• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONSENTRASI dan LAMA PERENDAMAN DALAM SUPERNATAN KULTUR Bacillus sp.2 DUCC-BR-K1.3 TERHADAP PERTUMBUHAN STEK HORISONTAL BATANG JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KONSENTRASI dan LAMA PERENDAMAN DALAM SUPERNATAN KULTUR Bacillus sp.2 DUCC-BR-K1.3 TERHADAP PERTUMBUHAN STEK HORISONTAL BATANG JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI dan LAMA PERENDAMAN DALAM SUPERNATAN

KULTUR Bacillus sp.2 DUCC-BR-K1.3 TERHADAP PERTUMBUHAN STEK

HORISONTAL BATANG JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

Febriani Tri Pamungkas 1

, Sri Darmanti 1dan Budi Raharjo 2

1

Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan, 2 Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro.

Jl. Prof. Soedarto, SH Tembalang-Semarang 50275

ABSTRACT---Jarak pagar (J. curcas L.) is a plant whose the seed can produce oil or it is known as biodiesel. J. curcas’s oil is the source of alternative oil energy that can be renewable and environmentally safe. Another waysto increase the production of J. curcas’s oil is by improving its productivity. This activity cannot be separated from the problem of supplying the seed. Stem cutting is one of the most ways to provide the seed than another way. The growth of stem cutting can be stimulated by giving ZPT that is IAA both naturally and synthetically. Bacillus sp.2 DUCC-BR-K1.3 supernatant culture that contain IAA can be one of naturally alternative hormone. The aims of this research was to study the effect of concentration and submersion period in Bacillus sp.2 DUCC-BR-K1.3 supernatant culture to the growth of J. curcas L. horizontal stem cutting. This experiment was conducted in Plant’s Biology Structure and Function Laboratory, MIPA faculty, Diponegoro University. Experimental design used in this research is Completely Random Design with Factorial pattern 5x3 by using 5 replications. The first factor was concentration, ie P0 (control), P1 (25%), P3 (50%), P3 (75%) and P4 (100%). The second factor was submerged periods, i.e T1 (1 hour), T2 (2 hours), and T3 (3 hours). The data were analyzed by using Kruskal-Wallis Test and ANOVA, if there are significantly influence, were analyzed by using Duncan multiple range test with 95% confidence intervals that is in the variable of root lenght and weight of dry root. The result of this study showed that the giving of Bacillus sp.2 DUCC-BR-K1.3 supernatant culture influence to improve the bud and root growth of J. curcas L.

Key words : Jatropha curcas L., supernatant, concentration, growth.

PENDAHULUAN

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman penghasil bahan bakar minyak (biodiesel). Bahan bakar alternatif ini mulai digunakan seiring dengan meningkatnya kenaikan harga BBM, oleh karena itu pemerintah menganjurkan masyarakat Indonesia untuk menggalakkan budidaya tanaman jarak pagar. Kegiatan tersebut dapat ditunjang dengan teknik penyediaan bibit yang efektif dan efisien. Salah satunya dengan menghasilkan stek batang yang cepat berakar.

Perbanyakan tanaman jarak dapat dilakukan secara generatif, vegetatif dan teknik kultur jaringan [1]. Penanaman dengan menggunakan stek batang ternyata lebih efisien jika dibandingkan dengan cara lain karena cepat pertumbuhannya, penyediaan bibit dapat dilakukan dalam jumlah yang besar serta dapat dilakukan sepanjang waktu selama tersedianya pohon sumber stek [2].

Jarak pagar adalah tanaman berkayu dimana pada batang atau cabangnya terdapat nodus yang merupakan tempat munculnya tunas-tunas baru. Nodus pada batang bersifat meristematis dan memiliki potensi sebagai tempat untuk tumbuh tunas dan akar [3]. Pemotongan stek harus dilakukan dibawah nodus, karena pada nodus-nodus banyak terdapat hormon tumbuh yang akan memacu proses pertumbuhan tunas dan akar[2].

Perbanyakan jarak dengan stek batang yang ditanam secara vertikal sudah umum digunakan., dari stek tersebut hanya akan menghasilkan satu tanaman baru. Dilihat dari keadaan diatas, maka untuk memperoleh bibit dalam jumlah besar akan membutuhkan induk tanaman yang banyak pula. Hal ini sangat tidak efektif, sehingga diperlukan suatu metode penanaman stek yang baru, yakni penanaman secara horizontal. Penggunaan stek batang yang ditanam secara horizontal diharapkan mampu menghasilkan bibit baru yang lebih banyak dari

(2)

setiap nodus tersebut, jika lingkungannya memungkinkan baik internal maupun eksternal.

Pertumbuhan tunas dan akar dari stek batang jarak pagar dapat dirangsang dengan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT), baik secara alami maupun sintetik. Sumber hormon IAA yang alami tidak hanya dihasilkan oleh tumbuhan saja tetapi juga dihasilkan oleh rhizobakteri. Pemakaian supernatan dari kultur rhizobakteri yang mengandung IAA mampu memberikan efek fisiologis pada suatu tanaman. Menurut hormon tumbuh yang dihasilkan oleh mikroorganisme rhizosfer mampu meningkatkan perkecambahan biji, pembentukan rambut akar serta meningkatkan transpor ion sehingga pengangkutan air oleh akar meningkat [4].

Hasil penelitian tentang produksi IAA isolat 1.3 pada rhizosfer kedelai menunjukkan bahwa dalam kultur bakteri yang diinkubasi selam 2 hari menghasilkan jumlah IAA paling tinggi yakni 2,70 mg/L. IAA inilah yang selanjutnya dapat memacu pertumbuhan akar tanaman [4].

Pertumbuhan tunas dan akar dari stek batang jarak pagar dapat dirangsang dengan pemberian ZPT dengan metode perendaman, karena dengan metode ini akan memudahkan suatu bagian tanaman untuk menyerap zat pengatur tumbuh [5]. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh supernatan kultur rhizobakteri, sebagai sumber IAA alami, terhadap pertumbuhan stek horizontal batang Jarak pagar.

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan rancangan rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, faktor pertama adalah konsentrasi supernatan yaitu 0% (P0), 25% (P1), 50% (P2), 75% (P3),

dan 100% (P4). Faktor kedua adalah lama

perendaman yakni 1 jam (T1 ), 2 jam (T2 ) dan 3

jam (T3). Masing-masing perlakuan dengan 5

ulangan. Data dianalisis menggunakan program SPSS versi 12 [6]. Data yang tidak homogen diuji menggunakan uji Kruskal-Wallis Test [7].

Batang Jarak diambil dari cabang tanaman yang sudah berkayu, sudah pernah berbunga dan berbuah. Panjang stek 30 cm dengan bentuk batang yang lurus . Media yang digunakan untuk menanam berupa campuran tanah, sekam, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Semua bahan tersebut dicampur sampai homogen, dan dimasukkan ke dalam nampan-nampan untuk menanam.

Stek yang sudah direndam dalam suernatan dengan konsentrasi dan lama perendaman sesuai perlakuan ditanam dalam nampan-nampan yang telah berisi media tanam, dengan posisi penanaman secara horizontal. Pemeliharaan meliputi : (1) penyiraman, yang dilakukan setiap hari dengan volume yang sama untuk mempertahankan kelembaban dalam media stek (2) penyiangan rumput di sekitar tanaman dan (3) pemupukan yang dilakukan setelah 1 bulan penanaman, menggunakan pupuk kandang.

Variabel yang diamati meliputi : jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun, panjang akar, berat basah akar, dan berat kering akar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tunas J. curcas L. a. Jumlah Tunas

Hasil analisis Kruskal-Wallis Test didapat bahwa perlakuan konsentrasi dan lama perendaman tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap jumlah tunas. Data hasil pengamatan jumlah tunas tersaji pada tabel berikut ini.

Gambar 4.1. Histogram rerata jumlah tunas pada berbagai perlakuan konsentrasi

3.23 2.35 2.31 2.27 2.18 0 1 2 3 4 P0 P1 P2 P3 P4 Konsentrasi (%) Jumla h T unas

(3)

Gambar 4.2. Histogram rerata jumlah tunas pada berbagai perlakuan lama perendaman

Jumlah tunas antara tanaman kontrol dan perlakuan menunjukkan adanya pengaruh yang tidak berbeda nyata, hal ini menunjukkan bahwa perendaman dalam supernatan rhizobakteri tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas. Hal ini dimungkinkan karena kandungan hormon endogen sudah optimal untuk memacu proses pembelahan sel dan diferensiasi sel menjadi tunas-tunas baru.

Auksin yang diberikan secara eksogen tidak mempengaruhi pembentukan tunas, karena pembentukan tunas lebih dipengaruhi oleh adanya sitokinin endogen. Pertumbuhan dan perkembangan dikontrol oleh adanya keseimbangan hormon dalam tanaman [3]. Inisiasi dan pembentukan tunas dikontrol oleh adanya interaksi antara auksin dan sitokinin. Perbandingan antara auksin dan sitokinin yang tepat akan meningkatkan pembelahan sel dan diferensiasi sel[8]. Kandungan sitokinin dalam sel yang lebih tinggi daripada auksin akan memacu sel untuk membelah secara cepat dan berkembang menjadi tunas, batang, dan daun [9].

b. Panjang Tunas

Panjang tunas pada tanaman kontrol dan perlakuan juga menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan adanya hormon auksin dan sitokinin endogen pada tanaman yang sudah mampu mempengaruhi proses pembelahan sel dan pemanjangan sel, sehinggga penambahan supernatan rhizobakteri

tidak berpengaruh terhadap panjang tunas J. curcas L.

Gambar 4.3. Histogram rerata panjang tunas pada berbagai perlakuan konsentrasi

Gambar 4.4. Histogram rerata panjang tunas pada berbagai perlakuan lama perendaman

Pertumbuhan panjang tunas dipengaruhi oleh hormon auksin dan sitokinin. Sitokinin akan merangsang pembelahan sel melalui peningkatan laju sintesis protein, sedangkan auksin akan memacu pemanjangan sel-sel, sehingga menyebabkan pemanjangan batang [9]. Mekanisme kerja auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-sel tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut, auksin memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu, sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan, kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah pemanjangan, sel terus

2.44 2.47 2.49

0 1 2

T1 T2 T3

Lama Perendaman (Jam)

Jumla h T unas 5.15 5.46 3.72 5.08 5.43 0 1 2 3 4 5 6 P0 P1 P2 P3 P4 Konsentrasi (%) Panjan g T unas ( c m ) 4.76 5.15 4.99 0 1 2 3 4 5 6 T1 T2 T3

Lama Perendaman (Jam)

Pan jan g T unas (cm )

(4)

tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma [3].

c. Jumlah Daun

Hasil uji Kruskal-Wallis Test menunjukkan bahwa faktor konsentrasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun, sedangkan faktor lama perendaman berpengaruh nyata.

Gambar 4.5. Histogram rerata jumlah daun pada berbagai perlakuan konsentrasi

Gambar 4.6. Histogram rerata jumlah daun pada berbagai perlakuan lama perendaman

Hasil analisis menunjukkan bahwa T2

mempunyai jumlah daun yang berbeda nyata dengan T1 dan T3, sedangkan antara T1 dan T3

tidak berbeda nyata, T2 memiliki jumlah daun

tertinggi.

Jumlah daun antara tanaman kontrol dan tanaman perlakuan pada faktor konsentrasi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Bila dibandingkan dengan kontrol (P0),

tanaman perlakuan dengan supernatan Rhizobakteri menunjukkan terjadinya penurunan jumlah daun, meskipun secara analisis statistik tidak berbeda nyata. Hal ini

sesuai dengan kurva respon konsentrasi auksin, yang menunjukkan suatu respon peningkatan pertumbuhan dengan peningkatan konsentrasi auksin sampai mencapai suatu konsentrasi yang optimal. Konsentrasi auksin yang melebihi kisaran optimum akan menurunkan pertumbuhan suatu tanaman [10].

Jumlah daun meningkat pada P1, dan

selanjutnya mengalami penurunan. Hal ini diduga karena konsentrasi auksin pada saat P1

sudah optimal dalam mempengaruhi pembelahan sel dan pembentukan jaringan, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan daun. Pemberian zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang optimum dapat meningkatkan sintesis protein. Protein yang terbentuk tersebut akan digunakan sebagai bahan penyusun organ tanaman seperti akar, batang dan daun [11].

Jumlah daun selain dipengaruhi oleh panjang tunas, juga dipengaruhi oleh jumlah tunas yang tumbuh. Pada penelitian ini jumlah tunas yang tumbuh tidak berbeda nyata, sehingga jumlah daun yang dihasilkan juga tidak berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan [2], bahwa banyaknya jumlah daun yang terbentuk tergantung pada banyaknya jumlah tunas, jumlah tunas yang banyak akan menghasilkan jumlah daun yang banyak pula.

Perlakuan lama perendaman berkaitan dengan proses masuknya IAA ke dalam sel tanaman. Mekanisme masuknya IAA ke dalam sel tanaman melalui proses absorbsi yang terjadi di seluruh permukaan stek batang. Menurut [9], proses absorbsi pada sel tanaman dipengaruhi oleh permeabilitas membran sel dan perbedaan potensial air antara di dalam dengan di luar sel. Absorbsi oleh sel tanaman akan meningkatkan tekanan turgor dalam sel, yang selanjutnya akan terjadi pembesaran sel. Proses absorbsi juga dapat melalui bagian ujung dan pangkal dari stek batang. IAA akan masuk melewati sel-sel korteks yang bersifat semipermeabel dan bergerak menuju pembuluh xylem melalui dinding sel-sel korteks [12].

IAA dapat masuk ke dalam sel tanaman karena pada membran sel terdapat reseptor auksin yang berupa protein [11]. IAA masuk melalui membran sel secara osmosis, dimana air dapat berdifusi dari larutan dengan

5.79 7.37 5.4 5.73 6.76 0 2 4 6 8 P0 P1 P2 P3 P4 Konsentrasi (%) Jumla h Da un 5.02 7.58 6.03 0 2 4 6 8 T1 T2 T3

Lama Perendaman (Jam)

Jumla

h

Da

(5)

potensial yang tinggi ke potensial yang rendah, sampai tekanannya naik ke suatu titik (potensial airnya sama) [13].

Perlakuan lama perendaman berpengaruh meningkatkan pertumbuhan tunas yakni pada variabel jumlah daun. Pada variabel jumlah daun diketahui bahwa T2 merupakan

waktu perendaman yang optimum bagi pertumbuhan, sedangkan pada T3 jumlah daun

yang dihasilkan menurun. Pemberian zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang tinggi menyebabkan aktivitas pembelahan sel menjadi lambat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman[14]. pengaruh konsentrasi auksin terhadap Pertumbuhan akan meningkat pada waktu tertentu sampai pertumbuhan mencapai optimal kemudian akan mengalami penurunan pertumbuhan. Hal ini dikarenakan auksin dapat mengalami pemecahan oleh mikroorganisme[15].

Pertumbuhan Akar J. curcas L.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada stek Jarak pagar yang ditanam secara horisontal hanya pada salah satu bagian saja yang tumbuh akar yakni di bagian pangkalnya, sedang pada bagian ujung tidak tumbuh akar (Lampiran 9.3). Hal ini berkaitan dengan transport auksin basipetal, dimana auksin ditransport dari bagian pucuk ke bagian bawah, sehingga akar akan muncul di bagian pangkal stek, karena fungsi auksin adalah merangsang inisiasi akar pada stek batang. Selain dipengaruhi oleh hormon auksin, pertumbuhan akar juga dipengaruhi oleh adanya karbohidrat dalam stek, dimana karbohidrat merupakan sumber energi dan sumber karbon (C) terbesar selama proses perakaran [16]. Akumulasi karbohidrat banyak terdapat dibagian pangkal stek, sehingga hanya bagian pangkal saja yang dapat tumbuh akar. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh [17] terhadap stek kumis kucing, bahwa pertumbuhan akar pada stek bagian pangkal (pada nomor ruas 3-6) lebih cepat membentuk akar dibanding stek yang diambil pada bagian tengah (nomor ruas 8-11), karena pada bagian pangkal stek memiliki rasio C/N yang tinggi, dimana bahan stek dengan

rasio C/N tinggi akan lebih mudah dan lebih cepat membentuk akar. Hal ini diperkuat dengan pernyataan (18)Hartman et al., (1990), jika rasio C/N rendah maka inisiasi akar juga akan terhambat walaupun kandungan karbohidrat pada stek tinggi, karena unsur N berkorelasi negatif dengan proses perakaran pada stek.

Hasil penelitian diketahui bahwa dari tiap nodus hanya tumbuh tunas saja, sedangkan akar tidak dapat tumbuh. Nodus pada batang bersifat meristematis dan memiliki potensi sebagai tempat untuk tumbuh tunas dan akar [3]. Pemotongan atau pengguntingan stek harus dilakukan dibawah nodus, karena pada nodus-nodus tersebut banyak terdapat hormon tumbuh yang akan memacu proses perakaran. Tidak tumbuhnya akar pada setiap nodus diduga karena tidak adanya pelukaan pada stek [3]. Pertumbuhan akar dari stek batang terjadi pada bagian yang terpotong, karena bagian yang terpotong tersebut akan menghasilkan kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi). Kalus selanjutnya akan terdiferensiasi membentuk primordia akar[19].

Pembentukan akar pada stek didahului dengan proses deferensiasi sel pada daerah yang berbatasan dengan permukaan potongan stek, sehingga sel-sel tersebut kembali bersifat meristematik. Sel-sel meristem pada daerah dekat pembuluh vaskuler kemudian membelah dan berdeferensiasi membentuk primordia akar. Selanjutnya akar akan memanjang dan tumbuh keluar pada bagian batang stek [18] dan [19]. Awal terbentuknya akar dimulai oleh adanya metabolisme cadangan nutrisi yang berupa karbohidrat yang menghasilkan energi yang selanjutnya mendorong pembelahan sel dan membentuk sel-sel baru dalam jaringan [17]. Diperkuat lagi oleh pernyataan [20], bahwa auksin sangat diperlukan dalam pembentukan akar yakni memacu terjadinya pembelahan sel. Penggunaan auksin diketahui dapat mengintensifkan proses pembentukan akar pada stek. Pengaruh auksin tersebut berupa aktivasi hidrolisis polisakarida, dan akan menghasilkan gula aktif yang digunakan dalam pembelahan sel dan pembentukan primordia akar menjadi akar [21]. Hasil pengamatan selama penelitian

(6)

diketahui bahwa tunas pada stek tumbuh lebih dulu yaitu pada minggu pertama penanaman, sedangkan perakaran baru muncul setelah 1 bulan penanaman . Hal ini berkaitan dengan saat munculnya tunas, karena tunas yang telah tumbuh merupakan sumber auksin dan akan merangsang pertumbuhan akar. Sebagaimana pernyataan [14], bahwa pemberian auksin eksogen digunakan dalam pembentukan tunas lebih dulu. Penggunaan auksin eksogen tersebut mampu memacu aktivitas auksin endogen, sehingga memacu pembentukan tunas lebih awal. Selanjutnya untuk pertumbuhan akar menggunakan auksin yang diproduksi oleh tunas-tunas dan daun muda yang mulai tumbuh. Menurut Adanya daun pada tunas berpengaruh terhadap pembentukan akar, karena karbohidrat yang dihasilkan oleh daun ditambah dengan karbohidrat yang ada dalam stek akan mampu menstimulir pembentukan akar [14]. Untuk menumbuhkan akar pada stek diperlukan energi yang diperoleh dari karbohidrat dan protein yang dikandung oleh stek.

a. Panjang Akar

Berdasarkan hasil uji Anova pada taraf kepercayaan 95%, menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar, sedangkan perlakuan lama perendaman memberikan perbedaan yang nyata, serta tidak terdapat interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman terhadap panjang akar.

Panjang akar pada penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, baik pada tanaman kontrol maupun tanaman perlakuan. Bila dibandingkan dengan kontrol (P0), tanaman perlakuan dengan supernatan

Rhizobakteri menunjukkan terjadinya penurunan panjang akar, meskipun secara analisis statistik tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena IAA endogen pada stek sudah optimal untuk merangsang proses pembelahan dan pemanjangan sel-sel pada akar, sehingga penambahan konsentrasi IAA akan menghambat pemanjangan akar. Auksin memacu pertumbuhan pada konsentrasi yang sangat rendah (10-9–10-10 M) dan akan menjadi

penghambat pada konsentrasi yang lebih tinggi[20] dan [11].

Gambar 4.7. Histogram rerata panjang akar pada berbagai perlakuan konsentrasi

Gambar 4.8. Histogram rerata panjang akar pada berbagai perlakuan lama perendaman

Penghambatan pertumbuhan akar sangat dipengaruhi oleh kontrol endogen dalam tanaman. Penghambatan tersebut selain disebabkan oleh konsentrasi auksin yang terlalu tinggi juga dipengaruhi oleh adanya senyawa pengambat perakaran yang berupa senyawa phenol dan mangan [22]. Senyawa phenol yakni monophenol dan mangan (Mn2+) merupakan kofaktor penting dalam aktivitas enzim IAA oksidase[8]. Monophenol merupakan substansi penghambat pertumbuhan karena pengaruhnya dalam meningkatkan aktivitas IAA oksidase, sehingga akan

21.59 17.62 13.9716.64 16.76 0 5 10 15 20 25 P0 P1 P2 P3 P4 Konsentrasi (%) Panjan g Akar (cm ) a 14.37 b 21.54 ab 16.04 0 5 10 15 20 25 T1 T2 T3

Lama Perendaman (Jam)

Panjan

g Akar

(cm

(7)

menurunkan kandungan auksin dalam tubuh tanaman.

Panjang akar pada saat T2 memiliki

panjang yang lebih tinggi dari T1 dan T3. Hal

ini diduga pada saat T2 jumlah IAA yang

masuk sudah mencapai konsentrasi yang optimum bagi pertumbuhan tanaman tersebut, sehingga pemasukkan auksin yang lebih banyak pada saat T3 justru menurunkan panjang akar.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan [23], bahwa hormon auksin meningkatkan pertumbuhan sampai mencapai konsentrasi optimal. Sebaliknya apabila konsentrasi yang diberikan lebih tinggi dari pada konsentrasi optimal akan mengganggu metabolisme dan perkembangan tumbuhan. Hormon IAA mampu meningkatkan proses fisiologis dalam sel, yakni mempengaruhi perkembangan dan pemanjangan sel, auksin mampu meningkatkan tekanan osmotik sel, meningkatkan plastisitas dan meningkatkan sintesis protein, sehingga sel-sel akan mengembang, memanjang dan menyerap air [11].

Pertumbuhan panjang akar dapat dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor genetik dan faktor jumlah daun. Faktor genetik berperan dalam mengkoordinasi gen yang membangun sistem perakaran, sedangkan faktor jumlah daun bertanggung jawab dalam meningkatkan perkembangan akar, karena daun merupakan tempat sintesis makanan (fotosintesis), dan selanjutnya makanan akan ditranslokasikan menuju akar untuk perkembangan akar[24].

b. Berat Akar

Hasil analisis varian pada taraf kepercayaan 95% (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi memberikan perbedaan yang nyata terhadap berat basah akar, sedangkan perlakuan lama perendaman tidak berpengaruh nyata, serta tidak terdapat interaksi antara kedua faktor tersebut.

Gambar 4.9. Histogram rerata berat basah akar pada berbagai perlakuan konsentrasi

Gambar 4.10. Histogram rerata berat basah akar pada berbagai perlakuan lama perendaman

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan P1 mempunyai berat basah

akar yang berbeda nyata dengan semua perlakuan konsentrasi. Perlakuan P0, P2, P3, P4,

dan P5 menunjukkah hasil berbeda tidak nyata

antara satu sama lain.

Variabel berat kering akar diperoleh dengan cara menimbang akar setelah dikeringkan dalam oven sampai mencapai berat konstan. Hasil analisis Kruskal-Wallis Test menunjukkan bahwa pemberian supernatan rhizobakteri pada perlakuan konsentrasi memberikan perbedaan yang nyata. P1

mempunyai berat kering akar yang berbeda nyata dengan tanaman kontrol dan semua tanaman perlakuan. Sedangkan pada faktor lama perendaman tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap berat kering akar.

a 2 b 3 a 1.87 a 1.97 a 2.02 0 1 2 3 4 P0 P1 P2 P3 P4 Konsentrasi (%) Berat Ba sah A kar (g ) 1.98 2.2 2.33 0 1 2 3 T1 T2 T3

Lama Perendaman (Jam)

Berat Ba

sah A

kar (g

(8)

Gambar 4.11. Histogram rerata berat kering akar pada berbagai perlakuan konsentrasi 0.27 0.32 0.32 0.24 0.26 0.28 0.3 0.32 0.34 T1 T2 T3

Lam a Perendam an (Jam )

Be ra t Ke ri n g Ak a r (g )

Gambar 4.12. Histogram rerata berat kering akar pada berbagai perlakuan lama perendaman

Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman terhadap berat akar. Antara berat basah dan berat kering akar menunjukkan pola yang sama, dimana faktor konsentrasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat akar. Perlakuan P1 memiliki berat akar

yang berbeda nyata dengan P0, P2, P3, P4 dan P5,

sehingga pada penelitian ini P1 merupakan

konsentrasi yang berpengaruh dalam meningkatkan pertumbuhan akar.

Perlakuan P2, P3 dan P4 memiliki berat

basah dan berat kering akar yang cenderung menurun. Hal ini diduga karena konsentrasi IAA pada P1 sudah optimal untuk memacu

pertumbuhan, sehingga penambahan konsentrasi akan menurunkan pertumbuhan tanaman. Hormon pada konsentrasi tinggi akan menggangu metabolisme sel, akibatnya akan menghambat proses pertumbuhan tanaman[11].

Peningkatan berat akar sangat dipengaruhi oleh auksin,dimana auksin mampu meningkatkan mobilisasi karbohidrat dan boron dari daun sehingga mendorong aktivitas pertumbuhan akar [15]. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan akar adalah boron. Boron merupakan mikronutrien penting dalam tanaman yang mempengaruhi jumlah primordia yang terbentuk selama perakaran [22].

Perlakuan lama perendaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat akar, baik berat basah maupun berat kering. Pengaruh tersebut berbeda dengan panjang akar, dimana panjang akar tertinggi dihasilkan pada saat T2. Hal ini dikarenakan

jumlah auksin yang diperlukan untuk pertumbuhan akar berbeda dengan pemanjangan akar. Pemanjangan akar membutuhkan auksin dalam jumlah yang lebih banyak dari pada diferensiasi akar. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh [2] terhadap stek Gofasa, bahwa pemakaian hormon IBA dengan konsentrasi 200 ppm yang direndam selama 2 jam mampu meningkatkan panjang akar tapi tidak meningkatkan jumlah akar. Hal ini diduga karena hormon IBA dalam proses perakaran menghasilkan sedikit akar yang cepat menjadi panjang dan menghasilkan akar serabut yang kuat.

Tidak terdapat interaksi antara faktor konsentrasi dan lama perendaman terhadap pertumbuhan tunas dan akar J. curcas L. Hal ini diduga karena proses absorbsi IAA yang masuk ke dalam sel sudah mencapai keadaan yang seimbang (jumlah IAA di luar sel dan di dalam sel sama), sehingga penambahan waktu perendaman tidak dapat meningkatkan jumlah IAA ke dalam stek. Sel tumbuhan akan mengalami pembengkakan jika air atau cairan masuk secara osmosis, namun jika konsentrasi cairan disekitar sel tumbuhan isotonis maka air tidak akan masuk kembali ke dalam sel [13].

0.29 0.53 0.25 0.21 0.24 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 P0 P1 P2 P3 P4 Konsentrasi (%) Berat Keri ng A k ar ( g )

(9)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa, perendaman dalam supernatan kultur rhizobakteri berpengaruh meningkatkan pertumbuhan stek J. curcas L. Faktor konsentrasi berpengaruh meningkatkan berat akar, sedangkan faktor lama perendaman berpengaruh meningkatkan jumlah daun dan panjang akar. Tidak terdapat interaksi faktor konsentrasi dan lama perendaman terhadap pertumbuhan stek horisontal jarak pagar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prihandana, R. dan Hendroko, R. 2006.

Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Agromedia Pustaka. Jakarta.

2. Irwanto. 2003. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) Terhadap Keberhasilan Stek Gofasa (Vitex cofassus Reinw).

http://www.irwantoshut.com. 11 Juni 2007.

3. ____________. 2003. Biologi. Alih Bahasa : Wasmen Manalu.Erlangga. Jakarta

4. _________. 2004b. Produksi IAA Isolat 1.3 dari Rizosfer Kedelai. Bioma 6 (1): 10-16

5. Rismunandar. 1991. Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta. 6. Santoso, S. 2005. Menggunakan SPSS

untuk Statistik Non Parametrik. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

7. Pratisto, A. 2005. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta 8. Krisnamoorthy, N.H. 1981. Plant Growth

Substances Including Applications in

Agriculture. Tata Mc

Graw-HillPublishing Company Limited. New Delhi.

9. Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

10. Hopkins, W.G and Huner, N.P.A. 2004.

Introduction to Plant Phsiology. Third Edition. John Wiley & Sons. USA

11. Salisbury, F.B and Ross, C.W. 1995.

Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit ITB. Bandung.

12._________. 2000. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

13. Campbell, N.A., Reece, J.B., Mithcell, L.G. 2002. Biologi. Alih Bahasa : Wasmen Manalu. Erlangga. Jakarta. 14. Hidayanto, M, Nurjanah, S dan Yossita, F.

2003. Pengaruh Panjang Stek Akar dan Konsentrasi Natrium Nitrofenol Terhadap Pertumbuhan Stek Akar Sukun (Artrocarpus communis F.). Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 6(2):154-160.

15. Jeruto, P., Catherine, Lukobha, and Ouma, G. 2008. Some Endangered Indigenous Trees From The South Nandi District Of Kenya Using Cheap, Non-Mist Technology. Journal of Agricultural and Biological Science. 3(3).

16. Haissig, B.E. 1986. Metabolic processes in Adventitious Rooting of Cuttings In : M.B Jackson (Ed) New Root Formation in Plants and Cuttings. Martinus Nijhoff Publishers. Dordrecht.

17. Kastono, D., Sawitri, H., dan

Siswandono. 2005. Pengaruh Nomor Ruas Stek dan Dosis Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kumis Kucing. Jurnal Ilmu Pertanian. 12(1):56-64.

18. Hartmann, H.T, Kester, D.E and Davies, F.T. 1990. Plant Propagation Principles and Practices. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliff. New Jersey

19. Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit UI Press. Jakarta. 20. Davies, P.J. 1995. Plant Hormones.

Kluwer Academic Publishers. Netherlands.

21. Abdullah, A.T.M, Hossain, M.A, and Bhuiyan, M.K. 2005. Propagation of Latkan (Baccaurea sapida Muell.Arg) by Mature Stem Cutting. Journal of Agriculture and Biological Sciences. 1(2):129-134.

(10)

22. Jarvis, B.C. 1986. Endogenous Control of Adventitious Rooting in Non Woody Cuttings In : M.B Jackson (Ed) New Root Formation in Plants and Cuttings. Martinus Nijhoff Publishers. Dordrecht.

23.

Wilkins, M.B. 1989.

Fisiologi

Tanaman.

Alih Bahasa

: Mul Mulyani

Sutedjo dan A.G. Kartasapoetra. Bina

Aksara. Jakarta.

24. Hussain, A and Khan, M.A. 2004. Effect of Growth Regulator on Stem Cutting of Rosa bourboniana and Rosa gruss-an-teplitz. International Journal of Agriculture & Biology. 6(5):931-932.

Gambar

Gambar 4.1. Histogram rerata jumlah tunas pada berbagai perlakuan konsentrasi
Gambar 4.4. Histogram rerata panjang tunas pada berbagai perlakuan lama perendaman
Gambar 4.5. Histogram rerata jumlah daun pada berbagai perlakuan konsentrasi
Gambar 4.8. Histogram rerata panjang akar pada berbagai perlakuan lama   perendaman
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bank Sulselbar Syariah Cabang Makassar, metode pengakuan pendapatan bagi hasil yang dilakukan oleh bank bagi hasil dari pembiayaan mudharabah diakui pada saat

Para investor pada umumnya melihat perkembangan mengenai perusahaan- perusahaan yang akan menjadi sumber pendapatan investasinya dari terjaminnya keberlangsungan

Pelanggan rumah tangga lebih mudah dipikat dengan iklan, karena untuk mencapai mereka metode tersebut paling murah, sedangkan jika sasaran yang dituju adalah

E1 = Kelompok tikus yang diberi ekstrak daun jarak pagar dosis 0.125 g/kgBB.. E2 = Kelompok tikus yang diberi ekstrak daun jarak pagar dosis

[r]

Pengukuran data resistivitas dilakukan di enam titik lokasi yang diperkirakan prospek mengandung pasir atau bijih besi berdasarkan peta anomali magnetik lokal daerah penelitian.

PENDIDIKAN PENGETAHUAN LINGKUNGAN MASYARAKAT KAMPUNG NAGA TASIKMALAYA MENGENAI KONSERVASI LINGKUNGAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan variabel yang diteliti yaitu penetapan kebijakan K3, perencanaan K3, pelaksanaan rencana K3, pemantauan dan evaluasi kinerja,