar sektor melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras dan seimbang serta berkelanjutan;

(10)

10

e. terwujudnya kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan

lingkungan akibat pemanfaatan ruang daerah; dan

f. terwujudnya konsistensi pembangunan dengan mengacu pada kemampuan dan peruntukkan ruang.

Bagian Kedua

Kebijakan dan strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 3

(1) Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten diselenggarakan terhadap : a. perencanaan penataan ruang;

b. pemanfaatan ruang;

c. pengendalian pemanfaatan ruang.

(2) Kebijakan perencanaan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan melalui perencanaan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten;

(3) Kebijakan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diselenggarakan melalui penetapan sistem perkotaan dan wilayah pengembangan; (4) Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c diselenggarakan melalui pengaturan zonasi, perizinan dan penetapan sanksi; (5) Dalam rangka penyelenggaraan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten,

Pemerintah Daerah membentuk BKPRD yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Pasal 4

(1) Kebijakan perencanaan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a diselenggarakan melalui perencanaan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten Timor Tengah Utara yaitu

a. struktur ruang yang terdiri atas :

1. Hierarki Orde I berada di Kota Kefamenanu sebagai Ibu kota Kabupaten, mempunyai fungsi pelayanan Pusat Pemerintahan maupun pusat pelayanan lainnya seperti perdagangan, administrasi dan pemerintahan.

2. Hierarki Orde II berada di Kota Wini sebagai pusat kegiatan di wilayah Pantura, mempunyai fungsi pelayanan Pusat Pemerintahan Lokal maupun pusat pelayanan lainnya seperti perdagangan, industri, administrasi dan pemerintahan. Struktur tata ruang Kabupaten Timor Tengah Utara direncanakan dalam bentuk tatanan matra ruang Kota Wini sebagai Pusat Kegiatan Lokal Utama, yang sekaligus sebagai Kota Satelit. Kota Wini dengan klasifikasi sebagai kota hirarkhi orde II (PKL utama).

3. Hierarki Orde III berada di Kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur, Insana, Noemuti, Biboki Utara, Biboki Selatan dan Biboki Anleu dengan fungsi pelayanan sebagai pusat pelayanan koleksi dan distribusi bagi wilayah pelayanannya masing-masing.

(11)

11

b. pola ruang yang disiapkan pada wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara terdiri

atas :

1. Kawasan Lindung dengan luasan kawasan lindung 2. Kawasan Budidaya

(2) Kebijakan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b diselenggarakan melalui penetapan sistem perkotaan dan wilayah pengembangan;

a. 1(satu) Wilayah sebagai Pusat Kegiatan Wilayah

b. 1 (satu) wilayah sebagai PKL Utama merupakan penyanding PKW c. 7 (tujuh) Wilayah sebagai PKL merupakan Pendukung

d. 15 (lima belas) wilayah sebagai Sub PKL merupakan Hinterland

(3) Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c diselenggarakan melalui pengaturan zonasi, perizinan dan penetapan sanksi dengan kriteria :

a. bentuk pengaturan zona sesuai peruntukkan lokasi dan jenis kegiatan

b. pengaturan perizinan disesuaikan dengan jenis kegiatan dan pengaturan detail zonasi peruntukan, sistem pengelolaan, dan pengembangan sistem

c. pemberian sanksi sebagai konsekuensi apabila kegiatan tidak berjalan sesuai ketentuan yang berlaku, pemerintah daerah berwenang memberikan sanksi administrasi maupun pidana sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

(4) Dalam rangka penyelenggaraan kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten, Pemerintah Daerah membentuk BKPRD yang bertanggung jawab kepada Bupati dengan tugas pokok :

a. mengatur dan mengendalikan penataan ruang di daerah. b. mengatur zonasi, perizinan dan penetapan sanksi .

Bagian ketiga

Strategi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 5

(1) Strategi penataan ruang dilaksanakan melalui pengembangan sistem perkotaan dan pembagian WP yang sesuai dengan daya dukung sumber daya alam dan daya tampung lingkungan hidup.

(2) Pengembangan perkotaan dan perdesaan dilaksanakan dalam kesatuan sistem hirarki kota agar berfungsi sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan.

(3) Pembagian WP dilakukan dengan membentuk struktur ruang wilayah demi tercapainya keseimbangan, keserasian dan keharmonisan dalam pelaksanaan pembangunan sehingga tidak terjadi ketimpangan pembangunan antar wilayah.

(4) Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan sarana permukiman perkotaan dan perdesaan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada seluruh lapisan masyarakat.

(5) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan akses masyarakat terhadap ketersediaan energi listrik dan jaringan telekomunikasi.

(6) Pengembangan kawasan strategis dilakukan dengan mengembangkan wilayah-wilayah yang diprioritaskan untuk mengakomodasi perkembangan sektor-sektor strategis melalui penyiapan dan pengembangan penataan ruang kawasan.

(12)

12

(8) Menetapkan kawasan budidaya untuk pemanfaatan sumberdaya alam di darat

maupun di laut secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah yang sesuai dengan kemampuan daya dukung lingkungannya.

Bagian Empat

Strategi Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kabupaten

Pasal 6

(1) Dalam rangka pengendalian penyelenggaraan pemanfaatan ruang, Pemerintah Daerah melaksanakan pemantauan dan pengembangan sistem informasi penataan ruang untuk mewujudkan tertib tata ruang.

(2) Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan peningkatan partisipasi masyarakat.

(3) Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan pedoman teknis pengelolaan kawasan lindung dan budidaya melalui pengawasan dan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan-perundangan yang berlaku.

BAB III

RUANG LINGKUP, WILAYAH DAN JANGKA WAKTU RENCANA Bagian Kesatu

Ruang Lingkup

Pasal 7

Ruang lingkup RTRWK meliputi :

a. rencana struktur ruang wilayah Kabupaten; b. rencana pola ruang wilayah Kabupaten; c. penetapan kawasan strategis Kabupaten; d. arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten; e. arahan pengendalian ruang wilayah Kabupaten; f. peran serta masyarakat.

Bagian Kedua Wilayah Perencanaan

Pasal 8

Wilayah Perencanaan dalam RTRWK adalah wilayah yang sesuai dengan batas wilayah administratif dan batas kewenangan Kabupaten Timor Tengah Utara mencakup wilayah daratan, laut dan wilayah udara serta termasuk ruang di dalam bumi yang diatur menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Jangka Waktu Rencana

Pasal 9

(1) Jangka waktu RTRWK adalah 20 (dua puluh) tahun yaitu Tahun 2008 sampai dengan Tahun 2028.

(13)

13

(3) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam

skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

BAB IV

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu

Umum

Pasal 10

Struktur Ruang Wilayah Kabupaten meliputi:

a. rencana pengembangan dan kriteria sistem perkotaan;

b. rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan transportasi; c. rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan energi;

d. rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan telekomunikasi; e. rencana pengembangan dan kriteria sistem jaringan sumber daya air.

Bagian Kedua

Paragraf 1

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Perkotaan Pasal 11

(1) Rencana pengembangan sistem perkotaan ditetapkan sesuai dengan potensi, daya dukung Sumber Daya Alam dan daya tampung lingkungan hidup serta kegiatan dominan.

(2) Sistem pusat permukiman dalam wilayah Kabupaten secara spasial maupun fungsional terdiri dari:

a. kota yang yang berfungsi sebagai pusat Pemerintahan Kabupaten yakni Kota Kefamenanu, dan ibukota kecamatan sebagai pusat Pemerintahan Kecamatan; b. kota-kota berfungsi sebagai pusat perdagangan yakni Kota Kefamenanu, Kota

Wini;

c. kota-kota yang berfungsi sebagai pusat industri yakni Kota Wini;

d. kota-kota yang berfungsi sebagai pusat pariwisata budaya yang potensial; e. kota-kota yang berfungsi sebagai kota pelabuhan yakni Kota Wini.

(3) Rencana pengembangan sistem perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. wilayah pengembangan yang berfungsi sebagai PKW; b. wilayah pengembangan yang berfungsi sebagai PKSN; c. sub wilayah pengembangan yang berfungsi sebagai PKL;

d. daerah perdesaan yang terletak disekitar PKL berfungsi sebagai sub PKL.

Paragraf 2

Kriteria Sistem Perkotaan

Pasal 12

(14)

14

(2) PKSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b adalah kawasan perkotaan yang memenuhi kriteria, berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pusat koleksi dan distribusi, pusat simpul transportasi, pusat distribusi, pusat kegiatan industri, pusat kawasan militer dan pusat pelayanan jasa lain yang memiliki sarana dan prasarana dasar wilayah yang memadai di kawasan perbatasan dengan Negara RDTL. Kota yang dimaksud adalah Kota Kefamenanu.

(3) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf c adalah kawasan perkotaan yang memenuhi kriteria, berfungsi sebagai pusat jasa lokal kecamatan, pusat pengolahan kegiatan lokal dan simpul transportasi untuk pelayanan lokal. Kota yang dimaksud adalah sebagai PKL terdiri atas PKL Utama yaitu Insana Utara (Wini) dan PKL lainnya adalah Miomaffo Barat, Miomaffo Timur, Insana, Noemuti, Biboki Selatan, Biboki Utara, Biboki Anleu.

(4) Sub PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11ayat (3) huruf d sebagai hinterland wilayah yang memenuhi kriteria, berfungsi mendukung kegiatan lokal di tingkat kecamatan dan perdesaan. Kota yang dimaksud adalah Kecamatan Miomaffo Tengah, Musi, Mutis, Bikomi Selatan, Bikomi Tengah, Bikomi Nilulat, Bikomi Utara, Noemuti Timur, Insana Barat, Insana Tengah, Insana Fafinesu, Naibenu, Biboki Tan Pah, Biboki Moenlue, Biboki Foetleu.

Bagian Ketiga

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Transportasi Paragraf 1

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi

Pasal 13

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi wilayah mencakup sistem jaringan transportasi darat dan sistem jaringan transportasi laut untuk mendorong peningkatan kualitas sistem jaringan transportasi secara sinergis dalam wilayah Kabupaten.

(2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup jaringan jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, terminal dan jembatan.

(3) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pelabuhan laut, pelabuhan penyebrangan dan alur pelayaran.

(4) Rencana Sistem Jaringan Transportasi darat yang dimaksud pada ayat (2) terdapat di :

a. rencana jaringan jalan nasional sesuai dengan aturan rencana umum jaringan Jalan nasional adalah :

1. Arteri Primer meliputi ruas jalan yang menghubungkan kupang-soe-kefamenanu dan atambua,meliputi ruas jalan Noelmuti-Kefamenanu, Kefamenanu-Maubesi, Maubesi-Nesam (Kiupukan), Nesam (Kiupukan)-Halilulik.

2. Kolektor Primer meliputi jalan Patimura, jalan Eltari, jalan Basuki Rahmat, jalan Ahmad Yani, jalan Diponegoro, jalan Soekarno, jalan Ketumbar, jalan maubesi – wini, jalan wini – keliting – sakato.

3. Arteri Sekunder yakni ring road, Jl. Ahmad Yani, jalan Ahmad Yani , Tubuhue – sasi – maubeli – oelami – benpasi – bansone – oenenu – oesena .

(5) Rencana pengembangan simpul jaringan transportasi terdiri dari :

a. terminal penumpang type A terletak di Kota Kefamenanu km 9 Sasi Kecamatan Kota Kefamenanu;

(15)

15

c. terminal penumpang type C terletak di Kota Kefamenanu untuk angkutan

kota,Kota Eban Kecamatan Miomaffo Barat, di Kota Wini Kecamatan Insana Utara, di Kota Lurasik Kecamatan Biboki Utara, di Kota Ponu Kecamatan Biboki Anleu, di Kota Maubesi Kecamatan Insana Tengah dan di Kota Napan Kecamatan Bikomi Utara, di Kota Manufui Kecamatan Biboki Selatan, di Kota Haumeni Ana Kecamatan Bikomi Nilulat, di Kota Oenopu Kecamatan Biboki Tan Pah ;

d. jembatan timbang berada di Kota Kefamananu; e. jaringan trayek angkutan kota meliputi :

1. angkutan perkotaan dalam wilayah kota kefamenanu

2. angkutan perdesaan dari kota kefamenanu ke seluruh pusat desa. f. jaringan trayek angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP); Meliputi :

1. trayek kefamenanu - betun.

2. trayek kefamenanu - wini - atambua.

3. trayek kefamenanu - wini – ponu - motaain. 4. trayek wini - atambua.

5. trayek wini - kefamenanu - kupang. 6. trayek wini - maubesi - betun.

7. trayek wini - makun - lurasik - betun. 8. trayek wini - atambua - betun.

9. trayek kefamenanu - oepoli - naikliu.

g. jaringan trayek angkutan lintas batas negara, meliputi : 1. trayek oecusse - motaain - dili (melalui Pantura TTU). 2. trayek kefamenanu - oecusse.

3. trayek atambua - kefamenanu - oecusse. 4. trayek kupang - kefamenanu - oecusse. 5. trayek oecusse - kefamenanu - motaain - dili. h. jaringan lintas angkutan barang.

(6) Rencana pengembangan jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri dari :

a. pelabuhan laut nasional; b. pelabuhan laut regional;

c. pelabuhan lokal ditempatkan di Wini Kecamatan Insana Utara d. pelabuhan penyebrangan antar provinsi dan antar negara; e. pelabuhan penyebrangan antar kabupaten dalam provinsi; f. pelabuhan penyebrangan antar kota dalam kabupaten.

Paragraf 2

Kriteria Sistem Jaringan Transportasi Pasal 14

(1) Jaringan jalan nasional adalah jalan utama penghubung antar ibukota provinsi dan kabupaten untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek angkutan orang dan barang dalam sistem transportasi darat, sebagai akses intra moda, serta akses antar moda dengan sistem jaringan transportasi laut.

(2) Jaringan jalan provinsi adalah jalan utama penghubung antar ibukota kecamatan dan kabupaten untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek angkutan orang dan angkutan barang dalam sistem transportasi darat.

(3) Jaringan jalan kabupaten adalah jalan utama penghubung antar ibukota kecamatan dalam wilayah kabupaten untuk mengakomodir keseluruhan jaringan trayek angkutan orang dan barang dalam sistem transportasi darat.

(16)

16

(5) Pelabuhan penyebrangan dikembangkan untuk menghubungkan jaringan

transportasi orang dan barang antar daerah yang terpisah oleh laut.

Bagian Keempat

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Energi

Paragraf 1

Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi

Pasal 15

(1) Pengembangan penyediaan tenaga listrik, penelitian dan pengembangan sumber-sumber energi listrik dan energi alternatif, pusat pembangkit listrik, sistem jaringan transmisi dan distribusi dilaksanakan secara terpadu dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan guna mencapai hasil yang optimal secara berkelanjutan. (2) Pengelolaan sistem penyediaan tenaga listrik bertujuan mendorong peningkatan

kualitas pelayanan kelistrikan secara sinergis dalam mendukung PW berdasarkan program pembangunan di bidang energi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten.

(3) Pengembangan dan penyediaan tenaga listrik di wilayah Kabupaten meliputi penelitian, pengembangan dan pembangunan pembangkit listrik tenaga hibrida, pengembangan jaringan distribusi dan pemanfaatan potensi sumber daya alam dalam wilayah Kabupaten.

(4) Untuk pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk pembangkit listrik tenaga hibrida yang dialokasikan di Kota Wini untuk melayani Kawasan Pantai Utara

Pasal 16

(1) Pengembangan energi kelistrikan dalam wilayah Kabupaten bertujuan untuk:

a. mengembangkan jaringan distribusi ke daerah tertinggal untuk mendorong kegiatan ekonomi produktif, peningkatan ekonomi di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil dan perdesaan;

b. mendorong pemerataan pembangunan distribusi kelistrikan daerah;

c. meningkatkan kualitas pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; d. membuka isolasi wilayah pedalaman, terpencil dan kawasan perbatasan

terhadap akses listrik dan informasi; dan

e. mengembangkan subsidi pengusahaan dan meningkatkan pemanfaatan sumberdaya energi yang tersedia.

(2) Mengatur jaringan transmisi agar tidak berbahaya bagi penduduk dan aset berharga strategis lainnya dengan menerapkan kaidah teknologi yang sesuai dan tepat guna.

Paragraf 2

Kriteria Sistem Jaringan Listrik

Pasal 17

(1) Penyediaan tenaga listrik daerah diarahkan untuk memenuhi kriteria meliputi:

a. pembangkit tenaga listrik yang sesuai dengan potensi dan daya dukung daerah untuk mewujudkan struktur ruang wilayah kabupaten dan pemerataan distribusi energi listrik;

(17)

17

c. mengembangkan listrik tenaga hibrida skala kecil untuk memenuhi kebutuhan

listrik perdesaan.

(2) Kriteria pengelolaan jaringan transmisi meliputi :

a. menetapkan dan mengembangkan jaringan transmisi dalam mendukung perwujudan struktur ruang wilayah Kabupaten untuk menyediakan tenaga listrik mendukung pengembangan kawasan andalan/tertentu dan sistem kota-kota serta meratakan distribusi energi listrik daerah;

b. mengembangkan jaringan distribusi untuk menjangkau daerah terpencil dan kawasan strategis daerah; dan

c. pengembangan jaringan distribusi perdesaan yang dikembangkan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan masyarakat melalui kerjasama kemitraan.

Bagian Kelima

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Telekomunikasi Paragraf 1

Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi

Pasal 18

(1) Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi Daerah meliputi pengembangan BTS (Base Transceiver Station) untuk penguatan sinyal CDMA (Code Division Multiple Accsess) dan GSM (Global System For Mobile).

(2) Pengembangan BTS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk memberikan perluasan akses pelayanan jasa telekomunikasi di seluruh wilayah Kabupaten.

(3) Sesuai dengan ayat (1) maka pengembangan prasarana telekomunikasi diprioritaskan di wilayah Pantura dan Kawasan Pengembangan Agropolitan.

(4) Pengembangan dan perluasan akses informasi dan komunikasi untuk perluasan jangkauan media elektronika di seluruh wilayah Kabupaten agar dapat mengakses ke wilayah Provinsi dan Nasional.

Paragraf 2

Kriteria Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 19

(1) Pengembangan jaringan telekomunikasi di wilayah Kabupaten ditetapkan sesuai dengan kebutuhan perkembangan sosial ekonomi masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi untuk penyediaan sarana komunikasi dan informasi yang cepat di seluruh wilayah Kabupaten sesuai dengan struktur ruang wilayah Kabupaten dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Pengelolaan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan untuk:

a. meningkatkan penyediaan akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang menjangkau seluruh wilayah dan akses ke wilayah nasional;

(18)

18

(4) Pengelolaan sistem jaringan telekomuniksi meliputi pengelolaan stasiun transmisi dan

pengelolaan jaringan distribusi telekomunikas.

Bagian Keenam

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Sumber Daya Air Paragraf 1

Rencana Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 20

(1) Rencana pengembangan sumber daya air diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan air baku yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai sektor di seluruh wilayah, melalui penetapan DAS dan sub-DAS yang memungkinkan secara hidrologis, geologis dan topografis.

(2) Rencana pembangunan waduk-waduk yang tersebar disejumlah sub-DAS diarahkan untuk fungsi penyediaan air baku, irigasi, konservasi tanah dan hutan, pengendalian banjir, pengembangan listrik tenaga mikro hidro pada kawasan pertanian dan kawasan agropolitan.

(3) Penetapan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi Daerah Irigasi (DI) Kaubele Kanan di Kecamatan Biboki Moenleu dan Daerah Irigasi (DI) Kaubele Kiri di Kecamatan Insana Utara, Daerah Irigasi (DI) Tainsala di Kecamatan Insana Tengah, Daerah Irigasi (DI) Ponu, Daerah Irigasi (DI) Tamtori, Hasfuik, Naipeas berada di Kecamatan Biboki Anleu, Daerah Irigasi (DI) Oekopa, enokono dan Oerimbesi di Kecamatan Biboki Tan Pah, Daerah Irigasi (DI) Tualene, Hauteas, Lurasik, Bakan, Milana dan Oeroki di Kecamatan Biboki Utara, Daerah Irigasi (DI) Oelolok, Maurisu, Bokis, Teutbesi, Kleja dan Boni, di Kecamatan Insana, Daerah Irigasi (DI) Balke/Faina, Oeliurai, Tainsala di Kecamatan Insana Tengah, Daerah Irigasi (DI) Usapinonot dan Naittiu di Kecamatan Insana Barat, Daerah Irigasi (DI) Fautkolo, Kustanis, Baikh, Oemanu, Pnuinin, Kiuola, Pulo dan Oeluan di Kecamatan Noemuti, Daerah Irigasi (DI) Haekto, Oemeu, Popnam, Tfoin dan Upunaek di Kecamatan Noemuti Timur, Daerah Irigasi (DI) Tualeu, Oelima, Benkoko di Kecamatan Biboki Selatan, Daerah Irigasi (DI) Nain di Kecamatan Kota Kefamenanu, Daerah Irigasi (DI) Klae dan Nitoes di Kecamatan Bikomi Selatan, Daerah Irigasi (DI) Oefaub dan Seko di Kecamatan Mutis, Daerah Irigasi (DI) Satap dan Mesatbatan di Kecamatan Miomaffo Barat, Daerah Irigasi (DI) Biliuana di Kecamatan Miomaffo Tengah, Daerah Irigasi (DI) Jak dan Oeniut di Kecamatan Miomaffo Timur, Daerah Irigasi (DI) Buk di Kecamatan Bikomi Tengah, dan Daerah Irigasi (DI) Inbate di Kecamatan Bikomi Nilulat.

(4) Rencana Pengembangan sumber air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk penyediaan air baku adalah Kecamatan Miomaffo Barat, Oelneke di Kecamatan Bikomi Nilulat, Sasi di Kecamatan Kefamenanu, dan Kecamatan Bikomi Tengah. (5) Rencana Pengembangan waduk - waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diarahkan untuk penyediaan air baku bagi kawasan strategis dan kawasan perbatasan.

Paragraf 2

Kriteria Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 21

(19)

19

(2) Sumber daya air meliputi kawasan resapan air, mata air, daerah pengaliran sungai dan sumber air tanah untuk memenuhi keperluan air baku masyarakat, pertanian, industri dan keperluan lain.

(3) Pola perlindungan dan pelestarian sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:

a. pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; b. pengendalian pemanfaatan sumber air;

c. pengisian air pada sumber air dengan sumur resapan dan jebakan air; d. pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;

e. perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air;

f. pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; g. pengaturan daerah sempadan sumber air; h. rehabilitasi hutan dan lahan; dan

i. pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

(4) Perlindungan dan pelestarian sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan ekonomi dan sosial budaya masyarakat.

Paragraf 3

Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 22

(1) Rencana pengembangan sistem prasarana pengelolaan lingkungan diarahkan untuk mempertahankan keserasian lingkungan terhadap rencana pemanfaatan ruang oleh berbagai kepentingan pembangunan berbagai sektor di seluruh wilayah, melalui kriteria kajian lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan dimaksud.

(2) Kriteria Kajian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disayaratkan adanya kajian lingkungan berupa Studi AMDAL, UPL/UKL serta dokumen kajian lingkungan lainnya.

BAB V

RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu

Umum

Pasal 23

Pola ruang wilayah Kabupaten merupakan rencana penataan ruang yang menggambarkan distribusi dan alokasi ruang bagi aktivitas pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pembangunan, yang secara fisik ditetapkan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Pasal 24

(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 meliputi : a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan perlindungan setempat;

(20)

20

(2) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :

a. kawasan hutan lindung; b. kawasan resapan air.

(3) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. sempadan mata air; b. sempadan pantai; c. sempadan sungai;

d. kawasan sekitar danau/waduk, embung/bendung; dan e. kawasan terbuka hijau kota dan hutan kota.

(4) Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi;

a. cagar alam;

b. suaka margasatwa; c. cagar budaya.

(5) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. taman buru;

b. cagar biosfir;

c. kawasan perlindungan plasma nutfah; d. kawasan pengungsian satwa;

e. kawasan pantai berhutan bakau;

f. kawasan perlintasan bagi jenis biota laut yang dilindungi; dan g. rawan bencana alam banjir.

Bagian Kedua

Rencana Pengembangan Kawasan Lindung

Pasal 25

(1) Rencana pengembangan kawasan lindung diarahkan untuk konservasi ekosistem sumber daya tanah, hutan dan air, perlindungan bentang alam agar dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan.

(2) Rencana pengembangan kawasan lindung sesuai peruntukannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), zona kawasan lindung ditetapkan berdasarkan DAS sebagai unit wilayah terkecil dengan luasan minimal 30 (tiga puluh) persen dari luas DAS, yang secara komulatif merupakan wilayah kawasan lindung daerah.

(3) Rencana pengembangan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelolaannya dilakukan melalui penetapan zona peruntukan kedalam zona inti, zona penyangga dan zona pemanfaatan.

(4) Pelaksanaan pengelolaan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Bupati sepanjang mengenai pelaksanaannya sesuai dengan NSPK.

(5) Rencana Pengembangan untuk Penetapan Kawasan Lindung sebagaiama dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) adalah:

(21)

21

b. Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat

(1) huruf b meliputi:

1. sempadan mata air; kecamatan Miomaffo Barat, Miomaffo Timur, Noemuti dan Insana berupa Tanaman Tahunan

2. sempadan pantai; berada di Kecamatan Insana Utara, Biboki Moenleu, Naibenu, Biboki Anleu di bagian pantai utara. Untuk mendukung fungsi Kawasan Sempadan Pantai maka diarahkan dengan menanam jenis tanaman mangrov

3. sempadan sungai; pada Sepanjang Sungai di Seluruh Kabupaten

c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf c meliputi;

1. cagar alam; Air terjun Pahkoto di Kawasan utara pegunungan Mutis (Kecamatan Miomaffo Barat dan Mutis); Danau Tunoe (Miomaffo Timur) Pantai Tanjung Bastian (Insana Utara); dan Pantai Batu Putih (Biboki Anleu)

2. cagar budaya. Gua Suti (Desa Bijaepasu, Miomaffo Tengah); Kawasan Tumbaba Raya dengan panorama alam, Gua Popnam (Noemuti)

Pasal 26

(1) Rencana pengembangan kawasan perlindungan setempat diarahkan untuk konservasi kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, sempadan danau atau waduk/bendungan dan sempadan mata air.

(2) Kawasan sempadan pantai yang meliputi daerah daratan searah dengan garis pantai, sesuai bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat;

(3) Kawasan sempadan sungai yang meliputi kawasan selebar 100 meter di kiri atau kanan sungai besar, 50 meter di kiri atau kanan anak sungai yang berada di luar permukiman untuk sungai di kawasan permukiman padat sempadan sungai 15 meter. (4) Kawasan sekitar mata air yang meliputi kawasan sekurang-kurangnya dengan jari-jari

200 meter di sekitar mata air.

(5) Kawasan sekitar bendungan dan embung dengan radius 200 meter.

(6) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyebarannya tergambar pada zona kawasan lindung dalam album peta RTRWK.

Pasal 27

(1) Kawasan suaka alam dan cagar budaya mencakup :

a. kawasan suaka alam yang meliputi cagar alam darat dan/atau laut, taman nasional; dan

b. cagar budaya.

(2) Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, penyebarannya tergambar pada peta pola ruang dalam album peta RTRWK.

Bagian Ketiga

Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya

Pasal 28

(1) Rencana pengembangan kawasan budidaya meliputi kawasan yang diperuntukkan sebagai:

(22)

22

b. kawasan hutan rakyat;

c. kawasan pertanian; d. kawasan perikanan; e. kawasan pertambangan; f. kawasan industri;

g. kawasan pariwisata;

h. kawasan permukiman; dan

i. kawasan permukiman transmigrasi dan/atau permukiman baru.

(2) Rencana pengembangan kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan hutan produksi dan budidaya kehutanan untuk memproduksi berbagai hasil hutan. (3) Rencana pengembangan kawasan budidaya yang diperuntukan sebagai kawasan

hutan rakyat dapat dilaksanakan di dalam dan di luar kawasan hutan produksi bertujuan untuk konservasi tanah, hutan dan air dalam peningkatan ketahanan ekonomi masyarakat sekitar hutan.

(4) Rencana pengembangan kawasan budidaya yang diperuntukkan sebagai kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:

a. kawasan budidaya tanaman pangan lahan kering; b. kawasan budidaya tanaman pangan lahan basah; c. holtikultura;

d. kawasan budidaya perkebunan; dan e. kawasan budidaya peternakan.

(5) Rencana pengembangan kawasan budidaya yang diperuntukan sebagai kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi wilayah pesisir dan laut yang disediakan untuk budidaya perikanan laut dan kawasan yang diperuntukan bagi budidaya perikanan darat.

(6) Rencana pengembangan kawasan budidaya yang diperuntukan sebagai kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi kawasan pertambangan dan kawasan pertambangan rakyat dengan potensi penambangan bahan-bahan galian golongan strategis, golongan vital dan golongan C.

(7) Rencana pengembangan kawasan budidaya yang diperuntukan sebagai kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f merupakan kawasan yang dikembangkan bagi kegiatan berbagai industri.

(8) Rencana pengembangan kawasan budidaya yang diperuntukan sebagai kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, merupakan kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan industri pariwisata.

(9) Rencana pengembangan kawasan budidaya yang diperuntukan sebagai kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, meliputi kawasan yang didominasi oleh lingkungan penduduk dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal. (10) Rencana pengembangan kawasan budidaya yang diperuntukan sebagai kawasan

permukiman transmigrasi dan/atau permukiman baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, merupakan kawasan marginal yang diarahkan untuk hunian transmigran atau permukiman baru, yang memiliki luas tertentu dan lahan usaha bersifat terpusat.

(11) Rencana pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10), penyebarannya tergambar pada zonasi kawasan budidaya dalam album peta RTRWK

(23)

23

Pasal 29

(1) Arahan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a meliputi :

a. arahan kegiatan hutan produksi terbatas merupakan kegiatan budidaya di Kawasan Hutan, dalam rencana tata ruang ini alokasi untuk hutan produksi terbatas berada di Kecamatan Miomaffo Tengah, Miomaffo Barat, Bikomi Utara, Insana Tengah, Insana, Biboki Selatan, Biboki Tan Pah, Biboki Utara, Biboki Foetleu, Biboki Anleu, Biboki Moenleu, Insana Utara, Naibenu;

b. untuk kegiatan hutan produksi dialokasikan sebagai kawasan penyangga antara fungsi kawasan lindung dan kawasan budidaya yang diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang berfungsi lindung, diarahkan di Kecamatan Kota Kefamenanu, Bikomi Selatan, Noemuti dan Noemuti Timur.

(2) Arahan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c meliputi :

a. arahan kegiatan budidaya Lahan Basah, direncanakan sebagai sentra produksi tanaman Pangan. Untuk Lahan Basah tersebar di Kecamatan Naibenu, Insana Utara, Biboki Feotleu, Biboki Utara, Biboki Tan Pah, Insana, Insana Barat, Bikomi Selatan, Noemuti Timur, Noemuti, Biboki Anleu, dan Biboki Moenleu; b. arahan kegiatan budidaya Lahan Kering, dominan berada di kecamatan Insana,

Biboki Tan Pah, Biboki Anleu, Biboki Selatan;

c. arahan kegiatan budidaya tanaman tahunan dominan berada di kecamatan Mutis, Miomaffo Barat, Miomaffo Tengah, Bikomi Nilulat, Musi, Kota Kefamenanu, Bikomi Utara, Miomaffo Timur, Naibenu, Insana Fafinesu, Insana Utara, Biboki Feotleu, Biboki Selatan, dan Biboki Tan Pah;

d. arahan kegiatan budidaya padang rumput/pengembalaan : Mutis, Miomaffo Barat, Bikomi Nilulat, Musi, Miomaffo Tengah, Noemuti, Noemuti Timur, Kota Kefamenanu, Bikomi Utara, Bikomi Tengah, Insana Barat, Insana Tengah, Insana Fafinesu, Biboki Selatan dan Insana.

(3) Arahan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf d meliputi :

a. arahan kegiatan budidaya Perikanan Air Tawar mengikuti keberadaan air yang dikembangkan di kawasan yang disiapkan untuk pertanian lahan basah tersebar di Kecamatan Naibenu, Insana Utara, Biboki Feotleu, Biboki Utara, Biboki Tan Pah, Insana, Insana Barat, Bikomi Selatan, Noemuti Timur, Noemuti, Biboki Anleu, dan Biboki Moenleu ;

b. pengembangan kegiatan budidaya usaha pertanian laut dan perikanan laut dengan hasil usaha kegiatan berupa budidaya rumput laut, keramba jaring apung, usaha tambak ikan bandeng dan udang windu serta tambak garam. Kegiatan ini dapat dikembangkan di Kecamatan Insana Utara, Biboki Moenleu dan Biboki Anleu. Potensi lahan usaha di perairan Kabupaten TTU seluas ± 200 Ha sedangkan untuk perikanan tambak seluas ± 3.500 Ha.

(4) Kawasan Pertambangan;

a. potensi bahan galian golongan A dengan jenis bahan tambang nikel, adalah daerah benus Kecamatan Naibenu, Desa Nonotbatan dan Motadik di Kecamatan Biboki Anleu, Desa Naku di Kecamatan Biboki Feotleu, Desa Humusu A dan Fafinesu C di Kecamatan Insana Fafinesu, Desa Tautpah di Kecamatan Biboki Tanpah, Desa Tapenpah di Kecamatan Insana dan Desa Fatuneno, Saenam, Fatunisuan Kecamatan Miomaffo Barat dan Tasinifui Kecamatan Mutis ;

b. potensi bahan galian golongan B dengan jenis bahan galian mangaan, Emas, Tembaga, Perak dan Besi.

(24)

24

Kecamatan Miomaffo Barat, Kecamatan Mutis, Kecamatan Musi, Kecamatan Miomaffo Tengah, Kecamatan Insana Utara, Kecamatan Insana Fafinesu, Kecamatan Insana, Kecamatan Insana Barat, Kecamatan Insana Tengah, Kecamatan Biboki Utara, Kecamatan Biboki Feotleu Kecamatan Biboki Anleu , Kecamatan Biboki Selatan ,Kecamatan Biboki Tanpah, Kecamatan Biboki Moenleu ,Kecamatan Noemuti, Kecamatan Noemuti Timur dan kecamatan Kota Kefamenanu.

2. Wilayah yang berpotensi memiliki emas, ditemukan didaerah Zona Benus dan Bakitolas,Kecamatan Naibenu, Noel Meto Kecamatan Kota , Nono Tabun, Bitefa Kecamatan Miomaffo Timur.

3. Deliniasi/penetapan kawasan penambangan secara teknis, letak dan luasnya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati dan atau Keputusan Bupati.

c. potensi bahan galian golongan C dengan jenis sirtu sungai, sirtu gunung, batu gamping, rijang, napal, marmer, batuan beku, breksi vulkanik, sekis, oker, perlit, batu lempung dan batu semi permata.

1. Lokasi Sirtu sungai di Noemuti daerah Maurisu, Noe Manufono, daerah Manamas, Motasokon, Noel Siman, Tubu Lopo, Noe Meto;

2. Lokasi batu gamping, di Tubu Kuaken, Tubu Palak, Tubu Kabuta, Tubu Kuanteum, Tubu Naenim, di wilayah Maurisu, Nunpene Kecamatan Miomaffo Timur, Bakitolas, Wini ;

3. Lokasi Batu Rijang di Desa napan, Sainoni, haumeni, Amol, Oesena, Taekas, Inbate, nainaban, Nimasi, Sasi, Oelami, Naiola Bitefa, dan Sunsea. 4. Lokasi Batu Marmer di Desa Bakitolas, Banain, Napan, Sainoni, Kaenbaun,

Jak, Amol, Oesena, Haumeni, Buk, Taekas, Inbate, Nainaban, Nimasi, Oelami, Sasi, Naiola, Benus, Bitefa, Nilulat.

5. Deliniasi/penetapan kawasan penambangan secara teknis, letak dan luasnya akan diatur dengan Peraturan Bupati.

(5) Kawasan industri; Industri Pengolahan Hasil Pertanian berada di Kecamatan Insana Utara dan Biboki Anleu

(6) Kawasan pariwisata;

a. wilayah Kefamenanu dengan lokasi wisata Kampung Adat Maslete dan Gua Sasi;

b. wilayah Miomaffo Barat dengan lokasi wisata Pegunungan Mutis, Gua Suti – Desa Bijaepasu dan Sonaf Nailuke;

c. wilayah Miomaffo Timur dengan lokasi wisata Kawasan Tunbaba Raya, Danau Tunoe, Oebikase;

d. wilayah Insana Utara dengan lokasi wisata Tanjung Bastian; e. wilayah Biboki Anleu dengan lokasi wisata Pantai Batu Putih;

f. wilayah Biboki Selatan dengan lokasi wisata Sonaf Tamkesi, Naijalu`u, Pantai Oebubun;

g. Insana dengan lokasi wisata Istana Raja Taolin, Sonaf Maubesi, Gua Bitauni, Benkoko, Sonaf Oelolok;

h. Noemuti dengan lokasi wisata Kuburan Sonbai, Prosesi Kure, Oeluan/Hutan Wisata.

(7) Kawasan permukiman; dan

(25)

25

b. penyiapan pengembangan kecamatan-kecamatan di sekitar Perbatasan untuk

mengoptimalisasi perkembangan wilayah sekitar perbatasan dengan memberikan pemenuhan kebutuhan sarana prasarana pendukung sebagai wajah Negara Indonesia.

(8) Kawasan permukiman transmigrasi dan/atau permukiman baru.

a. Penyiapan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) yang dialokasikan di dalam Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) Ponu di Kawasan Pantura dengan Pusat di Ponu, wilayahnya meliputi Kecamatan Biboki Anleu, Biboki Moenleu, Insana Tengah, Insana Utara, Insana dan Naebenu. Kawasan Kota Terpadu Mandiri merupakan kawasan transmigrasi yang pembangunan dan pengembangannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan dengan fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan;

b. penyiapan dan pengembangan kawasan transmigrasi lainnya tersebar di kecamatan– kecamatan, saat ini letaknya masih berupa lokasi transmigrasi Transmigrasi Suaka Mandiri (TSM), Penataan maupun Satuan Permukiman (SP) yang berdiri sendiri ;

c. penyiapan dan pengembangan Kawasan-kawasan Agropolitan dengan prioritas kegiatannya di Kabupaten Timor Tengah Utara yaitu :

1. Kecamatan Miomaffo Barat, Mutis, Miomaffo Tengah, Musi, Bikomi Nilulat menjadi Wilayah Hinterland penunjang untuk Kawasan Pengembangan Pertanian Holtikultura dan Peternakan.

2. Kecamatan Miomaffo Timur, Bikomi Tengah, Bikomi Utara, Naebenu menjadi Wilayah Hinterland penunjang untuk Kawasan Pengembangan Tanaman Pangan dan Peternakan.

3. Kecamatan Insana, Insana Tengah dan Insana Barat menjadi Wilayah Hinterland penunjang untuk Kawasan Pengembangan Tanaman Pangan dan Peternakan.

4. Kecamatan Insana Utara, Biboki Moenleu dan Biboki Anleu Kawasan Pengembangan Perikanan Laut dan Peternakan.

5. Kecamatan Noemuti, Noemuti Timur menjadi Wilayah Hinterland penunjang untuk Kawasan Pengembangan Tanaman Pangan.

Pasal 30

Kawasan budidaya lainnya yang belum ditetapkan karena pertimbangan teknis kartografis, akan diatur lebih lanjut dalam NSPK pemanfaatan ruang dengan Peraturan Bupati.

BAB VI

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN Pasal 31

Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, keseimbangan pengembangan wilayah, keseimbangan ekosistem dan keamanan wilayah, maka perlu menetapkan kawasan strategis.

Pasal 32

(26)

26

d. kawasan yang diprioritaskan untuk keamanan wilayah perbatasan antar daerah dan

antar negara.

Pasal 33

Kawasan Strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 alokasi kegiatan berada pada :

a. kawasan strategis sebagai prioritas pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah adalah kawasan sentra kegiatan pertanian holtikultura (sayur mayur dan buah-buahan) meliputi Kecamatan Mutis, Miomaffo Barat, Miomaffo Tengah, Musi, Bikomi Nilulat, sedangkan lahan basah dan kering berada di Kecamatan Naibenu, Insana Utara, Biboki Feotleu, Biboki Utara, Biboki Tan Pah, Insana, Insana Barat, Bikomi Selatan, Noemuti Timur, Noemuti, Biboki Anleu dan Biboki Moenleu;

b. kawasan strategis untuk pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) adalah Kawasan Strategis Kabupaten yaitu Kota Kefamenanu dan Kota Wini;

c. kawasan strategis untuk pengembangan keseimbangan ekosistem dan Plasmanuftah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) yang berfungsi sebagai Suaka Alam adalah Pegunungan Mutis di Kecamatan Mutis dan DAS (Daerah Aliran Sungai) yaitu DAS Bananain meliputi Kecamatan Biboki Foetleu dan Biboki Utara ;

d. kawasan strategis yang termasuk wilayah perbatasan antar Daerah dan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4) meliputi 7 (Tujuh) Kecamatan. Untuk Pengamanan Kawasan Perbatasan yang diprioritaskan pada daerah sepanjang garis batas antar negara yang meliputi wilayah 7 (tujuh) Kecamatan yaitu di Mutis, Miomaffo Barat, Musi, Bikomi Nilulat, Bikomi Utara, Naibenu dan Insana Utara. Untuk teknis kondisi diuraikan dibawah ini :

1. Pengembangan Kawasan Buffer di wilayah sekitar perbatasan Distrik Oecussi, rencana pengembangan buffer dengan memberikan batasan wilayah dengan menggunakan tanaman tahunan sebagai buffer negara dengan lebaran kawasan yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

2. Penempatan Pos-pos perbatasan dan pengamanan kawasan disesuaikan dengan kondisi wilayah.

3. Peningkatan pengembangan kawasan perbatasan dilaksanakan melalui pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan secara proporsional dengan kondisi lokal.

BAB VII

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG Pasal 34

Pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui pendekatan fungsional, terpadu dan bersifat holistik (menyeluruh), sebagai dasar bagi harmonisasi program pembangunan, pentahapan rencana pemanfaatan ruang dan pembiayaan pelaksanaan program pembangunan sesuai rencana struktur dan pola ruang wilayah Kabupaten.

Pasal 35

(1) Pengembangan struktur ruang dalam program pembangunan daerah diarahkan untuk pemantapan dan keberlanjutan pengembangan sistem perkotaan, infrastruktur dasar wilayah dan pengembangan kawasan strategis kabupaten.

(27)

27

(3) Pemerintah Kabupaten berkewajiban untuk berperan secara aktif dalam perwujudan

pemanfaatan ruang.

Pasal 36

(4) Pengembangan pola ruang dalam program pembangunan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) maka arahan program kegiatan untuk :

a. fungsi kawasan lindung dengan Program kegiatan sebagai berikut :

1. Penetapan tata batas kawasan lindung terutama hutan lindung, suaka dan resapan air yang berada di hulu sungai.

2. Inventarisasi atau pendataan kondisi eksisting (termasuk) peta topografi, penggunaan lahan, daerah resapan air, kondisi fisik dasar lainnya) wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara dalam skala 1 : 25.000.

3. Pendataan kawasan permukiman (kampung) yang berlokasidi dalam kawasan lindung.

4. Permukiman kembali (resettlement) dan penempatan kembali (relocation) penduduk berikut kegiatannya.

b. fungsi kawasan budidaya pertanian dengan program kegiatan sebagai berikut : 1. Intensifikasi lahan-lahan sawah fungsional, terutama pada wilayah-wilayah

yang telah mempunyai jaringan/prasarana irigasi.

2. Peningkatan dan pengembangan fungsi lahan sawah potensial dan lahan sawah baku

3. Intensifikasi usaha tani komoditi tanaman pangan

4. Intensifikasi usaha tani komoditi Sayuran dan Buah-buahan

5. Peningkatan produksi dan produktivitas lahan usaha perkebunan kopi, kacang mete, cacao, vanili, kemiri terutama yang berpola PIR dan unit usaha besar lainnya.

6. Pengembangan dan peningkatan usaha perikanan laut dan air tawar 7. Pengembangan dan peningkatan usaha (industri) peternakan

8. Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) Umum dan HTI Transmigrasi (HTI Trans).

9. Program penyusunan rencana tata ruang dan pengelolaan sumber daya hutan c. fungsi kawasan budidaya non pertanian dengan program kegiatan sebagai

berikut :

1. Perencanaan Pengembangan Usaha Pertambangan Rakyat

2. Peningkatan dan pengembangan usaha pertambangan rakyat melalui bantuan dan unit usaha yang terpadu

3. Studi kelayakan lokasi-lokasi yang diarahkan sebagai kawasan/zona tambang

4. Perencanaan Pengembangan Usaha Industri Kecil Menengah 5. Penyediaan Bahan Baku Industri

6. Peningkatan dan pengembangan kegiatan industri, terutama industri pengolahan hasil pertanian.

7. Review dan Revisi Penyusunan rencana detail tata ruang kawasan Perkotaan 8. Penyusunan rencana tata ruang kawasan Pengembangan Pantura

9. Penyusunan rencana tata ruang kawasan Pengembangan Prioritas 10. Penyusunan rencana tata ruang kawasan Perbatasan

11. Program pengembangan kawasan terpadu (PKT) pada permukiman di wilayah terpencil wilayah-wilayah miskin

12. Program Pengembangan Prasarana Kawasan Terpadu (P3KT) pada permukiman di wilayah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan fenomena tersebut dirasa penting untuk melakukan penelitian mengenai “ Hubungan antara sumber informasi pada pasangan usia subur (PUS) dengan pemakaian kontrasepsi

Berdasarkan Pasal 2 Perkaban Nomor 1 Tahun 2006 yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 dan tindak lanjut dari ketentuan yang diatur dalam

kecuali urusan urgen seperti ; urusan dinas, orang sakit dan orang meninggal. Pendudukan yang meninggal yang bukan berdomisili tinggal di wilayah Provinsi Papua

Keahlian seorang pemimpin yang dapat memotivasi karyawan dalam menjalankan pekerjaannya dapat memberikan dampak yang baik bagi karyawan serta dapat meningkatkan prestasi kerja

Setelah membuat penugasan maka diperlukan penilaian untuk masing-masing tugas yang sudah dikerjakan mahasiswa. Untuk melakukan penilaian tugas dapat dilakukan dengan

Jika dilihat dari kelompok pangan, untuk kelompok pangan sayur, jenis sayur yang memiliki ketersediaan protein paling besar ialah cabe, hal ini tidak mengalami

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

Semenjak disingkirkan dari panggung kekuasaan oleh Presiden Soekarno, muncul pemikiran tentang Dwifungsi ABRI, dan Jalan Tengah Militer, berkat pemikiran dan usahanya, para