• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Menghisap (Ngelem) Sebagai Tahap Dini Penggunaan Narkoba Pada Remaja di Kota Makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perilaku Menghisap (Ngelem) Sebagai Tahap Dini Penggunaan Narkoba Pada Remaja di Kota Makassar"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU MENGHISAP LEM (NGELEM) SEBAGAI TAHAP

DINI PENGGUNAAN NARKOBA PADA REMAJA

DI KOTA MAKASSAR

1, 2 Bagian Promosi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Pancasakti 3 Bagian Gizi Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Alauddin Makassar

148-160

Salah satu kelompok yang paling rentan terhadap penggunaan Napza adalah kelompok remaja, Mereka sangat rentan dengan penggunaan Napza inhalansia yang relatif murah dan mudah di dapat yaitu lem. Ngelem merupakan penggunaan Napza jenis lem dengan cara dihi-rup hingga kondisi tertentu dan berpotensi amat kuat untuk menimbulkan ketergantungan bagi pengguna. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku peng-gunaan Napza Inhalansia(ngelem) pada remaja di Kota Makassar. Jenis penelitian yang dila-kukan adalah penelitian kualitatif denganrancangan fenomenologi. Informan dipilih dengan teknik snowball sampling, Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, melakukan observasi langsung dan focus group discussion (FGD) kepada enam informan un-tuk mendapatkan informasi yang lebih rinci. Hasil penelitian menunjukkan, kerentanan indi-vidu seorang remaja menggunakan lem karena ingin memuaskan rasa ingin tahu (curiousity), untuk menghilangkan rasa capek dan stress dan membuat informan tidak merasakan lapar ketika seharian di jalanan, dan sebagai subtitusi ketika tidak mendapatkan Napza jenis shabu (simultaneous polydrug use). Kerentanan sosial seorang anak sehingga memilih keluar dari rumah terdiri dari beberapa faktor, yaitu kesulitan keuangan atau tekanan kemiskinan, ingin mencari kesenangan diluar rumah, serta ketidak harmonisan dalam rumah tangga/orang tua. Untuk upaya pencegahan perilaku “ngelem” hendaknya dilakukan mulai dari usia dini genai dampak dari perilaku “ngelem” dan diharapkan kepada orang tua (keluarga) untuk men-garahkan anak-anaknya dalam memilih teman-teman bergaul.

Kata Kunci: Perilaku, Menghisap Lem, Ngelem, Remaja ABSTRAK

Al-Sihah : Public Health Science Journal

PENDAHULUAN

Masa remaja merupakan masa perali-han dari masa kanak-kanak menuju masa puber/dewasa Hartadi dalam Sumarlin (2012). Pada masa inilah umumnya dikenal sebagai masa, penuh energi, serba ingin tahu, belum sepenuhnya memiliki pertim-bangan yang matang,mudah terpengaruh,

nekat, berani, emosi tinggi, selalu ingin mencoba dan tidak mau ketinggalan. Pada masa-masa inilah remaja merupakan kelompok yang paling rawan berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA salah satunya yaitu penyalahgunaan lem (inhalen).

Perilaku menghisap lem merupakan

(2)

bentuk perilaku menyimpang. Lem yang merupakan bahan untuk perekat suatu benda, disalahgunakan oleh anak remaja untuk perbuatan yang melanggar norma dan nilai tertentu. Menghisap lem adalah men-ghirup uap yang ada dalam kandungan lem tujuannya untuk mendapatkan sensasi tersendiri.

Diluar negeri perilaku menghisap lem dapat juga dijumpai. Salah satunya di ne-gara Australia, yang terletak di Kota Alice Spring Cottrell-Boyce (2010). Dikota-kota besar di Indonesia, salah satunya kota Makassar, perilaku anak remaja menghisap lem dapat dijumpai. Penelitian yang dilaku-kan oleh Azriful (2016) menunjukdilaku-kan bahwa sebagian besar umur anak jalanan yang melakukan aktivitas inhalasi (ngelem)

yaitu 15-18 tahun yakni 29 (67,4%) respon-den.

Berdasarkan hasil penelitian yang dila-kukan oleh BNN bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia Tahun 2014, tentang Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa angka preva-lensi penyalahguna Napza di Indonesia te-lah mencapai 2,18% atau sekitar 4.022.702 orang dari total populasi penduduk (berusia 10 - 59 tahun). Hasil penelitian ini menun-jukkan adanya penurunan prevalensi penya-lahgunaan Napza di Indonesia dari 2,23% pada tahun 2011 menjadi 2,18% pada tahun

2014 (BNN RI, 2014).

Berdasarkan data dari badan narkotika nasional Sulawesi Selatan (BNN) bahwa rata-rata angka proyeksi prevalensi penya-lahgunaan narkotika di Sulawesi Selatan sebesar 6%. Pada tahun 2010 angka proyeksi prevalensi sebesar 2,04% (121.773 orang) dan meningkat menjadi 2,08% (125.730 orang) pada tahun 2011, pada ta-hun 2012 meningkat menjadi 2,14% (131.200 orang), pada tahun 2013 mening-kat menjadi 2,20% (136.671 orang), dan diperkirakan meningkat menjadi 2,32% (147.611 orang) pada akhir tahun 2015 jika tidak mendapat penanganan yang tepat.

Inhalansia merupakan salah satu dari jenis Napza dan mengandung zat kimiawi yang mudah menguap dan berefek psikoak-tif. Umunya digunana oleh anak dibawah umur atau golongan kurang mampu/anak jalanan. Zat Inhalansia umumnya terkand-ung dalam barang yang lazim digunakan dalam rumah tangga sehari-hari salah satunya adalah lem (Kepmenkes RI No.422, 2010). Lem adalah alternatif lain yang digunakan anak jalanan untuk merasakan sensasi fly, mengingat kemungkinan untuk mendapatkan narkotika dan obat terlarang lainnya cukup sulit karena kondisi ekonomi dan legalitas dari barang tersebut.

Jenis lem yang digunakan dalam mela-kukan aktifitas “ngelem” yakni, lem jenis fox, aibon untuk mnimbulkan efek nyaman

149 AL-SIH AH

(3)

(fly), lem perabotan atau lem alat rumah tangga. Lem ini mengandung bermacam-macam zat kimia yang sangat berbahaya jika dikonsumsi. Perilaku “ngelem”, khususnya pada remaja merupakan salah satu cara untuk menghilangkan stress. Se-lain itu kebiasaan untuk “ngelem juga dipengaruhi oleh teman-teman yang lain sebagai bentuk dari solidaritas diantara anak-anak jalanan. “ngelem” juga sering-kali dijadikan syarat untuk diterima dalam pergaulan ataupun komunitas tertentu.

Bahaya yang diakibatkan dari “nglem” ini dapat bermacam-macam dan terkadang pecandunya kebanyakan tidak mengetahui organ tubuh mana saja yang dapat terser-ang. Bahayanya tidak hanya menyerang organ tubuh seperti otak, jantung dan paru-paru, bahkan virus pun akan lebih mudah masuk kedalam tubuh mereka. Tidak hanya menyerang fisik, melainkan mental, emosional dan spiritual mereka pun akan terganggu.

Uraian diatas menjelaskan bahwa peri-laku penyalahgunaan lem (ngelem) meru-pakan salah satu masalah serius yang berakibat buruk pada kesehatan dan men-imbulkan masalah sosial khususnya kelom-pok yang berisiko yaitu anak remaja. Se-hingga peneliti tertarik ingin melakukan penelitiandengan mengkaji Perilaku Men-ghisap Lem (Ngelem) Sebagai Tahap Dini Penggunaan Narkoba Pada Kalangan

Re-maja di Kota Makassar.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Fenomenologi merupakan metode penelitian yang mencakup dan me-maparkan makna atas fenomena pengala-man yang didasari oleh kesadaran yang ter-jadi pada individu (Emzir, 2011). Pengum-pulan data diperoleh dengan tiga cara, yaitu data primer yang diperoleh dari hasil, Fo-cus Group DisFo-cussion (FGD),wawancara mendalam (Indepth Interview) dan Obser-vasi secara langsung terhadap informan yang telah direkomendasikan oleh salah satu remaja yang sampai saat ini melaku-kan aktivitas “ngelem” yang bersedia untuk diwawancarai. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah pedoman wawan-cara (Alat tulis, Tape Recorder dan Kam-era). Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan teknik matriks dan selanjut-nya dilakukan dengan analisis isi (Content Analysis).

HASIL PENELITIAN Karakteristik Informan

Informan penelitian ini terdiri dari 6 remaja berjenis kelamin laki-laki. Variasi umur 14 sampai dengan 18 tahun, dan hampir semua informan mempunyai kegiatan ekonomi (bekerja) dan masih

150 AL-SIH AH

(4)

memiliki hubungan dengan keluarga. Secara umum semua informan penah mengenyam pendidikan formal, tamat SD 2 orang , ta-mat SMP 3 orang dan SMA 1 orang. Terda-pat satu informan yang menggunakan lem (ngelem) selama satu bulan, dua informan yang menggunakan lem selama satu tahun, satu informan yang menggunakan lem se-lama dua tahun, satu informan mengguna-kan lem selama tiga tahun dan satu infor-man mengunakan lem selama empat tahun.

Kerentanan Individu

Usia pertama kali menggunakan lem berbeda-beda namun kebanyakan dari mereka mulai mungganakan lem pada usia 16 tahun, terdapat juga informan yang te-lah menggunkan lem sejak usia 14 tahun, serta dalam jangka pemakaian berbeda-beda pula mulai dari pemakaian 1 bulan terakhir sampai pemakaian 4 tahun.

“Saya menggunakan lem sejak kelas dua SMP ka, kira-kira umur-umur 14 tahun. Jadi saya sudah bertahun-tahunmi mengonsumsi lem”.

D, laki-laki, 18 Tahun Adapula informan yang menggunakan lem sejak umur 14 tahun, dalam lama peng-gunaan satu bulan terakhir.

“Baruka saya menggunakan lem se-jak satu bulan yang lalu”

C, laki-laki,14 Tahun Terdapat beberapa alasan yang ber-beda mengapa mereka menggunakan lem, yaitu informan menggunakan lem/ngelem

untuk megobati rasa penasaran, untuk menghilangkan rasa capek dan stress, dan rasa lapar bagi informan serta satu informan mengaku lem digunakan sebagai subtitusi ketika tidak mendapatkan shabu. Seperti pada kutipan berikut ini:

Itu lem saya gunakan kalau lagi streskas. atau capekka mengamen, karena lem mampu menghilangkan rasa capek.”

A, laki-laki, 17 tahun. Lain halnya denga B, dia meng-gunakan lem karena sebelumnya dia telah mengalami kecanduan terhadap Napza jenis shabu. Untuk mengimbangi konsumsi terha-dap shabu atau agar tetap merasakan fly

ketika tidak mendapatkan atau tidak memiliki uang untuk membeli shabu, B menggunakan lem sebagai pengganti Shabu.

“Lem saya gunakan sebagai pen-gimbang kalau saya tidak menda-patkan Shabu karena shabu susah di dapat dan mahalki harganya. Jadi ketika tidak ada uangku untuk beli shabu, saya menggunakan lem”.

B, laki-laki, 17 tahun. Pada saat menggunakan lem

(ngelem) informan merasakan sensasi yang memabukkan seperti melayang, mimpi, ter-dengar suara teriakan didekat telinga, nya-man/tenang dan tidak merasa lapar, se-hingga informan ingin terus menerus meng-gunakan lem.

”Ketika ngelem perasaan itu seperti bermimpi, terus ketika ngelem saya juga tidak pernah merasakan lapar, 151 AL-SIH AH

(5)

namun ketika efek zat lem sudah hilang perasaan langsung lapar sekali tetapi makanan susah di telan”.

F, laki-laki,15 Tahun. Hasil wawancara tersebut di du-kung oleh hasil FGD (focus group discus-sion) dimana perasaan yang umum dirasa-kan informan ketika ngelem adalah perasaan seperti bermimpi, melayang, merasakan ada teriakan-teriakan ditelin-ganya, serta ketika ngelem infoman tidak pernah merasakan lapar.

Menurut informan, dia mengguna-kan lem agar semua beban fikirannya amengguna-kan hilang, sehingga dia merasakan perasaan yang tenang, dia juga mengunakan lem agar tetap kuat dan semangat ketika sedang bekerja. Hal tersebut dirasakan pula oleh informan F, dia merasa lebih percaya diri dan kuat ketika mengamen, serta merasa tidak lapar ketika menggunakan lem. sesuai dengan hasil wawancara berikut:

“ K a l a u s u d a h k a n g e l e m perasaanku itu terasa kuat untuk pergi mengamen, saya merasa per-caya diri menyanyi-menyanyi, tidak merasa lapar, begitu manfaat yang saya rasa ketika ngelem”.

F, laki-laki, 15 tahun. Informan menyatakan merasakan tanda kecanduan yang ada dalam dirinya setelah penggunaan lem, karena jika infor-man tidak menggunakan lem maka akan muncul gejala-gejala putus obat (withdrawal symptoms). Gejala yang

dirasakan meliputi: kepala terasa pusing, perasaan tidak enak ketika bernafas tanpa mencium bau lem, melakukan/mencoba alternatif lain ketika tidak memperoleh lem, seperti mencampur gabus dengan ben-sin kemudian dihisap. ketika tidak ngelem, informan mersa ingin terus meludah, ketika tidak ngelem, inforan merasa gatal-gatal pada hidung, ketika tidak ngelem, infoman merasa lemas, dan seluruh badan terasa sa-kit.

“Perasaan terasa aneh kalau ber-nafaska tanpa mencium bau lem. Kemudian kalau tidak ngelem maka kepala akan terasa pusing. Itu yang membuat saya tidak tahan tidak ngelem. Terkadang ketika tidak ada uang untuk membeli lem dan saya sudah tidak tahan ingin ngelem, maka saya menggunakan gabus ke-mudian di campur bensin. Setelah itu di hisap seperti menggunakan lem. Rasanya juga enak, mirip den-gan lem”.

D, laki-laki, 18 tahun. Tanggapan informan tehadap dam-pak yang dirasakan setelah mengalami ke-canduan, mereka merasakan dampak lebih dominan pada dampak fisik, seperti: kepala terasa pusing jika tidak mengkonsumsi, nafsu makan terganggu (sistem percernaan terganggu), informan merasakan sakit selu-ruh badan ketika tidak ngelem.

“Saya merasa seluruh badan terasa sakit, perasaan lemas, kemudian saya tidak merasakan lapar, tetapi kalau hilangmi efek lem maka akan langsung terasa lapar namun itu makanan tidak mau turun/dicerna. 152 AL-SIH AH

(6)

Itu dampak lem yang saya rasa-kan”.

A, laki-laki, 17 tahun. Informan juga mengalami dampak sosial dari perilaku ngelem, karena kecan-duan, informan tidak bisa lepas dari lem sehingga informan lebih sering menjauh dari lingkungan keluarga untuk menghin-dari kecurigaan keluarga terhadap perila-kunya, serta informan harus memaksa dir-inya selalu mencari uang untuk kebutu-hannya tehadap lem.

“Sakit kepalaku ketika tidak meng-gunakanka lem. Jadi, saya harus selalu mencari uang untuk pembeli lem, dan saya selalu berusaha jauh-jauh dari keluarga supaya mereka tidak megetahui perilaku saya”.

(F, Laki-laki, 15 tahun.

Kerentanan Sosial

Kerentanan sosial dalam penelitin ini mengacu pada latar belakang hubungan komunikasi informan dengan orang tua dan angota keluarga lainnya, pergaulan dengan teman sebaya, serta bagaimana informan menerima atau tidak menerima ajakan te-man untuk menggunakan lem.

Bedaraskan hasil wawancara men-dalam mengenai hubungan komunikasi re-maja dengan orang tua dan anggota ke-luarga lainnya, komunikasi informan den-gan keluarga cukup beragam, terdapat infor-man yang memiliki komunikasi yang baik, ada pula informan yang tidak memiliki ko-munikasi yang baik. Hal ini sesuai dengan

hasil wawancara berikut:

“Komunikasi saya dengan keluarga cukup baik, dan kalau tidak pulang kerumah dalam beberapa hari mereka selalu mencari dan menga-jak saya pulang. Terus orang tua dan keluarga juga selalu memberi-kan nasihat kkalau seringka keluar malam”.

A, laki-laki,17 Tahun. Terdapat pula informan keluar dari rumah karena tidak memiliki komunikasi yang baik dengan orang tua. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut:

“Hal yang membuat saya tidak suka tinggal di rumah itu karena ibu saya selalu marah-marah dan suka me-marahi saya kalau adaka di rumah. Jadi itumi saya jarang pulang kerumah”.

D, laki-laki,18 Tahun. Pergaulan dengan teman sebaya memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pembentukan perilaku seseorang. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti, semua informan bergaul dengan teman sebaya yang meng-gunakan lem serta juga bergaul dengan te-man sebaya yang tidak menggunkan lem dan mereka tetap menjaga pertemanan mereka meskipun dalam pertemanannya ada yang menggunalan lem dan ada yang tidak menggunakan lem. sesuai dengan hasil wawancara berikut:

“Saya teman-temanku ada yang pakai lem, dan ada juga tidak menggunakan lem. Tapi meskipun begitu, kita selauji sama-sama ber-gaul, karena ketika kita bersama 153 AL-SIH AH

(7)

semua akan terasa menyenang-kan”.

B, laki-laki, 17 tahun. Hal tersebut didukung oleh hasil observasi bahwa:

“Remaja yang mempunyai peker-jaan sebagai pengamen, mereka selalu mengamen bersama-sama, membagi hasil yang di peroleh dari mengamen, namun beberapa re-maja menggunakan sebagian uang tersebut untuk membeli lem, dan sebagian yang tidak ngelem, meng-gunakan membeli makanan dan mereka tetap berbagi dalam hal makanan, mereka yang tidak nge-lem, tidak mempermasalah kan per-ilaku ngelem dari temannya”.

Observasi, Agustus 2018. Perilaku penggunaan Napza in-halasia (ngelem) pada remaja juga di ben-tuk dari pengaruh teman sebaya yang terle-bih dahulu telah menggunakan lem, Infor-man mengunakan lem karena ajakan dari teman-teman mereka, dengan tawaran kalau lem mampu menghilangkan stress, mampu menghilangkan lapar, membuat perasaan jadi melayang, namun terdapat juga informan yang menggunakan lem bu-kan karena ajabu-kan dari teman-temannya, dia tertarik melakukan perilaku ngelem karena adanya rasa penasaran ingin men-coba setelah melihat atau observasi peri-laku dari temannya.

“Saya menggunakan lem berawal dari ajakan teman-teman, mereka menawarkan karena lem mampu menghilangkan stress, menghilang-kan rasa lapar dan membuat

perasaan melayang, kemudian saya mecoba menggunakan lem”.

C laki-laki,14 Tahun. Informan menyatakan bahwa perilaku penggunaan lemnya (ngelem) berawal dari pengaruh atau ajakan dari temannya sendiri, dengan tawaran bahwa lem bisa mengilangkan stress, menghilangkan lapar serta dapat membuat perasaan melayang.

Hasil wawancara mendalam yang di-lakukan terhadap keenam informan, semua informan menyatakan bahwa perilaku

ngelemnya tidak di ketahui oleh keluarga mereka, keluarga hanya mengetahui peri-laku berisiko lainnya yang diperi-lakukan infor-man, seperti merokok. Informan melaku-kan perilaku penggunaan lem (ngelem) di-luar rumah, atau secara sembunyi-sembunyi agar keluarga tidak mengetahui, dengan alasan jika keluarga mengetahui mereka akan di marahi oleh keluarga mereka.

“Kedua orang tua saya tidak men-getahui bahwa saya sering menghi-sap lem namun,kalau merokok ke-luarga tahu karena mereka sering melihat dan saya juga sering mero-kok dirumah”.

B, laki-laki, 17 tahun. Informan menggunakan lem secara tersembunyi dari keluarga mereka dengan alasan karena takut keluarga akan marah kepadanya.

“Mama tidak mengetahui kalau 154 AL-SIH AH

(8)

saya menghisap lem, karena saya menggunakannya secara sembunyi-sembunyi dan jauh dari rumah. Karena saya takut ketika mama mengetahui perilaku saya, pasti dia akan marah kepada saya”.

A, laki-laki, 17 tahun. Informan tidak pernah menceritakan dan memperlihatkan perilaku ngelemnya kepada keluarga dengan alasan takut ke-luarga akan marah kepadanya, keke-luarga dari informan juga tidak pernah memperhatikan perilaku-perilku berisiko dan menyimpang yang informan lakukan ketika berada di jalan.

PEMBAHASAN

Perilaku menghisap lem merupakan bentuk perilaku menyimpang. Mengingat kemungkinan untuk mendapatkan narkotika dan obat-obatan terlarang tersebut cukup sulit karena masalah ekonomi. Sebagai al-ternatif lain, informan menggunakan zat adiktif yang ada disekitarnya dan mudah dijangkau seperti lem. Lem yang meru-pakan bahan untuk perekat suatu benda, dis-alahgunakan oleh anak remaja. Jenis lem yang digunakan dalam melakukan aktifitas “ngelem” yakni, lem jenis fox. Lem ini mengandung bermacam-macam zat kimia yang sangat berbahaya jika dikonsumsi. Menghisap lem adalah menghirup uap yang ada dalam kandungan lem tujuannya untuk mendapatkan sensasi tersendiri atau efek nyaman (fly).

Kerentanan Terhadap Perilaku Ngelem

Usia responden saat pertama kali menggunakan lem dan lama menggunakan diperoleh informasi bahwa Informan meng-gunakan lem/ngelem pada usia 14 – 16 ta-hun. Karena usia remaja merupakan usia yang masih rentang terhadap penyalah-gunaan narkoba karena pada usia remaja tingkat emosi dan mental masih sangat labil, sehingga para remaja mudah terpengaruh ke dalam perilaku menyimpang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chomariah (2015) tentang perilaku menghisap lem pada remaja yang mengata-kan bahwa dari delapan sampel yang diteliti memiiki rentang umur 15-21 tahun.

Informan menggunakan lem untuk megobati rasa penasaran, lem sangat ter-jangkau dan membuat tetap membuat fly

layaknya Napza jenis lainnya, untuk menghilangkan rasa capek dan stress serta rasa lapar yang dialami informan, serta satu informan mengaku lem digunakan sebagai cadangan ketika tidak mendapatkan shabu. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chomariah (2015) bahwa perilaku menghisap lem merupakan salah satu tindakan yang dilakukan oleh anak remaja di Kelurahan Sri meranti seba-gai obat untuk penenang pikiran sementara. Dengan cara tersebut, mereka dapat merasa-kan sensasi, halusinasi bahmerasa-kan fly yang da-pat membuat pikiran mereka menjadi

155 AL-SIH AH

(9)

tenang dan tidak adanya persoalan hidup yang mereka rasakan.

Informan menggunakan lem/ngelem

sebagai solusi jangka pendek atau sesaat akibat adanya tekanan-tekanan yang dia-lami. Misalnya tekanan pekerjaan , tekanan dari kondisi ekonomi dan tekanan dari per-masalahan keluarga. Dan mereka membuk-tikan pada diri mereka bahwa ngelem

mampu mengendalikan semua tekanan-tekanan yang ada dalam dirinya. Penelitian yang dilakukan oleh Adrian B. Kelly, 2015. terhadap siswa SMA menunjukkan bahwa tekanan psikologi memicu untuk peng-gunaan Napza secara bersama (polydrug), dimana tekanan tersebut berasal dari ke-luarga, status ekonomi atau kemakmuran.

Berdasarkan hasil penelitian, infor-man merasakan bahwa lem mampu menghilangkan stress, hal ini terjadi karena kandungan Lysergic Acid Diethyilamide

(LSD) yang terdapat pada lem. Dalam sel otak terdapat bermacam-macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat kimia ini bekerja pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf lainnya (sinaps). Be-berapa di antara neurotransmitter itu mirip dengan beberapa jenis narkoba. Semua zat psikoaktif (narkotika, psikotropika dan ba-han adiktif lain) dapat mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau

be-berapa neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling berperan dalam terjadinya ketergantungan adalah dopamine serta se-rotonin.

Menurut Setiawan dalam Sulaiman (2015), Efek yang ditimbulkan dari men-ghirup uap lem itu sendiri hampir mirip dengan jenis narkoba yang lain yakni men-yebabkan halusinasi, sensasi melayang-layang serta rasa tenang sesaat meski ka-dang efeknya bisa bertahan hingga 5 jam sesudahnya. Efek lain yang bisa ditimbul-kan dari kegiatan ngelem ini sendiri antara lain adalah tidak merasakan lapar meskipun sudah waktunya makan karena ada pene-kanan sensor lapar di susunan saraf di otak.

Sensasi yang di rasakan informan dari ngelem membuat informan merasakan bahwa lem memiliki manfaat jika terus di gunakan (dihisap), informan merasakan manfaat dari ngelem yaitu membuat perasannya tenang ketika sedang menda-patkan masalah atau ketika mereka lelah seharian bekerja dijalan, menghilangkan rasa lapar, membuat badan jadi kuat, serta meningkatkan kepercayaan diri.

Seseorang mengalami ketergantun-gan pada zat umumnya melalui suatu proses perkembangan. Pertama orang yang besangkutan harus mempunyai sikap posi-tif terhadap obat tersebut, kemudian mulai bereksperimen dengan menggunakannya,

156 AL-SIH AH

(10)

mulai menggunakannya secara teratur, menggunakannya secara berlebihan dan terakhir menyalahgunakannya atau tergan-tung secara fisik padanya (Davidson, 2012).

Informan menyatakan merasakan tanda kecanduan yang ada dalam dirinya setelah penggunaan lem. Karena jika infor-man tidak menggunakan lem maka akan muncul gejala-gejala putus obat (withdrawal symptoms)yang merupakan ge-jala-gejala yang muncul ketika dihenti-kannya pemakaian Napza tersebut. Gejala yang dirasakan meliputi: kepala terasa pus-ing, perasaan tidak enak ketika bernafas tanpa mencium bau lem, melakukan/ mencoba alternatif lain ketika tidak mem-peroleh lem, seperti mencampur gabus/

Styrofoamdengan bensin, kemudian dihisap. Ketika tidak ngelem, informan mersa ingin terus meludah, ketika tidak ngelem, infor-man merasa gatal-gatal pada hidung, ketika tidak ngelem, infoman merasa lemas, dan seluruh badan terasa sakit.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tamrin (2013) tentang perilaku ngelem, Informan mengalami gejala-gejala putus zat apabila tidak memakai atau mengkonsumsi lem. Adapun yang diarasakan informan jika mengalami gejala-gejala putus zat seperti, pusing dan gelisah yang membuat mereka untuk terus mencari lem agar dapat melaku-kan aktivitas “ngelem” yang membuat

mereka mengalami ketergantungan.

Ketergantungan informan terhadap lem memberikan dampak negatif. Dampak yang dirasakan setelah mengalami kecan-duan, mereka merasakan dampak lebih dominan pada dampak fisik, seperti: kepala terasa pusing jika tidak mengkonsumsi, nafsu makan terganggu (sistem percernaan terganggu), informan merasakan sakit selu-ruh badan ketika tidak menghisap lem.

Informan juga mengalami dampak soial dari perilaku ngelem, karena kecan-duan, informan tidak bisa lepas dari lem sehingnga informan lebih sering menjauh dari lingkungan keluarga untuk menghin-dari kecurigaan keluarga terhadap perila-kunya, serta informan harus memaksa dir-inya selalu mencari uang untuk kebutu-hannya tehadap lem.

Ngelem merupakan solusi jangka pendek atas masalah yang dihadapi infor-man. Mereka merasakan dengan ngelem

semua masalah dan tekanan mapu mereka lupakan, namun karena kenikmataan sesaat mereka harus menanggung efek jangka pan-jang dari perilaku ngelem.

Kerentanan Sosial

Kerentanan sosial seorang remaja memlilih keluar dari rumah terdiri dari be-berapa faktor. Berdasarkan hasil penelitian remaja memilih keluar dari rumah karena alasan ingin mencari nafkah, ingin mencari kesenangan diluar rumah dengan berkumpul

157 AL-SIH AH

(11)

bersama teman-teman, serta ketidak har-monisan dalam rumah tangga/orang tua. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Tamrin (2013) diperoleh informan menda-patkan kurang perhatian dari keluarga teru-tama kurang perhatian dari kedua orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga informan mencoba untuk “ngelem”

Perhatian dan kasih sayang ke-luarga sangat berperan dalam pembentukan perilaku anak, namun jika seseorang anak tidak memiliki hubungan keluarga yang harmonis maka anak akan cenderung men-cari tempat dimana dia mendapatkan per-hatian, ketenangan dan kesenangan di luar rumah seperti di jalan dan bergaul dengan anak jalanan lainnya, teman sebaya yang membuat dirinya merasa dihargai dan membuat anak merasa memeroleh kesenan-gan dan ketenankesenan-gan memalui teman seba-yanya.

Teman sebaya merupakan tempat utama dalam seorang anak bersosialisasi. Lingkungan juga dihuni oleh orang-orang yang memiliki perilaku negatif dan anti sosial yang bersifat menyimpang. Hal tersebut dapat menimbulkan reaksi emosional buruk bagi anak-anak yang labil jiwanya sehingga anak menjadi mudah ter-pengaruh oleh pola tindakan menyimpang (Mulyadi, 2013). Dengan demikian, anak yang tinggal di lingkungan yang

menyim-pang kemungkinan besar akan memiliki perilaku menyimpang pula yang sama hal-nya dengan perilaku orang-orang yang ada di lingkungannya.

Mereka melakukan perilaku ngelem

karena adanya pengaruh dari kelompok atau teman sebaya. Berdasarkan hasil wawancara, semua informan menggunakan lem berasal dari ajakan teman sepergaulan, dan rasa penasaran melihat perilaku ngelem temannya. Seperti observasi yang dilaku-kan peneliti, informan ngelem bersama te-man-temannya dan sebagian besar mereka mengikuti perilaku, pakaian, etika dan norma yang diterapkan oleh teman-teman mereka atau kelompok.

Remaja memiliki kerentanan sosial untuk menggunakan lem dikarenakan adanya ketidak harmonisan di dalam ke-luarga misanya perceraian orang tua. Infor-man setelah turun kejalan, mereka mulai menggunakan lem, mereka mengguna-kannya karena salah satu alasannya untuk menghilangkan beban fikiran, dan terdapat informan yang menjadikan perceraian orang tua sebagai beban fikiran karena den-gan perceraian orang tua yang dia alami sehingga dia harus putus sekolah dan turun kejalan untuk mencari nafka karena setelah perceraian orang tuanya dia sudah tidak di nafkahi oleh ayahnya.

Penelitian ini sejalan dengan

peneli-158 AL-SIH AH

(12)

tian yang dilakukan oleh Yusuf (dalam Ra-hayu, 2010) yaitu keluarga merupakan salah satu penyebab yang dapat mempengaharui perilaku menyimpang pada remaja. Kondisi keluarga yang dimaksud yaitu orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, perselisihan atau konflik orang tua maupun antar anggota keluarga lainnya, perceraian orang tua.

KESIMPULAN

Kerentanan individu seorang remaja menggunakan lem karena megobati rasa penasaran akan sensasi yang diperoleh dari

ngelem, untuk menghilangkan rasa capek dan stress dan membuat informan tidak merasakan lapar ketika seharian di jalanan bekerja sebagai pengamen dan kuli ban-gunan, serta lem digunakan sebagai subti-tusi ketika tidak mendapatkan shabu (polydrug users). Kerentanan sosial seorang remaja sehingga memlilih keluar dari rumah terdiri dari beberapa faktor, yaitu ingin mencari uang/nafkah, ingin mencari ke-senangan diluar rumah dengan berkumpul bersama teman-teman sebaya, serta ketidak harmonisan dalam rumah tangga/orang tua.

SARAN

Untuk upaya pencegahan perilaku “ngelem” hendaknya dilakukan mulai dari usia dini mengenai dampak dari perilaku “ngelem” dan diharapkan kepada orang tua

(keluarga) untuk mengarahkan anak-anaknya dalam memilihteman-teman ber-gaul yang tepat agar tidak terjerumus dalam perilaku “ngelem”.

DAFTAR PUSTAKA

Azriful, Ibrahim A.Irviani, Sulaiman Yuliana. 2016.Gambaran Peng-guna Narkoba Inhalasi (Ngelem) Pada Anak jalanan di Kota Makassar Tahun 2015.Al-Sihah Public Health Science Journal. Volume 8, Nomor 1, Januari-Juni 2016.

BNN RI. (2014). Laporan Akhir Survei Na-sional PerkembanganPenyalah-guna NarkobaTahun Anggaran 2014. Jakarta: Badan Narkotika Nasional RI.

Chomariah, Siti. 2015. “Perilaku Menghisap Lem pada Anak Remaja (Studi Kasus di Kota Pekanbaru). Skripsi. Riau. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Riau.

Cottrell-Boyce J. (2010). The Role Of Sol-vents In The Lives Of Kenyan Street Children: An Ethnographic Perspective. School of Oriental and African Studies, University of London.

Davidson G.C.dkk. (2012). Psikologi Ab-normal edisi ke-9. Jakarta: ra-jawali Pers.

Emzir. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Grafindo Persada.

Kementerian Kesehatan Republik Indone-sia.(2010). Pedoman Penatalak-sanaan Medik GangguanPeng-gunaan Napza.Jakarta: Direktorat

159 AL-SIH AH

(13)

Jendral Bina Pelayanan Medik Kemenenterian Kesehatan RI. Mulyadi M. (2013). ”Perilaku NgelemPada

Anak Jalanan (Studi Anak Jalanan di Jalan D.I Pandjaitan Km. Ix, Kota Tanjungpi-nang”.Skripsi.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univer-sitas Maritim Raja Ali Haji Tan-jungpinang.

Rahayu . 2010. Penyalahgunaan Napza Dapat Menghancurkan Generasi

Muda. Universitas sumatera utara. Sumarlin, R. 2012. Perilaku Kinformitas

Pada Remaja Yang Berada di Lingkungan Peminum Alkohol. Universitas Gunadarma, Jakarta Tamrin M. et al.(2013). ”Studi Perilaku

“Ngelem” pada Remaja di Ke-camatan Paleteang Kabupaten Pinrang” Skripsi. Makassar: Fa-kultas Kesehatan Masyarakat Uni-versitas Hasanuddin.

160 AL-SIH AH

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian implementasi sistem administrasi perpajakan modern yang terdiri dari modernisasi struktur organisasi, modernisasi prosedur organisasi, modernisasi strategi

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, pada penelitian ini akan membahas tentang estimasi suku bunga yang mengikuti model CIR dengan menggunakan

Dalam pembiayaan sebaiknya yayasan memiliki dana talangan atau donatur tetap untuk mengaji para guru-guru, perawatan sarana prasarana dan membangun ruangan yang

82 Th 2001, Sungai Kaligarang (Stasiun I, Stasiun II dan Stasiun III) masuk kategori tercemar dan masuk ke penggolongan air kelas IV (air yang peruntukannya dapat

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh anak Balita yang berada di PPA (Pusat Pengembangan Anak) ID-127 Kelurahan Ranomuut dengan total populasi 62 orang

revitalisasi Pasar Tumpang konsep partisipasi yang dilakukan pemerintah dengan memberikan ruang dalam hal pengambilan keputusan serta memberikan

Pasar Pagi Arengka di Kecamatan Tampan kota Pekanbaru merupakan salah satu pasar tradisional yang aktif setiap hari yang ada di Kecamatan Tampan, pasar ini

Metode An Nashr, adalah suatu metode menghafal terjemah dari suatu mufrodat dengan cara yang sederhana.8 Dengan metode An Nashr belajar terjemah semakin lama menjadi semakin