• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMULIAAN TANAMAN HUTAN CEPAT TUMBUH UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BAHAN BAKU INDUSTRI HILIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMULIAAN TANAMAN HUTAN CEPAT TUMBUH UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BAHAN BAKU INDUSTRI HILIR"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET

BIDANG GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN

PEMULIAAN TANAMAN HUTAN

CEPAT TUMBUH UNTUK

PENINGKATAN KUALITAS

BAHAN BAKU INDUSTRI HILIR

OLEH:

MUDJI SUSANTO

ISBN : 978-623-256-394-0

Kehutanan

(2)

ORASI PENGUKUHAN PROFESOR RISET

BIDANG GENETIKA DAN PEMULIAAN TANAMAN

PEMULIAAN TANAMAN HUTAN

CEPAT TUMBUH UNTUK

PENINGKATAN KUALITAS BAHAN

BAKU INDUSTRI HILIR

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

JAKARTA, 3 DESEMBER 2020

OLEH:

(3)

@2020 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Pemuliaan Tanaman Hutan Cepat Tumbuh untuk Peningkatan Kualitas Bahan Baku Industri Hilir/Mudji Susanto. Bogor - IPB Press 2020. x hlm. + 78 hlm.; 14,8 x 21 cm

ISBN: 978-623-256-394-0 1. Pemuliaan Sifat Genetik 2. Industri Hilir

3. Benih Unggul

Copyeditor : Aditya Dwi Gumelar, S.Hut Proofreader : Atika Mayang Sari, S.P

Penata Isi : Kemal Mubarok, SE

Desainer Sampul : Mudji Susanto

Foto Sampul : Kebun Benih Uji Keturunan Kayu Putih, Akasia, Manglid, dan Sengon; Industri Pulp/Kertas, Minyak Kayu Putih, dan Kayu Pertukangan

Diterbitkan oleh:

PT Penerbit IPB Press

Anggota IKAPI

Jalan Taman Kencana No. 3, Bogor 16128 Telp. : 0251 - 8355 158

(4)

BIODATA RINGKAS

Mudji Susanto lahir di Purworejo, Jawa Tengah, tanggal 30 Juli 1965, sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Soepardi Purwoharsono (Alm.) dan Ibu Djohar Rochmah (Almh.). Menikah dengan Widianingsih pada tahun 1992 dan dikarunai dua orang putra, yaitu Aryo Prabowo, S.T. dan Wisnu Reno Wijaya, S.Ak.

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Kepres Nomor 38/M Tahun 2019 Tanggal 31 Mei 2019 sebagai Peneliti Ahli Utama terhitung mulai 31 Mei 2018.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Litbang dan Inovasi Nomor: SK.89/LITBANG/SET.12/PEG.8/9/2020 tanggal 28 September 2020 tentang Pembentukan Majelis Pengukuhan Profesor Riset, yang bersangkutan dapat melakukan pidato pengukuhan Profesor Riset.

Menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Ganggeng Purworejo tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Purworejo tahun 1982, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Purworejo tahun 1985. Memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada tahun 1991, gelar Magister Pertanian bidang Ilmu Kehutanan dari Program Pascasarjana Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Gadjah Mada tahun 2003, dan gelar Doktor bidang Ilmu Kehutanan dari Universitas Gadjah Mada tahun 2014.

(5)

Mengikuti beberapa pelatihan terkait dengan bidang kompetensinya, antara lain Wood Properties Improvement and

Seed Source Establishment di Hokkaido, Japan tahun 1995,

Training Course for Statistical Considerations in the Production

of High Quality Seed from Planted Trees di Yogyakarta tahun

1997, Study for Tree Seed di Canberra, Australia tahun 1999, A course of training for evaluating oil yields of individuals and

families of Melaleuca cajuputi di Canberra, Australia tahun

2001, Training for Cajuput Oil Analysis and Tree Breeding

Implication di Canberra dan Lismore, Australia tahun 2003,

Study of Wood Properties for Forest Tree Breeding di Kyushu

University, Fukuoka, Japan tahun 2010/2011.

Jabatan fungsional peneliti diawali sebagai Asisten Peneliti Muda golongan III/b tahun 1998, Ajun Peneliti Muda golongan III/c tahun 2000, Peneliti Madya golongan IV/a tahun 2005, Peneliti Madya golongan IV/b tahun 2009, Peneliti Madya golongan IV/c tahun 2014, dan Peneliti Ahli Utama golongan IV/d bidang genetika dan pemuliaan tanaman tahun 2019.

Menghasilkan 90 karya tulis dan publikasi ilmiah, baik yang ditulis sendiri maupun dengan penulis lain dalam bentuk buku, jurnal, prosiding dan makalah. Sebanyak 16 karya tulis ilmiah ditulis dalam bahasa Inggris.

Ikut serta dalam kegiatan ilmiah dan pembinaan kader ilmiah, di antaranya sebagai pembimbing dan penguji S1/ S2 pada Universitas Gadjah Mada dan Universitas Pertanian INTAN Yogyakarta. Anggota Dewan Redaksi Jurnal Penelitian Hutan Tanaman; Dewan Redaksi Wana Benih; dan Dewan Redaksi Informasi Teknis. Anggota PERIPI sejak 2013 sampai sekarang, Anggota HIMPENINDO DIY 2019 sampai sekarang, dan Anggota Masyarakat Biodiversitas Indonesia (MBI) sejak 2019 sampai sekarang.

(6)

Menerima tanda penghargaan Satya Lencana Karya Satya X-Tahun 2004 dan XX-Tahun 2014. Produk Iptek Litbang Sengon Toleran Penyakit Karat Tumor Tahun 2014. Produk Iptek Litbang Benih Unggul untuk Produksi Minyak Kayu Putih di Indonesia Tahun 2014.

(7)
(8)

DAFTAR ISI

BIODATA RINGKAS ... iii

DAFTAR ISI ... vii

PRAKATA PENGUKUHAN ...ix

I. PENDAHULUAN ...1

II. PERKEMBANGAN IPTEK PEMULIAAN TANAMAN HUTAN DI INDONESIA ...4

2.1 Pemuliaan Tanaman Hutan Sebelum Tahun 1990 ...4

2.2 Pemuliaan Tanaman Hutan Sesudah Tahun 1990 ...5

III. PERBAIKAN GENETIK SIFAT TANAMAN HUTAN BERDASARKAN KEBUTUHAN INDUSTRI HILIR ...9

3.1 Industri Bahan Baku Kayu ...9

3.2 Industri Bahan Baku Bukan Kayu ...13

IV. TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PENDUKUNG PEMULIAAN ...16

4.1 Teknologi Pengujian Kayu dan Pemuliaan Molekuler ...16

4.2 Manajemen Sumber Benih ...19

V. KESIMPULAN ...22

VI. PENUTUP ...23

UCAPAN TERIMA KASIH ...24

(9)

LAMPIRAN ...41

DAFTAR PUBLIKASI ILMIAH...49

DAFTAR PUBLIKASI LAINNYA ...64

DAFTAR SK PELEPASAN BENIH UNGGUL ...67

(10)

PRAKATA PENGUKUHAN

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Majelis Pengukuhan Profesor Riset dan hadirin yang saya hormati.

Mengawali orasi ini, saya mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita

berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat wal-afiat. Pada

kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka pengukuhan Profesor Riset bidang Genetika dan Pemuliaan Tanaman pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sesuai dengan latar belakang ilmu dan penelitian yang saya tekuni selama ini, perkenankanlah saya menyampaikan orasi ilmiah, dengan judul:

PEMULIAAN TANAMAN HUTAN CEPAT TUMBUH UNTUK PENINGKATAN KUALITAS BAHAN BAKU

(11)
(12)

I. PENDAHULUAN

Sejarah pemuliaan tanaman hutan (tree improvement) di awali dengan adanya kebutuhan industri hasil hutan yang terus meningkat. Di sisi lain, lahan hutan dari masa ke masa mengalami pengurangan kuantitas dan kualitasnya melalui proses yang dikenal dengan istilah deforestasi dan degradasi lahan hutan. Deforestasi atau kehilangan hutan masih terus berlangsung, dimana setiap tahun berkurang seluas 439.400 ha1.

Permasalahan tersebut menuntut sistem pengelolaan hutan secara profesional di lahan terbatas dengan mendorong program hutan tanaman secara lestari yang diimbangi peningkatan produksi dan kualitas yang disesuaikan dengan permintaan pasar atau masyarakat yang dinamis. Hutan tanaman di Indonesia telah diusahakan oleh berbagai kelompok masyarakat maupun perusahaan yang memegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Tanaman (IUPHHK).

Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia dimulai sejak tahun 1980 dan sampai dengan tahun 2016 luasnya sudah mencapai 4,9 juta ha dengan target seluas 12,7 juta ha di tahun 2025. Tanaman di HTI tersebut didominasi jenis Akasia (Acacia mangium)sebagai bahan baku untuk industri kayu olahan pulp dan kertas2,3. Perum Perhutani sampai tahun 2014 telah membuat hutan tanaman jenis kayu putih (Melaleuca cajuputi subs. cajuputi) seluas 248.756 ha, jati (Tectona grandis) seluas 1.075.441 ha, pinus (Pinus merkusii) seluas 494.073 ha, mahoni

(Sweitenia spp) seluas 79.103 ha dan sengon (Paraserianthes

moluccana) seluas 11.938 ha untuk memenuhi industri kayu

(13)

Di Indonesia selain HTI dan hutan tanaman Perum Perhutani maka terdapat hutan rakyat dengan luas 3.589.343 ha di mana 77,98% berada di Pulau Jawa7. Hutan rakyat di Pulau Jawa terdiri atas jenis jati, sengon, mahoni, manglid (Manglieta

glauca), gmelina (Gmelina arborea), warugunung (Hibiscus

macrophyllus), lamtoro (Leucaena leucocephala), dan kaliandra (Calliandra calothyrsus).

Hutan tanaman di Indonesia belum semuanya menggunakan benih unggul, sehingga pencapaian produksi dan kualitas belum optimal. Di sisi lain industri hilir menuntut peningkatan produksi dan kualitas hasil hutan guna mencukupi bahan baku agar sesuai dengan kapasitas industri. Kapasitas terpasang industri pulp dan kertas masing-masing 7,9 juta ton per tahun untuk pulp dan 12,9 juta ton per tahun untuk kertas, sedangkan realisasi sebesar 6,4 juta ton untuk pulp dan 10,4 juta ton untuk kertas8. Kapasitas industri minyak kayu putih terpasang sebesar 53.760 ton per tahun sedangkan realisasi sebesar 600 ton dengan rendemen minyak sebesar 1%9. Kebutuhan kayu pertukangan sebesar 70.013.474 m3 per tahun, sementara produksi kayu bulat dari hutan tanaman sebesar 19.554.418 m3 10.

Guna memenuhi tuntutan industri terhadap suatu jenis yang diusahakan dalam hutan tanaman, program pemuliaan tanaman hutan merupakan upaya yang tepat, karena dapat menghasilkan benih unggul dari suatu jenis tanaman dengan sifat-sifat seperti yang diperlukan oleh industri hilir. Namun program pemuliaan tanaman hutan selama ini masih sebatas peningkatan pertumbuhan tanaman dan belum sampai ke peningkatan kualitas kayu maupun kualitas bukan kayu, sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan industri hilir.

(14)

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka sangat diperlukan program pemuliaan peningkatan pertumbuhan tanaman dan kualitas kayu maupun bukan kayu. Pemuliaan tanaman hutan dilakukan melalui serangkaian seleksi untuk mendapatkan pohon unggul di antaranya melalui uji keturunan, uji klon hingga penyerbukan terkendali. Dukungan pengembangan berbagai marka DNA dilakukan untuk membantu akurasi proses seleksi dalam rangka memperoleh benih unggul. Teknologi dan manajemen yang diterapkan di kebun benih sebagai pendukung pemuliaan sangat diperlukan untuk mengatur perolehan benih unggul.

Orasi ini memaparkan tentang perkembangan terkini dan masa depan Iptek pemuliaan tanaman hutan di Indonesia, di mana pemuliaan tanaman hutan cepat tumbuh yang telah berhasil dilakukan sampai menghasilkan benih unggul akasia, ekaliptus, kayu putih, dan jenis-jenis kayu pertukangan; serta teknologi dan manajemen pemuliaannya.

(15)

II. PERKEMBANGAN IPTEK PEMULIAAN TANAMAN HUTAN DI INDONESIA

Program pemuliaan tanaman hutan di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1930-an dengan berbagai strategi pemuliaan yang secara garis besar dapat dibagi dalam dua masa, yaitu sebelum tahun 1990 dan sesudah tahun 1990. Salah satu alasan tahun 1990 menjadi batas masa adalah: Workshop Timber Estate “Kini Menanam Esok Memanen” yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1984 sebagai cikal bakal pembangunan HTI; Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.7 Tahun 1990 tentang Hak Pengusahaan HTI; dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts-II/95 tahun 1995 tentang Tata Ruang HTI.

2.1 Pemuliaan Tanaman Hutan Sebelum Tahun 1990

Awal ilmu genetika modern dimulai dengan adanya karya dari Mendel di tahun 1900, kemudian berkembang menjadi dasar ilmu pemuliaan. Program pemuliaan pohon dimulai pada tahun 1920 di Amerika Serikat dan Denmark, tahun 1926 di Swedia. New Zealand membuat program pemuliaan pertama

kali tahun 1969 terhadap Douglas-fir (Pseudotsuga menziesii), namun tahun 1957 telah membangun uji provenans terhadap jenis tersebut 11.

Di Indonesia program pemuliaan pohon pertama kali dilakukan tahun 1932 dengan uji provenans jati oleh Balai Penjelidikan Kehutanan (Bosbouw Proefstation), Jawatan Kehutanan yang ditanam di 4 (empat) tempat yaitu KPH Ngawi, KPH Randublatung, KPH Bojonegoro dan KPH Blitar12. Program pemuliaan jati tersebut terhenti dengan adanya perubahan pemerintahan dari

(16)

Pada tahun 1978 program pemuliaan tanaman hutan dimulai oleh Prof. Oemi Haniin dari Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan melakukan uji keturunan pinus

(Pinus merskusii) di 3 (tiga) ulangan tempat, yaitu di BKPH

Sempolan (KPH Jember), Baturaden dan Sumedang. Uji keturunan pinus tersebut menguji 1.000 pohon induk (famili) yang berasal dari sebaran alam Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Pada tahun 1981 Perum Perhutani mulai melakukan penyusunan program pemuliaan jati dan tahun 1988, Perum Perhutani bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan UGM, membangun kombinasi uji provenans dan uji keturunan jati di Jember dan Wanagama 13,14.

2.2 Pemuliaan Tanaman Hutan Sesudah Tahun 1990

Sesudah tahun 1990, terdapat 2 (dua) isu yang sangat penting. Isu pertama adalah terjadinya perubahan iklim karena efek gas rumah kaca (GRK), sedangkan isu kedua adalah kesesuaian HTI sebagai pemasok bahan baku industri hilir sesuai standar. Tanaman hutan mempunyai peranan yang besar terhadap kedua persoalan pokok tersebut.

2.2.1 Pemuliaan Tanaman Hutan untuk Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim

Salah satu penyebab perubahan iklim adalah terjadinya emisi gas rumah kaca akibat deforestasi dan degradasi hutan , sehingga menyebabkan pemanasan global. Senyawa-senyawa yang menyebabkan GRK adalah karbon dioksida (CO2), nitro oksida (NOx), sulfur oksida (SOx), metana (CH4), chloroflurocarbon (CFC) dan hydrofluorocarbon (HFC).

(17)

Pada tahun 2012, BBPPBTH telah mengambil langkah untuk berkontribusi mengurangi GRK dengan membuat program pemuliaan uji jenis tanaman hutan. Tujuan pemuliaan tersebut adalah untuk mendapatkan jenis tanaman hutan yang memiliki daya adaptasi terhadap kekeringan dalam rangka mengantisipasi dampak perubahan iklim. Hasil pemuliaan uji jenis tersebut menunjukkan beberapa jenis tanaman hutan mempunyai adaptasi terhadap kekeringan, yaitu: johar (Casea seamea), kemiri (Aleuretes mollucana), cidrela (Cidrela odorata) jati dan akasia15. Pada tahun 2020, Fakultas Kehutanan, IPB telah melakukan penelitian pemuliaan molekuler dalam rangka upaya pemulihan rawa gambut tropis di Indonesia dengan mendeteksi gen adaftif pada jenis Drybalanops aromatica 92.

2.2.2 Pemuliaan Tanaman Hutan untuk HTI/Hutan Rakyat

Pada tahun 1992/1993 Unit Proyek Sumber Benih, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Kementerian Kehutan berkerja sama dengan Japan International

Cooperation Agency (JICA) dan Fakultas Kehutanan, UGM

membuat program pemuliaan pohon jenis cepat tumbuh untuk menghasilkan benih unggul dalam rangka mencukupi kebutuhan bibit HTI di Indonesia. Jenis cepat tumbuh yang ditangani adalah akasia, ekaliptus, dan sengon16,17,18,19,20. Program pemuliaan tersebut didukung dengan berbagai laboratorium antara lain: laboratorium kayu, laboratorium DNA Molekuler, laboratorium kultur jaringan, laboratorium benih, laboratorium hama penyakit, dan laboratorium data analisis.

Pada tahun 1996 Proyek Sumber Benih diserahkan ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPPBPTH), Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Selanjutnya BBPPBPTH

(18)

membuat program pemuliaan tanaman hutan bekerja sama dengan lembaga-lembaga riset lainnya baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kerja sama dengan lembaga riset dalam negeri antara lain: Perum Perhutani, PT. Inhutani III, PT. Indah Kiat, PT. Musi Hutan Persada, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kehutanan Provinsi D.I. Yogyakarta, Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu. Kerja sama dengan lembaga riset luar negeri antara lain: JICA dan CSIRO

Forestry and Forest Product-Australian Tree Seed Centre,

Australia. Penelitian pemuliaan tanaman hutan tersebut ada 2 peruntukan yaitu: penelitian pemuliaan tanaman untuk industri kayu olahan dan penelitian pemuliaan tanaman untuk industri hasil hutan bukan kayu.

Hingga tahun 2020 BBPPBTH telah mempunyai lebih dari 40 plot uji keturunan/klon dari berbagai jenis yang tersebar di seluruh Indonesia. Jenis tersebut meliputi: akasia, ekaliptus, meranti (Shorea spp), sengon, kayu putih, jati, mahoni, manglid, gmelina, jabon, warugunung, pulai (Alstonia angustiloba), araukaria (Araucaria cuninghamii), cendana (Santalum album), lamtoro, kaliandra, nyamplung (Calophyllum inophyllum), suren (Toona sureni), dan nyawai (Ficus variegate) 21.

Fakultas Kehutanan, IPB juga telah melakukan serangkaian pemuliaan tanaman hutan sebagai berikut: Pemuliaan jenis jabon di Parung Panjang kerja sama dengan Seameo Biotrop dan BP2TPTH-KLHK; Pemuliaan sengon resisten boktor dan karat puru kerja sama dengan Perum Perhutani; Pemuliaan E.

deglupta kerja sama dengan PT ITCI HUTANI MANUNGGAL;

dan Penelitian Bioteknologi untuk mendukung Konservasi Sumberdaya Genetik Tanaman Hutan dan Pemuliaan dari jenis dipterokarpa dan lainnya melalui kajian genomik, transkriptomik,

(19)

DNA Barcode dan lain sebagainya93. Selanjutnya, melalui pengembangan kapasitas penelitian pemuliaan serta berbagai kerja sama antara lembaga penelitian/universitas dengan pihak swasta, kemajuan program pemuliaan di perusahaan hutan tanaman semakin berkembang. Pelaksanaan penelitian pemuliaan dari berbagai jenis tanaman tersebut tidak lepas dari sifat yang akan dimuliakan secara genetik sesuai kebutuhan industri hilir.

Pemuliaan dengan penerapan teknologi rekayasa genetik belum banyak dilakukan di kehutanan, sehingga belum banyak dijumpai tanaman hutan hasil rekayasa genetik22. Pada tahun 2000 di Belgia rekayasa genetik untuk mengubah struktur lignin guna menghasilkan pohon yang lebih mudah diproses untuk industri pulp telah dilakukan pada jenis Poplar23. Pada tahun 2010 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan rekayasa genetik terhadap jenis sengon untuk meningkatkan pertumbuhan dan sifat kayu24. Namun,

hingga saat ini skema serifikasi hutan lestari sukarela seperti

yang dibangun FSC (Forest Stewardship Council) melarang penggunaan produk GMO (Genetically Modified Organism). Langkah yang dipandang tepat untuk mengatasi larangan GMO dalam pemuliaan molekuler ke depan adalah dengan teknologi

genome editing yang merupakan teknologi untuk merubah

susunan DNA pada lokasi tertentu di genom suatu organisme. Salah satu metode genome editing yang memiliki presisi lebih tinggi adalah Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR)25.

(20)

III.

PERBAIKAN GENETIK SIFAT TANAMAN HUTAN BERDASARKAN KEBUTUHAN

INDUSTRI HILIR

Pemulian tanaman hutan pada dasarnya merupakan suatu penelitian aplikatif yang ditujukan untuk menghasilkan benih unggul secara genetik melalui sistem seleksi berulang berdasarkan fenotipe individu tanaman yang mempunyai nilai genetik atau kinerja pemuliaan (breeding value) yang terbaik. Seleksi tanaman dapat dilakukan bila sifat yang dimuliakan mempunyai keragaman genetik yang cukup luas. Keragaman genetik tersebut ditunjukkan oleh nilai heritabilitas di uji keturunan atau repitabilitas di uji klon dari sifat yang dimuliakan yang akan diturunkan kepada generasi berikutnya. Penentuan sifat yang akan dimuliakan terhadap jenis tanaman hutan tersebut seyogianya didasarkan oleh kebutuhan bahan baku industri hilir berdasarkan referensi pengguna serta hasil kerja sama dengan HPH HTI maupun Perum Perhutani.

3.1 Industri Bahan Baku Kayu

Kebutuhan bahan baku kayu untuk industri kayu olahan di Indonesia sebesar 63,50 juta m3/tahun26, sedangkan produksi kayu nasional dari hutan alam dan hutan tanaman sebesar 47,25 juta m3/tahun, sehingga kebutuhan belum bisa tercukupi27. Oleh karena itu, diperlukan penelitian pemuliaan untuk menghasilkan benih unggul yang dapat meningkatkan riap volume dan kualitas kayu. Selanjutnya BBPPBPTH melakukan penelitian pemuliaan kayu untuk industri kayu olahan yaitu industri pulp/kertas dan industri kayu pertukangan.

(21)

3.1.1 Industri Pulp dan Kertas

Bahan baku kayu masih mengalami kekurangan sebesar 1,5 juta ton untuk memenuhi kapasitas industri pulp dan kertas7, sehingga diperlukan jenis dan genotipe tanaman hutan unggul untuk meningkatkan riap volume dan kualitas kayu.

Industri pulp dan kertas memerlukan bahan baku kayu yang mempunyai sifat-sifat kayu yang cocok untuk produksi pulp. Jenis tanaman yang diusahakan dalam HTI saat ini didominasi oleh jenis akasiadan ekaliptus. Kedua jenis tersebut tergolong jenis tanaman cepat tumbuh dan mempunyai sifat-sifat kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku Industri Pulp untuk Kertas.

Akasia dan ekaliptus telah dimuliakan oleh BBPPBPTH sejak 1993, dimana penulis merupakan salah satu anggota tim pemulia. Pemuliaan akasia menguji pohon induk (famili) yang cukup banyak dari sebaran alam di Papua New Guinea dan Queensland-Australia, demikian juga pemuliaan ekaliptus juga menguji pohon-pohon induk dari sebaran alam dari Papua New Guenea dan Papua-Indonesia 16,17. Gambar uji keturunan akasia dan ekaliptus disajikan dalam Lampiran 2 pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Sifat yang dimuliakan di kedua jenis tersebut adalah riap volume (pertumbuhan) dan kualitas kayu. Pustaka menyebutkan bahwa beberapa sifat kayu yang berpengaruh dalam produksi pulp untuk kertas antara lain; berat jenis kayu, dimensi serat, zat ekstraktif kayu, lignin dan selulosa 28.

Hasil penelitian jenis akasia dan ekaliptus menunjukkan adanyakeragaman genetik yang tinggi pada berat jenis kayu,

dimensi serat, kadar holoselulosa, dan kadar α-selulosa namun

(22)

ekstraktif kayu. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai heritabilitas dan nilai kisaran yang yang cukup tinggi diantara individu pohon (disajikan dalam Lampiran 1 pada Tabel 1 dan Tabel 2), sehingga sifat-sifat kayu tersebut dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan industri pulp dan kertas. Pemuliaan sifat kayu akasia dan ekaliptus melalui seleksi individu telah diperoleh

peningkatan genetik yang signifikan, panjang serat dapat

ditingkatkan sampai 1,20 mm, kadar holoselulosa sampai

83,74% dan kadar α-selulosa sampai 82,44%, sehingga

kedua jenis tersebut dapat meningkatkan kualitas pulp dan kertas3,29,30,31,32,33,34,35,36. Pemuliaan tanaman akasia telah memperlihatkan adanya keragaman genetik pertumbuhan yang cukup tinggi 37,38, sehingga riap volume dapat ditingkatkan dari 20 m3/ha//tahunmenjadi 40 m3/ha//tahun 39, dan ekaliptus dapat ditingkatkan dari 15 m3/ha/tahun sampai dengan 30 m3/ha/ tahun 40. Benih unggul akasia dan ekaliptus bila dibandingkan dengan tanaman bukan hasil pemuliaan maka terjadi peningkatan sampai 100%.

Pemuliaan jenis Araukaria ditujukan untuk alternatif industri biofarmaka maupun industri pulp/kertas. Sifat yang dimuliakan terhadap jenis tersebut adalah pertumbuhan, kualitas kayu untuk pulp maupun getah untuk biofarmaka. Pemuliaan jenis tersebut menguji pohon-pohon induk yang berasal dari sebaran alam Papua (Fakfak, Jayapura, Serui, Wamena, dan Manokwari) dan Queensland-Australia. Gambar uji keturunan Araukaria disajikan dalam Lampiran 2 pada Gambar 3. Pemuliaan jenis tersebut memperlihatkan adanya keragaman genetik yang tinggi yang ditunjukkan nilai heritabilitas yang sangat tinggi terhadap pertumbuhan, sifat kayu dan getah 41,42 (disajikan dalam Lampiran 1 pada Tabel 1).

(23)

3.1.2 Industri Kayu Pertukangan

Industri kayu pertukangan memerlukan jenis tanaman kayu dengan riap volume dan kualitas kayu yang tinggi, sehingga sifat tanaman yang dimuliakan adalah pertumbuhan tinggi,

diameter batang, dan sifat fisik kayu. Selanjutnya BBPPBPTH

melakukan penelitian pemuliaan kayu pertukangan, dimana penulis merupakan ketua tim pemulia. Jenis kayu pertukangan meliputi jenis jati, pulai, mahoni, sengon, manglid, warugunung, dan meranti 21. Evaluasi terhadap sifat kayu sampai tahun 2020 masih dalam proses. Gambar uji keturunan jenis-jenis kayu pertukangan disajikan dalam Lampiran 2 pada Gambar 4 sampai dengan Gambar 9, dan populasi Meranti pada Gambar 10.

Pemuliaan jenis jati telah dilakukan dengan menguji klon dan pohon-pohon induk dari sebaran alam. Jenis tersebut memperlihatkan adanya keragaman genetik yang cukup tinggi yang ditunjukkan oleh nilai repitabilitas dan heritabilitas pada tinggi pohon dan diameter batang (disajikan pada Lampiran 1 pada Tabel 1), sehingga riap volume dapat ditingkatkan secara genetik dan menghasilkan benih unggul klon jati, dengan riap volume dari 10 m3/ha/tahun menjadi 24,38 m3/ha/ tahun43,44,45,46,47,48,49.

Pemuliaan jenis pulai dan mahoni dengan menguji pohon induk yang cukup banyak yang berasal dari sebaran hutan alam maupun hutan tanaman. Kedua jenis tersebut mempunyai keragaman genetik yang cukup tinggi dengan ditunjukkan nilai heritabilitas yang cukup tinggi terhadap sifat pertumbuhan (disajikan dalam Lampiran 1 Tabel 1), sehingga kedua jenis tersebut dapat ditingkatkan riap volumenya melalui seleksi individu pohon 50,51,52,53.

(24)

Pemuliaan sengon dilakukan dengan 3 (tiga) periode yaitu tahun 1996, 2011, dan 2014. Periode pertama ditujukan untuk meningkatkan riap volume kayu, periode kedua dan ketiga ditujukan untuk ketahanan penyakit karat tumor. Pemuliaan sengon menguji pohon induk yang barasal dari hutan alam di Papua, Solomon dan hutan tanaman di Jawa. Sengon mempunyai keragaman genetik pertumbuhan maupun ketahanan karat tumor yang cukup yang ditunjukkan nilai heritabilitas yang sedang untuk kedua sifat tersebut (disajikan dalam Lampiran 1 Tabel 1), sehingga dapat dilakukan seleksi untuk meningkatkan riap volume dan ketahanan terhadap penyakit karat tumor. Riap volume dapat ditingkatkan dari 27 m3/ha/tahun menjadi 54 m3/ ha/tahun 54,55,56,57,58,59.

Pemuliaan manglid dan warugunung dilakukan secara bersamaan untuk mendukung kebutuhan kayu pertukangan jenis alternatif di Indonesia. Pemuliaan jenis tersebut dengan menguji pohon induk dengan jumlah yang cukup yang berasal dari sebaran alam maupun hutan tanaman di Pulau Jawa. Kedua jenis tersebut mempunyai keragaman genetik yang tinggi untuk sifat pertumbuhan dengan ditunjukkan nilai heritabilitas yang tinggi (disajikan dalam Lampiran 1 Tabel 1), sehingga pertumbuhan untuk kedua jenis tersebut dapat ditingkatkan untuk menghasilkan benih unggul 60,61,62,63.

3.2 Industri Bahan Baku Bukan Kayu

Industri hasil hutan bukan kayu meliputi industri industri minyak atsiri dan industri kayu energi. Industri minyak atsiri (kayu putih) memerlukan benih unggul dari tanaman kayu putih agar produksi dan kualitas dapat ditingkatkan. Produksi minyak kayu putih di Indonesia saat ini diperkirakan 650 ton/tahun dan rendemen minyak kayu putih di industri hilir besarnya di bawah 1%, sedangkan kebutuhan sebesar 3.500 ton per tahun 64.

(25)

Pada tahun 1995/1996 BBPPBPTH berkerja sama dengan

CSIRO Forestry and Forest Product-Australian Tree Seed

Centre, Australia memulai melakukan pemuliaan tanaman

kayu putih, dimana penulis merupakan salah satu anggota tim pemulia. Gambar uji keturunan kayu putih disajikan dalam Lampiran 2 Gambar 12. Pemuliaan tanaman kayu putih bertujuan menghasilkan benih unggul yang mempunyai produksi biomasa daun (pertumbuhan), rendemen minyak dan kadar cineole yang tinggi dalam rangka meningkatkan produksi dan kualitas minyak kayu putih di Indonesia.

Pemuliaan tanaman kayu putih menguji pohon induk yang cukup banyak yang berasal dari sebaran alam di Kepulauan Maluku dan Australia bagian utara 65,66,67. Kayu putih mempunyai keragaman genetik yang tinggi dengan ditunjukkan oleh nilai heritabilitas yang tinggi terhadap sifat minyak (disajikan dalam Lampiran 1 Tabel 1), sehingga dapat dilakukan seleksi dan menghasilkan benih unggul dengan rerata rendemen minyak 2% dan kadar cineole-1,8 % di atas 60%. Benih unggul tersebut bila dibandingkan dengan tanaman bukan hasil pemuliaan maka telah diperoleh peningkatan rendemen minyak kayu putih sampai 100% 9,65,66,67,68,69. Benih unggul tanaman kayu putih telah dilakukan pelepasan tahun 2004 dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.372/MENHUT-VIII/2004 dan tahun 2015 dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik IndonesiaNomor SK 352/Menlhk-Setjen/2015.

Pemuliaan sifat tanaman hutan untuk kebutuhan industri bahan baku kayu dan bukan kayu mempunyai target dalam menghasilkan benih unggul secara genetik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Republik Indonesia telah mengeluarkan peraturan di tahun 2020 dengan No: P.3/ MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2020, peraturan tersebut antara

(26)

lain mengatur kegiatan pemuliaan tanaman hutan, benih unggul dan sumber benih. Penelitian pemuliaan tanaman hutan yang telah dilaksanakan oleh BBPPBPTH sangat mendukung peraturan menteri tersebut, karena benih unggul yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam program hutan tanaman untuk industri bahan baku kayu maupun industri

hasil hutan bukan kayu. Hasil perhitungan analisis finansial

perkebunan kayu putih di Biak Timur seluas 5 ha dengan menggunakan benih unggul kayu putih dengan asumsi jangka waktu 25 tahun, maka diperoleh NPV (Net Present Value) sebesar Rp 757.171.972; IRR (Internal Rate of Return) sebesar 72,74% dan BCR (Benefit-Cost Ratio) sebesar 1,77 70.

(27)

IV. TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PENDUKUNG PEMULIAAN

Program pemulian tanaman hutan untuk menghasilkan benih unggul akan mencapai tujuan yang diinginkan jika teknologi dan manajemen sumber benih dipraktikkan dengan baik (good

management practice).

4.1 Teknologi Pengujian Kayu dan Pemuliaan Molekuler

Teknologi pengujian kayu dan pemuliaan molekuler diperlukan untuk menghasilkan benih unggul tanaman hutan dalam waku yang relatif singkat.

4.1.1 Teknologi Non-destruktif

Pengukuran sifat tanaman yang spesifik (selain sifat

pertumbuhan tanaman) yang harus dimuliakan terhadap semua individu tanaman yang diuji di lapangan mempunyai permasalahan yang cukup besar. Permasalahan tersebut antara lain: kesulitan pengukuran, kesalahan (error) pengukuran, biaya pengukuran yang tinggi dan rasa kebosanan. Pengukuran

sifat spesifik (sifat kayu/minyak) terhadap pohon berdiri di

lapangan yang jumlahnya sampai ribuan tanaman yang diuji, sulit untuk dilakukan. Pengambilan sampel (sampel kayu maupun sampel daun) yang tepat dengan ukuran yang sesuai akan merusak tanaman yang diuji. Kesalahan letak pengambilan sampel kayu atau daun akan menyebabkan kesalahan terhadap data yang dianalisis dalam seleksi tanaman yang dipilih untuk menghasilkan benih unggul. Pengambilan sampel kayu atau daun dalam waktu yang bersamaan dari pohon yang berdiri dengan jumlah tanaman sampai ribuan akan mengalami kebosanan.

(28)

Analisis sampel kayu atau sampel daun dengan jumlah sampel yang sangat banyak memerlukan waktu yang cukup lama dan memakan biaya yang cukup besar.

Guna mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan strategi seleksi dengan menggunakan sifat lain yang mempunyai korelasi genetik. Berdasarkan penelitian pemuliaan sifat kayu yang dilakukan di uji keturunan akasia, menunjukkan adanya korelasi genetik antar sifat kayu, sehingga pengukuran berat jenis kayu, kadar holoselulosa, kadar ekstraktif kayu, kadar lignin dan

kadar α-selulosa setiap individu pohon dapat dilakukan dengan

cara yang mudah, yaitu dengan prediksi menggunakan sifat lainnya 71,72,73. Pilodyn penetration adalah alat untuk mengukur kekerasan kayu. Data atau angka hasil pengukuran dengan alat ini dapat digunakan untuk seleksi tanaman yang mempunyai

berat jenis, kadar ekstraktif kayu, kadar α-selulosa, kadar

lignin dan kadar holoselulosa yang diinginkan. Angka Pilodyn

penetration mempunyai korelasi genetik yang tinggi terhadap

sifat-sifat kayu 3.

Pengerjaan penyulingan daun untuk mengukur rendemen minyak kayu putih memerlukan waktu yang sangat lama dengan ketelitian yang ketat dan biaya yang besar apabila menggunakan alat suling gas konvensional. Penyulingan daun kayu putih secara konvensional dapat digantikan secara mudah melalui analisis gas chromatography (GC), angka rendemen minyak hasil penyulingan konvensional dengan angka rendemen minyak hasil analisis GC mempunyai korelasi yang positip dan kuat 74, sehingga untuk keperluan seleksi individu tanaman kayu putih yang mempunyai rendemen unggul, digunakan analisis GC 69. Selain GC rendemen minyak dan kadar cineole-1.8 juga dapat dideteksi secara mudah dengan menggunakan Near Infrared (NIR) Spectroscopy75.

(29)

4.1.2 Teknologi Molecular Breeding

Pemuliaan tanaman hutan memerlukan waktu yang cukup lama karena tanaman hutan memiki umur daur yang relatif lebih lama dibandingkan dengan tanaman pertanian. Di sisi lain, hutan tanaman di Indonesia memerlukan benih unggul yang segera harus dipenuhi, sehingga diperlukan strategi pemuliaan tanaman hutan dengan waktu yang singkat guna menghasilkan benih unggul. Sebuah tantangan baru adalah memuliakan jenis tanaman Meranti dalam waktu yang singkat untuk memperoleh benih unggul. Tantangan tersebut dapat dilakukan dengan

molecular breeding, sehingga pemuliaan jenis Meranti dilakukan tanpa melalui uji keturunan seperti telah diuraikan melalui konsep Breeding without Breeding (BwB)76.

Pengambilan materi genetik berupa bibit anakan meranti di bawah pohon induk (pertumbuhan terbaik dalam populasi) dilakukan di sebaran alam (di hutan sebaran alam di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan hutan tanaman di Carita, Banten). Bibit meranti hasil koleksi tersebut kemudian dilakukan analisis dengan marka DNA untuk memilih bibit-bibit anakan yang mempunyai genotipe yang bukan hasil perkawinan kerabat (inbreeding)77. Bibit-bibit yang terpilih tersebut diuji untuk

mendapatkan penampakan fisik yang bagus dan mempunyai

kemampuan bertunas (stool plant) yang baik serta dapat dapat dikembang biakan secara klonal dengan mudah dan cepat. Bibit-bibit yang terpilih tersebut dikembangkan menjadi Bibit-bibit unggul, sehingga dengan mudah diproduksi untuk digunakan sebagai tumbuhan hutan tanaman berskala luas78,79. Gambar bibit meranti terpilih disajikan dalam Lampiran 2 pada Gambar 11.

(30)

4.2 Manajemen Sumber Benih

Pemuliaan tanaman hutan akan mengatur frekuensi genotipe dengan sifat unggul dari individu tanaman untuk dikelola agar sifat unggul tetua dapat diwariskan pada keturunannya semaksimal mungkin, sehingga salah satu pra-syarat yang diperlukan adalah manajemen sumber benih yang baik.

4.2.1 Pemeliharaan Penyerbukan Terbuka

Suatu studi tentang model perkawinan dalam uji keturunan suatu jenis tanaman diperlukan untuk mendukung manajemen sumber benih. Pemuliaan jenis kayu putih telah melakukan studi penyerbukan terkendali dan hasil benihnya dibuat uji keturunan

full-sib untuk mengetahui daya gabung umum dan daya

gabung khusus tetua dari sifat kadar cineole-1,8 dan rendemen minyak80,81. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat tetua-tetua dari uji keturunan full-sib yang mempunyai daya gabung khusus ataupun daya gabung umum untuk menghasilkan kedua sifat yang lebih baik dari tetuanya 82.

Hasil analisis DNA terhadap biji dari penyerbukan alam memperlihatkan bahwa kayu putih menyerbuk secara acak (random mating) tanpa dibatasi jumlah tetua (pohon induk atau famili)83. Besarnya nilai kemampuan kawin silang (outcrossing

rate) adalah tm= 0,95 69. Manajemen sumber benih harus dilakukan dengan mudah/sederhana dengan waktu yang relatif singkat. Manajemen sumber benih diarahkan membuat suatu sumber benih dengan memilih pohon induk-pohon induk yang mempunyai nilai genetik unggul yang ditanam mengikuti fenologi pembungaan agar terjadi perkawinan terbuka dan bebas

(31)

4.2.2 Pemilihan Metode Seleksi

Prioritas seleksi suatu sifat disebabkan oleh beberapa atribut parameter antara lain: korelasi negatif diantara sifat-sifat yang dimuliakan dan keragaman genetik yang rendah dari suatu sifat yang dimuliakan. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan membuat suatu strategi seleksi terhadap sifat-sifat yang dimuliakan dengan menentukan skala prioritas.

Pada pemuliaan tanaman kayu putih terjadi korelasi genetik negatif yang kuat antara kadar cineole-1.8 dan rendemen minyak67. Strategi seleksi yang dilakukan adalah melakukan seleksi berdasarkan priotitas kepentingan terlebih dahulu. Pertumbuhan tanaman dan rendemen minyak merupakan prioritas pertama, karena dapat meningkatkan produktivitas minyak kayu putih di industri hilir.

Pertumbuhan dan rendemen minyak mempunyai keragaman genetik yang sangat tinggi di antara individu tanaman, korelasi genetik antara pertumbuhan dan rendemen minyak positip, maka seleksi tanaman kayu putih pertama kali dilakukan dengan memilih individu tanaman yang mempunyai pertumbuhan yang paling cepat dan rendemen minyak yang tinggi secara bersamaan84,85. Hasil seleksi dengan strategi tersebut, yaitu benih unggul kayu putih dengan rendemen minyak dapat mencapai 4,26%.Seleksi individu tanaman yang mempunyai kadar cineole-1,8 dilakukan secara terpisah, dan memilih individu pohon secara khusus yang mempuyai kadar cineole-1,8 sampai 73% 69.

Manajemen yang tepat bila diterapkan, akan menghasilkan benih unggul kayu putih yang mempunyai nilai komersial sangat tinggi. Secara genetik benih unggul tamanan kayu putih yang dihasilkan mempunyai rendemen minyak sampai 4 (empat) kali bila dibandingkan dengan tanaman kayu putih bukan

(32)

hasil pemuliaan69. Pemuliaan terhadap sifat genetik produk pangkasan daun mampu meningkatkan genetik sampai 1,5 kali bila dibandingkan dengan tanaman kayu putih bukan hasil pemuliaan86. Pemuliaan dengan peningkatan genetik rendemen disertai dengan peningkatan produk pangkasan daun tersebut, mampu meningkatkan produksi minyak kayu putih sampai 6 (enam) kali, sehingga dapat membantu mengatasi kekurangan permintaan minyak kayu putih di Indonesia. Hasil pemuliaan kadar cineole-1,8 di atas 73% pada tanaman kayu putih, dapat mengurangi impor minyak Eucalyptusglobulus dari China oleh industri komersial minyak kayu putih di Indonesia.

Jenis sengon mempunyai keragaman genetik yang agak rendah pada sifat ketahanan karat tumor, namun dituntut untuk memuliakan sengon tahan karat tumor87,88,89. Seleksi individu pohon dilakukan secara bertahap, langkah pertama melakukan seleksi individu pohon yang mempunyai pertumbuhan terbaik untuk meningkatkan riap volume. Langkah kedua dengan melakukan uji resisten terhadap penyakit karat tumor di persemaian, individu tanaman terpilih yang tahan terhadap karat tumor merupakan benih unggul dengan riap volume yang tinggi dan tahap karat tumor90,91. Pemuliaan sengon dengan strategi seleksi secara bertahap tersebut dapat menghasilkan benih unggul.

(33)

V. KESIMPULAN

Pemuliaan tanaman hutan yang telah dilakukan dapat mengatasi permasalahan kebutuhan benih unggul dalam rangka memenuhi bahan baku kayu maupun bukan kayu untuk industri hilir. Benih unggul hasil pemuliaan bila dibandingkan dengan benih bukan hasil pemuliaan, memperlihatkan perbedaan yang

signifikan terhadap riap volume maupun kualitas kayu. Benih

unggul untuk penghasil kayu dapat meningkatkan riap volume kayu antara 100% sampai dengan 170%, sehingga produktivitas hutan tanaman/HTI meningkat untuk mencukupi kebutuhan bahan baku kayu untuk industri hilir. Benih unggul untuk penghasil minyak kayu putih dapat meningkatkan rendemen minyak kayu putih sampai 100%, sehingga produk industri minyak kayu putih meningkat. Teknologi dan manajemen sebagai pendukung pemuliaan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi benih unggul yang dihasilkan. Teknologi dan manajemen dapat mengurangi waktu proses pemuliaan serta dapat mengatur peningkatan sifat yang dimuliakan sesuai kebutuhan benih unggul industri hilir.

(34)

VI. PENUTUP

Penelitian pemuliaan tanaman hutan ke depan mempunyai tantangan yang cukup berat dengan berbagai permasalahan yang dihadapi, antara lain: i) jumlah jenis tanaman hutan yang perlu dimuliakan sangat banyak berdasarkan kebutuhan industri hilir, ii) adanya perubahan iklim oleh efek GRK, dan iii) jumlah sumber daya manusia yang menangani pemuliaan tanaman hutan sangat terbatas. Benih unggul yang akan dihasilkan mempunyai keterkaitan dengan permasalahan tersebut, sehingga pemuliaan harus dipadukan antara pemuliaan konvensional dengan pemuliaan molekuler sesuai dengan kebutuhannya. Penelitian pemuliaan hutan tanaman ke depan harus mempunyai suatu terobosan yang menghasilkan benih unggul dengan integrasi teknologi pemuliaan molekuler menuju “Pemuliaan Presisi”. Metode terbaru dari pemuliaan presisi diantaranya adalah aplikasi teknologi Genome Editing yang merupakan salah satu alternatif teknik rekayasa genetik konvensional. Genome

editing diharapkan dapat menghasilkan varitas-varitas unggul

baru untuk menopang kebutuhan benih unggul di masa depan, sehingga perlu dukungan stake holder (pemerintah, perusahaan HTI, dan masyarakat) dalam pengembangan pemuliaan tanaman hutan di Indonesia.

(35)

UCAPAN TERIMA KASIH

Sebelum saya mengakhiri orasi pengukuhan Profesor riset ini, perkenankan saya mengungkapkan rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan orasi ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini pula, saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu karir fungsional saya, hingga terselenggaranya acara pada hari ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak ternilai saya sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo, yang telah menetapkan sebagai Peneliti Ahli Utama dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar, M.Sc. Penghargaan yang tinggi juga saya sampaikan kepada Kepala LIPI, Dr. Laksana Tri Handoko; Kepala Biro Organisasi Sumber Daya Manusia LIPI, Dr. Heru Santoso, M.App.Sc.

Kepada Majelis Pengukuhan Profesor Riset Prof. Ris. Dr. Ir. Pratiwi, M.Sc. selaku ketua, dan Prof. Ris. Dr. Ir. Nina Mindawati, M.Si selaku sekretaris; Kapada Tim Penelaah Naskah Orasi Profesor Riset: Prof. Ris. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si, Prof. Dr. Ir. Subyakto, M.Sc, dan Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc. diucapkan banyak terima kasih.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI), Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc; Sekretaris BLI, Dr. Ir. Sylvana Ratina, M. Si; Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (B2P2BPTH), Dr. Nur Sumedi, S.Pi, M.P; dan Panitia Pelaksana Pengukuhan Profesor Riset.

(36)

Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada teman- teman peneliti maupun teknisi di Tim Pemuliaan yang banyak membantu: Dr. Anto Rimbawanto; Dr. Arif Nirsatmanto; Dr. Liliana Baskorowati; Mashudi MSc; Dr. I.L.G. Nurtjahjaningsih; Dr. Noorkhomsah Kartikawati; Dedi Setiadi MSc; Hamdan AA, MSc; Sugeng Pudjiono, MP; Nur Hidayati, MSc; Prof. Ris. Dr. Budi Leksono; Dr. Rina Laksmi; Dr. AYPBC Widyatmoko; Siti Husna Nurrohmah, SSi, Prasetyono, MSc; M. Anis Fauzi, MSc; Maman Sulaeman, SHut; Sukijan; Sumaryana; Setio Budi, SHut; Alin Maryanti; Susanto dan rekan sejawat dari Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan serta peneliti dari Pusat dan UPT BLI atas kerja sama yang baik sehingga koordinasi penelitian berjalan dengan lancar.

Ilmu pengetahuan yang saya peroleh sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, hingga jenjang Perguruan Tinggi, merupakan landasan yang kuat selama saya meniti karir. Untuk itu, atas bantuan dan bimbingan bapak dan ibu guru, pada kesempatan yang berbahagia ini saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Selama bekerja dan menuntut ilmu, saya telah banyak mendapatkan dorongan dan motivasi dari Ir. S. Sucipto; Prof. Ris. Dr. Ir. Hendi Suhaendi; Dr. Ir. Nur Masripatin; Dr. Ir.

Rufi’ie; Dr. Ir. Bambang Tri Hartono, Dr. Ir. Amir Wardhana; Dr.

Ir. Mahfudz, MP; Prof. Dr. Ir. Mohammad Niem, MAgr; Prof. Dr. Ir. TA Prayitno; Dr. Ir. Eko B. Hardiyanto; Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc. dan expert JICA: Dr. Suzumu Kurinobu, Kyoji Hashimoto, MAgr untuk itu saya ucapkan terima kasih.

Semangat dorongan dan motivasi dari Keluarga Besar SPERO’82 dan Muda Ganesha (MG)’85 beserta SPERO dan MG dari berbagai angkatan di Purworejo, Jawa Tengah saya ucapkan banyak terima kasih.

(37)

Pada akhir orasi ini, ucapan terima kasih khusus saya tujukan kepada kedua orang tua saya, almarhum Bapak Soepardi Purwoharsono dan almarhumah Ibu Djohar Rochmah, yang tidak pernah lelah mendoakan, yang telah membesarkan, mengajarkan arti hidup, serta memberi bekal pendidikan dan agama dengan penuh ketulusan dan kesabaran. Demikian pula kepada kakak Suharto, Hardi Subeno, S.Pd dan Bambang Haryono, serta adik Bambang Endrokilo, Sundari Isriyati, Diah Sapta Kristiana, dan Hastin Maria Ichwana yang selalu memberikan dukungan, saya ucapkan terima kasih. Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada ayah dan ibu mertua saya almarhum Bapak Wasimin, BA dan almarhumah Ibu Tuti Suryati, serta kakak dan adik ipar yang selalu memberikan dorongan dan doa restunya.

Akhirnya untuk istri saya Widianingsih dan kedua anak kami Aryo Prabowo, S.T dan Wisnu Reno Wijaya, S.Ak yang selalu mendampingi, memberi semangat dan do’a yang tulus, saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga.

Dengan kerendahan hati, saya mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan dalam penyampaian orasi ini dan terima kasih kepada penyelenggara acara dan hadirin yang dengan sabar telah mengikuti dan mendengarkan orasi ini. Saya akhiri orasi ini dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, semoga kita semua senantiasa mendapatkan rahmat dan hidayah-Nya. Aamiin.

Terima kasih,

Wabillahi taufiq walhidayah,

(38)

DAFTAR PUSTAKA

1. KLHK. Hutan dan Deforestasi Indonesia Tahun 2019. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2020. 2. Werren M. Plantation development of Acacia mangium in

Sumatra. In: Turnbull J., editor. Advances in topical acacia research. ACIAR Proceedings; 1991. p. 107–109.

3. Susanto M. Keragaman Genetik Sifat Kayu Acacia

mangium Untuk Produksi Pulp Dan Kertas. Yogyakarta:

Program Studi Ilmu Kehutanan, Universitas Gadjah Mada; 2013.

4. Kartikawati NK, Rimbawanto A, Susanto M, Baskorowati L, Prastyono. Budidaya Dan Prospek Pengembangan Kayu Putih (Melaleuca cajuputi). Bogor: IPB Press; 2014.

5. Sunanto. Budi Daya dan Penyulingan Kayu Putih. Yogyakarta: Kanisius; 2003.

6. PERUM PERHUTANI. Buku Statistik Perum Perhutani Tahun 2010-2014. Perum Perhutani; 2015.

7. RLPS. Data Statistik. Kementerian Kehutanan; 2009. 8. BBPK. Investasi Baru Industri Kertas dan Industri Ban.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. 2015. 9. Rimbawanto A, Susanto M. Pemuliaan Melaleuca cajuputi

subsp. cajuputi untuk Pengembangan Industri Minyak Kayu Putih Indonesia. In: Prosiding Ekspose Hasil Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan “Peran Benih dalam Mendukung GN-RHL. 2004. p. 83–92.

(39)

10. Ulya N, Lestari S, Premono B. Prospek Pengembangan Kayu Pertukangan Lokal sebagai Komoditas Bisnis KPHP di Lahan Kering. In: Prosiding Seminar Hasil Penelitian 2015. 2015. p. 97–107.

11. Shellbourne C, Low C, Gea L, Knowles R. Achievements in forest tree genetic improvement in Australia and New

Zealand 5: Genetic improvement of Douglas-fir in New

Zealand. Australian Forestry. 2007;70(1):28–32.

12. Poerwokoesoemo R. Jati (Tectona grandis) Jawa. Bogor: Bosbouw Proefstation; 1965.

13. Wirjodarmodjo H, Subroto PM. Teak Improvement by Perum Perhutani. Duta Rimba 3-64/IX. 1983;3–13.

14. Wibowo A. Sejarah Pemuliaan Jati. Cepu: PERUM PERHUTANI; 2014.

15. Hendrarti R. Seleksi Species Adaftif untuk ANtisipasi Perubahan Iklim: Penanaman Pohon untuk Antisipasi Kekeringan. Kaliwangi; 2016.

16. Kurinobu S, Nirsatmanto A, Susanto M, Hashimoto K. Seed Source Establishment of Acacia mangium, Eucalyptus

pellita and Eucalyptus urophylla in South Sumatra. FTIP

No.22. Japan Internatioal Cooperation Agency-Agency for Forestry Research and Development, Ministry of Forestry in Indonesia; 1994.

17. Susanto M, Hashimoto K. Seed Source Establishment

of Acacia crassicarpa and Eucalyptus pellita in South

Sumatra. FTIP No. 2. Japan Internatioal Cooperation Agency-Agency for Forestry Research and Development, Ministry of Forestry in Indonesia; 1995.

(40)

18. Susanto M, Hashimoto K. Seed Source Establishment of

Acacia mangium in South Kalimantan. FTIP No.28. Japan

Internatioal Cooperation Agency-Agency for Forestry Research and Development, Ministry of Forestry in Indonesia; 1995.

19. Susanto M, Hashimoto K. Seed Source Establishment

of Acacia auriculiformis in Wonogiri, Central Java. FTIP

No.47. Japan Internatioal Cooperation Agency-Agency for Forestry Research and Development, Ministry of Forestry in Indonesia; 1996.

20. Susanto M, Hashimoto K. Seed Source Establishment

of Eucalyptus pellita, Acacia mangium and Acacia

auriculiformis in South Sumatra. FTIP No.46. Japan

Internatioal Cooperation Agency-Agency for Forestry Research and Development, Ministry of Forestry in Indonesia; 1996.

21. BBPPBPTH. Masterplan Pusat Unggulan Iptek Pemuliaan Tanaman Hutan Tropis –Balai Besar Penelitian dan pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Balai Besar Penelitian dan pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.; 2018.

22. Walter C. Genetic engineering in conifer forestry: Technical and social considerations. In Vitro Cellular & Developmental Biology-Plant. 2004;40:434–441.

23. Lapierre C, Pollet B, Conil M, Pilate G, Leple C, Boerjan W, et al. Genetic Engineering of Poplar Lignins: Impact of Lignin Alteration on Kraft Pulping Performances. In: Lignin : Historical, Biological, and Materials Persperctives. American Chemical Society; 2000. p. 145–160.

(41)

24. Hartati N, Sudarmonowati E, Fatriasari W, Hermiati E, Dwianto W, Kaida R, et al. Wood Characteristic of Superior Sengon Collection and Prospect of Wood Properties Improvement through Genetic Engineering. Journal of Indonesia Wood Research Society. 2010;1(2):103–107. 25. Supatmi. Bioteknologi CRISPR/CAS: Cara Terbaru untuk

Memukul Jatuh Gen. BioTrends. 2016;7(2):31–36.

26. Malik J, Wijaya HB, Handayani W. Kajian Permasalahan Industri Kayu Dalam Kaitannya Dengan Kebijakan Pembangunan Terminal Kayu Terpadu Di Jawa Tengah. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol 5 (1) p: 1 – 18. 2008;5(1):1–18.

27. KLHK. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.16/MENLHK/ SETJEN/SET.1/8/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2020-2024; 2020.

28. Fengel D, Wegener G. Kayu: Kimia Ultrastruktur Reaksi-reaksi. Gadjah Mada University Press; 1995.

29. Susanto M, Naiem M, Hardiyanto EB, Prayitno T. Variasi Genetik Sifat-Sifat Kayu Uji Keturunan Acacia mangium

Umur 5 Tahun Di Wonogiri, Jawa Tengah (Genetic variation of wood properties in progeny trial of Acacia mangium on 5 years old in Wonogiri. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 2013;20(3):312–323.

30. Susanto M. Taksiran Heritabilitas dan Perolehan Genetik Berat Jenis Kayu pada Kebun Benih Uji Keturunan Acacia

mangium di Pelaihari, Kalimantan Selatan. In: Porsiding

Seminar Nasional Ekspose Ekspose Hasil Penelitian Bidang Pemuliaan Pohon, Yogyakarta, 24 Maret 1997. 1997. p. 15–

(42)

31. Susanto M. Evaluasi Sifat-sifat Kayu pada Kebun Benih Uji Keturunan Jenis Cepat Tumbuh. In: Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian Pemuliaan Pohon Tahun 1992 s/d 1997. 1997. p. 38–47.

32. Susanto M. Wood Property Variation in Third Generation (F-3) of Progeny Trial of Acacia mangium in South Sumatra, Indonesia. In: Proceeding INAFOR 2011 International Conference of Indonesia Forestry Researchers “Strengthening Forest Science and Technology for Better Forestry Development” Bogor, 5-7 December 2011. 2012. p. 198–202.

33. Susanto M, Hashimoto K, Akutsu H, Suhaendi H. Variation of Wood Density of Acacia mangium at 22 Months and 9 Years Old in South Kalimantan Indonesia. In: Proceeding International Seminar “Tropical Plantation Establishment Improving Productivity Through Genetic Practices” 1-21 December 1996. 1996. p. III.20-III.28.

34. Susanto M. Variasi Kimia Kayu Eucalyptus pellita Umur 9 Tahun Di Uji Keturunan Generasi Ke Dua Di Jawa Tengah. In: Prosiding Seminar Nasional Sewindu BPTHHBK Mataram “Pengarusutamaan Hasil Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai Lokomotif Pembangunan Berkelanjutan” Mataram, 1 Oktober 2015. 2015. p. 203– 209.

35. Lukmandaru G, Zumaini UF, Soeprijadi D, Nugroho WD,

Susanto M. Chemical Properties and Fiber Dimension of

Eucalyptus pellita from The 2nd Generation of Progeny

Tests in Pelaihari, South Borneo, Indonesia. Journal of the Korean Wood Science and Technology. 2016;44(4):571– 88.

(43)

36. Fatimah S, Susanto M, Lukmandaru G. Studi Komponen Kimia Kayu Eucalyptus pellita F. Muell dari Pohon Plus Hasil Uji Keturunan Generasi Kedua di Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Kehutanan. 2013;1:57–69.

37. Susanto M. Evaluasi Uji Keturunan Acacia mangium umur 18 Bulan di Berau, Kalimantan Timur. Buletin Penelitian Pemuliaan Pohon. 2002;6(1):49–60.

38. Pudjiono S, Nirsatmanto A, Susanto M, Mashudi. Kebun Benih Semai Komposit Generasi III Acacia mangium

sebagai Sumber Benih Yang Menghasilkan Benih Unggul untuk Hutan Tanaman. In: Prosiding Seminar Nasional Benih Unggul untuk Hutan Tanaman, Restorasi Ekosistem, dan Antisipasi Perubahan Iklim, Yogyakarta 19-20 November 2014. 2014. p. 257–263.

39. Nirsatmanto A, Setyaji T, Sunarti S, Kartikaningtyas D. Genetic Gain And Projected Increase In Stand Volume From Two Cycles Breeding Program Of Acacia mangium. Indonesian Journal of Forestry Research. 2015;2(2):71– 79.

40. Leksono B, Kurinobu S. Realized genetic gains observed in second generation seedling seed orchards of Eucalyptus

pellita in Indonesia. Journal of Forestry Research.

2008;13:110–116.

41. Setiadi D, Susanto M. Variasi Genetik pada Kombinasi Uji Provenans dan Uji Keturunan Araucaria cunninghamii

di Bondowoso, Jawa Timur. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2012;6 No.3:157–165.

42. Setiadi D, Susanto M, Fauzi MA. Tree Breeding Araucaria

cunninghamii to Increase Productivity of Sap and Wood.

(44)

Research in Indonesia Forestry Research for Sustainable Forest Management and Community Welfare. Forda (Forestry Research). In 2013. p. 248–253.

43. Susanto M, Adinugraha HA, Baskorowati L. Genetik Pertumbuhan Awal Uji Klon Jati Di Watusipat, Gunung Kidul . Jurnal Biogenesis. 2018;14(2):1–6.

44. Baskorowati L, Adinugraha HA, Susanto M, Mashudi. Variasi Pertumbuhan dan Pembuahan Klon Jati (Tectona

grandis L.F.) Umur 11 Tahun. Bioeksperimen. 2020;6(1):9–

17.

45. Adinugraha, Mahfudz. Sukses Berkebun Jati mandiri. Semarang: Panji Duta Sarana; 2014.

46. Susanto M, Mashudi, Setadi D, Pudjiono S, Sulaeman M, Adinugraha H, et al. Pemuliaan Jenis Kayu Pertukangan. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan; 2015.

47. Adinugraha, Pudjiono S, Mahfudz. Peningkatan Produktivitas Tanaman Jati (Tectona grandis L.F ) Pada Hutan Rakyat. In: Darwo, Yeny I, editors. Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka. IPB Press; 2019. p. 96–110.

48. Adinugraha H. Pertumbuhan Tanaman Uji Keturunan Jati Pada Umur 7 Tahun Di Gunung Kidul, Yogyakarta. In: Prosiding SNPBS (Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek). 2017. p. 8–13.

49. Susila I. Model Dugaan Volume Dan Riap Tegakan Jati

(Tectona grandis L.F) Di Nusa Penida, Klungkung Bali.

(45)

50. Mashudi, Susanto M. Evaluasi Uji Keturunan Pulai Darat (Alstonia angustiloba Miq.) Umur Tiga Tahun Di Wonogiri, Jawa Tengah. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2016;10(2):83–94.

51. Mashudi, Adinugraha HA, Setiadi D, Susanto M. Keragaman Fenotipik Buah dan Daya Perkecambahan Benih Swietenia macrophylla King. dari Beberapa Populasi di Indonesia. Jurnal Ilmu Kahutanan. 2017;11(2):196–204. 52. Mashudi, Susanto M, Darwo. Keragaman dan Estimasi

Parameter Genetik Bibit Mahoni Daun Lebar (Swietenia

macropylla King.) Di Indonesia. Jumal Penelitian Hutan

Tanam an. 2017;14(2):115–126.

53. Mashudi, Susanto M, Baskorowati L, Sulaeman M. Jenis Eksotik Mahoni Daun Lebar (Swietenia macrophylla

King.) yang Potensial Dimuliakan Untuk Mendukung Pengembangan Hutan Rakyat. In: Darwo, Yeny I, editors. Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka. IPB Press; 2019. p. 55–66.

54. Susanto M. Evaluasi Awal Kebun Benih Uji Keturunan

Paraserianthes falcataria umur 4 Bulan di Candiroto, Jawa

Tengah. Buletin Penelitian Pemuliaan Pohon. 1997;2(1):37– 44.

55. Setiadi D, Baskorowati L, Susanto M. Pertumbuhan Sengon Solomon dan Responnya Terhadap Penyakit Karat Tumor Di Bondowoso, Jawa Timur. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2014;8(2):121–136.

56. Susanto M. Analisis Parameter Genetik Kebun Benih Uji Keturunan Paraserianthes falcataria umur 3 Tahun di Candiroto, Jawa Tengah. Buletin Penelitian Pemuliaan Pohon. 1999;3(1):60–71.

(46)

57. Susanto M, Baskorowati L, Setiadi D. Estimasi Peningkatan Genetik Falcataria moluccana Di Cikampek Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 2014;11(2):65–76.

58. Susanto M, Baskorowati L. Pengaruh Genetik dan Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Sengon (Falcataria

molucanna ) Ras Lahan Jawa. Bioeksperimen. 2018;4(2):35–

41.

59. Susanto M, Baskorowati L. Pengembangan Sengon Unggul Tahan Terhadap Penyakit Karat Tumor untuk Hutan Rakyat di Jawa Barat. Surili. 2014;64:27–30.

60. Susanto M, Mashudi. Tren Genetik Pertumbuhan antar Populasi Hibiscus macrophyllus Roxb. Ex Hornem di Jawa. Bioeksperimen. 2018;4(1):20–28.

61. Pudjiono P, Mashudi, Susanto M, Setiadi D, Sulaeman M. Keragaman pertumbuhan manglid (Manglietia glauca) umur 18 bulan di Trenggalek, Jawa Timu. In: Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia Vol 5 (3). 2019. p. 450–454.

62. Susanto M. Keragaman Pertumbuhan Awal Uji Keturunan

Hibiscus macrophyllus Di Van Dillem, Trenggalek. In:

Annur Indra Kusumadani, S.Pd MP, Guntur Nurcahyanto, ST. MP, editors. Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek Ke-3 “Isu-Isu Strategis Sains, Lingkungan, dan Inovasi Pembelajarannya.” Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2018. p. 345–350.

63. Susanto M, Mashudi, Baskorowati L, Sulaeman M. Pemuliaan Warugunung (Hibiscus macrophyllus) Untuk Mendukung Industri Kayu Pertukangan. In: Darwo, Yeny I, editors. Bunga Rampai: Peningkatan Produktivitas Hutan Menuju 100 Tahun Merdeka. IPB Press; 2019. p. 81–93.

(47)

64. Rimbawanto A, Kartikawati N, Prasetyono. Minyak Kayu Putih dari Tanaman Asli Indonesia untuk Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Kaliwangi; 2017.

65. Rimbawanto A, Susanto M. Pembangunan Populasi Dasar

Melaleuca cajuuti subsp. cajuputi untuk Peningkatan

Produksi dan Kualitas Minyak. In: Prosiding Ekspose Penelitian dan Perbenihan Tanaman Hutan. 2000. p. 47– 70.

66. Susanto M. Koleksi Kayu Putih di Sebaran Alam Kepulauan Maluku. Informasi Teknis. 2008;6(1):29–34.

67. Susanto M, Arnold RJ, Doran JC, Rimbawanto A. Genetic Variation in Growth and Oil Characteristics of

Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi and Potential for

Genetic Improvement. Journal of Tropical Forest Science. 2003;15(3):469–482.

68. Susanto M. Analisis Komponen Varian Uji Keturunan

Melaleuca cajuputi subsp. cajuputi Di Paliyan, Gunungkidul. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 2008;5(1):199–264. 69. Susanto M, Rimbawanto A, Prastyono, Kartikawati N.

Peningkatan Genetik Pada Pemuliaan Melaleuca cajuputi

subsp. cajuputi. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2008;2(2):231–241.

70. Prastyono, Kartikawati N, Sumardi, Rimbawanto A. Analisis Finansial Perkebunan Kayuputih Skala Kecil: Studi Kasus Pilot Project Pengembangan Kayuputih untuk Kelompok Tani di Kampung Rimbajaya, Distrik Biak Timur. Jurnal Ilmu Kehutanan. 2020;14:3–15.

(48)

71. Susanto M. Variasi Sifat Kayu Jenis Acacia mangium

umur 9 Tahun pada Uji Provenansi Acacia mangium di Riam Kiwa Kalimantan Selatan. In: Prosiding Seminar Nasional Ekspose Hasil-hasil Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Benih Tanman Hutan, Yogyakarta 2 Maret 1996. 1996. p. 88–104.

72. Susanto M, Prayitno T, Fujisawa Y. Wood Genetic Variation

of Acacia auriculiformis at Wonogiri Trial in Indonesia.

Indonesian Journal of Forestry Research. 2008;5(2):135– 145.

73. Susanto M, Naiem M, Hardiyanto E, Prayitno T. Analisa Parameter Genetik Sifat Kayu Kombinasi Uji Provenans Dan Uji Keturunan Acacia mangium Di Kalimantan Selatan. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2012;6(3):131–142. 74. Baker G, Lowe R, Southwell I. Comparison of Oil

Recovered from Tea Tree Leaf by Ethanol Extraction and Steam Distillation. J Agric Food Chem. 2000;48(9):4041– 4043.

75. Schimleck L, Doran J, Rimbawanto A. Near Infrared Spectroscopy for Cost Effective Screening of Foliar Oil Characteristics in a Melaleuca cajuputi Breeding Population. Journal of Agriculture and Foof Chemistry. 2003;51(9):2433–2437.

76. El-Kassaby Y., Lstiburek M. Breeding without breeding. Genetic Research. 2009;91:111–120.

77. Sulistyawati P, Widyatmoko A, Nurtjahjaningsih I. Keragaman Genetik Anakan Shorea leprosula Berdasarkan Penanda Mikrosatelit. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2014;8(3):171–183.

(49)

78. Mashudi, Susanto M. Kemampuan Bertunas Stool Plants Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.) Dari Beberapa Populasi Di Kalimantan. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2013;7(2):119–132.

79. Mashudi, Susanto M, Pudjiono S. Pemuliaan Shorea

leprosola (Meranti Tembaga) dengan Teknik Klonal. In:

Prosiding Seminar Nasional Benih Unggul untuk Hutan Tanaman, Restorasi Ekosistem, dan Antisipasi Perubahan Iklim, Yogyakarta 19-20 November 2014. 2014. p. 95– 106.

80. Kartikawati N, Susanto M, Rimbawanto A, Prastyono. Penyerbukan Terkendali Individu-individu terseleksi M.

cajuputi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi

dan Pemuliaan Tanaman Hutan; 2004.

81. Kartikawati N, Susanto M, Rimbawanto A, Prastyono. Uji Keturunan FullSib Kayu Putih. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan; 2004.

82. Kartikawati NK, Naiem M, Hardiyanto E, Rimbawanto A. Estimasi Parameter Genetik dan Peran Gen pada Uji Keturunan Full-Sib Kayu Putih di Gunungkidu. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2013;7(1):1–4.

83. Kartikawati N, Naiem M, Hardiyanto E, Rimbawanto A. Improvement of Seed Orchard Management Based on Mating System of Cajuputi Trees. Indonesian Journal of Biotechnology. 2013;18(1):13–22.

84. Rimbawanto A, Susanto M, Kartikawati N. Strategi Pemuliaan Tanaman Kayu Putih. In: Buku Seri IPTEK V Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan; 2015. p. 4–7.

(50)

85. Rimbawanto A, Susanto M. Peningkatan Mutu dan Rendemen Minyak Kayu Putih (Pemuliaan Melaleuca

cajuputi subsp. cajuputi) Melalui Pemuliaan Pohon. In:

Prosiding Eskpose Hasil Penelitian BPPPKPM dan Promosi Jenis Unggul Tanaman Hutan. 2004. p. 37–43.

86. Kartikawati N, Susanto M, Setyani A. Produktivitas Pangkasan pada uji keturunan kayu putih di Paliyan, Gunung Kidul. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 2004;1(1):37–47. 87. Baskorowati L, Bush D, Setiadi D, Susanto M. Genetic

Variation of Growth and Disease Resistance Traits in Open-Pollinated Provenance-Progeny Trials of Falcataria

moluccana Growing on Two Rust-Affected Sites at

Age-18 Months. Journal of Tropical Forest Management. 2017;23(1):1–7.

88. Baskorowati L, Susanto M, Charomaini M. Genetic Variability in Resistance of Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes to Gall Rust Diseas. Indonesian Journal of Forestry Research. 2012;9(1):1–9.

89. Baskorowati L, SH N, Gunawan, Susanto M, A R. Variasi Ketahanan Sengon (Falcataria moluccana) terhadap Karat Tumor pada Plot Resistensi Sengon di Jawa Barat dan Jawa Tengah. In: Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan, Bogor 14 Juni 2014. 2014. p. 201–20.

90. Susanto M, Baskorowati L. Strategi Pemuliaan Sengon

(Falcataria moluccana) terhadap Penyakit Karat Tumor.

In: Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan. 2014. p. 313–22.

(51)

91. Setiadi D, Susanto M, Baskorowati L. Ketahanan Serangan Penyakit Karat Tumor Pada Uji Keturunaan Sengon

(Falcataria moluccana) Di Bondowoso, Jawa Timur. Jurnal

Pemuliaan Tanaman Hutan. 2014;8(1):1–13.

92. Siregar IZ, Dwiyanti FG, Siregar UJ, Matra DD. De novo assembly of transcriptome dataset from leaves of

Dryobalanops aromatica (Syn. Dryobalanops sumatrensis)

seedlings grown in two contrasting potting media. BMC Research Notes. 2020

93. Moura CCM, Brambach F, Bado KJH, Krutovsky KV, Tjitrosudirdjo SS, Siregar IZ, Gailing O. Integrating DNA

Barcoding and Traditional Taxonomy for the Identification

of Dipterocarps in Remnant Lowland Forests of Sumatra, Plant. 2019;8(11):461

(52)

LAMPIRAN

Tabel 1. Heritabilitas individu (h2i) dari 9 jenis tanaman hutan

Jenis Tanaman

Hutan t dbh bj ps a-sel h-sel eks lig rend cin Akasia3,29,30,31,33 0,62 0,49 0,80 0,39 0,37 0,27 0,24 0,21 - -Kayu Putih67,68,69 0,49 0,65 - - - - - - 0,40 0,54 Sengon 56 0,78 0,68 - - - - - - - -Araukaria41,42 0,49 0,72 - - - - - - - -Mahoni52 0,74 0,75 - - - - - - - -Pulai50 0,59 0,49 - - - - - - - -Warugunung62 0,87 0,30 - - - - - - - -Manglid 0,76 0,57 - - - -Jati48 0,28 0,29 - - - - - - - -Heritabilitas Individu (h2i) Keterangan: t = tinggi pohon

dbh = diamater batang setinggi 130 cm

bj = berat jenis kayu

ps = panjang serat kayu

a-sel = kadar α-selulosa

h-sel = kadar holoselulosa

eks = kadar ekstraktif

lig = kadar lignin

rend = rendemen minyak

(53)

Tabel 2. Kisaran kandungan kimia kayu dari jenis akasia dan ekaliptus Jenis Akasia3 43,79 s/d 53,31 71,07 s/d 79,33 Ekaliptus34,36 49,54 s/d 82,44 63,43 s/d 83,74 α-selulosa (%) holoselulosa (%) Kandungan

Keterangan: sifat kimia kayu yang ditunjukkan adalah yang mempunyai keragaman antar famili atau pohon induk yang signifikan

Tabel 3. Hasil temuan baru (New Finding) tim peneliti pemuliaan

No Temuan Inovasi/Keunggulan

1 Benih Unggul Kayu Putih KP 01 Rendemen minyak: 2%

(Peningkatan >100%) Kadar cineole 1,8 : 65%

2 Benih Unggul Klon Kayu Putih Rendemen minyak :>2%

Kadar cineole 1,8 : 65% 3 Bibit Unggul Meranti (Shorea

leprosula) melalui efektivitas marka DNA

Seleksi lebih teliti (precise) 4 Pendugaan Tingkat Kawin Silang

(54)

Lampiran 2. Gambar Sumber Benih Uji Keturunan Tanaman Hutan

54

Lampiran 2. Gambar Sumber Benih Uji Keturunan Tanaman Hutan

Gambar 1. Uji Keturunan Ekaliptus di Wonogiri (Foto oleh Arif Nirsatmanto tahun 2013 )

Gambar 2. Uji Keturunan Mangium di Wonogiri (Foto oleh Arif Nirsatmanto tahun 2013)

Gambar 1. Uji Keturunan Ekaliptus di Wonogiri (Foto oleh Arif Nirsatmanto tahun 2013)

54

Lampiran 2. Gambar Sumber Benih Uji Keturunan Tanaman Hutan

Gambar 1. Uji Keturunan Ekaliptus di Wonogiri (Foto oleh Arif Nirsatmanto tahun 2013 )

Gambar 2. Uji Keturunan Mangium di Wonogiri (Foto oleh Arif Nirsatmanto tahun 2013)

Gambar 2. Uji Keturunan Mangium di Wonogiri (Foto oleh Arif Nirsatmanto tahun 2013)

Gambar

Tabel 1. Heritabilitas individu (h 2 i) dari 9 jenis tanaman hutan
Gambar 2. Uji Keturunan Mangium di Wonogiri (Foto  oleh Arif Nirsatmanto tahun 2013)
Gambar 3. Uji Keturunan Araukaria di Bondowoso  (Foto oleh Mudji Susanto tahun 2014)
Gambar 5. Uji Keturunan Pulai (Foto oleh Mudji  Susanto tahun 2013)
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait