ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
KABUPATEN MALANG NO. 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg. TENTANG
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
SKRIPSI
Oleh :
Abdul Mufid Rosidi NIM. C01212003
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ahwal al-Syakhsiyah
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN
KABUPATEN MALANG NO. 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg. TENTANG
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA
SKRIPSI
Diajukan kepadaUniversitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Ahwal al-Syakhsiyah
Oleh
Abdul Mufid Rosidi NIM. C01212003
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ahwal al-Syakhsiyah
vii
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian pustaka dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Malang No. 6091/Pdt.G/2013/PA. Kab. Mlg. Tentang Pembagian Harta Bersama”.untuk menjawab: 1. Apa Pertimbangan Hakim dalam Memutus perkara harta bersama (Gono Gini) pada Kasus 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg? 2. Bagaimana analisis yuridis terhadap putusan Pengadilan Kabupaten Malang putusan Nomor 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg?
Guna menjawab permasalahan di atas, metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah mengunakan metode deskriptif analisis dengan pola deduktif, yaitu metode yang diawali dengan mengemukakan teori-teori yang bersifat umum tentang tentang harta bersama, Undang-undang dan kompilasi Hukum Islam untuk selanjutnya diterapkan pada yang khusus. Data yang diperoleh dari putusan Hakim terhadap permohonan harta bersama di Pengadilan Agama Kabupaten Malang Nomor : 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg, yang mana menetapkan bagian suami lebih besar dalam pembagian harta bersama.
Isi dalam putusan No. 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg. adalah suami menggugat cerai terhadap istri. Pembahasan dalam skripi ini, menitik beratkan pada pembagian harta bersama yang mana harta bersama tersebut hasil dari suami istri selama dalam ikatan perkawinan namun ketika terjadi perceraian harta bersama yang berupa sebuah tanah seluas 114 M2 dan diatasnya berdiri sebuah bangunan, yang terletak di Jalan Raya Sengkaling Desa Mulyoagung Kecamatan Dau Kabupaten Malang, melihat perkara ini majlis hakim mempunyai pertimbangan bahwasannya walaupun kaduanya (suami istri) ikut andil dan berpartisipasi dalam perolehan harta bersama namun suami yang lebih berhak mendapatkan bagian yang lebih besar dari istri karena istri telah menguasai harta bersama tersebut selama 2 tahun serta harta bersama tersebut di jadikan lahan usaha oleh istri akan tetapi hasil dari usaha tersebut tidak dibagi kepada suami.
Pembagian harta bersama yang tidak seusai dengan ketentuan KHI Pasal 97
“janda atau duda cerai masing-masing berhar seperdua dari harta bersama
PERSETUJUAN PEMBIMBING………. iii
LEMBAR PENGESAHAN………iv
DAFTAR TRANSLITERASI………. . xii
BAB I PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang Masalah. ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah. ... 5
C. Rumusan Masalah. ... 6
D. Kajian pustaka. ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Kegunaan Hasil Penelitian... 9
G. Definisi Operasional ... 9
H. Metode Penelitian ... 10
I. Sistematika Pembahasan ... 13
BAB II HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN ... 15
A. Pengertian Harta Bersama ... 15
1. Harta Bersama Menurut Hukum Islam ... 19
2. Harta Bersama Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 ... 22
3. Harta Bersama Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam) ... 23
xi
C. Penyelesaian Harta Bersama akibat Putusnya Perkawinan ... 30
BAB III PUTUSAN NO. 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg. TENTANG PEMBAGIAN HARTA BERAMA DI PENGADILAN KABUPATEN MALANG. ... 33
A. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kabupaten Malang ... 33
B. Wilayah Kekuasaan Pengadilan Kabupaten Malang ... 34
C. Duduk Perkara dan Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Malang 35 D. Landasan Hukum Yang Dipakai Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam Putusan nomor. 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg ... 58
BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN KABUPATEN MALANG NO. 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg Dalam Perkara Pembagian Harta Bersama ... 64
A. Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim Pengadilan Kabupaten Malang Dalam Putusan No. 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg Dalam Perkara Pembagian Harta Bersama ... 64
B. Analisis Yuridis Terhadap Putusan No. 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg Suami Mendapat Bagian Lebih Banyak Dalam Pembagian Harta bersama ... 67
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan fitrahnya manusia tidak dapat hidup sendiri. Dalam arti luas, manusia memiliki sifat ketergantungan yang saling membutuhkan, demikian halnya dengan laki-laki dan perempuan. Allah SWT menentukan hukum yang sesuai dengan martabatnya antara lain tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan, yaitu melalui ikatan perkawinan.1 Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Ruum ayat 21:
ِى َنِإ،ًةََْْرَو ًةَدَ َم ْ ُ َلَْيََب َلَعَج َو اَهَْيَلِإ ا ُلُ ْسَ ِل اًجاَوْزَ ْ ُ ِسُفَْنَ ْنِم ْ ُ َل َقَلَخ ْنَ ِهِ َياَء ْنِمَو
َنوُرَ َفََ ََي ٍمْ َقِل ِتٰيََٰ َكِلٰ
Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanaya diantara mu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terjadi tanda-tanda bagi kaum yang berfikir2
Islam mengatur hubungan antara suami istri dalam mengarungi kehidupan berumah tangga, sehingga dapat mencapai tujuan dalam pernikahan yaitu mawaddah warah}mah, akan tetapi jika mawaddah warah}mah tidak bisa diapai, maka yang akan terjadi adalah perceraian. Pada dasarnya suami istri dalam melaksanakan kehidupan tentu saja tidak selamanya berada dalam situasi yang damai dan tentram. Terkadang juga terjadi kesalah fahaman antara suami dan istri atau salah satu pihak
1 Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terjemah Muzakkir, (Damaskus: Dar Al Fikr, 890), 327.
2
melalaikan kewajibannya, tidak mempercayai satu sama lain dan sebagainya. Sehingga terjadilah apa yang sebenarnya tidak dikehendaki serta hal yang dibenci oleh Allah yaitu putusnya hubungnan perkawinan antara suami dan Istri tersebut.3 Putusnya hubungan perkawinan suami istri tersebut, menimbulkan juga akibat hukum diantaranya adalah tentang harta bersama (Gono Gini) antara suami dan istri tersebut.4
Dalam Kompilasi Hukum Islam sebagai salah satu hukum terapan dalam lingkungan Peradilan Agama, harta bersama tersebut dengan istilah harta kekayaan dalam perkawinan. Hal ini disebutkan dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun dan dari jerih payah atau penghasilan siapapun.5
Dalam KHI Pasal 85 sampai dengan pasal 97 disebutkan bahwa harta perkawinan dapat dibagi atas:
1. Harta bawaan suami; 2. Harta bawaan istri;
3. Harta bersama suami istri;
4. Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shodaqoh suami; 5. Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shodaqoh istri.6
3 Soemiyarti, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty,
1997),104.
4 Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Baskara, 1996), 227-228.
5 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Presindo, 2004),113.
3
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 mengatur harta kekayaan dalam perkawinan di dalam BAB VII pasal 35, pasal 36, dan pasal 37 yaitu:7
Pasal 35
1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
1. Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
2. Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Pasal 37
1. Bila perkawinan putus karena pereraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Ketentuan harta bersama diatas tidak menyebabkan dari mana harta atau dari siapa harta tersebut berasal, disimpulkan bahwa yang termasuk harta bersama adalah:
1. Hasil dari pendapatan suami 2. Hasil dari pendapatan istri
7 Undang-undang RI Nomor 1 tahun 1974. Tentang Perkawinan, (Jakarta: Armas Duta Jaya,
4
3. Hasil pendapatan dari harta pribadi suami dan istri, sekalipun harta pokoknya termasuk harta bersama, asal semuanya itu diperoleh sepanjang perkawinan.
Jadi ketentuan harta bersama dalam perkawinan ialah sejak saat dimulainya perkawinan sampai ikatan perkawinan bubar, dan seluruh harta tersebut dengan sendirinya menurut hukum menjadi harta bersama.8
Mengenai pembagian harta bersama ketika terjadi pereraian sebagaimana telah diatur dalam KHI bahwasannya karena merupakan harta bersama maka jika terjadi pereraian istri mendapat bagian yang seimbang dengan suami terhadap harta bersama tersebut. Hal ini dirumuskan dalam pasal 97 KHI: Janda atau duda erai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.9
Namun dalam kenyataan yang ada di tahun 2013 putusan Pengadilan Agama Kabupaten Malang nomor 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab,Mlg dengan objek sengketa sebidang tanah seluas 114 M2 yang berdiri diatasnya sebuah rumah terletak di Jalan Raya sengkaling No. 187 RT.04 RW.07 Desa Mulyo Agung Kecamatan Dau Kabupaten Malang dan Majlis Hakim memutus untuk suami mendapat 2/3 (Pemohon) dan untuk istri mendapat 1/3, ini tidak sesuai dengan pasal 97 KHI. apa pertimbangan Hakim pada perkara ini sehingga
8 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2005), 272.
5
memberatkan sebelah pihak, dan apa yang hendak dicapai oleh majlis Hakim dalam putusannya.
Oleh karena itu penulis akan men ganalisis pertimbangan hakim pada sengeketa pembagian harta gono gini yang diputus oleh Majlis Hakim PA Kabupaten Malang Nomor Perkara 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg. Tentang Pembagian Harta Gono Gini.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang tersebut, dapatlah di identifikasikan beberapa masalah, yaitu:
1. Ketentuan harta bersama dalam perkawinan menurut hukum islam.
2. Cara pembagian harta bersama berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pertimbangan Hakim dalam menyelesaikan pembagian harta bersama di Pengadilan Agama putusan Nomor: 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg
4. Analisis Yurisdis terhadap pembagian harta bersama di Pengadilan Agama putusan Nomor: 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg.
Berangkat dari identifikasi masalah tersebut, agar penelitian ini terfokus maka diperlukan adanya pembatasan masalah agar pembahasan lebih terfokus yaitu:
6
2. Analisis yuridis terhadap pembagian harta bersama di Pengadilan Kabupaten Malang putusan Nomor: 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa Pertimbangan Hakim dalam Memutus perkara harta bersama (Gono
Gini) pada Kasus 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg?
2. Bagaimana analisis yuridis terhadap putusan Pengadilan Kabupaten Malang putusan Nomor 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini bertujuan untuk mengetahui originalitas karya dalam penelitian. Penelitian-penelitian terdahulu menjadi satu pijakan awal untuk selalu bersikap berbeda dengan peneliti yang lain.
Diantara karya ilmiah yang mengkaji tentang pembagian harta bersama (Gono Gini) adalah bentuk skripsi dari:
1. Hijriyah Rahmawati pada tahun 2006 dengan judul “Analisis hukum
Islam Terhadap Putusan Hakim Pengadilan Agama Sidoarjo No.890/Pdt.G/2005/PA.Sda (Studi Tentang Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Yang Tidak Dibagi Seluruhnya).” Penelitian ini merumuskan 3
7
Sidoarjo menyelesaikan sengketa harta bersama dengan cara tidak membagi seluruhnya kepada para pihak? Dan bagaimana analisis hukum Islam (fiqh) terhadap putusan hakim Pengadilan Agama Sidoarjo No. 890/Pdt.G/2005/PA.Sda tentang penyelesaian sengketa harta bersama yang tidak dibagi seluruhnya?. Dan hasil penelitian ini adalah bahwa hakim dalam putusannya membagi sama besar harta yang diperoleh penggugat dan tergugat sebelum keduanya pisah tempat tinggal, dan mengeluarkan sejumlah harta yang diangsur istri selama 10 bulan untuk mengangsur KPR BTN ketika keduanya pisah tempat tinggal sebagai harta pribadi. Padahal dimata hukum keduanya masih dalam ikatan perkawinan.
8
berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan umum, sesuai dengan pasal 54 UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dan hakim mengabulkan permohonan Tergugat untuk mengabulkan mengembalikan tanah persawahan/perkarangan yang selama ini telah dikuasai kepada ibu tergugat yaitu Sarmiyatun.
Jadi sejauh ini pengamatan penulis belum ada karya tulis yang membahas tentang menganalisis yuridis terhadap putusan hakim yang membagi harta bersama 2/3 untuk suami dan 1/3 untuk istri. Dari kajian-kajian yang ada pelaksaan pembagian harta bersama adalah masing-masing suami istri setengah. Maka menurut penulis, putusan tersebut patut untuk di kaji kembali.
E. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut;
1. Untuk mengetahui pertimbangan Hakim mengapa suami mendapatkan 2/3 dalam harta bersama dalam putusan No. 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg
9
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini meliputi aspek teoritis dan aspek praktis.
1. Aspek teoritis, diharapkan berguna sebagai sumbangsih pemikiran penulis dalam rangka menambah wawasan ilmu tentang pembagian harta bersama, terutama yang mempunyai relevansi dengan skripsi ini. 2. Aspek Praktis, diharapkan dapat menambah wawasan pengalaman dengan menerapkan dan membandingkan antara teori dan praktek dalam lingkungan Pengadilan Agama dan sebagai sumbangan penelitian atau informasi bagi pihak yang memerlukan, khususnya bagi penulis sendiri dan para mahasiswa syariah pada umumnya.
G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah dalam memahami dan mengetahui konsep yang dimaksud oleh penulis, maka penulis memberikan definisi dalam penulisan skripsi ini:
Analisis yuridis : Menurut kamus bahasa adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab dan duduk perkaranya menurut hukum positif meliputi Undang-Undang dan peraturan Pemerintah yang masih berlaku sampai saat ini.10
Harta Bersama : Harta yang dihasilkan selama berumah tangga baik oleh salah satu atau keduanya diantara suami istri tanpa
10
Meaty Taqdir Qadratillah, Kamu Bahasa Indonesia Untuk Pelajar, (Jakarta: Pengembangan dan
10
mempersoalkan atas nama siapapun keuali hadiah atau warisan.11
H. Metode Penelitian
Metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari sesuatu secara sistematik,12 mencatat, merumuskan suatu yang diteliti sampai menyusun laporan. Jadi, metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk mencari, menatat, merumuskan dan menganalisa suatu yang diteliti sampai menyusun laporan.
Dalam metode penelitian ini penulis mencantumkan antara lain, 1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang putusan pembagian harta bersama PA Kab Malang Nomor: 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg. pertimbangan hakim dan panitera seta Undang-Undang yang berlaku dalam hal ini Kompilsai Hukum Islam. 2. Sumber Data
Sumber data yang diambil dala penelitian ini terdiri atas sumber primer dan sekunder, yaitu:
a. Sumber primer
11
Penjelasan Pasal 1(f), Kompilasi Hukum Islam, 1.
11
Sumber data primer dalah sumber yang bersifat utama dan penting yang memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan penelitian.13 Yaitu putusan Nomor: 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg, dan Hakim yang memutus Putusan. b. Sumber sekunder
Meliputi rujukan yang berasal dari bahan-bahan pustaka, baik kitab-kitab maupun buku-buku yang terkait dengan masalah tersebut, antara lain:
1) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. 2) Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. 3) Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah.
4) Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan.
5) Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam. 6) Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. 7) Moh. Nazir, Metode Penelitian.
c. Teknik pengumpulan data
Dalam teknik pengumpulan data ini, penulis memakai beberapa teknik, antara lain:
1) Studi dokumenter, yaitu dengan cara mempelajari berkas perkara dan mengambil data yang diperoleh melalui dokumen atau data tertulis tersebut. Dalam hal ini dokumen terkait putusan
12
Pengadilan Agama Kabupaten Malang Nomor: 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg.
2) Interview atau wawancara yaitu termasuk bentuk komunikasi langsung antara peneliti dengan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang yang memeriksa perkara, untuk mengkonfirmasi terkait dengan pertimbangan hakim dalam putusan No. 6091/Pdt.G/2013/PA.kab.Mlg.
d. Teknik pengelohan data
Data yang telah terkumpul baik dari lapangan maupun dari pustaka, diolah dengan menggunakan teknik:
1) Editing, yakni memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi yaitu kesesuaian, kelengkapan, kejelasan relevansi, dan keseragaman dengan permasalahan.
2) Organizing, yakni mengatur dan menyususn data tersebut sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk menyusun laporan skripsi dengan baik.
e. Teknik analisa data
13
Nomor: 0691/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg yang menetapkan bagian suami 2/3 dan istri 1/3 dalam pembagian harta bersama.
I. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan skripsi ini, maka penulis akan menguraikan pembahasan ini kedalam beberapa bab yang sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut:
BAB I: bab ini merupakan penahuluan yang berisikan antara lain: latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, sistematika pembahasan.
BAB II: bab kedua mengemukakan landasan teori yang membahas tentang harta bersama yang meliputi pengertian harta bersama, ruang lingkup harta bersama, asal usul harta bersama, harta bersama menurut hukum Islam, harta bersama menurut Undang-Undang No 1 tahun 1974, tata cara pembagian harta bersama dan penyelesaian harta bersama akibat putusnya perceraian.
14
BAB IV: bab ini merupakan bahasan terhadap hasil penelitian yang meliputi analisa terhadap pertimbangan hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dalam putusan Nomor : 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg, dan analisis yuridis terhadap putusan putusan Nomor : 6091/Pdt.G/2013/PA.Kab.Mlg. yang mana suami mendapat 2/3 dan istri mendap 1/3 dalam perkara pembagian harta bersama.
15
BAB II
HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN
A. Pengertian Harta Bersama Dalam Perkawinan
Sebagaimana telah dijelaskan, harta bersama dalam perkawinan
adalah “harta benda yang diperoleh selama perkawinan”. Suami istri
mempunyai hak dan kewajiban yang sama atas harta bersama tersebut14,
sebelum lebih jauh memahami pengertian harta bersama secara sosiologis,
penulis akan menguraikan secara etimologi atau bahasa mengenal arti dari
harta bersama sesuai dengan apa yang terdapat dalam kamus besar Bahasa
Indonesia.
Harta : barang-barang (uang) dan sebagainya yang menjadi kekayaan.15
Harta bersama : harta yang diperoleh secara bersama didalam perkawinan.16
Jadi harta bersama adalah barang-barang yang menjadi kekayaan yang
diperoleh suami istri dalam perkawinan.
Sayuti Thalib dalam bukunya Hukum kekeluargaan di Indonesia
mengatakan bahwa : “harta bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh
selama perkawinan diluar hadiah atau warisan”. Maksudnya adalah harta
yang didapat atas usaha mereka atau atas usaha sendiri-sendiri selama masa
perkawinan. Dalam yurisprudensi Peradilan Agama juga dijelaskan bahwa
harta bersama yaitu harta yang diperoleh dalam masa perkawinan dalam
kaitan dengan hukum perkawinan, baik penerimaan itu lewat perantara istri
14www.lindungikami.Org/.../UU_Nomor_39_tentang_Hak_Asasi_Manusia.pdf 15 WJS, Poerwadarminta,”Kamus Umum Bahasa Indonesia”, 347.
16
maupun lewat perantara suami. Harta ini diperoleh sebagai hasil
karya-karya dari suami istri dalam kaitannya dengan perkawinan.17
Di atas telah di kemukakan bahwa harta bersama adalah harta hasil
usaha bersama (suami istri) di dalam perkawinan mereka. Hak atas harta
bersama antara seorang suami istri di dalam perkawinan mereka. Hak atas
harta bersama seorang suami lebih besar istrinya. Allah berfirman:
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (QS. An-Nisa’[4]:32)
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. QS. An-Nisa’[4]:34.
Merujuk kepada sejumlah ayat dan surat di dalam Al-Quran, maka
hak suami atas harta bersama adalah dua bagian hak istri.18
Suami atau istri tanpa persetujuan dari salah satu pihak tidak
diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama tersebut. Dalam
hal ini, baik suami maupun istri mempunyai pertanggung jwaban untuk
menjaga harta bersama. Dalam hal pertanggung jawaban hutang, baik
hutang suami maupun istri, bisa dibebankan pada hartanya masing-masing.
Sedangkan terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga,
maka dibebankan pada harta bersama. Akan tetapi, bila harta bersama tidak
17Abdul Manan, “Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia”, (Jakarta: Kencana, 2006),
108.
17
mencukupi, maka dibebankan pada harta suami, bila harta suami tidak
mencukupi, maka dibebankan pada harta istri.19
Harta bersama merupakan salah satu macam dari sekian banyak
jenis harta yang dimiliki seseorang. Ada dua pendapat tentang harta
bersama menurut hukum Islam, menurut pendapat pertama, jika harta
bersamatersebut merupakan syirkah sepanjang ada kerjasama antara
keduanya maka harta tersebut dinamakan harta bersama, dab jika terjadi
perceraian baik cerai mati maupun cerai hidup, harta bersama itu harus
dibagi secara berimbang. Berimbang disini dimaksudkan ialah sejauh mana
masing-masing pihak mamasukkan jasa dan usahanya dalam menghasilkan
harta bersama itu dahulunya.
Pendapat yang kedua, harta yang diperoleh selama perkawinan
disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan suami atau istri yang
membeli, terdaftar atas nama suami atau istri, dan dimana letak harta
bersama tersebut, maka apabila terjadi perceraian harta dibagi dus
sebagaimana tertera dalam pasal 97 Kompilasi Hukum Islam.
Dalam kehidupan sehari-hari harta mempunyai arti penting bagi
seseorang karena dengan memiliki harta kita dapat memenuhi
kebutuhanhidup dan memperoleh status sosial yang baik dalam masyarakat.
Dalam berbagai istilah yang berasal dari setiap lingkungan adat yang
bersangkutan berbeda-beda dalam memaknai harta bersama tersebut, sesuai
dengan keaneka ragaman lingkungan masyarakat adat seperti dalam
18
masyarakat Aceh, dipergunakan istilah “harta seharkat”, dalam masyarakat
suku melayu dikenal dengan sebutan “harta sayarekat”, dalam masyarakat
jawa dikenal dengan “harta gono-gini”. Banyak lagi istilah yang dipakai,
seperti “harta raja kaya” dan sebagainya. Semua sebutan dan istilah itu
mengandung makna yang sama yaitu mengenai “harta bersama” dalam
perkawinan antara suami istri.20
Ada beberapa macam harta yang lazim dikenal di Indonesia antara lain :
1. Harta yang diperoleh sebelum perkawinan oleh para pihak karena
usaha mereka masing-masing.
2. Harta yang pada saat mereka menikah diberikan kepada mempelai,
mungkin berupa modal usaha, perabotan rumah tangga atau rumah
tempat tinggal mereka. Apabila terjadi perceraian maka harta ini
kembali kepada orang tua yang memberikan semula.
3. Harta yang diperoleh selama perkawinan tetapi karena hibah atau
warisan dari orang tua atau keluarga.
4. Harta yang diperoleh sesudah suami istri berda dalam hubungan
perkawinan berlangsung dan atas usaha mereka berdua atau usaha
seorang dari mereka disebut harta pencaharian.
Dalam pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974, hukum mengenal dua jenis harta
dalam perkawinan :
1. Harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi “harta bersama”
20 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakrta: Sinar Grafika,
19
2. Harta bawaan masing-masing suami istri dan harta yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan yang disebut dengan
“harta pribadi” yang sepenuhnya berada dibawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.21
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 85 sampai denganpasal 97
disebut bahwa harta perkawinan dapat di bagi atas :
1. Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sejak sebelum
perkawinan.
2. Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawanya sejak sebelum
perkawinan.
3. Harta bersama suami istri, yaitu harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama suami istri.
4. Harta hasil dari hadiah, hibah, waris, dan shadaqah suami, yaitu
harta yangdiperolehnya sebagai hadiah atau warisan.
5. Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah istri, yaitu harta yang
diperolehnya sebagai hadiah atau warisan.
1. Harta Bersama Menurut Hukum Islam
Dalam hukum Islam tidak mengenal istilah harta berama yang ada
adalah harta kekayaan berama disampingada kekayaan pribadi, maka
dengan demikian dapat dikatakan harta bersama adalah harta yang
diperoleh selama perkawinan, atau dapat dikatakan harta yang didapat atas
usaha mereka atau sendiri-sendiri selama masa perkawinan. Para ulama’
20
mempersamakan definisi ini dan memasukan kedalam definisi “Syirkah”.
Makna Syirkah menurut bahasa adalah al-Ikhtilath yaitu penggabungan,
percampuran atau serikat. Sedangkan menurut istilah adalah akad antara
dua orang yang berserikad dalam hal modal dan keuntungan.22
Namun menurut hukum Islam dengnanperkawinan menjadilah sang
istri Syirkatur rojuli filhayati (kongsi sekutu seorang suami dalam melayani
bahtera hidup), maka antara suami istri dapat terjadi syarikah Abdan
(perkongsian tidak terbatas).23 Dalam hal ini harta kekayaan bersatu karena
Syirkah seakan akan merupakan harta kekayaan tambahan karena usaha
berama suami istri selama perkawinan menjadi milik bersama.24
Manusia mempunyai kepentingan, kepentingan itu adakalanya
dapat dipenuhi secara individual, dan terkadang harus dikerjakan secara
bersama-sama, terutama dalam hal-hal untuk mencapai tujuan tertentu.
Kerjasama ini dilakukan tentunya dengan orang lain yan mempunyai
kepentingan atau tujuan yang sama pula.
Manusia yang mempunyai kepentingan bersama ini secara
bersama-sama memperjuangkan suatu tujuan tertentu secara berbersama-sama-bersama-sama pula,
dalam hubungan inilah mereka mendirikan serikat usaha, yaitu dengan cara
berserikat dalam modal melalui pemilikan sero atausaham dari serikat
usaha itu, kemudian keuntungan yang diperoleh dari serikat usaha itu juga
di miliki pula secara bersama-sama, kemudian dibagi sesuai denngan
besarnya penyertaan modal masing-masing, sebaliknyajika terjadi kerugian,
22 Sayid Sabiq. Terjemah fiqh Sunnah Juz 13, (al-maarif, Bandung, 1987), 193.
23 T,M. Hasbi ash Shiddiqie, Pedoman Rumah Tangga, (Pustakamaju, Medan, 1971), 9. 24 Moch Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Kewarisan Hukum Acara Peradilan Agama, (Sinar
21
kerugian itu juga ditanggung secara bersama-sama dengan perhitungan
sesuai dengan modal yang disertakannya dalam serikat itu.
Dari apa yang dipaparkan di atas terlihat bahwa serikat pada
dasarnya merupakan suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk
mendirikan suatu usaha, yang mana modal usaha itu adalah merupakan
modal bersama melalui penyertaan modal oleh masing-masing pihak,
dengan kata lain serikat usaha ini mempunyai tujuan yang bersifat
ekonomis (mencari keuntungan).25
Terjadinya Syirkahdalam perkawinan yang menimbulkan harta
bersama dengan 3 (tiga) cara yaitu :
a. Dengan mengadakan perjanjian syirkah secaratertulis atau
diucapkan sebelumatau sesudahberlakunya atau berlangsungnya
akad nikah dalam suatu perkawinan.
b. Dengan penetapan Undang , dalam hal ini
Undang-Undan No. 1 tahun 1974 dan kompilasi Hukum Islam. Bahwa
harta yangdiperoleh atas usaha salah seorang suami istri atau
oleh kedu-duanya dalam masa adanya hubungan perkawinan
yaitu harta macam ketiga (harta pencaharian), adalah harta
bersama atau harta syirkah suami istri tersebut.
c. Dengan kenyataan dalam kehidupan suami istri dalam
masyarakat. Cara ketiga ini memang hanya khusus untuk harta
bersama pada harta kekayaan yang diperoleh atas usaha selama
masa perkawinan. Diam-diam telah terjadi syirkah itu, apabila
25 Chairuman Pasaribu Suhrawardi, Hukum Perjajian dalam Islam, (Sinar Grafika,
22
kenyataan suami istri itu bersatu dalam mencari hidup dan
membiayai hidup. Mencari hidup jangalah selalu diartikan
mereka yangbergerak keluar rumah berusaha dengan nyata.
Memang hal itu adalah yang pertama dan yang terutama. Tetapi
disamping itu pembagian pekerjaan yang menyebabkan
seseorang dapat bergerak maju, dalam hal ini dalam soal
kebendaan dan harta kekayaan, banyak pula tergantung kepada
pembagian pekerjaan yang baik antara suami istri.26
2. Harta Bersama Menurut Undang-Undang No.1 tahun1974
Di dalam undang-undang No.1 tahun 1974 di sebutkan bahwa harta
benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersam. Jadi harta
bersama menurut UU No.1 tahun 1974 paal 35-37 adalah harta benda yang
diperoleh selam perkawinan. Sedangkan harta bawaan dari masing-masing
suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagaihadiah
atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masingsepanjang para
pihak tidak menentukan lain.27
Mengenai harta bersama, suami istri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak, sedangkan mengenai harta bawaan
masing-masing suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan
hukum mengenai harta bendanya, jadi apabilaterjadi perceraian antara
suami tersebut, maka mengenai harta bersama diselesaikan menurut hukum
Islam bagi suami istri atau pasangan yang beragama Islam dan menurut
26 Imron Rosyidin, Tinjaua Hukum Islam Terhadap Pasal 1467 BW mengenai jual beli antara suami
istri, skripsi th.1996.
23
kitab Undang-Undang HukumPerdata bagi pasangan suami istri yang
beragama non Islam.28
Sebenarnya apa yang disebutkan dalam pasal 35-37 Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana tersebut di atas itu
adalah sejalan dengan ketentuan tentang hukum adat yang berlaku di
Indonesia. Dalam konsepsi hukum adat tentan harta berama yang ada di
Nuantara ini banyak ditemukan prinsip bahwa masing-masing suami istri
berhak menguasai harta bendanya sendiri dan ini berlaku sebagaimana
sebelum mereka menjadi suami istri.
Apabila ditinjau dan pendekatan filosofis, di mana perkawinan tidak
lain dari ikatan lahir batin di antara suami istri guna mewujudkan rumah
tangga yang kekal dan penuh dalam suasana kerukunan, maka hukum adat
yang mengharapkan adanya komunikasi yang terbuka dalam pengelolaan
dan penguasaan harta pribadi tersebut, sangat perlu dikembangkan sikap
saling menghormati, saling membantu, saling kerja sama, dan aling
bergantung. Dengan demikian, keabsahan menguasai harta pribadi
masing-masing pihak itu jangan sampai merusak tatanan kedudukan suami sebagai
kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga.29
3. Harta Bersama Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam)
Masalah harta berama telah diatur secarasingkat oleh
Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan dimana istri maupun suami
mempunyai hak yang sama bila terjadi perceraian.30 Kemudian harta
24
bersama tersebut diperluas oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang juga
merupakan salah satu hukum materil bagi Peradilan Agama. Adapun
pengaturan harta berama diatur di dalam KHI dalam Bab XIII pasal 85
sampai dengan pasal 97.
Pengaturan yang pasal baru berkenaan harta bersama ada dalam
Kompilasi Hukum Islam secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Harta bersama terbentuk secara otomatis dengan dimulainya
ikatan perkawinan, tanpa memandang pihak mana yang bakal
memperoleh harta bersama. Hal ini diatur dalam Kompilasi
Hukum Islam Pasal 1 huruf F dan Pasal 85 sebagai berikut:
Pasal 1 huruf F:
Harta Kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta
yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami
istri dalam perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut
harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa.
Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam
Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup
kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami istri.
b. Harta bersama dipisah dari harta pribadi masing-masing suami
istri, harta pribadi tetap menjadi milik pribadi dan dikuasi penuh
oleh pemilik ketentuan ini berdasar Kompilasi Hukum Islam
pasal 86 danj pasal 87 sebagai berikut:
25
1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan
istri karena perkawinan.
2) Harta tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya,
demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan
dikuasai penuh olehnya.
Pasal 87
1) Harta bawaan dari masin-masing suami istri dan harta yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah
di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak
tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
2) Suami dan istri berhak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum atas hukum masing-masing berupa hibah,
warisan, hadiah, dan lain-lain.
c. Apabila terjadi perselisihan tentang harta bersama antara suami
istri, maka perselisihannya harus diajukan ke pengadilan agama.
Hal ini diatur dalam Kompilasi HukumIslam Pasal 88 sebagai
berikut “apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang
harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan ke
Pengadilan Agama”.
d. Suami atau istri mempunyai tanggung jawab yang sama untuk
menjaga keberadaan harta bersama berdasarkan Kompilasi
Hukum Islam Pasal 89 dan 90 sebagai berikut:
26
Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, maupun harta
istri atau harta sendiri.
Pasal 90 Kompilasi Hukum Islam
Istri turut tanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta
suami yang ada padanya.
e. Harta bersama meliputi benda berwujud yaitu benda bergerak,
tidak bergerak, surat-surat berharga dan benda tidak terwujud
berupa hak maupun kewajiban.
Hal ini diatur dalam kompilasi Hukum Islam Pasal 90:
1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85di ata
dapat berupa benda berwujud atau tidak
2) Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak
bergerak dan surat-surat berharga
3) Harta bergerak yang tidak berwujud dapatberupa hak
maupun kewajiban
4) Harta berama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh
salah satu pihak atas persetujuan pihak lain
f. Apabila perkawinan putus karena perceraian maka harta
bersama dibagikan secara berimbang antara kedua pihak suami
istri, sedangkan bila perkawinan putus karena kematian maka
setengah dari harta bersama itu diwariskan kepada pihak yang
masih hidup. Hal ini berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal
96 dan 97 sebagai berikut:
27
1) Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama
menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.
2) Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang
istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai
adanya kepastian matinya pada hakikik atau matinya secara
hukum ata dasar putusan Pengadilan Agama.
Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam.
Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak eperdua dari
harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian
perkawinan.31
B. Tata Cara Pembagian Harta Bersama
Di lihat dari pembagian harta bersama dan sekilas tentang cara
pembagiannya, maka ketika terjadi perceraian pembagian hartanya dikembalikan
kepada hukumnya masing-masing. Apabila suami istri tersebut beragama Islam,
maka pembagiannya secara hukum Islam dalam hal ini menganut UU No.1 Tahun
1974 dan Kompilasi Hukum Islam, apabila suami istri non Islam, maka
pembagiannya menganut hukum perdata atau hukum adat.
Berdasarkan Pasal 96 Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 37
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dikemukakan bahwa harta
bersama suami istri apabila terjadi putusnya perkawinan baik karena kematian atau
28
perceraian maka kepada suami istri tersebut maisng-masing mendapat setengah
bagian dari harta yang mereka peroleh selama perkawinan berlangsung.32
Dalam hukum Islam dapat disimpulakan bahwa harta bersama dalam
perkawinan apabila terjadi perceraian maka dibagi 50% untuk suami dan 50%
untuk istri. Pasal 35 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa harta benda yang
diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan ayat (2) menyebutkan
harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh
masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.33
Undang-undang No.1 Tahun 1974 pada pasal 37 dikatakan : “bila
perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya
masing-masing ialah hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya. Sekiranya
penjelasan pasal 37 undang-undang No.1 tahun 1974 tersebut dihubungkan dengan
ketentuan pasal 96 dan 97 KHI, penerapan hukum Islam dalam soal pembagian
harta bersama baik dalam cerai mati maupun cerai hidup sudah mendapatkan
kepastian positif. Karena dalam cerai mati pasal 96 ayat 1 menegaskan “separuh
harta bersama menjadi milik pasangan yang hidup lebih lama”. Status kematian
salah satu pihak, baik suami maupun istri harus jelas terlebih dahulu agar
penentuan tentang pembagian harta bersama menjadi jelas. Jika salah satu dari
keduanya hilang maka harus ada ketentuan tentang kematian dirinya secara hukum
melalui Pengadilan Agama. Hal ini diatur dalam KHI pasal 96 ayat 2, “pembagian
harta bersama bagi eorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus
32 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, 129.
29
ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara
hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama”. Begitu juga dengan cerai hidup,
pasal 97 KHI menegaskan “janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak
seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian
perkawinan”. Artinya, dalam kasus cerai hidup, jika tidak ada perjanjian
perkawinan maka pembagian harta bersamanya ditempuh berdasarkan ketentuan di
dalamnya, yaitu masing-masing berhak mendapat seperdua dari harta bersama.
Pendapat dan penerapan yang demikian juga telah merupakan yurisprudensi
tetap dalam hukum adat. Sejak masa perang dunia kedua, sudah dipertahankan
ketetapan hukum yang memberi hak dan kedudukan yang sama antara suami istri
terhadap harta bersama apabila perkawinan mereka pecah. Contoh: putusan
Mahkamah Agun tanggal 9 Desember 1959 No.424K/STP/1959, dalam putusan ini
ditegaskan : “menurut yurisprudensi Mahkamah Agung dalam hal terjadi
perceraian barang gono-gini harus dibagi antara suami dan istri dengan
masing-masing mendapat separuh bagian”.34
Dalam hal cerai mati tanpa anak yang dilahirkan dalam perkawinan,
penerapannya berdasarkan hukum adat. Misalnya, suami meninggal tanpa anak,
sehingga yang tinggal hanya janda. Dalam kasus yang seperti ini ada yang
berpendapat bahwa suami maupun harta bersama jatuh menjadi warisan janda.
Pendapat yang seperti disebutkan di atas, dapat dibaca dalam putusan
Mahkamah Agung tanggal 2 November 1960 No. 302k/SIP/1960. Dalam putusan
ini terdapat uraian pertimbangan yang menjelaskan : “Menurut hukum adat
30
siseluruh Indonesia, seorang janda perempuan merupakan ahli waris terhadap
barang asal barang suami, dalam arti bahwa sekurang-kurangnya dari barang asal
itu sebagaian harus tetap ditangan janda sepanjang perlu untuk hidup secara pantas
sampai ia meningal atau kawin lagi, sedang dibeberapa daerah di Indonesia
disamping ketentuan itu munkin dalam hal barang-barang warisan amat banyak
harganya, janda berhak atas bagian warisan seperti seorang anak kandung”.35
Di dalam kasus cerai mati dan ada anak atau cerai mati dengan
meninggalkan keturunan, baik istri (janda) maupun anak-anak dapat menurut
pembagian harta bersama. Hal ini dijelaskan dalam putusan Mahkamah Agung
tanggal 8 Agustus 1959 No. 258/SIP/1959, “jadi apabila dunia dengan
meninggalkan janda keturunan (anak), menurut hukum baik anak-anak atau
seorang dari anak maupun janda, dapat menurut bembagian harta bersama”.36
C. Penyelesaian Harta Bersama Akibat Putusnya Perkawinan
Dengan putusnya perkawinan, maka akan menimbulkan berbagai
permasalahan, antara lain tentang pembagian harta bersama antara suami istri.
Adapun putusnya hubungan perkawinan itu ada 3 macam, yaitu putus karena
kematian, putus karena perceraian, dan putus atas putusan pengadilan.
Dalam hal salah satu dari suami atau istri mengajukan perkara perceraian,
maka dapat diajukan sekaligus mengenai penyelesaian harta bersama suami istri,
baik dalam kopentisi dari penggugat/pemohon ataupun dalam bentuk rekonpensi
dari tergugat/termohon (pasal 66 (5) dan pasal 86 (1) UU No.7.1989.
31
Hakim berwenang untuk mempertimbangkan apakah penggabungan
penyelesaian sengketa harta bersama tersebut dapat diterima atau diselesaikan
sekaligus bersama-sama dengan perceraian terjadi sebagai perkara tersendiri.
Dalam hal tuntutan mengenai harta berama digabungkan dengan perceraian, maka
ia tunduk pada putusan sengketa perceraian, sehingga jika perkara perceraian
ditolak (tidak di terima), maka perkara harta bersama harus tidak diterima dan jika
perkara perceraian dikabulkan maka pembagian harta bersama dapat sekaligus
diselesaikan. Penggabungan perkara penyeleaian harta bersama dengan perceraian
ini ketentuan khusus yang berlaku pada lingkungan pengadilan dalam lingkungan
Pengadilan Agama. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan suatu peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan.
Tuntutan pembagian harta bersama dapat pula diajukan setelah perceraian
terjadi, sebagai akibat perceraian, atau dapat pula diajukan setelah perkawianan
putus karena kematian dan dapat pula dibarengi dengan harta waris. Dalam hal
terjadi sengketa kepemilikan maka, sepanjang hal itu mengenai penentuan apakah
harta sengketa merupakan harta bersama atau harta pribadi suami maupun istri,
maka hal ini harus diselesaikan oleh Pengadilan Agama (pasal 98 KHI),
Perselisihan mengenai harta bersama dapat berupa :37
1. Penentuan harta bersama suami istri
2. Pemeliharaan dan pemanfaatan harta bersama suami istri
3. Penentuan bagian masing-masing suami istri
4. Pembagian harta bersama suami istri
37 Mukti arto, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
32
Jika menyangkut sengketa kepemilikan maka, sepanjang itu tidak mengenai
penentuan penentuan apakah harta sengketa merupakan harta bersama atau harta
pribadi suami istri, maka hal ini harusdiselesaikan oleh Pengadilan Agama, tetapi
apabila hal itu menyangkut milik pihak ketiga yang diwujudkan adanya intervensi,
maka hal ini menjadi wewenang Pengadilan Umum. Jika terjadi sengketa tentang
33
BAB III
PUTUSAN NO. 6091/Pdt.G.2013/PA.Kab.Mlg TENTANG PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA KABUPATEN MALANG
A. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kabupaten Malang
Sesuai dengan perubahan pada Undang-undang nomor 3 Tahun 2009 yang mengatur tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung serta Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 tahyn 2005 tentang Sekretariat Mahkamah Agung Ri. dan peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Kepaniteraan Mahkamah Agung RI serta surat Edaran Mahkamah Agung RI. Nomor : MA/Kumdil/177/VIII/K/1996 tanggal 13 Agustus 1996 tentang Bagan Susunan Pengadilan, maka dapat dijelaskan bahwa susunan organisasi Pengadilan Agama TK. I Pengadilan Agama Kabupaten Malang kelas 1B dipimpin oleh seorang ketua dibantu seorang Wakil Ketua dan seorang Panitera/Sekertaris yang dibantu oleh Wakil Panitera (bidang kepaniteraan) dan Wakil Sekertaris (bidang kesekretariatan).
34
B. Wilayah Kekuasaan Pengadilan Agama Kabupaten Malang
Kekuasaan peradilan dalam kaitannya dengan hukum acara perdata meliputi dua hal yaitu kekuasaan absolut dan kekuasaan relatif. Kekuasaan absolut pengadilan berkenaan dengan jenis perkara dan jenjang pengadilan. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama memilikki kekuasaan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan “perkara perdata tertentu”
dikalangan “golongan rakyat tertentu”, yaitu orang-orang yang beragama
Islam.38
Dengan demikian maka, penyelesaian harta bersama yang akibat dari perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang dan berkekuatan hukum tetap harus dilaksanakan sesuai dengan bunyi amar putusan baik oleh suami atau istri, karena suatu putusan pengadilan tidak ada artinya khususnya bagi pihak yang dimenangkan apabila putusan tersebut tidak dilaksanakan.
Sedangkan kekuasaan relatif Pengadilan Agama Kabupaten Malang meliputi wilayah Pemerintah Kabupaten Malang dan Pemerintah Kota Batu (asalnya Kota Administratif Batu yang sejak tangal 17 Oktober 2001 telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur menjadi Kota Batu dan Walikotanya telah dilantik pada tanggal 22 Oktober 2001) yang terdiri dari 36 (tiga puluh enam) kecamatan meliputi 389 desa/kelurahan, khusus wilayah Pemerintah kota Batu terdiri dari 3 (tiga) kecamatan meliputi 23 desa/kelurahan.
38Umar Said. Kedudukan dan Hukum Acara Peradilan Agama di Indonesia, (Surabaya: CV.
35
C. Duduk Perkara dan Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Malang
Dari Putusan Pengadilan Agam Kabupaten Malang No 6091/Pdt.G/20013/Pa.Kab.Mlg (lihat lampiran sebagai bukti) dapat diketahui bahwa putusan tersebut tentang perkara perceraian dan pembagian harta bersama.Menyangkut pihak-pihak yang berperkara dalam hal ini adalah:
Suami umur 55 tahun, agam Islam, dan pekerjaan swasta, selanjutnya disebut sebagai Pemohon melawan Istri umur 49 tahun, agam Islam dan pekerjaan swasta, selanjutnya disebut sebagai Termohon.
Bahwa Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 22 Nopember 2013 yang terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Malang Nomor 6091/Pdt.G/20013/PA.Kab.Mlg., mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa pada tangal 23 juli Pemohon (Suami) dengan termohon (Istri), telah melangsungkan pernikahan yang tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Batu Kota Batu, sebagai bukti Kutipan Akta Niikah Nomor : 484/81/VII/2009 (P.1); 2. Bahwa dalam hal ini Pemohon sebelum menikah dengan
36
tangani dihadapan Notaris LOESIANNA, S.H,. M.BA., M.Kn. tanggal 08 Agustus 2009 (P.2)
3. Bahwa Pemohon tidak lama setelah menikah dengan Termohon, demi kenyamanan dan keberlangsungan rumah tangga yang baik, Pemohon memutuskan untuk membeli rumah dari sebagian harta yang telah didapatkan dari perkawinan pertamanya tersebut, terletak di Jalan Raya Sengkaling No.187 RT.04 RW.07 Desa Mulyo Agung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, (selanjutnya disebut sebagai harta bersama)
4. Bahwa setelah pernikahan Pemohon dengan Termohon memilih tempat tinggal di rumah kediaman bersama dirumah Pemohon dengan Termohon tersebut, di Jalan Raya Sengkaling No.187 RT.04 RW.07 Desa Mulyo Agung Kecamatan Dau Kabupaten Malang kurang lebih selama 2 tahun 8 bulan, ditempat tersebut juga dipakai usaha berjualan makanan berupa Warung Orin (menjual Aneka lalapan), hal ini untuk menunjang perekonomian rumah tangga. Pemohon dan Termohon telah hidup rukun layaknya suami istri (ba’da dhukul) namun belum dikaruniai
keturunan/anak;
37
a. Pemohon merasakan tidak di hargai oleh Termohon, Termohon ingin menguasai sendri rumah kediaman Pemohon dan membalikkan sertifikat rumah yang sudah dibeli seharga dahulu sekitar Rp.88.000.000,- (delapan puluh delapan juta rupiah) oleh Pemohon, akta Jual Beli Nomor 05/2010 dibuat dihadapan Notaris Eny Dwi Astutik, SH selaku PPAT tertanggal 07 April 2010 (P.3) dan SHM No. 1969 yang diterbitkan dan ditanda tangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Malang tertanggal 20 April 2010, dengan Luas 114 M2 atas nama pemohon)---(P.4) b. Termohon tidak menghargai Pemohon sebagai seorang
suami yang sah yaitu dengan cara Termohon terlalu berani dan seringkali membantah perkataan Pemohon sebagai suami dan imam dalam rumah tangga, sering marah-marah dan tidak menghiraukan nasehat Pemohon. Termohon juga jarang terbuka terkait penghasilan/laba dari warung, bahkan dalam hal ini Pemohon juga tidak menikmati hasil keuntungan dari bisnis tersebut;
38
6. Ketika perselisihan dab pertengkaran terjadi Termohon sering menyepelekan dan atau membentak Pemohon dengan kata-kata kasar yang menyakitkan dan Termohon sering meminta cerai. Bahwa perlu di ingat Gugatan ini pernah diajukan sebelumnya, namun Termohon tidak berubah dan dalam upaya damai/mediasi tidak menemukan titik temu (gagal);
7. Bahwa akibat perselisihan dan pertengkaran tersebut sekitar bulan maret 2012 Pemohon pulang kerumah orang tuannya di Pasuruan (tersebut diatas) selama kurang lebih selama 1 tahun 3 bulan hingga sekarang (tanpa pekerjaan dan penghasilan), selama itu Termohon tidak memperdulikan Pemohon dan tidak lagi ada hubungan lahir batin. Dalam hal ini Pemohon juga mengalami kerugian baik moril maupun materi’il :
Moril berupa : harga diri dan beban pshycolois yang tidak ternilai dengan uang, Materiil berupa :- segala pengeluaranuang untuk
39
- Biaya pengurusan perkara sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah)
8. Bahwa permohonan ini diajukan berdasarkan UU No.1/1974, UU No.3 tahun 2006, pasal 66 Ayat (1) dan Ayat (5) serta Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam;
9. Pemohon senggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini, berdasarkan uraian tersebut diatas, Pemohon mohon kepada Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Malang agar mengadili dan memberikan putusan sebagai berikut :
1. Mengabulakan permohonan cerai talak dan harta bersama Pemohon untuk seluruhnya;
2. Memberikan ijin kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu kepada Termohon;
3. Menyatakan bahwa perkawinan antara Pemohon dengan termohon, yang tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Batu, Kota Batu sebagaimana 484/VII/2009 adalah cerai talak karena putusan pengadilan;
40
5. Menetapkan tanah seluas 114 M2 yang berdiri diatasnya sebuah rumah terletak di jalan Raya Sengkaling No.187 RT.04 RW.07 Desa Mulyo Agung Kecamatan Dau Kabupaten Malang adalah Harta Bersama dan menjadi Hak Milik Pemohon;
6. Menghukum Termohon atau siapa saja yang mendapat hak dari harta bersama tersebut untuk membagi dan menyerahkan ½ (setengah) bagian kepada Pemohon, apabila Termohon keberatan membagi secara fisik/natura maka dapat di eksekusi lelang dengan bantuan balai lelang dan alat Negara/Polisi;
7. Menghukum termohon agar membayar uang paksa (dwangsom\) sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) setiap hari keterlambatan pemenuhan isi putusan sejak perkara ini memperoleh kekuatan hukum tetap (inckraht);
8. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu, walaupun nanti ada upaya verzet, banding dan atau kasasi;
9. Membebankan biaya perkara (cerai talak) kepada Pemohon;
Atau dalam peradilan reformasi yang baik dan mulia kami mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
41
1. Fotocopy Kutipan Akta Nikah Nomor 484/81/VII/2009 tanggal 24 Juli 2009 yang dikeluarkan dan ditanda tangani pleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor urusan Agama Kecamatan Batu, Kota Batu, bermaterai cukup dan cocok dengan aslinya (bukti P.1);
2. Fotocopy kesepakatan bersama atas nama Pemohon dan Monika Maria Nastiningsih Sebastian yang dibuat dihadapan dan disahkan oleh Notaris Loesrianam S>.H., BA., M. KN., Notaris di Kota Pasuruan, Nomor : 81/L/VIII/2009 tanggal 08 Agustus 2009, bermaterai cukup dan cocok degan aslinya (bukti P.2)
3. Fotocopy Akta Jual Beli atas nama M. Anwar Sanusi kepada YS (Pemohon), Nomor 05/2010 tanggal 07 April 2010 yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Kabupaten Malang, bermaterai cukup dan cocok dengan aslinya (bukti P.3);
4. Fotocopy Sertifikat Hal milik No. 1969 Nomor DI.307 10284/2010 DI.208 5200/2010 atas nama YS (Pemohon) tanggal 20 April 2010 yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Kepala Badan Pertahanan Nasional Kabupaten Malang, bermaterai cukup, cocok dengan aslinya (bukti P.4)
42
6. Fotocopy slip pemindahan dana Antara Rekening BCA dari Nomor Rekening 089076695 atas nama YS (Pemohon) kepada nomor Rekening 0111846463 atas nama M. Anwar Sanusi dan kwitansi proses peralihan hak atau balik nama sertifikat hak milik Nomor 1969 tanggal 23 Maret 2000 tanggal 26 April 2010, bermaterai cukup, cocok dengan aslinya (bukti P.6); Terhadap bukti Pemohon tersebut, Termohon menyatakan membenarkan bukti P 1 dan 4 tersebut, dan membenarkan pula bila asli bukti P.4 tersebut berada pada Termohon, sedangkan terhadap bukti P 2, 3, dan 6, Termohon menyatakan tidak tahu menahu;
Pemohon juga menghadirkan dua orang saksi, masing-masing adalah :
Saksi I umur 64 tahun, agama Islam dan pekerjaan sopir alamat dijalan Seruni Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, dibawah sumpahnya didepan sidang memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :
- Bahwa Saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon karena saksi adalah tetangga dekat Pemohon dan Termohon; - Bahwa aksi mengetahui Pemohon dan Termohon adalh
43
- Bahwa saksi mengetahui selama berumah tangga {Pemohon dan Termohon bertempat tinggal di rumah yang dibeli Pemohon, dan belum dikaruniai anak;
- Bahwa saksi mengetahui semula rumah tangga Pemohon dan termohon rukun dan harmonis, namun akhir-akhir ini sudah tidak harmonis lagi, karena sering berselisih dan bertengkar, hanya saja saksi tidak mengetahui penyebab perselisihan dan pertengkaran tersebut;
- Bahwa saksi mengetahui bentuk perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon tersebut adalah cekcok mulut dan sekali mengetahui baju Pemohon sampai robek bahkan seringkali ketika bertengkar, Termohon memutar musik karaoke keras-keras;
- Bahwa saksi mengetahui sendiri (lebih dari 3 kali) perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon;
44
- Bahwa saksi mengetahui upaya merukunkan Pemohon dan Termoon sudah sering dilakukan, akan tetapi tidak berhasil, dan saksi tidak sanggup merukunkan, karena Pemohon sudah bersikukuh menceraikan Termohon;
- Bahwa saksi mengetahui pada sekitar akhir tahun 2009 Pemohon membeli rumah yang terletak di dekat rumah saksi di jalan Raya Sengkaling Nomor 187 RT.04 RW.07 Desa Mulyo Agung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang; - Bahwa saksi mengetahui pembelian rumah tersebut karena
saksi ikut membantu mengukur ukuran rumah tersebut; - Bahwa rumah tersebut saat ini ditempati oleh Termohon
dan anak bawaan Termohon sendiri;
- Bahwa saksi mengetahui rumah tersebut asalnya adalah milik pakdhe istri saksi bernama m. Anwar Sanusi dengan Ukuran Luas 114 M2;
- Bahwa saksi mengetahui yang datang saat pengukuran rumah tersebut adalah pemilik rumah asal (M. Anwar Sanusi) dan Pemohon sendiri YS, Sedangkan Termohon tidak hadir;
- Bahwa saksi mengetahui rumah tersebut ditempati oleh Pemohon dan Termohon sejak tahun 2010;
45
- Bahwa saksi tidak mengetahui uang untuk membeli rumah tersebut, yang saksi tahu adalah anatara Pemohon dengan Pemilik rumah asal sudah ada akta jual beli dari notaris kurang lebihbulan April 2010;
- Bahwa saksi mengetahui dalam kehidupan sehari-hari, Termohon lebih sering berdiam diri di rumah dan jarang membaur dengan tetangga;
Saksi II umur 60 tahun, agama Islam dan pekerjaan dagang. Alamat Desa MulyoAgung, Kecamatan Dau Kabupaten Malang, dibawah sumpahnya memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon karena saksi adalah tetangga dekat Pemohon dan Termohon; - Bahwa saksi mengetahui Pemohon dan Termohon suami
istri, hanya saksi tidak mengetahui tanggal pernikahannya, saksi hanya mengetahui sejak tahun 2010 keduanya rukun dan tinggal di rumah Pemohon yang dekat rumah saksi; - Bahwa saksi mengetahui sejak tinggal di rumah tersebut,
awalnya rumah tangga Pemohon dan Termohon rukun dan harmonis, namun belum dikaruniai anak, akan tetapi akhir-akhir ini sudah tidak harmonis, sering berselisih dan bertengkar;
46
dan Termohon tersebut adalah Termohon sering membantah nasihat Pemohon;
- Bahwa saksi mengetahui akibat pertengkaran tersebut sejak dua tahun terakhir Pemohon dan Termohon pisah tempat tinggal, Pemohon pulang ke rumah orang tuanya di Pasuruan, selama itu Pemohon dan Termohon sudah tidak saling memperdulikan;
- Bahwa saksi tidak pernah merukunkan Pemohon dan Termohon bahkan tidak sanggup merukunkan, karena Pemohon sudah bersikukuh untuk menceraikan Termohon; - Bahwa saksi mengetahui sekitar tahun 2010 Pemohon
membeli rumah dengan ukuran 114 M2 yang terletak di samping kiri rumah yang saksi tempati yaitu terletak di jalan Raya sengkaling Nomor 187 RT.04 RW.07 Desa MulyoAgung Kecamatan Dau Kabupaten Malang;
- Bahwa saksi mengetahui rumah tersebut asalnya milik bapak M. Anwar Sanusi;
- Bahwa saksi tidak mengetahuui asal-usul uang yang dipakai untuk beli rumah, saksi hanya mengetahui Pemohon pernah menunjukkan akta jual beli antara bapak M. Anwar Sanusi kepada Pemohon dari notaris pada tahun 2010;
47
Bahwa atas keterangan saksi-saksi Pemohon, Termohon pada sidang tanggal 22 Januari 2014 tidak memberikan tanggapan apapun;
Bahwa, untuk meneguhkan dalil-dalil jawabannya, Termohon telah mengajukan alat bukti surat berupa :
1. Fotocopy sertifikat hak milik No 1969 Nomor DI.307 10284/2010 DI.208 5200/2010 atas nama YS (Pemohon) tanggal 20 April 2010 yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Malang, bermaterai cukup dan cocok dengan aslinya (bukti T.1);
2. Fotocopy surat pernyataan tertanggal 12 September 2010 yang dibuat dan ditandatangani oleh YS (Pemohon), bermaterai cukup dan cocok dengan aslinya (bukti T.2);
48
4. Fotocopy surat permohonan Cerai Talak tanggal27 Juni 2013 yang terdaftar pada kepaniteraan Pengadilan Agama Kebupaten Malan Register Nomor 3804/Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg., tanggal 27 Juni 2013 yang dibuat dan ditandatangani oleh Pemohon, bermaterai cukup dan cocok dengan aslinya (bukti T.4);
5. Fotocopy surat Permohonan CeraiTalak tanggal 26 September 2013 yang terdaftar pada Kepaniteraan Pengadilan Agama Kabupaten Malang Register Nomor 5680/Pdt.G/2014/PA.Kab.Mlg., tangal 02 Oktober 2013 yang dibuat dan ditandatangani oleh Pemohon, bermaterai cukup dan cocok dengan aslinya (bukti T.5);
6. Fotocopy Kutipan Akta Nikah Nomor 484/81/VII/2009 tanggal 24 Juli 2009 yang dikeluarga dan ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Batu, Kota Batu, bermaterai cukup dan cocok dengan aslinya (bukti T.6);
49
Bahwa, selain alat bukti tertulis tersebut, Termohon juga menghadirkan tiga orang saksi, maisng-masing sebagai berikut :
Saksi I umur 61 tahun, agama Ilam dan pekerjaan Ibu rumah tangga. Alamat Kelurahan Beji, kec Junrejo, Kota Batu, dibawah sumpahnya didepan sidang memberikan keterangan yang pada pkoknya sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon karena saksi adalah kakak kandung Termohon;
- Bahwa saksi mengetahui Pemohon dan Termohon adalah suami istri yang menikah pada tanggal 23 Juli 2009, aksi ikut hadir pada pernikahan tersebut;
- Bahwa saksi mengetahui awal mula membangun rumah tangga Pemohon dan termohon tinggal di Lesti kota Batu, lalu pindah kerumahnya sendiri di jalan Raya Sengkaling Kecamatan Dau, dan selama menikah belum dikaruniai anak;
50
tubuh Termohon) oleh Pemohon terhadap Termohon yang disebabkan karena masalah nafkah, dimana akhir-akhir ini Termohon yang lebih serin mencari nafkah dengan mengajar senam, buka usaha rumah makan, dan usaha salon kecantikan, Pemohon sendiri sudah jarang mendapatkan pekerjaan;
- Bahwa aksi mengetahui akibat pertengkaran tersebut, sudah kurang lebih dua tahun Pemohon dan Termohon pisah tempat tinggal, karena Pemohon pulang ke rumah orang tuanya di pasuruan, selama itu sudah tidaksaling memperdulikan;
- Bahwa saksi mengetahui letak rumah Pemohon dan termohon adalah jalan Sengkaling Nomor 187 Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau Kabupaten Malang, namun saksi tidak hafal batas-batas dan luasnya, dan sepengetahuan saksi, rumah terebut dibeli Pemohon dan Termohon sekitar April 2010 (1 tahun setelah menikah);
- Bahwa aksi mengetahui Pemohon dan Terohon menikah bulan Juli 20019 namun sebelumnya sudah pernah menikah secara irri, hanya saja saksi lupa waktunya;
51
dalam pengurus pembelian rumah tersebut adalah Pemohon;
Bahwa selanjutnya pihak Pemohon dan Termohon menyatakan mencukupkan dengan keterangan saksi tersebut;
Saksi II umur 26 tahun, agama Islam dan pekerjaan karyawan swasta. Alamat kelurahan Pesangrahan, Kecamatan Batu, Kota Batu, dibawah sumpahnya didepaan sidang memberikan keterangan yang pada pkoknyasebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon karena saksi adalah anak kandung Termohon;
- Bahwa saksi mengetahui Pemohon dan Termohon adalah suami istri yang menikah pada tanggal 23 Juli 2009, saksi ikut hadir pada pernikahan tersebut;
- Bahwa saksi mengetahui setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal di lohor Batu kemudian pindah ke rumah sendiri di Jalan Raya Sengkaling Dau sejak tahun 2010, dan selama menikah belum dikaruniai anak;